LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR I
NAMA
: MUHAMMAD NURUZZAMAN ASSHIDIQ
NIM
: A1C315011
KELOMPOK
: 5 (LIMA)
LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2016
DAFTAR ISI Kegiatan I. Rangkaian Thevenin Thevenin Dan Norton Kegiatan II. Filter Pasif dan Aktif Kegiatan III. Rangkaian RLC dan Fenomena Resonansi Kegiatan IV. Dioda Penyearah Gelombang Kegiatan V. Dioda Zener Kegiatan II. Transistor sebagai Saklar Kegiatan VII. Transistor sebagai Penguat Tegangan
KEGIATAN I RANGKAIAN THEVENIN DAN NORTON
A. TUJUAN
1. Memahami teorema Thevenin dan teorema Norton serta penggunaannya pada rangkaian arus searah. 2. Menganalisis dan merubah suatu rangkaian ke dalam bentuk rangkaian ekivalen Thevenin dan Norton.
B. DASAR TEORI
Teorema Tnevenin adalah sebuah metode yang mengubah sirkuit AC bilaterai linear menjadi sumber tegangan AC tunggal didalam seri dengan impedansi setara. Mengakibatkan jaringan dua terminal akan setara bila terhubung untuk setiap cabang eksternal atau komponen. Jika sirkuit asli berisi unsur reaktif, rangkaian ekuivalen Thevenin akan berlaku hanya pada frekuensi dimana reaktansi ditentukan,(Boylestad, 2000:56). Arus Norton (I N) didefenisikan sebagai arus beban saat hambatan beban dihubung singkat. Karna ini, arus Norton terkadang disebut juga arus hubung singkat ( short ( short circuit current, Isc). Isc). Sebagai defenisi Arus Norton: I N=Isc Hambatan Norton (R N) adalah hambatan yang diukur oleh ohmmeter pada terminal beban saat seluruh sumber diturunkan menjadi nol dan hambatan beban dibuka (dilepas) sebagai defenisi Hambatan Norton: R X=R OC OC Karena hambatan Thevenin dan hambatan Norton memiliki defenisi yang sama, maka dapat dituliskan R X=R TH TH, (Martawijaya, dkk, 2008). Setiap rangkaian dengan dua ujung, atau gerbang tunggal, dapat digantikan dengan suatu sumber tagangan tetap atau soal gaya gerak listrik (ggl) dan suatu hambatan seri dengan ggl tersebut. Jika kedua ujung membentuk gerbang keluaran, hambatan s etara R TH disebut hambatan keluaran yang dinyatakan dengan R O. Sebaliknya bila kedua terminal membentuk gerbang masukan maka R TH TH disebut hambatan maka, dinyatakan dengan R I ini ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar. Rangkaian setara untuk rangkaian dengan 2 gerbang hambatan keluaran
Pada rangakaian setara Thevenin, seperti gambar dibawah ini
∈ ∈∈ ∈
Nilai
TH dan
R TH dapat kita tentukan sebagai berikut.
Jika rangkaian ada dalam keadaan terbuka
nyatalah
TH=
, oleh karena arus I=0
Vo b, yakni tegangan keluaran terbuka. Jika rangkain diberi beban seperti
gambar dibawah ini.
Maka vo=
∈ < Th
ILR o voIb
Nyatalah jatuh tegangan oleh adanya arus beban terjadi pada R o, sebesar ILR o. Suatu rangkaian dengan hambatan keluaran yang besar mudah terbebani suatu sumber tegangan tetap mempunyai R o=0, sehingga jika ditarik arus beban berapapun besarnya tegangan keluaran tidak akan jauh. Hambatan setara Thevenin R Th dapat dihitung dengan menentukan hamabatan setara rangkaian dilihat dari ujung yang bersangkutan, yaitu dengan menggantikan sumber tegangan dengan hubungan singkat, (Sutrisno, 1986:2-5).
Mengenai sifat dari luar (sifat output) setiap jaringan linear dengan resistor-resistor dan sumber-sumber energy bisa digantikan dengan rangkaian seri dari satu sumber voltase ideal dan satu resistor dalam besar voltase Vo dari sumber voltase sama dengan voltase pada output Vo ketika rangkaian terbuka, berarti ketika tidak ada sambungan pada output dan tidak ada arus yang mengalir dari sumber tegangan.
Gambar sifat keluaran dari suatu sumber tegangan selalu bisa dimengerti dengan rangkaian ekuivalen Thevenin dan rangkaian ekuivalen Norton .
Resistivitas R dalam dari resistor R dalam sebesar perbandingan antara voltase Vib dan arus hubungan singkat I yang mangalir ketika output dihubungkan singkat.
Ib
R dalam=
Mengenai sifat dari luar (sifat output) jaringan linear dengan resistor-resistor dan sumbersumber energi bisa digantikan dengan rangkaian Paralel dari satu sumber arus yang ideal dan satu resistor R dalam. Besar arus IO dari sumber arus sama besar dengan arus I yang mengalir dari output ketika output dihubung-singkat. Resistivitas R dalam dari resistir R dalam sebesar perbandingan dari voltase Vib yang terdapat kalau rangkaian terbuka, berarti tidak ada sambungan pada output dan tidak ada arus yang mengalir dari sumber tegangan dan arus hubungan singkat I
Ib
R dalam=
Mengenai dua rangkaian ekuivalen, harus diperhatikan bahwa hanya sifat outputnya yang sama dengan rangkaian asli. Rangkaian asli sendiri mungkin jauh berbeda dari rangkaian ekuivalen. Mengenai sifat lainnya, misal pemakaian daya listrik, rangkaian ekuivalen tidak sama dengan rangkaian asli. Satu hal lagi yang harus diperhatikan adalah bahwa dua rangkaian ekuivalen ini hanya bisa dipakai secara sempurna untuk rangkaian linear kalau suatu sumber tegangan tidak merupakan rangkaian linear (berarti kalau didalamnya ada komponen yang tidak linear sperti dioaa atau diode zener), maka rangkaian ekuivalen tidak lagi menggambarkan sifat dari sumber tegangan itu dengan dengan benar. Tetapi kita tetap bisa memakai rangkaian dengan catatan bahwa rangkaian ekuivalen ini sekarang merupakan suatu pendekatan.
Pendekatan biasanya cukup baik untuk perubahan voltase atua arus yang tidak terlalu besar. Tabel hubungan antara besaran-besaran dalam rangkaian ekuivalen Norton dan rangkaian ekuivalen Thevenin. Besaran-besaran dalam
Besaran-besaran
rangkaian Thevenin
rangkain Norton
VO dari rangkaian
=
Thevenin
dalam
Arus dari sumber arus dari rangkaian Norton dikalikan dengan resistivitas dalam IO.R dalam
Arus hubungan singkat
=
dalam rangkaian Thevenin:
Resistivitas dalam
Arus IO dari sumber arus dalam rangkaian Norton
=
R dalam dari rangkaian
Resistivitas dalam R dalam rangkaian Norton
Thevenin (Blocher,2004:49-50).
C. ALAT DAN BAHAN
1. 4 resistor masing-masing resistansinya 100 ohm, 150 ohm, 200 ohm, 300 ohm 2.
3 resistor masing-masing resistansinya 10 ohm, 1 resistor resis tansinya 20 ohm
3. Power suplay 4. MultimeterBread board dan kabel
D. PROSEDUR PERCOBAAN Percobaan 1
1. Susunlah rangkaian percobaan seperti gambar 3 berikut.
2. Tentukan V TH dengan cara mengukur tegangan terbuka antara ujung A dan B
3. Tentukan I N dengan cara mengukur arus yang mengalir jika A dan B dihubung singkat. 4. Tentukan R TH dan R N dengan cara mengukur resistansi antara A dan B dimana sumber tegangan diganti hubung singkat, sumber arus diganti hubung buka. 5. Bandingkan hasil pengukuran tersebut dengan hasil perhitungan.
