Mikroenkapsulasi dalam Industri Pangan Ditulis oleh Vita Paramita Paramita
ukuran huruf
Cetak
E-mail
Beri penilaian
1
2
3
4
5
(5 suara)
1. Pendahuluan Mikroenkapsulasi adalah proses fisik Mikroenkapsulasi f isik dimana bahan aktif (bahan inti), seperti partikel padatan, tetesan air ataupun gas, dikemas dalam bahan sekunder (dinding), berupa lapisan film tipis. Proses ini digunakan untuk melindungi suatu zat agar tetap t etap tersimpan dalam keadaan baik dan untuk melepaskan zat tersebut pada kondisi tertentu saat digunakan. 5,27,29,31,38 Ide dasar mikroenkapsulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas selektif membran sel memberikan perlindungan terhadap inti sel dari kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel. Mikroenkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Penerapan mikroenkapsulasi secara komersial bermula dari pembuatan salinan kertas tanpa kertas karbon oleh National Cash Register . Salinan tercetak ketika tekanan pena memecah mikrokapsul yang mengandung prekursor pewarna yang kemudian diikuti reaksi kimia antara prekursor pewarna di bagian atas halaman dan sumber asam di halaman bagian bawah sehingga terbentuk gambar atau tulisan. Gelatin digunakan sebagai bahan mikrokapsul dan bahan aktif yang digunakan 11,36 adalah prekursor pewarna. Penelitian dan publikasi mengenai teknologi mikroenkapsulasi telah banyak dilakukan dan diterbitkan di berbagai belahan dunia dalam kurun waktu 60 tahun terakhir ini. 6,8,10,31 Namun hingga saat ini, masih banyak bidang untuk dikembangkan dengan berbagai modifikasi pada metoda, pemilihan bahan
sebagai mikrokapsul maupun bahan yang dimikroenkapsulasi. Penulisan ini ditujukan untuk memberikan gambaran umum mengenai teknologi mikroenkapsulasi yang diterapkan dalam industri pangan, manfaat yang diperoleh, kelebihan maupun kekurangan dalam penerapan, dan perkembangannya dewasa ini. Laporan pertama mengenai aplikasi enkapsulasi dalam industri pangan diterbitkan pada tahun 1956 oleh Scultz dan kawan-kawan. 5Mereka mengkapsulkan minyak sitrus ke dalam sukrosa dan dekstrosa. Produk yang dihasilkan memberikan stabilitas yang baik dan selama penyimpanan citarasa dapat bertahan hingga enam bulan. 26 Proses enkapsulasi juga diterapkan oleh peneliti-peneliti yang lain. 30,21,28 Proses ini berkembang menjadi 32,2,3 mikroenkapsulasi dan berkembang lebih lanjut menjadi 25,22,20 nanoenkapsulasi .
Gambar 1. Dua jenis struktur utama mikrokapsul
12
2. Ciri-ciri Mikrokapsul Pengelompokan kapsul berdasarkan pada ukuran partikel > 5000 μm (makro), 1,0-5000 μm (mikro) dan < 1,0 μm (nano). 16 Mikrokapsul dapat berbentuk bola, persegi panjang ataupun tak beraturan. Dua jenis struktur utama dari mikrokapsul adalah satu inti ( single core ) dan banyak inti ( multiple core ) pada bagian dindingnya ( Gambar 1). Mikrokapsul dengan satu inti biasanya diproduksi dengan caracoacervation , droplet co-extrusion dan pemasukan molekul. Model ini biasanya memiliki muatan inti yang tinggi, misalnya 90% dari total berat mikrokapsul. Mikrokapsul dengan struktur banyak inti di bagian dinding umumnya diproduksi menggunakan spray drying . Bahan inti tersebar secara merata di bagian dinding dan bagian tengah mikrokapsul biasanya berupa rongga kosong yang dihasilkan dari pemuaian selama tahap-tahap pengeringan akhir. Biasanya, Biasanya, struktur ini memiliki persentasi pelapis hingga 70% dari berat mikrokapsul. Bahan di dalam mikrokapsul disebut sebagai inti, fasa internal, atau pengisi. Bahan inti dapat berupa emulsi, bahan kristalin, suspensi padatan, atapun gas.10 Isi dalam mikrokapsul dilepaskan dengan berbagai macam mekanisme. Pelapis dapat rusak secara mekanik, misalnya akibat dikunyah, meleleh ketika terekspos dengan panas, terlarut dalam solvent (pelarut). Perubahan pH dapat mengubah kemampuan proses penembusan bahan aktif sehingga mengendalikan pelepasan. Pelapis dari lemak ( lipid ) dapat terdegradasi akibat enzim lipase dan bahan aktif berdifusi ke lingkungan. Sifat fisik dan kimia dari bahan aktif (seperti kelarutan, difusivitas, tekanan uap, dan koefisien partisi)
dan pelapis (seperti ketebalan, porositas dan kemampuan bereaksi) juga mempengaruhi pelepasan bahan aktif. Bahan pelapis yang disebut juga sebagai kulit, dinding, atau membran, dapat berasal dari film-forming (pembuat lapisan tipis) polimer natural atau sintesis. Memilih pelapis harus berdasarkan pada sifat kimia maupun fisik bahan aktif, juga proses yang digunakan untuk membuat mikrokapsul. Bahan pelapis harus tidak larut dan tidak bereaksi terhadap zat aktif. Umumnya, polimer yang tidak larut dalam air digunakan untuk membuat mikrokapsul dengan bahan aktif seperti air, dan polimer yang dapat larut air digunakan untuk mikrokapsul pada bahan aktif organik. Untuk meningkatkan kualitas lapisan, lapisan dibuat beberapa lapis, memiliki sifat yang seperti plastik, cross-linking , juga ada perlakuan pada permukaannya. Ketebalan lapisan dimanipulasi untuk meningkatkan 11,12 permeabilitas dan stabilitas dari mikrokapsul. Gambar 2 memberikan rangkuman secara umum mengenai proses mikroenkapsulasi.
