LAPORAN MINI PROJECT PENGELOLAAN AIR MINUM DAN MAKANAN RUMAH TANGGA DI KELURAHAN HUANGOBOTU KECAMATAN DUNGINGI KOTA GORONTALO TAHUN 2016
Disusun oleh : dr. Nabita Aulia
Pendamping : dr. Merry Buahaty
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA DINAS KESEHATAN KOTA GORONTALO PUSKESMAS DUNGINGI 2016
1
BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO,2006); sanitasi merupakan upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang akan menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, Kesehatan, dan daya tahan hidup manusia; Berdasarkan data WHO bahwa kematian yang disebabkan karena waterborne disease mencapai 3.400.000 jiwa per tahun, dan untuk diare merupakan penyebab kematian terbesar yaitu 1.400.000 jiwa per tahun. Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99,2% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,5% dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia. Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94%. (Depkes RI, 2008). Masyarakat (STBM) adalah untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Diharapkan pada tahun 2025, Indonesia bisa mencapai sanitasi total untuk seluruh masyarakat, sebagaimana tercantum dalam 2
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia. Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang higienis dan layak. Perubahan perilaku BABS merupakan pintu masuk perubahan perilaku santasi secara menyeluruh. Atas dasar pengalaman keberhasilan CLTS, pemerintah menyempurnakan pendekatan CLTS dengan aspek sanitasi lain yang saling berkaitan yang ditetapkan sebagai 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan (5) Pengololaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT); (Modul fasilitator STBM, 2014). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana hasil Pencapaian Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) khususnya tentang pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga di Kelurahan Huangobotu kota gorontalo. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui gambaran tentang STBM pilar ketiga yaitu Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM RT) di Kelurahan Huangobotu 1.3.2 Tujuan khusus a.
Diketahui karakteristik responden (pendidikan, pekejaan, dan penghasilan) di kelurahan huangobotu
b.
Diketahui pengetahuan responden tentang Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga di kelurahan huangobotu
c.
Diketahuinya penerapan pelaksanaan STBM pilar ketiga yaitu Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM RT) di kelurahan huangobotu 3
d.
Untuk mengetahui jenis sarana air bersih yang digunakan untuk mencuci bahan makanan di kelurahan huangobotu
e.
Untuk mengetahui pengelolaan makanan yang baik dan benar di kelurahan huangobotu
1.4 Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan wawasan dan pengetahuan lebih mengenai Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan mendapatkan pengalaman pribadi dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat semasa perkuliahan khususnya dalam hal metodologi penelitian.
Bagi Warga di Kelurahan Huangobotu Menambah wawasan dan pengetahuan warga di kelurahan huangobotu tentang
program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sehingga diharapkan warga dapat meningkatkan derajat kesehatannya dalam kehidupan sehari-hari. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada:
Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner dan diperkuat dengan menggunakan wawancara mendalam.
4
BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENYEDIAAN AIR BERSIH 2.1.1 Pengertian air bersih Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, didapat beberapa pengertian mengenai : 1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. 2. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 3. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman. 4. Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. 5. Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum. 6. Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistemfisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen,keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. 7. Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. 8. Penyelenggara pengembangan SPAM yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
5
2.1.2
Sumber Air Bersih
Berdasarkan petunjuk Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu perihal Pedoman Perencanaan dan Desain Teknis Sektor Air Bersih, disebutkan bahwa sumber air baku yang perlu diolah terlebih dahulu adalah: 1. Mata air, Yaitu sumber air yang berada di atas permukaan tanah. Debitnya sulit untuk diduga, kecuali jika dilakukan penelitian dalam jangka beberapa lama. 2. Sumur dangkal (shallow wells), Yaitu sumber air hasil penggalian ataupun pengeboran yang kedalamannya kurang dari 40 meter. 3. Sumur dalam (deep wells), Yaitu sumber air hasil penggalian ataupun pengeboran yang kedalamannya lebih dari 40 meter. 4. Sungai, Yaitu saluran pengaliran air yang terbentuk mulai dari hulu di daerah pegunungan/tinggi sampai bermuara di laut/danau. Secara umum air baku yang didapat dari sungai harus diolah terlebih dahulu, karena kemungkinan untuk tercemar polutan sangat besar. 5. Danau dan Penampung Air (lake and reservoir), Yaitu unit penampung air dalam jumlah tertentu yang airnya berasal dari aliran sungai maupun tampungan dari air hujan.