Percobaan 2
1. Susunlah rangkaian percobaan seperti gambar 4 berikut
2. Tentukan V TH dengan cara mengukur tegangan terbuka antara ujung A dan B 3. Tentukan I N dengan cara mengukur arus yang mengalir jika A dan B dihubung singkat. 4. Tentukan R TH dan R N dengan cara mengukur resistansi antara A dan B dimana sumber tegangan diganti hubung singkat, sumber arus diganti hubung buka. 5. Bandingkan hasil pengukuran tersebut dengan hasil perhitungan.
Note: Agar tidak merusakkan multimeter, dalam menggunakan multimeter gunakan batas ukur yang paling besar dulu, baru jika tidak ada kesalahan polaritas dan batas ukur tidak dilampau, batas ukur diperkecil.
E. DATA HASIL
Percobaan 1
Percobaan 2
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum pertama ini kami melak ukan perubahan tentang “Rangkaian Thevenin dan Norton”. Percobaan rangkaian setara ini bertujuan untuk memahami dan menganalis rangkaian setara Thevenin dan Norton. Adapun besaran-besaran yang akan diukur pada rangkaian Thevenin dan Norton yaitu V TH (tegangan terbuka I, I N (kuat arus yang mengalir), R TH dan R N (resistansinya). Alat dan komponen yang dibutuhkan pada praktikum ini yaitu resistor , power supplay, multimeter, Bread Board dan kabel. Sebelum melakukan percobaan 1 kami terlebih dahulu mengkalibrasi multimeter, yaitu dengan memeriksa apakah jarum sudah tepat berada di nol. Kalau belum, dapat diatur dengan skrup yang ada ditengah. Pada percobaan 1 ini kami menggunakan 4 buah resistor dimana nilai dari ke-4 resistor tersebut masing-masing yaitu R 1=220Ω, R 2=150Ω, R 3=300Ω, dan R 4=100Ω. Langkah pertama yang kami lakukan yaitu menyusun resistor secara seri di bread board. Kemudian power supplay diarahkan ke 5 volt skema susunan rangkaiannya seperti gambar dibawah ini.
Setelah rangkaian tersusun, kami menentukan V TH dengan cara mengukur tegangan terbuka antara ujung A dan B pada multimeter menunjukkan skala 15.
− × 15 ×2, 5 ×10 250 15 × 10−
Sehingga VTH dapat diperolah dengan rumus
Selanjutnya kami mengukur R TH dengan cara mengukur resistansi antara A
RTH50 ×5250 − 15×10 250 6×10− 0.6 250Ω
dan B dimana sumber tegangan diganti hubungan singkat, sumber arus diganti hubung buka dan diperoleh
selanjutnya kami menentukan nilai I N
Selanjutnya kami melakukan percobaan ke 2. Pada percobaan ke 2 ini kami juga menggunakan 4 buah resistor yang masing-masing memiliki nilai R 1=10Ω, R 2=20Ω, R 3=10Ω dan R 4=10Ω. Langkah pertama yang kami lakukan yaitu menyusun resistor seperti skema gambar dibawah ini.
Setelah rangkaian tersusun, kami menentukan nilai VTH. Cara mengukurnya sama seperti pada percobaan 1. Pada multimeter menunjukkan skala 100, selanjutnya
100×2, 5 × 250 1
nilai VTH dapat ditentukan dengan rumus
Selanjutnya kami mengukur besar R TH dengan cara mengukur resistansi anatar A dan B dimana sumber tegangan diganti hubung singkat, sumber arus diganti hubung ganti. Dan diperoleh
50×5250Ω 2501 4×10− 4 250Ω
Selanjutnya kami menentukan nilai
IN
Setelah menentukan VTH, R TH dan I N dengan melakukan percobaan, kami selanjutnya menentukan besar VTH, R TH dan I N secara teori. Pada percobaan pertama (1) dengan nilai hambatannya yaitu R 1=220Ω, R 2=150Ω, R 3=300Ω dan R 4=100Ω. Dapat dicari nilai R TH dengan menggunakan rumus:
1×3 24 2×4 220300 220×300 150100 150×100 66000 15000 13 520 250 126, 9 60186, 9 2 1 23 2 5 220300 220 150100 150 5 220520 150250 13 5 5500078000 130000 5 0,180,9 186,0,992 0,0 055×10− 600 12//34 1020//10 301 201 3020 600 50 12Ω ∈ 512 0,416 2 2 0,4216 0,208 ∈2×42,08 2,12Ω08 0,17
Setelah didapat nilai R TH dan VTH kita dapat mencari besar arus yang mengalir (I N) dengan menggunakan persamaan
Selanjutnya nilai hambatan yang digunakan pada percobaan ke dua yaitu R 1=10Ω, R 2=20Ω, R 3=10Ω dan R 4=10Ω. Sehingga besar R TH dapat ditentukan dengan rumus
Pada kedua percobaan yang telah di lakukan hasil yang menurut teori dan praktikum
hal itu disebabkan karena kesalahan pada pengamatan oleh praktikan.
G. KESIMPULAN
1. Teorema Thevenin berbunyi setiap rangkaian dengan dua ujung atau gerbang tunggal, dapat digantikan dengan suatu sumber tegangan tetap atau suatu gaya gerak listrik (GGL) dan suatu hambatan seri dengan GGL tersebut. Sedangkan teorema Norton suatu piranti atau rangkaian dengan hambatan keluaran yang amat besar berprilaku seperti suatu sumber arus tetap yaitu suatu piranti yang menghasilkan arus keluaran yang tak bergantung pada hambatan beban yang dipasang. 2. Pada hambatan potensiometer berbanding lurus dengan nilai tegangannya dan berbanding terbalik dengan arus bebannya. Semakin besar nilai hambatanya semakin besar pula nilai tegangannya akan tetapi semakin besar nilai hambatannya semakin kecil nilai arusnya. 3. Hubungan antara tegangan dengan hambatan adalah berbanding lurus, sedangkan arusnya berbanding terbalik dengan tegangan.
H. DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Richard. 2004. Dasar Elektronika. Jakarta: Boylestad. 2000. Introductory Circuit Analisis. New York: Cambridge Press Martawijaya, M. A, dkk. 2008. Dasar-Dasar Elektronika, Buku 1. Makassar
University
Makassar:
Sutrisno. 1986. Elektronika: Teori dan Penerapannya. Jilid 1. Bandung:
ITB
UNM
KEGIATAN II FILTER PASIF (LOW PASS DAN HIGH PASS)
A. TUJUAN
1. Menyelidiki tanggapan amplitudo low pass filter. 2. Menyelidiki tanggapan amplitudo high pass filter. 3. Menentukan frekuensi potong bawah dan atas kedua filter.
