Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Pada Pertanian Azhar Firdaus (NPM. 1106143415) Mata Kuliah: Perubahan Iklim, Dosen: Ir. Kardono M.Eng., Ph.D
1. Pendahuluan Perubahan Iklim terjadi pertama kali karena siklus alam yang umum terjadi. Pada saat sekarang, perubahan iklim terjadi yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia menghasilkan pembangunan ekonomi yang semakin lama semakin pesat. Pembangunan ekonomi yang pesat tersebut memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia. Dampak serius tersebut antara lain adalah pembakaran secara besar-besaran pada batu bara, minyak, dan kayu.
Perubahan iklim yang disebakan oleh aktivitas manusia membuat dunia membuat suatu badan yang dinamakan Interngovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Badan ini menangani permasalah perubahan iklim global di dunia. Badan ini dibentuk pada tahun 1998 oleh World Meteological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) sebagai amanat kedua organisasi tersebut untuk mengatasi perubahan iklim global yang menjadi agenda politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1980. Tujuan utama dibentuknya IPCC adalah untuk memberi penilaian secara komprehensif, objektif, terbuka dan transparan atas informasi ilmiah, teknis dan sosial ekonomi yang berkaitan dengan pengetahuan mengenai basis ilmiah dari risiko perubahan iklim yang disebabkan oleh perbuatan manusia, potensi dampak dari perubahan iklim, dan pilihan-pilihan mitigasi maupun cara-cara untuk adaptasi. (Sutamihardja, 2011)
Penyebab lain perubahan iklim akibat aktivitas manusia yang sebelumnya telah disebutkan yaitu adanya perubahan hujan, beberapa area yang menjadi lebih kering, kejadian-kejadian ekstrim yaitu angin puting beliung atau angin badai yang terjadi pada waktu yang tidak bisa diperkirakan, meningkatnya muka air laut akibat tutupan es dan 1
glasier yang mencari dan hilangnya tanah pertanian yang subur berganti menjadi bergaram, dan terakhir adalah dampak pada pertanian yang menyebabkan turunnya hasil panan yang mempengaruhi keamanan pangan. (Kardono, 2013)
Penyebab dari perubahan iklim yang telah disebutkan pada alinea sebelumnya, membuat makalah ini mengambil topik perubahan iklim pada sektor pertanian. Penyebab perubahan iklim pada sektor pertanian yaitu hilangnya atau rusaknya keanekaragaman dalam lingkungan/hutan tropis, hilangnya tanah subur pada dataran pantai akibat naiknya air laut, meningkatnya frekuensi cuaca ekstrim yaitu angin puting beliung, bencana banjir dan kekeringan, lebih sulitnya memprediksi kondisi pertanian di daerah tropis, musim pertumbuhan yang lebar di daerah dingin, meningkatnya bahaya hama dan vektor penyakit, dan perubahan sangat signifikan pada distribusi dan jumlah ikan dan pangan laut lainnya. (Kardono, 2013)
Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian menjadikan makalah ini disusun untuk membahas bagaimana adaptasi dan mitigasi pada sektor pertanian untuk mengatasi perubahan iklim. Penjelasan ini dimulai dengan penjelasan mengenai adaptasi dan mitigasi yang kemudian disertasi cara-cara pada aspek adaptasi dan mitigasi pada pertanian untuk mengatasi perubahan iklim. Tujuannya adalah dengan mencapai pembangunan berkelanjutan.
2. Adaptasi dan Mitigasi dalam Pertanian Adaptasi pada perubahan iklim adalah kemampuan suatu sistem untuk menyesuaikan diri dengan adanya perubahan iklim. Caranya yaitu dengan mengurangi kerusakan yang ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan dengan segala akibatnya (Sarakusumah, 2012). Adaptasi terhadap perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan dengan spontan ataupun terencana yang bertujuan memberikan reaksi terhadap perubahan iklim (Murdiyarso dalam Surakusumah, 2012). Adaptasi terhadap perubahan iklim sangat potensial dalam mengurangi dampak perubahan iklim dan meningkatkan dampak manfaat. Strategi adaptasi terhadap 2
perubahan iklim dapat memberikan manfaat baik itu jangka pendek maupun jangka pandang. Hambatan yang seringkali terjadi ada pada proses implementasi dan kefektifan adaptasi. Penyebab hambatan tersebut dikarenakan daya adaptasi dari tiap-tiap daerah, negara, maupun kelompok sosial-ekonomi berbeda-beda. (Sarakusumah, 2012).
Sedangkan untuk mitigasi adalah usaha menekan penyebab dari perubahan iklim. Contohnya adalah gas rumah kaca dan lainnya, agar resiko terjadinya perubahan iklim dapat dikurangi atau dicegah. Upaya mitigasi yang dilakukan di Indonesia pada bidang energi contohnya dapat dilakukan dengan cara melakukan efisiensi dan konservasi energi, mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan, efisiensi penggunaan energi minyak bumi melalui pengurangan subsidi dan mengoptimalkan energi pengganti minyak bumi, dan penggunaan energi nuklir (Sarakusumah, 2012).