Sumber-sumber air yang ada dapat dimanfaatkan untuk keperluan air minum adalah (Budi D. Sinulingga, Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal, 1999): 1. Air hujan. Biasanya sebelum jatuh ke permukaan bumi akan mengalami pencemaran sehingga tidak memenuhi syarat apabila langsung diminum. 2. Air permukaan tanah (surface water). Yaitu rawa, sungai, danau yang tidak dapat diminum sebelum melalui pengolahan karena mudah tercemar. 3. Air dalam tanah (ground water). Yang terdiri dari air sumur dangkal dan air sumur dalam. Air sumur dangkal dianggap belum memenuhi syarat untuk diminum karena mudah tercemar. Sumber air tanah ini dapat dengan mudah dijumpai seperti yang terdapat pada sumur gali penduduk, sebagai hasil budidaya manusia. Keterdapatan sumber air tanah ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti topografi, batuan, dan curah hujan yang jatuh di permukaan tanah. Kedudukan muka air tanah mengikuti bentuk topografi, muka air tanah akan dalam di daerah yang bertopografi tinggi dan dangkal di daerah yang bertopografi rendah.
Di lain pihak sumur dalam yang sudah mengalami perjalanan panjang adalah air yang jauh lebih murni, dan pada umumnya dapat langsung diminum, namun memerlukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan kualitasnya. Keburukan dari pemakaian sumur dalam ini adalah apabila diambil terlalu banyak akan menimbulkan intrusi air asin dan air laut yang membuat sumber air jadi asin, biasanya daerah-daerah sekitar pantai. 6
Mata air (spring water), Sumber air untuk penyediaan air minum berdasarkan kualitasnya dapat dibedakan atas: 1. Sumber yang bebas dari pengotoran (pollution). 2. Sumber yang mengalami pemurniaan alamiah (natural purification). 3. Sumber yang mendapatkan proteksi dengan pengolahan buatan (artificial treatment). 2.1.3
Standar Kualitas Air Baku
Air bersifat universal dalam pengertian bahwa air mampu melarutkan zat-zat yang alamiah dan buatan manusia. Untuk menggarap air alam, meningkatkan mutunya sesuai tujuan, pertama kali harus diketahui dahulu kotoran dan kontaminan yang terlarut di dalamnya. Pada umumnya kadar kotoran tersebut tidak begitu besar. Dengan berlakunya baku mutu air untuk badan air, air limbah dan air bersih, maka dapat dilakukan penilaian kualitas air untuk berbagai kebutuhan. Di Indonesia ketentuan mengenai standar kualitas air bersih mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 416 tahun 1990 tentang SyaratSyarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan 1990 Kriteria penentuan standar baku mutu air dibagi dalam tiga bagian yaitu: 1. Persyaratan kualitas air untuk air minum. 2. Persyaratan kualitas air untuk air bersih. 3. Persyaratan kualitas air untuk limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi. Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia, maka kualitas air tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu: 1. Syarat fisik, antara lain: Air harus bersih dan tidak keruh. Tidak berwarna Tidak berasa Tidak berbau Suhu antara 10o-25 o C (sejuk) Syarat kimiawi, antara lain: i. Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun. ii. Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan. iii. Cukup yodium. iv. pH air antara 6,5 – 9,2. v. Syarat bakteriologi, antara lain: Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit. Pada umumnya kualitas air baku akan menentukan besar kecilnya investasi instalasi penjernihan air dan biaya operasi serta pemeliharaannya. Sehingga semakin jelek kualitas air semakin berat beban masyarakat untuk membayar harga jual air 7
bersih. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan kualitas, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Aman dan higienis. Baik dan layak minum. Tersedia dalam jumlah yang cukup. Harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.