B. DASAR TEORI
Filter adalah suatu rangkaian yang dipergunakan untuk membuang tegangan output pada frekuensi tertentu. Untuk merancang filter dapat digunakan komponen pasif (R, L, C) dan komponen aktif (op-amp transistor). DSengan demikian filter dapat dikelompokkan menjadi filter pasif dan filter aktif, (Martawijaya, 2008:84). Filter pasif adalah rangkaian filter yang menggunakan komponen-komponen pasif saja., dimana komponen pasif itu adalah resistor, kapasitor, dan induktor. Beberapa keuntungan dan kerugian dari filter pasif. Keuntungannya yaitu pada filter pasif tidak membutuhkan sumber untuk bekerja, tidak menghasilkan panas, tidak begitu banyak noise (sinyal ganguan yang tidak diinginkan) karena tidak adanya penguatan, karena tidak adanya pembatasan frekuensi maka pada fiter pasif dapat diaplikasikan pada frekuensi tinggi. Sedangkan kerugiannya adalah tidak dapat menguatkan sinyal, sulit untuk merancang filter yang kualitasnya/responnya baik, impedansi input dan output tidak tentu dan berbeda-beda, sehingga kurang baik dalam aplikasi. Terdapat beberapa filter paif yaitu LPF (Low Pass Filter) yaitu filter yang hanya melewatkan frekuensi rendah, HPF (High Pass Filter) yaitu filter yang hanya melewatkan frekuensi tinggi, BPF (Band Pass Filter) yaitu filter yang melewatkan frekuensi tertentu dan tidak melewatkan frekuensi lain (kebalikan dari BSF), BSF (Band Stop Filter) atau terkadang disebut Band Reject Filter (BRF) yaitu filter yang memilih frekuensi tertentu untuk tidak dilewatkan dan melewatkan frekuens lain. Contoh-contoh rangkaia filter pasif
LPF (Low Pass Filter) Low pass filter adalah filter yang hanya melewatkan frekuensi rendah, aplikasi dari rangkaian ini adalah pada speaker untuk digunakan sebagai out put frekuensi rendah atau woofer. 1. LPF dengan RC
√
Jika pada frekuensi 0 maka hambatan kapasitor adalah
∞ →
Jika pada frekuensi
→ →0
maka hambatan kapasitor adalah
Frekuensi cut oof 2. LPF dengan LR
2
Untuk rangkian diatas frekuensi cut off adalah
HPF (High Pass Filter)
High pass filter adalah filter yang hanya melewatkan frekuensi tinggi. Aplikasi dari filter ini adalah pada speaker digunakan sebagai output dari frekuensi tinggi atau tweeter. 1. HPF dengan RC
→∞ →0
√
0∞ →
Jadi pada frekuensi nol maka hambatan kapasitor adalah
Jika pada frekuensi
maka hambatan kapasitor adalah
Frekuensi cut off
2. HPF dengan LR
Untuk rangkain diatas frekuensi cut off sama dengan LPF yaitu (Binus, 2003: 134-137).
,
Secara garis besar filter pasif dapat dipasang pada sistem secara seri dan pararel. Pada umumnya paling banayak digunakan adalah model single turned filter karena lebih ekonomis dan dipasang secara pararel dengan sistem, dengan demikian arus harmonik dialihkan melalui filter tersebut. Menurut Timothy (2001), keuntungan menggunakan filter yang dipasang secara pararel antara lain adalah 1. Menggunakan impedans yang rendah untuk pengaturan frekuensi 2. Sebagai pertimbangan hanyalah arus harmonik dan tidak memikul arus beban penuh karena karena hanya memikul tegangan fasa. 3. Meningkatkan factor daya Kelemahannya membutuhkan kombinasi beberapa filter untuk mengurangi beberapa komponen harmonik sedangkan konfigurasi filter yang dipasang secara pada sistem paling sering digunakan untuk satu fasa dengan tujuan mengurangi harmonik ke 3. Utuk komponen harmonik yang lain juga bisa digunakan tergantung dengan pengaturannya. Menurut Timothy (2001) juga, keuntungan menggunakan filter seri yaitu : 1. Menggunakan impedansi yang tinggi untuk memblok arus harmonik masuk ke s istem. 2. Tidak mendatangkan harmonik dari sumber yang lain. 3. Meningkatkan faktor daya.
Sedangkan beberapa kerugiannya, harus memikul arus beban penuh pada tegangan antara saluran dan untuk komponen harmonik yang lain selain frekuensi yang diatur hanya bermanfaat sedikit sekali, (Sunanda, 2014:38-39).
Tapis RC Lolos Rendah Rangkaian pengintegralan RC seperti gambar dibawah juga dikenal sebagai rangkain tapis RC lolos rendah. Untuk frekuensi rendah tegangan keluaran sama dengan tegangan masukan, akan tetapi pada frekuensi tinggi isyarat keluaran diperkecil
̅ ̅ ̅ ̅ ̅ 1⁄ 1 ̅ 1⁄ 1 ̅ ( )⁄ |̅|
Hambatan R dan reaktansi kpasitor (membentuk pembagi tegangan kompleks)
Dengan
dan
Perbandingan antara tegangan keluaran kompleks kompleks
disebut alih:
Besar atau amplitudo fungsi alih kompleks
Grafik karena
dan tegangan masukan
sebagai fungsi frekuensi
dinyatakan sebagai
disebut tanggapan amplitudo oleh
Dalam tanggapan amplitudo, orang bisa menggunakan nisbah tegangan dB (desibel) yang didefenisikan sebagai :
̅ 20log 10log 21
Perbandingan antara daya P2 dan P1 dalam decibel didefenisikan sebagai
Tanggapan amplitudo adalah lengkung yang menayatakan hubunga antara perbandingan dengan isyarat masukan dan isyarat keluaran dengan frekuensi persamaan untuk menyatakan tanggapan fasa tapis lolos rendah.
∆ ̅̅ ∆ tan atau
Tapis RC Lolos Tinggi
Ragkaian tapis RC lolos tinggi ditunjukkan pada gambar dibawah ini
̅ ̅̅ 1⁄ 1 1 ̅ + ̅ + ⁄ ̅| ̅| {( ̅) ( ̅) } ⁄
Fungsi alih :
Dengan
dan
∆ ̅ ∆ atau
, (Sutrisno, 1986: 32-44).
Pada umumnya, rangkain-rangkain listrik merupakan rangkaian yang selektif terhadap frekuensi. Filter merupakan suatu kelas rangkaian yang dirancang untuk memiliki karakteristik selektif terhadap frekuensi yang spesifik. Suatu rangkain filter akan melewatkan suatu sinyal dengan frekuensi-frekuensi tertentu (pass-band) dan memblok
1
0
sinyal-sinyal frekuensi yang lain (stop-Band). Idealnya dalam operasi Pass-Band, H dan dalam operasi Stop-Band H
. Dengan demikian kita mengenal
kelas-kelas filter berikut ini : Filter Low Pass [gambar 12-15(a)], Filter High Pass [gambar 12-50(b)], filter Band Pass [gambar 12-50(c)] dan Filter Band Stop [gambar 1215(d)].
Rangkain filter yang hanya terdiri dari komponen-komponen resistor, induktor dan kapasitor disebut sebagai rangkaian filter pasif. Sementara rangkaian filter yang mengandung sumber-sumber dependen tambahan disebut sebagai filter aktif. Filter pasif tidak memerlukan sumber energy eksternal. Filter aktif biasanya dibuat dari rangkain RCdan dapat penguat camplifier, (Scahaum’s, 2006: 188-189).
C. ALAT DAN KOMPONEN
1. AFG 2. CRO 3. Hambatan dan kapasitor 4. Breadboard dan kabel tusuk
D. PROSEDUR PERCOBAAN Percobaan low pass filter
1. Susun rangkaian low pass filter seperti gambar berikut.
2. Gunakan R = 150 ohm dan C =0,1 μF. 3. Pada input masukan low pass filter berilah input (sinusoidal ) sekitar 5 V menggunakan signal generator dan frekuensi yang berbeda dari 10 Hz – 100 KHz 4. Gambarlah kurva tanggapan amplitudo pada V in dan Vout pada masing-masing frekuensi. 5. Catat hasil pengukuran pada tabel data. Percobaan high pass filter
1. Susun rangkaian high pass filter seperti gambar berikut.
2. Gunakan R = 100 ohm dan C =0,1 μF. 3. Pada input masukan high pass filter berilah input (sinusoidal ) sekitar 500Vpp menggunakan signal generator dan frekuensi yang berbeda dari 10 Hz – 100 KHz 4. Gambarlah kurva tanggapan amplitudo pada Vin dan Vout pada masing-masing frekuensi. 5. Catat hasil pengukuran pada tabel data.