Upaya Mitigasi dan Adaptasi pada makalah ini pada aspek Pertanian. Upaya-upaya ini dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim sebagai salah satu proses pembangunan berkelanjutan. Menurut Djajadiningrat & Famiola (2004) terdapat satu konsep pembangunan berkelanjutan yang mendasari munculnya paradigma-paradigma untuk mewujudkan keberlanjutan dalam setiap aktivitas manusia: (1) Pembangunan Berkelanjutan Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial Lebih meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, lebih meratanya peran dan kesempatan, dan pada pemerataan ekonomi yang dicapai harus ada keseimbangan distribusi kesejahteraan. Artinya adalah pembangunan generasi masa kini harus memperhatikan generasi masa depan untuk mencapai kebutuhannya. (2) Pembangunan Berkelanjutan Menghargai Keanekaragaman (diversity) Pemeliharaan keanekaragaman hayati dengan memastikan bahwa sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan baik untuk masa kini maupun masa mendatang. (3) Pembangunan Berkelanjuan Menggunakan Pendekatan Integratif Mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam, manusia mempengaruhi alam dengan dengan cara yang bermanfaat atau merusak. 3
(4) Pembangunan Berkelanjutan Meminta Perspektif Jangka Panjang Perspektif jangka panjang termasuk perspektif pembangunan berkelanjutan. Hingga saat ini, kerangka jangka pendek masih mendominasi pemikiran para pengambilan keputusan ekonomi. Penjelasan mengenai adaptasi dan mitigasi yang disertai pembangunan berkelanjutan dapat diketahui, bahwa sektor pertanian harus untuk mengatasi perubahan iklim harus mencapai pembangunan berkelanjutan.
Pertanian menjadi sektor penting pada penyebab terjadinya perubahan iklim. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca yaitu CO2, CH4, N2O, SF6, HFC, dan PFC terjadi akibat aktivitas manusia seperti pemanfaatan bahan bakar fosil, pengembangan kegiatan industri, limbah, usaha pertanian dan peternakan, dan konvensi lahan yang tidak terkendali (Surmaini, et.al, 2010). Makalah ini mengambil sektor pertanian yang menyebabkan perubahan iklim. Sektor pertanian melepas emisi gas rumah kaca ke atmosfer dalam jumlah yang cukup signifikan, yaitu berupa CO2, CH4, dan N2O (Pausttian, et.al dalam Surmaini, 2004). Pada tingkat dunia, sektor pertanian menyumbang emisi dengan total sekitar 14% pada tahun 2000, yang tingkat tingginya berasal dari penggunaan pupuk, peternakan, lahan sawah, limbah ternak, dan pembakaran sisa-sisa pertanian (WRI dalam Surmaini, 2004). Sektor pertanian Indonesia pada tahun 2005 menurut US-EPA dalam Surmaini (2004) mencapai 141 juta ton karbon ekuivalen (Mt CO2e). Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Brasil, China, dan Indonesia pada tahun yang sama, emisi dari sektor pertanian Indonesia termasuk pada tingkat yang masih rendah atau kecil.
Data-data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perlu adanya upaya adaptasi dan mitigasi pada sektor pertanian untuk mengatasi perubahan iklim. Pertanian Indonesia selama ini hanya pertanian semusim yang tidak ada rotasi tanam tiap tahunnya. Tanah perlu waktu untuk pulih untuk dapat dilakukan penanaman kembali. Masyarakat di Indonesia masih mempunyai prinsip pengikut. Maksud dari prinsip pengikut adalah 4
ketika seseorang atau kelompok lainnya melakukan penanaman yang ternyata menguntungkan, masyarakat langsung mengikutinya. Prinsip ini mempunyai kelemahan, yaitu masyarakat yang mengikuti pihak lain pada proses penanaman, cenderung tidak mengerti aturan-aturan tanam. Akibat yang terjadi tanah dan tanaman menjadi tidak bagus karena pemakaian pupuk kimia secara berlebihan dan tidak ada siklus tanam. Akibat yang lain adalah terjadinya erosi tanah.
Upaya adaptasi pada sektor pertanian adalah dengan melihat kondisi cuaca tiap harinya. Apa saja tanaman yang dapat ditanam sesuai dengan cuaca yang dialami. Ketika proses tanam telah disesuaikan dengan kondisi cuaca dan lahan, kemungkinan hasil tanam yang didapat berkualitas dan tidak menghasilkan emisi yang berlebihan yang menyebabkan perubahan iklim. Proses adaptasi ini memiliki kekurangan yaitu proses ini dilakukan tergantung dari cuaca yang dialami tiap harinya. Ketidakpastian ini membuat proses adaptasi tidak berjalan dengan baik. Proses untuk mengatasi perubahan iklim yang merupakan alternatif terbaik adalah proses mitigasi.