3. Jenis-jenis Mikrokapsul Tujuan utama umum mikroenkapsulasi adalah untuk membuat bahan cairan bersifat seperti padatan. Hal ini menyebabkan beberapa sifat bahan inti menjadi berubah, misalnya sifat aliran bahan dan penangan bahan menjadi lebih mudah dalam bentuk padatan. Bahan yang memiliki higroskopis dapat dilindungi dari kelembaban lingkungan. Selain melindungi zat aktif, proses ini juga bermanfaat untuk menutupi rasa, aroma ataupun yang tidak diinginkan dari bahan aktif. Kestabilan dari bahan yang mudah menguap, sensitif terhadap cahaya, oksidasi atau panas dapat dipertahankan. 9,10,12,23 Hal penting lain dalam proses mikroenkapsulasi bahan makanan adalah juga untuk mengatur pelepasan bahan aktif pada waktu yang dikehendaki. 29,38 Bahan-bahan yang berhubungan dengan makanan yang dienkapsulasi meliputi asam, pewarna, enzim, mikroorganime, perasa, lemak dan minyak, vitamin dan mineral, garam, pemanis dan gas. Pemanfaatan enkapsulasi dalam makanan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
12
Gambar 2. Alur proses mikroenkapsulasi
3.1. Penyedap rasa/perasa Beberapa contoh pemanfaatan enkapsulasi perasa adalah minyak sitrus, minyak peppermint , minyak bawang putih maupun bawang bombay, minyak bumbu-bumbu. Ketertarikan pemanfaatan enkapsulasi dalam bumbu-bumbu terutama dalam proses pembuatan saus. Mikroenkapsulasi perasa pada
umumnya menggunakan spray drying meskipun spray cooling/chilling , extrusion , inculsion complexation juga sering digunakan. Spray drying paling sering digunakan untuk enkapsulasi karena selain murah dalam ongkos produksi juga menghasilkan butiran ( powder ) yang lebih seragam ukurannya. Bahan-bahan yang umum digunakan untuk menyimpan perasa adalah bahan yang mengandung gula, seperti pati dan gum. Di dalam minyak sitrus terdapat perasa yang meliputi lemon, orange , grape , lime , dan grapefruit .37 Enkapsulasi minyak sitrus yang disimpan dalam maltodextrin menggunakan proses spray drying memiliki kestabilan yang lebih baik dari pada minyak yang tidak dillindungi. Minyak sitrus sangat mudah mengalami proses oksidasi karena adanya ikatan tidak jenuh pada struktur mono dansesquiterpenoid- nya. Proses oksidasi menghasilkan rasa yang tidak menyenangkan seperti turpentine . Meningkatkan nilai dextrose equivalent pada maltodextrin memberikan perlindungan yang lebih baik pada minyak karena adanya sifat pelindung dari oksigen. 24,29 Enkapsulasi jinten oleoresin telah dikembangkan di India. Dengan memiliki sifat yang sulit larut dalam makanan berair mengakibatkan bahan ini sulit tercampur merata dalam makanan. Selain itu, mereka sensitif terhadap cahaya, panas dan oksigen, serta memilki waktu simpan yang pendek jika tidak disimpan dengan benar. Penyedap jinten ini mengandung bermacam-macam komponen kimia, termasuk terpen (misalnya pinene, p-cymene,-terpinen), aldehida (misalnya cuminaldehyde, 1,3-p-Mentha dan 3-p-menthen-7-al) dan terpen alkohol (cuminyl alkohol). Penyedap rasa ini memberikan rasa hangat, berbumbu seperti kare, yang didominasi oleh cuminaldehyde. 14 Proses enkapsulasi ini efektif untuk sterilisasi bumbu maupun herbal dengan kehilangan rasa yang minimal. Sehingga, bahan-bahan ini dapat digunakan dengan aman dalam pendingin ataupun jika membutuhakan proses dalam suhu tinggi.