E. DATA HASIL PERCOBAAN
Percobaan low pass filter Tabel Data No
Frekuensi
Vin
Vout
Vp
Vpp
1
121,05 Hz
0,32 V
1,86 V
2,6 V
5,2 V
2
140,02 Hz
0,32 V
1,86 V
2,6 V
5,2 V
3
182,22 Hz
0,32 V
1,86 V
2,6 V
5,2 V
4
251,04 Hz
0,32 V
1,86 V
2,6 V
5,2 V
5
300 Hz
0,32 V
1,86 V
2,6 V
5,2 V
6
26,785 KHz
0,32 V
2,57 V
3,6 V
7,2 V
7
3, 2649 KHz
0,32 V
0,71 V
2V
4V
Vp
Vpp
Percobaan high pass filter Tabel Data No
Frekuensi
Vin
Vout
1
4,5006 Hz
0,26 V
0,84 V
1,2 V
2
10, 568 Hz
0,26 V
0,84 V
1,2 V
3
15,178 Hz
0,26 V
0,98 V
1,4 V
4
25,317 Hz
0,26 V
0,98 V
1,4 V
5
30,483 Hz
0,26 V
0,98 V
1,4 V
6
32,021 Hz
0,26 V
0,84 V
1,2 V
7
70,788 Hz
0,26 V
0,84 V
1,2 V
8
256, 63 Hz
0,26 V
0,56 V
0,8 V
9
323,41 Hz
0,26 V
0,56 V
0,8 V
10
1,0405 KHz
0,26 V
0,56 V
0,8 V
11
2,0146 KHz
0,26 V
0,42 V
0,6 V
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum ke dua ini kami melakukan percobaan tentang “ Filter Pasif ( Low Pass dan High Pass). Percobaan ini tentang bertujuan untuk menyelidiki tanggapan amplitudo low pass filter dan high pass filter, dan juga untuk menentukan frekuensi potong bawah dan atas kedua filter. Alat dan komponen yang digunakan pada percobaan ini yaitu AFG, CRD, hambata dan kapasitor, Bread Board dan kabel tusuk. Namun karena kondisi alatnya yaitu osiloskop rusak, kami tidak melakukan praktikum. Hanya asisten dosen yang melakukan demonstrasi. Selanjutnya data hasil percobaan kami mengambil dari kelas lain.
Percobaan pertama adalah mengenai tapis lolos rendah (Low Pass Filter). Pada percobaan ini digunakan hambatan sebesar 150Ω dan kapistor 0,1 dihubungkan seperti pada gambar dibawah.
Unutk menentukan
. Keduanya lalu
, dihubungkan signal generator dengan osiloskop tanpa rangkaian
× 1,8 ×0,0,95 0,9 2 20,0,45 45 √ 2 1,41 0,32
diatas. Perhitungan dilakukan dengan persamaan
Maka nilai
yag digunakan adalah 0,32 Volt.
Sedangkan untuk menentukan
, digunakan frekuensi yang bervariasi antara 10Hz-
10KHz. Frekuensi keluaran sigal generator yang dipakai pada percobaan ini antara lain :
× 2, 6 ×25, 2
121,05 Hz; 140,02 Hz; 182,22 Hz; 251,04 Hz; 300 Hz; 26,785 KHz; 3,2649 KHz. Untuk menentukan nilai
nya dapat menggunakan persamaan
2 5,222,2,6 6 √ 2 1,41 1,86 3, 6 ×27, 2 2 7,223,3,6 6 √ 2 1,41 2,57 2×24 2 22 11 √ 2 1,4 0,71
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai
untuk frekuensi 121,01 Hz; 140,02 Hz;
182,22 Hz; 251,04 Hz; 300 Hz sebesar 1.86 Volt.
Selanjutnya untuk frekuensi 26,785 KHz skala et rbaca yang diperoleh 3,6. Sehingga
Sedangkan pada frekuensi 3, 2649 KHz skala terbaca yang ditujukkan 2. Sehingga
percobaan kedua adalah mengenai tapis lolos tinggi (High Pass Filter). Pada percobaan ini digunakan hambatan sebesar 100Ω dan kapsitor 47 sesuai rangkaian dibawah.
Untuk menentukan
. Keduanya lalu dihubungkan
,dihubungkan signal generator dengan osiloskop tampak rangkain
diatas. Sama halnya percobaan pertama, perhitungan dilakukan sama dengan persamaan di atas.
Maka nilai
1, 50,×0,7550,75 2 2 0,0,375375 √ 2 1,4 0,26
yang digunakan adalah 0,26 V.
Sedangkan untuk menentukan
, digunakan frekuensi yang bervariasi antara 10Hz-
10KHz. Frekuens keluaran signal generator yang dipakai pada percobaan ini antara lain : 4,5001 Hz; 10,568 Hz; 15,178 Hz; 25,317 Hz; 30,483 Hz; 32,021 Hz; 70,788 Hz; 256,63
Hz; 323,41 Hz; 1,0405 KHz dan 2,0146 KHz. Setelah dilakukan perhitungan menggunakan persamaan yang sama pada percobaan 1 diperoleh nilai
untuk
frekuensi 4,50001 Hz; 10,568 Hz; 32,021 Hz; dan 70,788 Hz sebesar 0,84 Volt, frekuensi 15,178 Hz; 25,317 Hz; dan 30,483 Hz sebesar 0.98 Volt dan untuk frekuensi 256,63 Hz; 323,41 Hz; 1,0405 Hz sebesar 0,56 Volt. Terakhir untuk frekuensi 2,0146 diperoleh Volt sebesar 0.42 Volt.
G. KESIMPULAN
1. Teganga keluaran rangkaian RLC lolos rendah berubah dengan frekuensi, makin tinggi frekuensi maka makin kecil keluarannya. Lengkung yang menyatakan hubungan antara perbandingan dengan isyarat keluaran dan isyarat masukan dengan frekuensi disebut tanggapan amplitudo.
>
<
2. Tanggapan amplitudo tapis lolos tinggi meneruskan isyarat dengan frekuensi tinggi, yaitu
tanpa pelemah, sedangkan isyarat dengan frekuensi rendah yaitu
dengan pelemahan inilah sebabnya tapis disebut tapis lolos tinggi. Untuk menanggapi amplitudo biasanya digunakan rasio tegangan dalam dB (desibel). 3. Untuk menentukan frekuensi potong bawah dan potong atas dengan menggunakan rumus :
H. DAFTAR PUSTAKA
Binus. 2003. Prinsip-Prinsip Elektronika Buku 1. Jakarta: Salemba Teknika Martawijaya,M.A,dkk. 2008. Dasar-Dasar Elektronika, Buku 1. Makassar: UNM Makassar Sunanda, wahri, April 2004 ,”Aplikasi Filter Pasif pada Beban Inverter Tiga Fase Beban”. Jurnal Ecotipe. Volume 1, No 1, http://portal garuda.org/article=279220, 27 September 2016. Sutrisno. 1986. Elektronika: Teori dan Penerapannya. Jilid 1. Bandung: Schaums’S. 2006. Rangkaian Listrik (Edisi 4). Jakarta: Erlangga
ITB
KEGIATAN III RANGKAIAN SERI RLC DAN FENOMENA RESONANSI
A.