Mengenai parameter kualitas air baku, Depkes RI telah menerbitkan standar kualitas air bersih tahun 1977 (Ryadi Slamet, 1984:122). Dalam peraturan tersebut standar air bersih dapat dibedakan menjadi tiga kategori (Menkes No. 173/per/VII tanggal 3 Agustus 1977): 1. Kelas A: Air yang dipergunakan sebagai air baku untuk keperluan air minum. 2. Kelas B: Air yang dipergunakan untuk mandi umum, pertanian dan air yang terlebih dahulu dimasak. 3. Kelas C: Air yang dipergunakan untuk perikanan darat. 2.1.4
Sistem Penyediaan Air Bersih
Sistem penyediaan air bersih meliputi besarnya komponen pokok antara lain: unit sumber air baku, unit pengolahan, unit produksi, unit transmisi, unit distribusi dan unit konsumsi. 1.
2.
3.
4. 5.
6.
Unit sumber air baku merupakan awal dari sistem penyediaan air bersih yang mana pada unit ini sebagai penyediaan air baku yang bisa diambil dari air tanah, air permukaan, air hujan yang jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan. Unit pengolahan air memegang peranan penting dalam upaya memenuhi kualitas air bersih atau minum, dengan pengolahan fisika, kimia, dan bakteriologi, kualitas air baku yang semula belum memenuhi syarat kesehatan akan berubah menjadi air bersih atau minum yang aman bagi manusia. Unit produksi adalah salah satu dari sistem penyediaan air bersih yang menentukan jumlah produksi air bersih atau minum yang layak didistribusikan ke beberapa tandon atau reservoir dengan sistem pengaliran gravitasi atau pompanisasi. Unit produksi merupakan unit bangunan yang mengolah jenisjenis sumber air menjadi air bersih. Teknologi pengolahan disesuaikan dengan sumber air yang ada. Unit transmisi berfungsi sebagai pengantar air yang diproduksi menuju ke beberapa tandon atau reservoir melalui jaringan pipa. Unit distribusi adalah merupakan jaringan pipa yang mengantarkan air bersih atau minum dari tandon atau reservoir menuju ke rumah-rumah konsumen dengan tekanan air yang cukup sesuai dengan yang diperlukan konsumen. Unit konsumsi adalah merupakan instalasi pipa konsumen yang telah disediakan alat pengukur jumlah air yang dikonsumsi pada setiap bulannya.
8
2.1.5
Tahapan Perencanaan Air Bersih
Dalam pemenuhan kebutuhan prasarana air bersih, maka dilakukan tahapantahapan perencanaan berdasarkan 5 (lima) komponen utama yang terdiri dari: 1. Perhitungan Kebutuhan Air Kebutuhan air dihitung berdasarkan kebutuhan untuk rumah tangga (domestik), non domestik dan juga termasuk perhitungan atas kebocoran air. Analisis kebutuhan air ini disesuaikan dengan hasil perhitungan proyeksi penduduk, prosentase penduduk yang dilayani dan besarnya pemakaian air. 2. Identifikasi Sumber Air Baku Identifikasi air baku terutama dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai:
Jarak dan beda tinggi sumber air terhadap daerah pelayanan Debit andalan sumber air Kualitas air baku dan jenis alokasi sumber air baku pada saat ini
3. Pemeriksaan dan Penilaian Kualitas Air Sistem pengolahan air yang dibangun harus dapat memproduksi air yang memenuhi standar kualitas air bersih yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI. 4. Pemilihan Alternatif Sistem Sistem penyediaan air bersih yang dirancang merupakan sistem terpilih yang diperoleh berdasarkan hasil pemilihan terhadap beberapa alternatif pilihan sistem. Penentuan pilihan didasarkan pada penilaian berdasarkan aspek: Teknis Ekonomis Lingkungan 5. Perhitungan Kebocoran/Kehilangan Air Kehilangan air yang disebabkan kebocoran teknis dan non teknis diperkirakan sebesar 20% dari kebutuhan total. 6. Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih Sistem Penyediaan Air Bersih terdiri dari: Sistem Produksi meliputi Intake dan Instalasi Pengolahan Air Sistem Distribusi meliputi Reservoir dan Pipa Induk Sistem Pemanfaatan melalui Sambungan Rumah dan Hydrant Umum Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem distribusi adalah: Pola tata guna lahan Kepadatan penduduk Kondisi topografi kota Rancangan induk kota. 9
Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga (PAMM-RT) merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga. Tahapan kegiatan dalam PAMM-RT, yaitu: a) Pengolahan air baku. Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal: Pengendapan dengan gravitasi alami Penyaringan dengan kain Pengendapan dengan bahan kimia/tawas b) Pengolahan air minum. Pengolahan air minum di rumah tangga dilakukan untuk mendapatkan air dengan kualitas air minum. Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kuman dan penyakit melalui : Filtrasi (penyaringan), contoh : biosand filter, keramik filter, dan sebagainya. Klorinasi, contoh : klorin cair, klorin tablet, dan sebagainya. Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk koagulan Desinfeksi, contoh : merebus, sodis (Solar Water Disinfection) c) Wadah Penampungan air minum. Setelah pengolahan air, tahapan selanjutnya menyimpan air minum dengan aman untuk keperluan sehari-hari, dengan cara: Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik dilengkapi dengan kran. Air minum sebaiknya disimpan di wadah pengolahannya. Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang bersih dan selalu tertutup. Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan kering atau tidak minum air langsung mengenai mulut/wadah kran. Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang bersih dan sulit terjangkau oleh binatang. Wadah air minum dicuci setelah 3 hari atau saat air habis, gunakan air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir. d) Hal penting dalam PAMM-RT Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah makanan siap santap. Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga. Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah siap santap serta untuk mengolah makan siap santap. Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah menjadi air minum. Secara periodik meminta petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan air guna pengujian laboratorium.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Gotaas, dkk dalam Soeparman (2002), sumber kontaminasi yang berupa tinja manusia yang ditempatkan dalam lubang yang menembus permukaan air tanah. Sampel positif organisme coliform didapatkan pada jarak 4 sampai 6 m dari sumber kontaminasi. Daerah kontaminasi melebar ke luar sampai kira-kira 2 m pada titik yang berjarak sekitar 5 m dari jamban dan menyempit 10
pada kira-kira 11 m. Kontaminasi tidak bergerak melawan arah aliran air tanah. Setelah beberapa bulan, tanah sekitar jamban akan mengalami penyumbatan (clogging), dan sampel yang positif dapat diperoleh hanya pada jarak 2-3 m dari lubang. Dengan kata lain, daerah kontaminasi tanah telah menyempit. Pola pencemaran secara kimiawi sama bentuknya dengan pencemaran bakteriologis, hanya jarak jangkaunya lebih jauh.. Dari sudut pandang sanitasi, yang penting diperhatikan adalah jarak perpindahan maksimum dari bahan pencemar dan kenyataan bahwa arah perpindahan selalu searah dengan arah aliran air tanah. Dalam penempatan sumur, harus diingat bahwa air yang berada dalam lingkaran pengaruh sumur mengalir menuju sumur tersebut. Tidak boleh ada bagian daerah kontaminasi kimiawi ataupun bakteriologis yang berada dalam jarak jangkau lingkaran pengaruh sumur (Soeparman, 2002:50). Tindakan pencegahan pencemaran sumur gali oleh bakteri coliform, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan cubluk (kakus), lubang galian sampah, lubang galian untuk air limbah (cesspool; seepage pit) dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan tanah dan kemiringan tanah. Pada umumnya dapat dikatakan jarak yang aman tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar letaknya tidak berada di bawah tempat-tempat sumber pengotoran seperti yang disebutkan di atas (Entjang, 2000:78). Sedangkan menurut Chandra (2007:46), Sumur harus berjarak minimal 15 meter dan terletak lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah dan sebagainya. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2916-1992 tentang Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber pengotoran (bidang resapan/tangki septic tank) lebih dari 11 meter, sedangkan jarak sumur untuk komunal terhadap perumahan adalah lebih dari 50 meter. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat- syarat dan pengawasan kualitas air minum adalah sebagai berikut: 1. Syarat mikrobiologis.
E. coli merupakan parameter dalam penilaian persyaratan kualitas air minum. Kadar maksimum dalam air minum yang diizinkankan yaitu “0”. Air minum harus bebas dari kuman-kuman penyakit, termasuk didalamnya bakteri, protozoa, virus, cacing dan jamur.