3.2. Enzim Mikroenkapsulasi laktase dikembangkan untuk menghindari adanya hidrolisa laktose sebelum konsumsi. Enzim laktase, yang dihasilkan dalam usus kecil, diperlukan untuk menghidrolisa laktose menjadi glukosa dan galaktosa. Ketiadaan laktase dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada proses pencernaan saat mengkonsumsi susu, seperti kram atau diare. 4 Untuk mengatasi masalah ini, enzim laktase ditambahkan pada susu sebelum dikonsumsi. Namun, hal ini mengakibatkan terjadinya proses hidrolasi laktose sebelum dikonsumsi dan mengubah rasa susu empat kali lebih manis dibanding sebelum ditambahkan. Dengan mikroenkapsulasi, laktase yang ditambahkan akan bereaksi dengan laktose setelah dikonsumsi karena rusaknya mikrokapsul akibat proses pencernaan. Bahan pelapis yang memberikan efisiensi enkapsulasi hingga 94.9% adalah Medium Chain Triglyceride (MCT).17,18 Penambahan enzim secara langsung ke dalam susu pada proses pembuatan keju memberikan hasil tidak seperti yang diinginkan karena hilangnya enzim dalam whey, pendistribusian enzim yang kurang baik sehingga mengurangi kualitas keju. Penambahan enzim yang telah dienkapsulasi menghilangkan masalah akibat penambahan enzim langsung dan mencegah proteolisis yang segera dan ekstensif serta kontaminasi whey. Secara fisik, immobilisasi enzim dalam mikrokapsul terpisah dari substrat dalam campuran dadih susu dan keju
selama proses pembuatan keju. Enzim hanya dilepaskan ke dalam matrix keju ketika kapsul rusak selama proses pematangan. 1,13 Lemak susu digunakan beberapa peneliti untuk melapisi enzim yang bertanggung jawab pada penghasil rasa di keju. Keju yang dihasilkan dengan mikrokapsul ini memiliki rasa yang sangat kuat daripada keju tanpa mikroenkapsulasi enzim. 11
3.3. Asam Asam askorbat dapat meningkatkan penyerapan zat besi dari usus dengan mereduksi zat besi menjadi senyawa yang lebih mudah larut dan mudah diserap. Meskipun demikian, asam askorbat merupakan senyawa yang sangat tidak stabil dan mudah hancur dalam pengolah oleh suhu, pH, oksigen dan sinar ultraviolet. Teknik mikroenkapsulasi merupakan aplikasi yang baik untuk mengatasi kekurangan dari asam askorbat. Bahan pelapis yang digunakan adalah polyglycerol dan Medium monostearate (PGMS) Chain Triglyceride (MCT).19 Asam dapat menghasilkan bau yang tidak sedap ketika ditambahkan secara langsung ke makanan. Dengan mikroenkapsulasi, asam dapat ditambahkan pada makanan tanpa bau mencolok hingga kadar tertentu, dimana tanpa mikroenkapsulasi pada kadar yang sama memberikan bau mencolok. Manfaat dari enkapsulasi asam adalah untuk mengatur saat pelepasan, melindungi dari panas dan cahaya. 11
4. Teknik Mikroenkapsulasi Ada beberapa teknik yang digunakan dalam mikroenkapsulasi makanan. Pemilihan proses berdasarkan pada sensitivitas bahan aktif, sifat fisik dan kimia baik bahan aktif maupun lapisan kulit, ukuran mikrokapsul yang diinginkan, tujuan aplikasi bahan makanan, mekanisme pelepasan bahan aktif, dan alasan ekonomi. Gambar 3 menginformasikan perkembangan teknik mikroenkapsulasi dari tahun 1955 hingga 2005. Metode fisik dari mikroenkapsulasi meliputi spray drying , spray cooling/chilling , freeze drying , spinning disk ,fluidized bed , extrusion dan co-crystallization . Proses mikroenkapsulasi secara kimia adalah interfacial polymerization . Proses mikroenkapsulasi baik secara fisik maupun kimia diantaranya coaservation /fase pemisahan, enkapsulasi molekular, dan liposome entrapment .11,23
Gambar 3. Perkembangan teknik mikroenkapsulasi di dunia
10
4.1. Spray drying Mikroenkapsulasi menggunakan spray dyring paling banyak digunakan dalam industri pangan karena biayanya relatif lebih rendah. Proses ini fleksibel, dapat digunakan untuk variasi bahan dalam mikroenkapsulasi karena peralatannya mudah diterapkan dalam pengolahan bermacam bahan dan menghasilkan partikel-partikel yang berkualitas baik dengan distribusi ukuran partikel yang konsisten.5 Bahan makanan yang dikemas dengan cara ini meliputi lemak, minyak, dan penyedap rasa. Pelapisnya dapat berupa karbohidrat, seperti dekstrin, g ula, pati, dan gum , atau protein, seperti gelatin dan protein kedelai. Proses mikroenkapsulasi meliputi pembentukan emulsi atau suspensi antara bahan aktif dan pelapis, dan pengkabutan emulsi ke sirkulasi udara kering panas dalam ruang pengering menggunakan atomizer ataupun nozzle . Kadar air dalam droplet emulsi diuapkan akibat kontak dengan udara panas. Padatan yang tersisa dari bahan pelapis menjebak bahan inti.