TUJUAN
1. Dapat memahami tentang karakteristik rangkaian AC seri 2. Dapat memahami tentang rangkaian RL seri, RC seri dan RLC seri 3. Dapat memahami tentang resonansi pada rangkaian RLC 4. Dapat memahami daya listrik pada rangkaian AC seri
B. DASAR TEORI
Menurut Sears (1994:488) sebuah tegangan tetap V 0dan dihubungkan dengan suatu rangkaian yang terdiri dari suatu hambatan R, induktansi L dan suatu kapasitor C yang dihubungkan seri seperti yang ada dalam rangkaian. Arus yang mengalir dihitung dengan rumus:
Z=
R + jω.L +
.
I=
=R+j
. ) ω.L .1
( ω.L -
Mempunyai modulus sebesar Z = [Z] =
Tegangan elektrik dapat diberikan oleh persamaan V= V 0 sin (ωt-ϴ) dan arus didalam rangkaian tersebut mempunyai bentuk yang diperlihatkan oleh persamaaan I= I 0 sin (ωt-ϴ) dari rangkaian teorema sinusoidal terhadap rangkaian RLC untuk mencari fasor V RLC – VC maka: Vin = =
atau
= Im
Menurut Arifin (2011: 3-5) Rangkaian RLC adalah rangkaian listrik yang di dalamnya mengandung resistor, kapasitor, dan induktor yang saling terhubung satu sama lain secara paralel maupun seri. Diperlihatkan rangkaian RLC pada gambar yang menghubungkan suatu resistor yang beresistansi R (ohm), suatu induktor yang berinduktansi L (henry), dan sebuah
kapasitor yang berkapasitansi C ( farad ) secara seri dan paralel pada sebuah sumber gaya elektromotif E (t ) (volt ) dengan t adalah waktu, dengan I = arus listrik (A)
maka didapat ER = I x R
ER = tegangan Resistor (V) R = Resistor (Ω) Apabila Induktior mempunyai induktansi sebesar L maka Hukum Lenz, besar tegangan pada beban L :
Lalu hubungan resistor (R), Induktansi (L), Kapasitor (C) dan elektromotif E (t) (volt):
Diperoleh :
Karena:
Maka:
Lalu didiferensialkan menjadi:
Persamaan
diatas adalah persamaan diferensial orde dua dengan arus induktor I
sebagai variable terikat dan t sebagai variable bebas. Persamaan (9) dan (12) sama bentuknya, hanya peubah sinyalnya yang berbeda. Hal ini berarti bahwa tegangan kapasitor ataupun arus induktor sebagai peubah akan memberikan persamaan rangkaian yang setara. Menurut Femi Yusuf (2011: 2-3) Sebuah RLC adalah rangkaianlitrik yang terdiri dari resistor, sebuah Induktor, Kapasitir, yang dihubungkan secara seri atau paralel. Bagian RLC dari ini karena menjaid symbol listrik untuk perlawanan, induktansi dan kapasitansi masingmasing.Rangkaian ini membentuk osilator harmonic untuk beresonansi dan hanya dalam cara seperti sebuah sirkuit LC. Perbedanan bahwa setiap osilasi disebabkan disirkuit akan mati dari waktu kewaktu jika tidak terus berjalan dengan sumber. Resistansi beberapa tidak dapat
dihindari dari sirkuit nyata, bahkan resistor tidak dimasukkan secara khusus sebagaimana kom[onen sirkuit LC murni adalah suatu ideal yang benar-benar hanya ada diteori. 1) Reaktansi reisitif yaitu beban yang terdiri dari komponen tahanan Ohm saja, sedangkan faktor daya sama dengan satu tegangan arus sefasa. Rumus Resistansi Resistif yaitu: R=
2) Rekatansi induktif yaitu reaktansi yang Induktansinya berpenngaru saat arus berubah, indktansi memproduksi teganngan induktif yang berlawanan arus. Perlawanan arus itu
dirummuskan:
XL = 2π L
3) Reaktansi kapasitif yaitu kapasitif juga melawn arus disebut reaktansi kapasitif, dirumuskan dengan: XC =
πfC
Menurut Sutrisno (1986: 48-52) Rangkaian RLC merupakan rangkaian yang dihubungkan dengan hambatan R, Induktansi L, kapasitansi C, dan dihubungkan secara seri.
Maka arus I= Vs/Z dengan VS adalah tegangan rms kompleks sumber. Mempunyai modulus besar
Z = = [Z] =
Sehingga I =
+ ω.L .1
ω.L .1
Vs adalah suatu sumber tegangan tetap. Artinya nilai rms Vs tak bergantung kepada arus yang mengalir dalam rangkaian. Persamaan
.
arus I berubah dengan frekuensi dan mencapai nilai maksimum untuk frekuensi dimana
ω.L =
atau ω =
√
kita dapat mengamati resonansi pada tegangan didalam suatu rangkaian RLC seri jika kita gunakan suatu sumber arus tetap, seperti pada gambar dibawah.
ω0R
√
Maka untuk menghitung resonansi untuk frekuensi yaitu ω 0 = 1
ω0.L =
Q=
= faktor kualitas (Q) .
, maka
ω0.RL ω0R =
Dimana ω0 adalah frekuensi lebar resonansi didefinisikan sebagai:
∆
ω=
atau
∆ =
Sementara nilai Q dapat ditulis = Q = 2π Q = 2π
eer y ermp med me Idukr yang berarti
eer y h eb kr Jue dm u perd
Definisi ini umtuk gelombang mikro didalam rongga resonansinya dan bahkan juga berlaku untuk gelombang cahaya didalam laser, yang rongga resonansinya terdiri dari dua buah cermin pada rangkaian RLC seeri pada keadaan resonansi, tegangan antara C dan D sama dengan nol V CB = 0. Oleh karena VCB = IR, akan tetapi jika diukur, kita akan mendapatkan VCD ≠ 0. Dan V AB ≠ 0 , bahkan V CD ≠ VDB.
C. ALAT DAN KOMPONEN
a. AFG : 1 buah b. Oscilloscope : 1 buah c. Multimeter Digital : 2 buah d. Resistor 1KΩ : 1 buah e. Induktor 2,5mH : 1 buah f. Kapsitor 0,01 μF : 1 buah
D. PRESEDUR PERCOBAAN
1. Dibutuatlah rangkaian seperti pada gambar 4.9a 2. Dinyalakan AFG 3. Dengan memperhatikan voltmeter, atur tegangan awal keluaran AFG pada 3 volt 4. Diusahakan tegangan V tersebut dipertahankan konstans pada 5 volt 5. Diaturlah frekuensi AFG pada 10 KHZ 6. Dicatat nilai parameter yang ditunjukkan alat ukur, I , VR , dan VL pada tabel hasil percobaan. 7. Diulangi langkah e sampai g dengan frekuensi yang bervariasi sesuai dengan tabel . 8. Dibuatlah rangkaian seperti pada gambar 4.9b 9. Diulangi langkah b sampai h untuk rangkaian RC , dan mengganti parameter tegangan VL dengan VC 10. Dibuatlah rangkaian seperti pada gambar 4.9c 11. Diulangi langkah b sampai h untuk rangkaian RLC , dengan menambahkan VC sebagai parameter yang diukur. Disusunlah rangkaian seperti gambar berikut :
12. Dengan frekuensi sumber sinyal yang divariasi antara 100 Hz hingga 10 kHz, ukurlah tegangan antara ujung-ujung : a. Induktor (VL) atau antara titik-titik S dan T, b. Resistor (VR) atau antara titik-titik T dan U, c. Sumber sinyal (VS) atau antara titik-titik S dan U,
13. Jika mungkin, ukur pula kuat arus (mA) yang mengalir dalam rangkaian itu untuk setiap harga frekuensi tersebut ! Hasil pengukurannya masukkan ke dalam tabel pencatatan data seperti berikut :
Disusunlah rangkaian seperti gambar berikut :
14. Dengan frekuensi sumber sinyal yang divariasi antara 10 Hz hingga 10 kHz, ukurlah tegangan antara ujung-ujung : a. Kapasitor (VC) atau antara titik-titik S dan T, b. Resistor (VR) atau antara titik-titik T dan U, c. Sumber sinyal (VS) atau antara titik-titik S dan U,
15. Jika mungkin, ukur pula kuat arus (mA) yang mengalir dalam rangkaian itu untuk setiap harga frekuensi tersebut ! Hasil pengukurannya masukkan ke dalam tabel pencatatan data seperti berikut :
Disusunlah rangkaian seperti berikut :
16. Dengan frekuensi sumber sinyal yang divariasi antara 100 Hz hingga 10 kHz, ukurlah tegangan antara ujung-ujung : a. Induktor (VL) atau antara titik-titik S dan T,
b. Kapasitor (VC) atau antara titik-titik T dan U, c. Sumber sinyal (VS) atau antara titik-titik S dan U, d. Pada frekuensi berapa VL = VC , carilah hingga ditemukan keadaan, frekuensi tersebut tidak harus terletak di dalam interval frekuensi di atas ! 17. Jika mungkin, ukur pula kuat arus (mA) yang mengalir dalam rangkaian itu untuk setiap harga frekuensi tersebut ! Hasil pengukurannya masukkan ke dalam tabel pencatatan data seperti berikut :
disusunlah rangkaian seperti berikut :
18. Dengan frekuensi sumber sinyal yang divariasi antara 100 Hz hingga 10 kHz, ukurlah tegangan antara ujung-ujung : a. Resistor (VR) atau antara titik-titik A dan S, b. Induktor (VL) atau antara titik-titik S dan T, c. Kapasitor (VC) atau antara titik-titik T dan B, d. Sumber sinyal (VS) atau antara titik-titik A dan B, e. Pada frekuensi berapa VL = VC , carilah hingga ditemukan, frekuensi tersebut tidak harus terletak di dalam interval frekuensi di atas !