11
2. Syarat kimia
Tidak diperbolehkan mengandung zat kimia (misalnya pestisida, desinfektans dan hasil sampingannya) dalam kadar yang melebihi kadar maksimum yang telah ditetapkan, karena dapat meng- ganggu kesehatan. Air harus bebas dari unsur kimia beracun, baik itu anorganik maupun organik. 3. Syaratradioaktif
Tidak terdapat unsur-unsur radioaktif meter dan letaknya diusahakan tidak berada dibawah tempat-tempat sumber pengotoran seperti kakus, empang, lubang galian untuk air kotor dan sebagainya. Sumur gali dengan kedalaman 15 meter layak digunakan sebagai sumber air minum oleh karena kualitas air tanah dalam umum- nya lebih sempurna dan bebas bakteri. Kehidupan bakteri golongan patogen mau- pun tidak patogen didasari pada keadaan lingkungan sekitarnya; tergantung ada ti- daknya oksigen (O2). Dengan adanya oksigen, mikroorganisme dapat melakukan pro- ses aerobik sehingga dapat mengembangkan kehidupannya dengan memanfaatkan ling- kungan sekitarnya. E. coli merupakan salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Bakteri ini ditemukan oleh Theodor Escherich pada tahun 1885 dari kotoran bayi. E. coli yang hidup dan merupakan spesies dominan da- lam tinja dapat menyebabkan diare, muntah- berak (muntaber) dan masalah pencernaan lainnya. Bakteri ini banyak digunakan da- lam teknologi rekayasa genetika; biasa di- gunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. E. coli dipilih karena per- tumbuhannya sangat cepat dan mudah da- lam penanganannya. Bakteri ini hidup da- lam jumlah besar di dalam usus manusia dan hewan, yaitu membantu sistem pencer- naan manusia dan melindunginya dari bak- teri patogen. Akan tetapi ada strain baru E. coli yang berbahaya karena bersifat patogen. E. Coli mempunyai dimensi berbentuk batang pendek gemuk dengan panjang 1-3 μm dan lebar 0,4-0,7 μm, gram negatif bergerak aktif dan tidak berspora. E. coli dapat tumbuh pada suhu 10°C- 40°C dengan suhu optimal 37°C. Pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7,0–7,5 (kisaran pH: 4,0 – 9.0). Bakteri ini sangat peka terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan. E. coli dapat tahan berbulan- bulan dalam tanah dan di dalam air, tetapi dapat dimatikan dengan pemanasan pada 60°C selama 20 menit atau jika diberi klorin berkadar 0,5 sampai 1 part per million (ppm). 2.2 PENGELOLAAN MAKANAN Makanan adalah Kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh atau sumber energi satu-satunya bagi manusia. Fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia yakni: 1. Sumber energy guna melakukan aktivitas sehari-hari. 2. Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. 3. Mengatur metabolismedan mengatur berbagai keseimbangan air mineral dan cairan tubuh yang lain. 12
4. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya: 1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki 2. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak di hendaki sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, serangga, parasit, dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan, pengeringanBebas dari pencemarandi setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya 3. Bebas dari mikroorganismedan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness). (Depkes RI, 1999).
Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menyebabkan gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara pengelolaan makanan yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip higiene dan sanitasi makanan. Pengelolaan makanan di rumah tangga, walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah tangga juga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan. Prinsip higiene sanitasi makanan : a. Pemilihan bahan makanan. Pemilihan bahan makanan harus memperhatikan mutu dan kualitas serta memenuhi persyaratan yaitu untuk bahan makanan tidak dikemas harus dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak rusak/berjamur, tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan beracun serta berasal dari sumber yang resmi atau jelas. Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan, mempunyai label dan merek, komposisi jelas, terdaftar dan tidak kadaluwarsa. b. Penyimpanan bahan makanan. Menyimpan bahan makanan baik bahan makanan tidak dikemas maupun dalam kemasan harus memperhatikan tempat penyimpanan, cara penyimpanan, waktu/lama penyimpanan dan suhu penyimpanan. Selama berada dalam penyimpanan harus terhindar dari kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya serta bahan kimia berbahaya dan beracun. Bahan makanan yang disimpan lebih dulu atau masa kadaluwarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih dahulu. c. Pengolahan makanan. Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat mempengaruhi proses pengolahan makanan, oleh karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu : -Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan serta dapat mencegah masuknya serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya. - Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompel dan mudah dibersihkan. 13
d.
e.
f.
- Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan prioritas Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan higiene dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan bakteriologis. - Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak menderita penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan sehat. Penyimpanan makanan matang. Penyimpanan makanan yang telah matang harus memperhatikan suhu, pewadahan, tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat baik suhu dingin, sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama penyimpanan sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan matang. Pengangkutan makanan. Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang harus memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara pengangkutan, lama pengangkutan, dan petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis. Penyajian makanan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu tempat penyajian, waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang sampai dengan disajikan dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat) jam dan harus segera dihangatkan kembali terutama makanan yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh dan berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan.
14
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu Untuk mengetahui gambaran tentang STBM pilar ketiga yaitu Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM RT) di Kelurahan Huangobotu 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan diwilayah cakupan puskesmas dungingi khususnya di Kelurahan Huangobotu. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan selesai. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dikelurahan Huangobotu. 3.3.2. Sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak populasi, yaitu sebanyak 120 orang. 3.4. Metode Pengumpulan Data Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung ke lokasi penelitian dan mengadakan wawancara kepada masyarakat. 3.5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini data primer yang diperoleh langsung dari responden berdasarkan kuesioner yang ada.kepada calon responden dan menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian. Peneliti membagikan kuesioner pada responden dan menunggu sampai responden selesai mengisi kuesioner (kira-kira kurang dari 10 menit). Lalu peneliti mengecek kelengkapan kuesioner yang diberikan apakah sudah diisi dengan lengkap oleh responden. Bila semua data yang dibutuhkan peneliti telah dikumpulkan, selanjutnya peneliti akan menganalisa data.
15
3.6. Pengolahan dan Analisa Data Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Data akan disajikan dalam bentuk tabel.
16
BAB IV HASIL PENELITIAN
1. Kriteria air bersih Dari 120 subjek penelitian didapatkan seluruh responden mengetahui bahwa air bersih itu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
Kriteria Air Bersih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
berwarna, berbau, berasa
2%
98%
2. Penyimpanan air minum Dari 120 subjek penelitian didapatkan sebagian besar responden menggunakan botol gallon untuk menyimpan air minum. Yang menggunakan teko/ceret sebanyak 44 Responden dan yang menggunakan panci terbuka 8 responden.
Penyimpanan Air Minum Panci Terbuka
Teko/Ceret
Botol Galon
7%
36% 57%
3. Jenis sarana air bersih untuk diminum Dari 120 subjek penelitian didapatkan 71 Responden menggunakan air mineral instan, 32 responden memilih menggunakan PAM dan 16 responden menggunakan sumur gali. 17
Jenis sarana air bersih PAM
Sumur gali
Air mineral instan
Tidak menjawab
1%
27%
59%
13%
4. Cara mengolah Air minum Dari 120 subjek penelitian didapatkan jumlah terbesar adalah responden yang cara mengolah air minum dengan direbus berjumlah 104 Responden. Sedangkan yang ditambah kaporit berjumlah 1 responden. dan yang menggunakan filter keramik sebanyak 1 responden.
Cara mengolah air minum ditambah kaporit 1%
Tidak menjawab 11%
menggunakan filter 36%
Direbus 87%
5. Jarak septic tank dan sumur Dari 120 subjek penelitian didapatkan setengah dari Responden memilih jarak septic tank dan sumur < 10 M, untuk jarak >10 M, ada 45 Responden, sedangkan 12 responden memilih jarak >30 M.
18
Jarak jamban ke sumber air 3% >10 M
< 10 M
> 30 M
Tidak menjawab
10% 37%
50%
6. Pemilihan bahan makanan Dari 120 subjek penelitian didapatkan Sebagian besar Responden memilih jenis makanan dalam keadaan segar (119 Responden) sedangkan makanan kemasan dipilih oleh 9 Responden.