Spray drying berguna untuk bahan makanan yang sensitif terhadap panas karena proses pengeringan berlangsung sangat cepat. Bagaimanapun juga masih terdapat kehilangan bahan aktif yang memiliki titik didih rendah. Sifat fisik dari mikrokapsul tergantung pada suhu udara panas (sekitar 150 — 200C), derajat dan keseragaman dalam pengkabutan emulsi, kadar kepadatan dari emulsi (30 — 70%), dan suhu emulsi. Keuntungan spray drying mencakup keanekaragaman dan ketersediaan mesin, kualitas mikrokapsul yang tetap baik, berbagai ukuran partikel yang dapat diproduksi, dan kemampuan dispersibilitas yang baik dalam media berair. Beberapa kerugian yang diperoleh di antaranya kehilangan bahan aktif dengan titik didih rendah, adanya proses oksidasi dalam senyawa penyedap rasa, dan keterbatasan pada pilihan bahan dinding, dimana bahan dinding harus dapat larut pada air dengan jumlah yang layak. 10 4.2. Spinning disk Spinning disk merupakan modifikasi proses dari spray cooling/chilling dengan menggunakan metode atomisasi. Prinsip dari spray cooling/chilling mirip
dengan spray drying , namun menggunakan udara dingin dalam proses pengeringannya. Spinning disk melibatkan pembentukan inti suatu suspensi di lapisan cairan dan suspensi ini terletak di atas disk yang berputar dalam kondisi yang mengakibatkan lapisan film jauh lebih tipis daripada ukuran partikel inti. Pemakaian proses ini meningkat dengan cepat sejak tahun 2000 (gambar 3) karena memberikan hasil yang seimbang atau bahkan lebih baik daripada spray drying atau spray cooling/chilling dengan biaya proses yang tidak berbeda. 10
4.3. Coacervation /Fase pemisahan Teknik coacervation merupakan pemisahan fase cair/cair secara spontan yang terjadi ketika dua polimer yang bermuatan berlawanan (misalnya protein dan polisakarida) dicampur dalam media berair kemudian mengarah ke pemisahan menjadi dua fase. Fase yang lebih rendah disebut (kompleks) coacervate dan memiliki konsentrasi yang tinggi dari kedua polimer. Fase atas disebut sebagai supernatan atau fase kesetimbangan, yang merupakan larutan polimer encer.35 Coacervate digunakan sebagai bahan makanan, misalnya pengganti lemak7 atau memberi rasa yang mirip daging 33 dan biomaterial, seperti lapisan tipis (film ) yang dapat dimakan dan kemasan15. Metode ini sangat efisien dan menghasilkan mikrokapsul dengan ukuran yang lebih bervariarif daripada teknik mikroenkapsulasi yang lain. Proses ini meliputi tiga tahap, pertama, mecampur tiga fase yang saling tidak melarutkan (fase kontinyu atau air, bahan aktif yang akan dimikroenkapsulasi dan bahan pelapis). Kedua, bahan pelapis membentuk lapisan pada bahan inti. Hal ini dicapai dengan merubah pH, suhu atau kekuatan ion yang menghasilkan pemisahan fase (coacervation ) dari pelapis dan sebaran inti yang terjebak. Terakhir, bahan pelapis memadat karena adanya panas, crosslinking (hubungan silang) dan teknik desolvasi. Mikrokapsul yang dihasilkan dari pemisahan fase encer memiliki dinding yang larut air dan bahan aktif yang bersifat menjauhi air (hidrofobik), seperti minyak sayur, penyedap rasa, dan vitamin yang larut dalam minyak.11
4.4. Enkapsulasi molekuler Enkapsulasi molekuler juga dikenal dengan nama pemasukan kompleksasi. Proses ini menggunakan cyclodextrin untuk membuat kompleks dan imobilisasi molekul. cyclodextrin digunakan untuk menstabilkan emulsi dan melindungi bahan makanan yang sensitif dari cahaya, panas, dan oksigen. Siklodextrin dapat meningkatkan kelarutan bahan yang bersifat hidrofobik, mengurangi penguapan dari penyedap rasa pada makanan, dan menutupi rasa, aroma, atau warna makanan yang tidak diinginkan. Reaksi umum dalam enkapsulasi molekuler menggunakan prinsip “host- guest ”. Kemampuan cyclodextrin untuk membentuk pemasukan kompleksasi dengan molekul tamu memiliki dua faktor kunci. Yang pertama adalah tergantung pada ukuran relatif cyclodextrin dengan ukuran molekul tamu atau kunci tertentu di dalam kelompok-kelompok fungsional tamu. Jika ukuran tamu salah maka tidak akan sesuai untuk masuk ke dalam rongga cyclodextrin . Faktor kritis kedua adalah termodinamik interaksi antara berbagai komponen dari sistem (cyclodextrin , tamu, pelarut). Diperlukan adanya daya dorong dari molekul tamu ataupun daya tarik dari cyclodextrin yang menguntungkan. 34 Dalam hal ini, cyclodextrin memiliki sifat fungsional hidrofilik (mendekati air) pada bagian bawah dan atas strukturnya yang seperti donat dan bersifat hidrofobik (menjauhi