19. Jika mungkin, ukur pula kuat arus (mA) yang mengalir dalam rangkaian itu untuk setiap harga frekuensi tersebut ! Hasil pengukurannya masukkan ke dalam tabel pencatatan data seperti berikut :
F. Hasil dan Pembahasan * Hasil
A. Rangkaian RC Seri No
Frekuensi
VR
Vc
VS1
VS2
Arus
1
100 HZ
0.14 V
0
0
0.07 V
0.176 mA
2
200 HZ
0.155 V
0
0
0.14 V
0.176 mA
B. Rangkaian LR No
Frekuensi
VL
VR
VS
Arus
1
100 HZ
2.86 V
1.57 V
1.57 V
4.75 x 10-4 A
2
200 HZ
3.4 V
1,43 V
1.57 V
4.75 x 10-4 A
Frekuensi
VL
Vc
VS
Arus
1
100 HZ
0.35 V
0.35 V
0V
0.17 A
2
200 HZ
0.35 V
0,17 V
0.18 V
0.17 A
C. Rangkaian LC No
D. Rangkaian RLC No
Frekuensi
VL
VR
VS
Vs
Arus
1
100 HZ
0.98 V
0.91 V
0.045 V
0.049 V
3.8 x 10-4 A
2
200 HZ
0.91 V
0.91 V
0.045 V
0.0707 V
3.7 x 10-4 A
Pembahasan
Pada percobaan ini, kami melakukan percobaan rangkaian RC, LR, LC, dan RLC. Kami menghitung V L, VC, Vs, VR, dan arus yang mengalir pada rangkaian AC seri. Alat yang kami butuhkan yaitu AFG, osiloskop, multimeter digital, resistor, inductor, kapasitor, praktikum dilaksanakan sesuai prosedur, namun dikarenakan adanya Kendala, alat yang kami gunkan terbatas, dan waktu yang kami butuhkan tidak tercukupi atau relatif singkat, sehingga setiap kelompok melakukan percobaan yang berbeda-beda. Pada percobaan ini, kelompok kami melakukan praktikum tentang LR, yang kami praktikumkan hanya LR, sehingga keadaan ini mengharuskan kami untuk mengambil dari
kelompok lain yang melakukan pecobaan berbeda dari kami sehingga kelompok kami datanya terpenuhi dan cukup untuk dibahas. Percobaan yang sebenarnya kami percobakan sebanyak 4 kali yaitu mengenai rangkaian RC seri, rangkaian LR, rangkaian RC dan rangkaian RLC., namun karena keterbatasannya alat dan waktu maka setiap kelompok melakukan percoabaan berbeda-beda untuk menyesuaikan waktu dan alat yang digunakan pun juga kurang baik, maka kami menggunakan alat yang masih bisa diukur dengan alat ukur listrik. Guna melengkapi data, maka kami mengambil data dari kelompok yang sudah melakukan praktikum, pada percobaan pertama, seperti yang kita ketahui bahwa rangkaian RC seri merupakan rangkaian seri yang terdiri dari satu buah resistor dan kapasitor yang dihubungkan dengan sebuah sumber tegangan AC. Data yang kami peroleh yaitu untuk frekuansi 100 Hz V R = 0.14 V ,V c= 0 Vs1= 0, Vs= 0 V, Vs 2 = 0.07 V dan dan Arus sebesar 0.176 mA , sedangkan frekuensi kedua = 200 Hz, V R2 0.155 V, Vc= 0, V s1 = 0 V, V s2 = 0,14 V, dan arus = 0.176 mA. Maka dapat disimpulkan bahwa saat frekuensi 500 Hz dan 100 Hz frekuensinya maka VR naik, Vc= 0 Vs makin kecil maka makin naik berkisar antara kelipatannya , dan arus yang mengalir tetap atau tidak terjadi perubahan . Pada praktikum LR kami menghitung V L, VR,VS, dan arus, tetapi perhitungan V L, VR,VS secara praktikum dan menghitung arus secara teori, maka digunakan rumus impedansi,
4,7510−
untuk frekuansi 100 H z, maka VL= 2.86 V , V R = 1,5 V , VS = 1.57 V, dan arrus 4.25 x
maka
I=
A, karena keterbatasan waktu kami tidak mempraktikumkan untuk mencari arus,
√
Z=
dimana XL = Dan
. L
=2
Sebelumnya, kami perhitungkan dulu panjang lilitannya : L=
.
Dengan rumus diatas kami dapatkan L= #.56 x 10-5 H/m
Lalu kami masukkan ke
XL = . L =2
.L
Lalu hasil XL yang kami dapatkan yaitu 2.235 x 10-2 H.
Lalu hasil XL dimasukkan ke rumus:
Setelah dimasukkan , maka didapat hasilnya yaitu Z = 3300 Ω Lalu untuk mencair I( arus), maka : I=
Maka didapat arus sebesar 4,75 x 10-4 A.
Untuk menghitung VL, VR,VS, dan arus untuk frekuensi kedua yaitu sebesar 200 H Z maka
4,7510−
digunakan rumus yang sama seperti rumus diatas, maka didapat hasil V L= 2.86 V , V R = 1,5 V, VS = 1.57 V, dan arrus 4.25 x
A.