Pemilihan bahan makanan Makanan dalam keadaan segar 7%
Makanan kemasan
1%
92%
7. Penyimpanan makanan Dari 120 subjek penelitian didapatkan jumlah Responden yang menyimpan makanan di lemari berjumlah 96 Responden. 24 Responden membiarkan makanan diatas meja.
19
Penyimpanan Makanan
Di atas meja 20%
Di Lemari 80%
8. Penggunaan Peralatan Masak Dari 120 subjek penelitian didapatkan 107 Responden mencuci peralatan masak sebelum dan setelah digunakan, 10 responden hanya dibilas dengan air mengalir saja dan 3 responden tidak dicuci.
Penggunaan peralatan masak Dicuci
Tidak dicuci
3%
Hanya dibilas
8%
89%
9. Penyajian makanan Dari 120 subjek penelitian didapatkan lebih banyak Responden yang menutup makanan dengan tutup saji (110 Responden). Sedangkan tidak ditutup sebanyak 4 Responden dan setengah ditutup setengah dibuka sebanyak 4 Responden.
20
Penyajian makanan Tutup saji
Tidak ditutup 3%
Setengah ditutup, setengah dibuka
Tidak dijawab
3% 2%
92%
10. Penyajian makanan Dari 120 subjek penelitian didapatkan sebagian besar Responden mencuci bahan makanan dengan air mengalir (112 Responden). responden yang mencuci dengan air genangan (7 Responden) dan 1 responden tidak mencuci bahan makanan sebelum dimasak.
Penyajian makanan
tidak dicuci 1%
Mencuci dengan air genangan 6%
Mencuci dengan air mengalir 93%
21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 120 responden yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Dungingi khususnya di Kelurahan Huangobotu, dapat disimpulkan: a. Pengetahuan Responden tentang pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga di kelurahan huangobotu sudah cukup baik namun harus tetap ditingkatkan. b. Penerapan menjaga kebersihan air minum dan makanan dalam kehidupan sehari-hari sudah cukup baik c. Sebagian besar jenis sarana air bersih untuk dikonsumsi menggunakan Air mineral instan. d. Pengelolaan makanan Rumah Tangga di kelurahan huangobotu cukup baik mulai dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan makanan dan penyajian makanan. e. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang jarak sumur dan septic tank.
5.2 Saran 5.2.1 Bagi Responden Hendaknya Lebih diperhatikan dalam merencanakan pembangunan jarak septic tank dan sumur agar tidak terjadi kontaminasi sumur dengan air dari septic tank oleh bakteri patogen yang dapat mengganggu kesehatan.
5.2.2 Bagi Puskesmas Kecamatan Dungingi Puskesmas diharapkan menigkatkan pelayanan PROMKES dan memberikan
penyuluhan
tentang
sanitasi
total
berbasis
masyarakat
22
(Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga) dan tentang jarak antara septic tank dengan sumur. 5.2.3 Bagi Peneliti Bagi peneliti agar dapat memenuhi jumlah sampel berdasarkan perhitungan besar sampel minimal dan melakukan penelitian dengan menggunakan sampel yang lebih besar serta memberikan pertanyaan yang lebih mendalam. Membantu kerja puskesmas dalam menanggapi topik ini dalam melakukan penyuluhan tentang sanitasi total berbasis masyarakat (Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga) dan tentang jarak antara septic tank dengan sumur.
23
Daftar Pustaka 1.
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2.
Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti
3.
Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu Pengantar). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
4.
Arief S. Hubungan jarak septic tank terhadap jumlah kandungan bakteri Escherichia coli dalam air sumur gali di Desa Bukateja Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal (online). 2000 [cited 2009 Jan 27]. Available from: http/
[email protected] ulie A. Relative nephroprotection during Escherichia coli 0157: H7 infections: Association with intravenous volume expansion. Washington: Edward Mallinckrodt Department of Pediatric and Department of Molecular Microbiology Washington University School of Medicine; 2005. 14. Waluyo L. Mikrobiologi Lingkungan. Jakarta: UMM Press, 2005. istem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2004. Totok S. Teknologi penyehatan air bersih. Jakarta: Rineka Cipta, 1987.
5.
6. 7. 8.
24