air) pada bagian tengah karena terhubung dengan jembatan glikosidik oksigen. Senyawa yang dapat membetuk kompleks dengan cyclodextrin adalah senyawa yang bersifat hidrofobik atau memiliki bagian yang hidrofobik. Bagian hidrofobik dari molekul tamu membentuk interaksi yang stabil non-kovalen dengan bagian tengah cyclodextrin .11
5. Kesimpulan Penekanan utama dalam mikroenkapsulasi bahan makanan berkonsentrasi pada peningkatan efisiensi enkapsulasi selama proses dan memperpanjang masa simpan (pengawetan pangan). Mikroenkapsulasi memberikan harapan dalam pengembangan pangan olahan, terutama untuk menghasilkan pangan kering dan pangan yang membutuhkan proses yang minimal dalam penyajiannya. Berbagai macam metoda telah dikembangkan untuk mendapatkan hasil dengan harga terjangkau, waktu proses efisien dan hemat energi. Pemilihan metode mikroenkapsulasi didasarkan pada sifat bahan pangan yang akan dikapsul, jenis kapsul yang diinginkan (dengan inti tunggal atau banyak inti), dan bahan pelapis yang digunakan. Umumnya, spray drying merupakan metode yang paling banyak dipilih untuk mikroenkapsulasi karena cocok untuk produksi yang berkelanjutan dan produk akhir dapat mematuhi standar kualitas yang t epat mengenai distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, kadar air sisa, dan kerapatan curah.8,12,23,24,27 Meskipun demikian metoda yang lain tetap terus dikembangkan, untuk terus meningkatkan nilai efisiensi mikroenkapsulasi dan penerapan yang lebih bervariatif.
TUGAS TOKSIKOLOGI DOSEN : Prof.Dr.Elly Wahyuddin,DEA
TOKSIKOLOGI KARDIOVASKULER
Oleh : MUKHRIANI P2500211403
PASCASARJANA FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
BAB I PENDAHULUAN
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek merugikan dari zat kimia, baik saat digunakan atau saat berada di ,ingkungan, terutama dampaknya pada manusia, baik yang masuk secara sengaja atau tidak sengaja. Toksikologi merupakan dasar kuat dalam merancang upaya perlindungan kesehatan para pekerja terhadap toksikan dalam pabrik, lahan pertanian, tambang dan lingkungan kerja lainnya.Dan berguna dalam melindung masyarakat dari bahaya yang berhubungan dengan bahan beracun dalam makanan,udara dan air. Bahan Berbahaya dan Beracun atau B3 adalah semua bahan/ senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut.Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Para pekerja industri rentan terhadap paparan bahan toksik yang ada di sekitar tempat kerja. Perjalanan zat kimia dalam tubuh diawali dari masuknya zat tersebut ke dalam tubuh melalui intravaskuler atau ekstravvaskuler. Selanjutnya zat masuk sirkulasi sistemik dan didstribusikan ke seluruh tubuh. Proses distribusi memungkinkan zat atau metabolitnya sampai pada tempat kerjanya (reseptor). Zat kimia di tempat kerjanya atau reseptornya berinteraksi dan dampaknya mungkin menimbulkan efek. Interaksi dari zat kimia atau metabolitnya yang berlebihan dapat menghasilkan efek toksik. Jadi penentu ketoksikan suatu zat kimia adalah sampainya zat kimia utuh atau metabolit aktifnya di sel sasaran dalam jumlah yang berlebihan. Pada sisi lain, zat kimia dapat mengalami metabolisme menjadi
senyawa non aktif dan diekskresikan (eliminasi) yang dapat mengurangi jumlah zat kimia dalam sel sasarannya. Dengan demikian, timbulnya efek toksik dipengaruhi juga oleh selisih antara absorpsi dan distribusi dengan eliminasinya. Jadi toksisitas suatu zat sangat ditentukan oleh absorpsi, distribusi, metabolism dan ekskresi (ADME) nya. Sistem kardiovaskuler (jantung, pembuluh darah) merupakan salah satu organ-organ sasaran bahan toksik.Seperti yang kita ketahui fungsi system kardiovaskuler sangat penting bagi tubuh manusia, sehingga jika terjadi gangguan pada system kardiovaskuler maka akan berefek pada organ-organ tubuh yang lainnya. Jantung adalah suatu organ yang vital dalam tubuh.Meskipun jantung bukan organ sasaran biasa,organ ini dapat dirusak oleh berbagai jenis zat kimia.Zat kimia yang masuk bekerja secara langsung pada otot jantung atau secara tak langsung melalui susunan saraf atau pembuluh darah. Bahan - bahan toksik tersebut antara lain karbon monoksida, toluene,
arsentri
kloroetilena,
nitrat
dan
timbal, cobalt.