Seperti yang koita ketahui rangkaian LR adalah rangkaian seri AC yang terdiri dari Induktansi dan Resistansi, Induktor yang besar, berdasarkan data yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa saat frekuensi besar, maka V L semakin besar, VR semakin kecil, Vs tetap dan arusnya tetap. Pada percobaan LC yang merupakan percobaan ketiga, seperti yang telah diketahui, bahwa rangkaian LC merupakan rangkaian yang memliki Induktor dan Kapasitor dalam tegangan AC seri. Pada percobaan yang kami lakukan, frekuensi 100 dan 200 H Z pada frekuensi 100 HZ, kami mendapatkan V L = 0.35 V, V C= 0.35 V, V s = 0 V dan I= 0,17 A. Pada frekuensi 200 H Z kami mendapatkan, V L = 0.35 V, V C= 0.17 V, V s = 0.18 V dan I= 0,17 A. Untuk mendapatkan , maka kami gunakan rumus yang sama seperti diatas, maka didapatkan L= 502,8 x 10-8 H. Untuk memperoleh I maka kami memperoleh secara praktikum, yaitu pada frekuensi 100 Hz didapat I= 0,17 A dan pada frekuensi 200 HZ didapat I= 0,17 A. artinya dapat disimpulakan bahwa arusnya sama, dan saat frekuensinya naik V L tetap VC nya berkuang, sedangkan VS nya naik, Pada percobaan terakhir, kami melakukan percobaan tentang rangkaian RLC dimana kami akan merangkai rangkaian RLC. Seperti yang kta ketahui, rangkaian RLC merupakan rangkaian yang terdiri dari satu buah Resistor/Hambatan, sebuah Induktor, dan sebuah Kapasitor ,yang dihubungkan dalam tegangan yang sesuai dan arus yang mengalir pada rangkaian. Pad percobaan ranngkaian RLC, kami mendapatkan hasil dari dua buah frekuensi, yaitu 100 HZ dan 200 H z , kami mendapatkan hasilV R = 0,98 V, V L = 0.91 V, V C= 0.045 V, V s = 0,049 V dan dengan aus sebesar :
Untuk menghitung arus, maka digunakan : I= Dimana I= arus (A)
V= tegangan (V) Z= Impedansi (Ω) Untuk mendapatkan V maka digunakan rumus: V=
√ . πf C √
Dengan memasukkan semua agka sesuai rumus , maka didapat V = 1.32 V, Untuk mencari Z digunakan rumus
Z=
Sebelum mencari Z maka dihitung X terlebih dahulu dengan menggunakan rumus: X = XL- XC
= ω.L -
= 2π L -
Maka dengan rumus diatas didapat X = - 796,18 H/m . Lalu masukkan kerumus :
Z=
Maka didapat hasilnya yaitu 3395 Ohm.
Kemudian kita masukkan ke perhitungan arus awal; I=
Maka didapatkan arus yaitu 3,8 x 10-4 A. Maka didapatlah arusnya pada frekuensi 100 HZ.
Selanjutnya untuk mencari daya maka digunakan rumus: P=
x R
Maka didapatkan dayanya yaitu 4,76 x 10 -4 watt
Lalu untuk mendapatkan daya semu, maka dihitung mengguanakan rumus: Ps =
x Z,
Maka didapatkan hasil 4.9 x 10-4 Watt ,
Untuk frekuensi 200 H Z kami menggunakan cara yang sama seperti rumus diatas, sehingga didapatkan hasil VR = 0,91 V, VL = 0.91 V, V C= 0.045 V, V s = 0,707 V, I= 3.7 x 10 4
A, Ieff = 4,5 x 10 -4 Watt, dan Is = = 4,6 x 10 -4 Watt. Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka dapat disi mpulkan bahwa adanya perbedaan
arus pada saat perbedaan frekuensi, saat frekuensi rendah, maka arusnya naik, sedangkan saat frekuensi turun, maka arusnya turun, Lalu untuk mencari Resonansi RLC yaitu keadaan dimana X L = X C, maka digunakan pembuktian
. πf C XL = XC
ω.L =
2π L = Lalu setelah dimasukkan
0.22 HZ = 0.22 HZ
Jadi, saat 0.22 H Z terjadi resonansi. Pad rangkaian RLC dimana X L = XC, atau reaktansi Indktif sama dengan Reaktansi Kapaasitif, ini menandakan percobaan yang kami lakukan berhasil. Praktikum yang kami lakukan, banyak terjaid kesalahan, sehingga data yang kami dapatkan juga kurang efektif dan tepat, pada percobaaan RC seri, kami mendapatkan dasil V C dan VS1 sebesar nol dikarenakan alat yang kami gunakan tidak berfungsi dengan baik, selain itu kesalahan pengamat dalam menggunakan alat juga berpegaruh pada hasil, kemudian pada percobaan LR kami tidak tidak mempraktekkan perhitungan arus secara praktikum. Hasil arus yang kami dapatka yaitu secara teori saja. Pada rangkaian RLC, hasil arusnya pun secara teori saja, dikarenakan keterbatasan alat dan keterbatasan waktu praktikum, sehingga data yang kami dapatkan kurang efektif, selain itu, faktor usia dari alat yang kami gunakan berpengaruh pada hasil yang kami dapatkan.
Kesimpulan
1. Rangkaian RLC merupakan rangkaian yang terdiri dari suatu resistansi murni R gulungan induktif murni L dan suatu kapasitansi murni C dari suatu rangkaian yang dihubungkan pada suatu sumber tegangan. 2. Rumus untuk mencari X L, Xc pada suatu rangkaian : Xl = ω . L
sedangkan Xc =
√
Dengan ω = 2
.
3. Rumus untuk menentukan inpedansi rangkaian RLC. I = dimana V= Z=
X2 = XL – XC
4. Resonansi rangkaian RLC merupakan keadaan dimana nilai reaktansi induktif sama dengan reaktansi kapasitif. Rumus resonansi rangkaian RLC XL = Xc dimana
L=
0 =
√
5. Daya listrik merupakan laju hantaran energy listrik alam rangkaian listrik. Rumus Pnyata = I2 . R Psemu = I2 . Z
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Tekhnik Elektronika Dasar Dan Digital . Jakarta. PT Remaja Rosdakarya. Sears dan Zemansky. 1985. Fisika Universitas 1. Bandung: Bina Cipta. Sutrisno. 1986. Elektronika. Bandung: Penerbit ITB. Yusuf, Femi. 2014. Elektronika Dasar dan Penerapannya. diakses pada tanggal 6 Oktober 2016. Diakses di: Http//www.academiedu.co.id
KEGIATAN IV DIODE PENYEARAH GELOMBANG A. TUJUAN 1. Memahami prinsip dasar dari dioda
2. Mengetahui jenis-jenis dan karakteristik penyearah gelombang 3. Mempelajari cara kerja rangkaian penyearah 4. Mengamati bentuk gelombang keluaran 5. Menyelidiki besar faktor riak dan regulasi tegangan B. DASAR TEORI
Menurut
(Sutrisno,
1986:89-90).
Hampir
semua
peralatan
elektronik
memerlukan sumber tegangan searah untuk dapat bekerja. Alat-alat elektronik dengan daya yang relatif kecil dapat menggunakan batere atau aki. Tetapi untuk peralatan yang relatif memerlukan daya besar lebih baik digunakan sumber tegangan yang berasal dari PLN. Mengingat listrik dari PLN bolak-balik tentu saja memerlukan rangkaian penyearah. Komponen elektronik yang berfungsi sebagai penyearah tadi adalah dioda. Dioda mempunyai sifat dapat menghantarkan arus listrik hanya pada satu arah. Simbol dioda penyearah adalah sebagai berikut :
Apabila kaki anoda (A) dihubungkan dengan kutub positif dan kaki katoda (K) dihubungkan dengan kutub negatif dari suatu sumber tegangan dc (atau tegangan A lebih positif dari pada tegangan K), maka arus dapat mengalir dan pada keadaan yang demikian dikatakan dioda terpanjar maju (foward bias). Pada pemasangan yang sebaliknya, anoda dihubungkan dengan kutub negatif sedangkan katoda dengan kutub positif, maka arus tidak dapat mengalir asalkan tidak melebihi batas tegangan dadalnya. Pemasangan yang demikian dikatakan dioda terpanjar mundur (reverse bias). Karakteristik statik dioda dapat dicari pada rangkaian dengan diberi tegangan VDD dan hambatan sebesar R L. Untuk menentukan arus i D dan tegangan V D adalah dengan menggunakan lengkung cirri dioda yaitu arus dioda i D dinyatakan sebagai fungsi vD sehingga didapat persamaan V DD= VD+iDR L atau iD=-VD/R L +VDD/R L. Dari
persamaan ini didapat garis lurus yang yang disebut garis beban dengan kemiringan= -1/R L. Rangkaian dan grafik pembebanan diode dapat dilihat seperti gambar 4( a) dan 4(b).