Proses mitigasi pada sektor pertanian dilihat paling efektif, karena mitigasi sendiri adalah proses untuk mencegah terjadinya perubahan iklim. Selama ini pertanian menggunakan pupuk berbahan kimia yang menyebabkan polusi air dan terjadinya erosi tanah. Proses mitigasi pada sektor pertanian terdiri dari berbagai cara. Penulis mengambil dua contoh pertanian yang menurut dapat diterapkan di Indonesia (Kardono, 2013). (1) Pertanian Organik Pertanian organik adalah pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia pertanian (tanpa pestisida dan pupuk sintesis), pupuk yang dipakai menggunakan kotoran hewan. Pertanian organik pun menggunakan metode-metode alami misalnya rotasi tanaman dan produk-produk yang didapat dari alam, misalnya pestisida organik untuk mengontrol tanaman. (2) Pertanian Terintegrasi Pengoptimalan kualitas
lingkungan dan keuntungan ekonomi pada
pertanian
menggunakan kombinasi metode pertanian konvensional dan organik. Contohnya adalah 5
tanah diberi kompos dan kotoran hewan, tetapi juga ditambah dengan pupuk sintetis. Selain itu mengkombinasikan praktek kontrol hama secara biologi, kultural dan mekanikal, dengan penggunaan pestisida sintetis dan alam.
Kedua contoh pertanian tersebut, Pertanian Terintegrasi masih belum dilakukan di Indonesia. Sedangkan untuk pertanian organik menurut Ir. Nursanti Widi Arimbi, dari aktivis Kelompok Kerja Pemberdayaan Agrotani (KKPA) dan Pengurus Daerah Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada Yogyakarta (PENGDA), memiliki peluang besar di Indonesia. Pada segi permintaan masyarakat yang sadar pangan dan kesehatan makin bertambah. Hal ini disebabkan dengan gaya hidup yang semakin lama semakin tidak sehat. Sedangkan pada segi produksi, ragam komoditas yang potensial dibudidayakan secara organik cukup besar. Serta jumlah petani yang mulai memahami pertanian organik makin bertambah. Pertanian organik memiliki manfaat yang besar untuk masyarakat tetapi pada prakteknya masih mengalami hambatan. Hambatan tersebut terletak pada praktek pengadaan produk pertanian organik yang rumit, serta semakin banyaknya klaim organik di pasaran yang seringkali disebut sebagai praktek penipuan dagang dengan mengatasnamakan produk organik. Baik itu konsumen maupun petani organik mengalami kerugian. (Zulfiyah, 2013)
Proses adaptasi dan mitigasi pada sektor pertanian bertujuan untuk mengatasi perubahan iklim sebagai salah satu pembangunan berkelanjutan. Proses adaptasi dan mitigasi yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan adalah pada pembangunan berkelanjutan menggunakan pendekatan integratif. Proses ini dinilai tepat dikarenakan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam, manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak.
Proses adaptasi dan mitigasi tersebut dinilai tepat untuk memanfaatkan alam sebaikbaiknya tanpa merusak alam. Masyarakat menjadi aspek utama untuk melancarkan proses adaptasi dan mitigasi pada pertanian untuk mengatasi perubahan iklim. Program yang diberikan sudah bagus bagi masyarakat dan alam. Tetapi, seringkali masyarakat masih belum mengerti bagaimana program tersebut dilakukan. Maka dari itu perlu ada 6
pelatihan dan keterampilan untuk masyarakat, agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Tidak hanya menguntungkan bagi masyarakat secara ekonomi, tetapi perubahan iklim pun dapat dikurangi atau diatasi.
3.
Kesimpulan
Proses adaptasi yang dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim pada sektor pertanian dengan cara melihat kondisi cuaca dan kondisi lahan ketika pertama kali melakukan proses tanam. Proses mitigasi yang dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim pada sektor pertanian dengan cara mengimplementasikan pertanian organik dan pertanian terintegrasi. Kedua proses adaptasi dan mitigasi bertujuan untuk mengatasi perubahan iklim sebagai salah satu pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang tepat pada proses adaptasi dan mitigasi dengan menggunakan pendekatan integratif yang mengutamakan keterkaitan antara manusia dan alam.
DAFTAR PUSTAKA Djajadiningrat, S. T., & Famiola, M. (2004). Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan (Eco-Industrial Park). Bandung: Rekayasa Sains Bandung. Kardono. (2013, Mei 15). Perubahan Iklim dan Pertanian Pangan. PSIL UI Salemba. Surakusumah, W. (2012, Maret 8). Adaptasi dan Mitigasi. Dipetik Mei 25, 2013, dari UPI: http://file.upi.edu/ Surmaini, E., Runtunuwu, E., & Las, I. (2011). Upaya Sektor Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Jurnal Litbang Pertanian, 1-7. Sutamihardja, & Mulyani, M. E. (2011). Climate Change, Dokumen Penting Perubahan Iklim: IPCC, UNFCC, Protokol Kyoto. Bogor: Yayasan Pasir Luhur. Zulfiyah, A. (2013, Maret 5). Pertanian Organik Jangan Jadi Slogan Manis Belaka. Dipetik Mei 28, 2013, dari Agro Indonesia: http://agroindonesia.co.id/
7