Efek yang dapat timbul pada system kardiovaskuler akibat paparan bahan toksik antara lain Kardiomiopati, Gangguan Pada Sintesis Asam Nukleat, Aritmia, Depresi Miokardium, Penyakit jantung koroner, Kor pulmonale kronik.Bahan toksik yang dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah antara lain meningkatnya permeabilitas kapiler, vasokonstriksi, perubahan degenerasi,
fibrosis,
reaksi
hipersensitivitas,
tumor,
fenomen
raynaud
sekunder.Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita penyakit jantung atau paru-paru) tidak boleh terpajan oleh CO dengan ka dar yang
dapat membentuk COHb di atas 2,5%. Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mg/m3 selama 1 jam, dan 20 mg/mg selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 % WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m3) untuk waktu
1 jam dan 10 ppm (11,5 mg/mg3) untuk waktu 8 jam.
BAB II PEMBAHASAN
A.
SistemKardiovaskuler Sistem
kardiovaskuler terdiri atas dua bagian: jantung dan pembuluh
darah. Jantung
adalah suatu organ vital dalam tubuh. Meskipun jantung bukan
organ sasaran biasa , organ ini dapat dirusak oleh berbagai jenis zat kimia. Zat itu bekerja
secara
langsung
pada
tak langsung melalui susunan saraf 1.
otot
jantung
atau
secara
atau pembuluh darah (Frank, 1995).
Jantung Anatomi fisiologi jantung. Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga
dada, yaitu di antara paru.Secara fungsional, jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah, yakni jantung kanan yang memompakan darah ke paru dan jantung kiri yang memompakan darah ke organ-organ perifer.Selanjutnya, setiap bagian jantungyang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat berdenyut, yang terdiri atas satu atrium dan satu ventrikel (Anggraeni, 2009). Jantung terdiri atas sel miokardium,
sel – sel otot jantung dihubungkan
satu sama lain pada
ujungnya oleh neksus. Otot jantung juga mengandung sedikit bahan kontraktil. Mitokondria berperan penting dalam kontraktilitas jantung dan sering menjadi sasaran kardiotoksisitas subsel.
Kontraksi miokardium melibatkan pembebasan
energy dari metabolism oksidatif,
penyimpanan energy
oleh
adenosine
trifosfatdan keratin fosfat, dan penggunaan energy oleh protein kontraktil.
Mekanisme
yang
paling
mudah
dipengaruhi toksikan adalah
penggunaan energy dan pergerakan ion kalsium intrasel. Sistim pembuluh darah terdiri atas arteri,arteriol,kapiler,venula,dan vena. Suatu toksikan dapat mempengaruhi salah satu dari pembuluh ini; bahaya efeknya bergantung pada berapa vitalnya peran organ yang di pasok oleh pembuluh darah yang terkena. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yang itu di luar kemauan kita (di pengaruhi oleh susunan saraf otonom). Dalam
sistem
kerjanya
jantung
mempunyai
3
periode
yaitu
:
1. Periode kontriksi (periode sistole). Suatu keadaan ketika jantung bagian ventrikel dalam menguncup. katup
keadaan
bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup,valvula
semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka,sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru – paru kiri dan kanan. Sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta di edarkan diseluruh tubuh. 2. Periode dilatasi (sistole). Suatu keadaan ketika jantung mengembang. katup bikus dan
trikuspidalis
terbuka , sehingga darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra. Selanjutnya darah yang ada
di paru – paru kiri dan kanan melalui vena pulmonalis masuk ke
atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra. 3. Periode istirahat, yaitu waktu antara periode kontriksi dan dilatasi ketika jantung berhenti kira – kira 1/10 detik. Pada waktu beristirahat jantung akan menguncup sebanyak 70 – 80 kali /menit.pada tiap – tiap kontraksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60 – 70 cc. Kalau kita bekerja maka jantung akan lebih cepat berkontraksi sehingga darah lebih banyak dialirkan keseluruh tubuh. Kerja jantung dapat diketahui dengan jalan memeriksa perjalanan darah dalam arteri. Oleh karena itu dinding arteri akan mengembang jika kedalamnya mengalir gelombang darah. Gelombang darah ini menimbulkan denyutan pada arteri. Sesuai dengan kuncup jantung yang disebut denyut nadi. Baik buruknya dan teratur tidaknya denyut nadi bergantung dari kembang kempisnya jantung. Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontriksi dan pengendoran kontriksi dari ke -2 atrium yang terjadi secara serentak yang di sebut sistole atrial dan pengendoranya di sebut diastole atrial. Lama kontriksi ventrikel > 0,3 detik dan tahap pengendorannya 0,5 detik.kontriksi kedua atrium pendek,sedangkan kontriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan memompakan darah yang sama tetapi tugasnya hanya
mengalirkan
darah
ke
–
paru
paru.
Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot jantung
melalui
sirkulasi
koroner.Sirkulasi
ini
meliputi
seluruh
permukaanepikardium jantung, membawa nutrisi dan oksigen ke miokardium melaluicabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil (Anggraeni, 2009). Berkaitan dengan oksigenasi dan nutrisi, maka berhubungan erat denganotot jantung. Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yakni: ototatrium, otot
ventrikel,
dan
serat
otot
khusus
penghantar
rangsangan
dan
pencetusrangsangan. Tipe atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang samaseperti otot rangka, hanya saja lamanya kontraksi otot-otot tersebut lebih lama (Anggraeni, 2009).
Histologi jantung Jantung sendiri terdiri dari tiga lapisan.Lapisan terluar (epikardium),lapisan tengah yang merupakan lapisan otot (miokardium), dan lapisan yangterdalam adalah lapisan endotel (endokardium). a. Epikardium Lapisan ini merupakan bagian visceral dari kantong perikardium yang membungkus jantung sebagai suatu membran serosa yang tipis.Membran initerdiri atas selapis sel-sel mesothel dan lapisan jaringan ikat.Epikardiumterikat pada miokardium dengan suatu lapisan jaringan ikat longgar vaskuleryaitu lapisan subepikardium. b. Miokardium Lapisan miokardium mirip lapisan tunika media pembuluh darah.Lapisan ini tersusun oleh berkas-berkas otot jantung yang saling melilit.Otot-otot jantung tersusun dalam lembaran-lembaran yang membungkus ventrikel dan atrium dengan membentuk spiral.Miokardium ventrikel hanya memiliki sedikit serat elastis, sedangkan di atrium terdapat banyak jala-jala serat elastic di antara serat otot.Jaringan ikat interstitial miokardium berisi serat retikulum. c. Endokardium Endokardium membatasi permukaan dalam atrium dan ventrikel.Lapisan ini paling tebal di atrium sehingga permukaan dalam atrium lebih pucat dari pada ventrikel. Endokardium ini melanjutkan diri ke tunika intima pembuluh darah yang keluar dan masuk ke jantung.Lapisan ini terdiri atas lapisan sel-sel endotel yang gepeng berbentuk poligonal, terletak di atas lamina basalis yang tipis serta
kontinyu.Selanjutnya lapisan jaringan ikat subendotel yang relative tebal tersusun oleh sejumlah serat kolagen dan serabut elastis dan berkas sel otot polos.Pada subendokardium, di bawah lapisan subendotel, terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengikat endokardium pada miokardium yang terletak di bawahnya.Lapisan ini juga mengandung pembuluh darah, saraf, dan cabang-cabang sistem penghantar ke jantung, bercampur dengan jaringan lemak (Anggraeni, 2009). Fungsi Jantung Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol).Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan (Sanjoyo, 2005). Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan (Sanjoyo, 2005). Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paruparu, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan (Sanjoyo, 2005).
Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner(Sanjoyo, 2005). Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru (Sanjoyo, 2005). 2. Pembuluh darah Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi dan berfungsi mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Jenis-jenis yang paling penting, arteri dan vena, juga disebut demikian karena mereka membawa darah keluar atau masuk ke jantung. Kerja pembuluh darah membantu jantung tuk mengedarkan sel darah merah atau eritrosit ke seluruh tubuh.dan mengedarkan sarimakanan, oksigen dan membawa
keluar
karbon
dioksida.Fungsi
pembuluh
darah
arteri
adalah
mengedarkan darah dari jantung ke seluruh tubuh, sedangkan fungsi pembuluh darah vena adalah mengalirkan darah dari seluruh tubuh ke jantung (Wikipedia, 2010). Pembuluh darah terdiri atas arteri dan vena.Arteri berhubunan lengsung dengan vena pada bagian kapiler dan venula yang dihubungkan oleh bagian endotheliumnya.Arteri dan vena terletak bersebelahan.Dinding arteri lebih tebal dari pada dinding vena.Dinding arteri dan vena mempunyai tiga lapisan bagian dalam yang terdiri dari endothelium, lapisan tengah yang terdiri atas otot polos dengan serat elastis dan lapisan paling luar yang terdiri atas jaringan ikat ditambah
dengan serat elastis. Cabang terkecil dari arteri dan vena disebut kapiler. Pembuluh kapiler memilki diameter yang sangat kecil dan hanya memilki satu lapisan tunggal endothelium dan sebuah membran basal (Wikipedia, 2010). B.