Gambar 4(a) Rangkaian untuk mengukur karakteristi diode 4(b) Grafik pembebanan dioda Apabila sebuah dioda dipasang pada sumber tegangan bolak-balik, misalnya PLN (setelah melewati transformator step-down), maka oleh dioda tegangan itu akan diubah menjadi tegangan searah. Rangkaian penyearah sederhana dan bentuk keluarannya adalah sebagai berikut :
Penyearah yang sedikit lebih baik menggunakan dua buah dioda. Rangkaian ini dapat dipikirkan sebagai dua rangkaian penyearah gelombang setengah yang bekerja secara bergantian. Rangkaian demikian disebut sebagai rangkaian penyearah gelombang penuh (full wave rectifier) yang skemanya dapat dilihat pada gambar berikut :
Tegangan keluaran yang dihasilkan oleh kedua rangkaian penyearah di atas belum rata, tetapi masih berbentuk gelombang sinus yang selalu positif (searah). Untuk mendapatkan tegangan keluaran yang lebih rata diperlukan suatu tapis (filter). Tapis yang paling sederhana adalah sebuah kapasitor yang dipasang paraleldengan ujungujung keluarannya. Ingat untuk kapasitor berkutub cara pemasangannya jangan sampai terbalik. Gambar rangkaian penyearah bertapis adalah sebagai berikut :
Pada dioda penyearah, jika arus listrik sama dengan arah dioda, yaitu dari potensial tinggi ke potensial yang lebih rendah dan nilai tegangannya lebih besar dari pada tegangan minimum dioda, arus akan dilewatkan. Jika dipasang berkebalikan dengan arah arus listrik, dioda berfungsi untuk menghambat arus listrik yang lewat (Alfianto dan Winarno, 2011:46) Ketika dioda diberi tegangan positif maka potensial positif yang ada plat akan menarik elektron yang baru saja terlepas dari katoda oleh karena emisi termionik, pada situasi ini lah arus listrik baru akan terjadi. Sberapa besar arus listrik akan mengalir tergantung dari pada besarnya tegangan positif yang dikenakan pada plat. Semakin besar tegangan plat akan semakin besar pula arus listrik yang akan mengalir (Sutikso, 2010:79) Pada dioda penyearah hanya terdapat satu variabel nilai yaitu arus (ampere). Besar arus pada dioda menyatakan arus maksimum yang dapat disaring oleh dioda (Alfianto dan Winarno, 2011:46) Penyearah setengah gelombang
Penerapan dioda yang paling banyak dijumpai adalah sebagai penyearah. Penyearah berarti mengubah arus bolak-balik (AC) menjadi arus searah (DC). Sebagian besar peralatan elektronik membutuhkan sumber daya yang berupa arus searah. Penyearah yang paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang, yaitu yang terdiri dari sebuah dioda. Gambar dibawah ini menunjukkan rangkaian penyearah setengah gelombang.
Gambar: penyearah setengah gelombang
(Surjono,2011:28-29) Rangkaian penyearah setengah gelombang mendapat masukan dari sekunder trafo yang berupa sinyal AC berbentuk sinus, V i = Vm sin 0x pada gambar, dari persamaan tersebut, Vm merupakan tegangan puncak atau tegangan maksimum. Harga Vm ini hanya bisa diukur dengan CRO yakni dengan melihat langsung pada gelombangnya, sedangkan pada umumnya harga yang tercantum pada sekunder trafo adalah tegangan effektif. Hubungan antara tegangan puncak V m dengan tegangan effektif (Veff ) atau tegangan rms (V rms) adalah:
√ 2 0.707
Prinsip kerja penyearah setengah gelombang adalah bahwa pada saat sinyal input berupa siklus positif maka dioda mendapat bias maju sehingga arus (I) mengalir ke beban (R L), dan sebaliknya bila sinyal input berupa siklus negatif maka dioda mendapat bias mundur sehingga tidak mengalir arus (Surjono,2011:28) Arus dioda yang mengalir melalui beban R L (I) dinyatakan dengan:
, 0≤ ≤ 0, ≤ ≤2 21 ∫
(sinus positif)
(sinus negatif)
Arus rata IDC secara matematis bisa dinyatakan:
Untuk penyearah gelombang (setengah gelombang) diperoleh:
1 2 ∫ sin
≅0.318
Tegangan keluaran DC yang berupa turun tegangan DC pada beban adalah:
Apabila harga R F jauh lebih kecil dari R L yang berarti R F bisa diabaikan, maka:
Sehingga :
≅0.318
(Surjono,2011:29-30)
C. ALAT DAN KOMPONEN 1. Transformator Step Down 2. Osiloskop 3. Multimeter 4. Diode, Resistor, Kapasitor, Transistor
D. PROSEDUR PERCOBAAN 1. DIODA
a. Pasang rangkaian seperti gambar 4 (a) b. Gunakan VDD dari 0-5 Volt (buatlah table untuk kelipatan 0,2) c. Catatlah harga Vab dan Vbc unuk setiap harga VDD d. Hitung arus diode ID= (Vbc/RL) e. Lukislah karakteristik static dioda pada kertas grafik 2. PENYEARAH SETENGAH GELOMBANG
a. Susun rangkaian seperti gambar 5 (a) b. Amati keluaran pada osiloskop. Analisa hasil pengukuran tersebut dan amati keluaran jika polaritas diode dibalikkan 3. PENYEARAH GELOMBANG PENUH
a. Susun rangkaian seperti gambar 6 (a) b. Lakukan pembebanan dengan menggunakan resistor dengan mengukur tahanannya dengan mulitimeter. Lakukan untuk 5 kali percobaan dan catatlah hasilnya pada pada table
Vo, terbuka
RL
Vo
c. Catat bentuk tegangan pada tiap titik terhadap ground untuk setiap pembebanan d. Tambahakan kapasitor pada rangkaian sehingga kapasitor terpasang parallel dengan RL. e.
Ulangi percobaan (d). Untuk nilai kapasitor yang berbeda.
E. Data hasil 1. Mengukur karakteristik dioda
No V0D VD VBC ID 1 0 volt 0.03 volt 0 volt 0A 2 5 volt 0.71 volt 5.81 volt 0.03 A 3 6 volt 0.72 volt 6.79 volt 0.045 A 4 7 volt 0.73 volt 7.8 volt 0.052 A 5 8 volt 0.74 volt 8.46 volt 0.056 A 6 9 volt 0.75 volt 9.43 volt 0.063 A 7 10 volt 0.75 volt 10.65 volt 0.071 A R L=150Ω 2. Penyearah gelombang penuh dengan filter kapasitor Virm Vipp Gambar Vi pada CRO V0DC Gambar V0 pada CRO 1.6 1.6 9.1 volt volt volt
Volt/div = 1, R L= 150Ω, C = 0.1µF = 10 -2 F
3.
4.
Penyearah gelombang penuh Virms Vipp Gambar Vi pada CRO 11.2 4.7 volt volt
V0DC 0.91 volt
Penyearah setengah gelombang R L = 150Ω Virms Vipp Gambar Vi pada CRO 7.3 volt 30 volt
Gambar V0 pada CRO
V0DC 3.3 volt
Gambar V0 pada CRO