Mekanisme Patofisiologi
Pada keracunan akut, kerusakan jantung dapat terjadi dengan dua cara: 1. Kerja langsung pada otot jantung atau system hantaran jantung 2. Akibat hipoksia jaringan (karbon monoksida, hidrogen disulfida, hidrogen Sianida. Walaupun efek serupa dapat timbul pada paparan kadar rendah jangka panjang, keprihatinan utama adalah perkembangan aterosklerosis yang meningkat, diikuti perubahan-perubahan
iskemik pada organ-organ vital (otak, jantung).
Patofisiologi perubahan vascular yang diinduksi getaran belum jelas sama sekali. Diduga terdapat efek merusak langsung pada dinding vascular ataupun mekanisme reflex vasospatik yang tercetus melalui reseptor saraf (WHO,1993). C. Efek bahan toksik terhadap jantung
1. Kardiomiopati Biasanya efek toksik cobalt berupa polisitemia, gondok, dan tanda-tanda iritasi
gastrointestinal misalnya muntah-mutah dan diare.Tetapi, adanya cobalt
dalam bir sebagai suatu stabilisator busa pernah menyebabkan beberapa kasus kardiomiopati yang berbahaya dan fatal.Toksisitas cobalt pada jantung sangat meningkat bila terdapat malnutrisi, Terutama kekurangan asam amino tertentu juga perlu dicatat bahwa ion Cobalt menekan pengambilan oksigen dan
mengganggu metabolisme energi jantung dalam siklus asam trikarboksilat seperti yang terjadi pada defisiensi tiamin (Frank, 1995). Beberapa agonis reseptor adrenegrik β, terutama isoproterenol, dan antiheprtensi penyebab facodilatasi , misalnya hidralazin dan diakzoksit, mampu menginduksi nekrosis miokardium. Zat kimia yang pertama mempunyai efek adregenik langsung, sedangkan antihipertensi menunjukkan efek adregenik lewat hipotensi yang di induksinya.Efek ini menyebabkan meningkatnya pemasukan kalsium transmembran yang akhirnya menyebabkan peningkatan dalam
laju
dan
kekuatan
kontraksi.Efek
ini,
serta
hipotensi
yang
diakibatkannya, menyebabkan hipoksia jantung. Hipoksia dan endapan kalsium dalam mitokondria menyebabkan disintegrasi organel dan sarkolema (Frank, 1995). 2. Gangguan pada Sintesis Asam Nukleat Antibiotik antrasiklin doksorubisin dan daunorubisin adalah antineoplastik yang efektif.tetapi, obat-obatan itu menyebabkan hipotensi, takikardia, dan atrofi sel otot jantung serta edema interstisial dan fibrosis. Cara kerjanya adalah dengan pengikatan antibiotic ini pada DNA dan mitokondria inti yang akhirnya mengganagu system RNA dan protein.Efek obat ini pada jantung penting karena pendeknya waktu paruh protein kontraktil (1-2minggu). Kemungkinan cara kerja lain mencakup penghambatan enzim Q, peroksidasi lipid membrane, dan hipotensi akibat pelepasan histamine (Frank, 1995).
3. Aritmia Beberapa fluorocarbon mampu menghasilkan aritmia jantung. Efek ini diperantarai sensistisasi jantung terhadap epinefrin, depresinkontatilitas, penurunan aliran darah koroner, dan penigkatan reflex dalam implus simpatis dan vagus dalam jantung setelah iritasi mukosa pada saluran napas. Antidepresi trisiklik juga dapat menyebabkan aritmia jantung.Efek ini mungkin merupakan akibat ketidakseimbangan dalam system pengaturan autonom jantung.Propilen glikol suatu pelarut biasa, dapat mengubah takikardia ventrikuler yang di induksi oleh deslanosid menjadi fibrilasi ventrikel (Frank, 1995).Bahan toksik lainnya adalah Chloronited hydrocarbon(Djojodibroto, 1999). 4. Depresi Miokardium Beberapa senyawa organic yang larut lipid, misalnya anesthetic umum, menekan kontraktilitas jantung.mungkin cara kerjanya berupa pemuaian non specific pada berbagai membrane sel akibat penyisipan molekul yang tidak terpengaruh secara kimia dalam daerah hidrofob protein utuh fosfolipid membrane. Antibiotic aminogligosid, misalnya neomisin dan sterptomisin, menyebabkan hipotensi melalui depresi kontraktilitas jantung. Meskipun demikian, cara kerjanya tampaknya berhubungan dengan penghambatan sebagian dari Ca2+ yang terikat pada permukaan membrane (Frank, 1995). 5. Penyakit jantung koroner Morbiditas dan mortalitas akibat penyakit jantung iskhemik yang tinggi telah dipastikan pada para pekerja yang terpapar karbon disulfida pada industry bubur rayon.Di samping penyakit jantung iskhemik, berbagai sindrom kardiovaskuler
akibat keracunan karbon disulfida kronik antara lain, tekanan darah tinggi, gangguan mikrosirkulasi retina, dan gangguan fungsi system saraf pusat akibat efek toksik langsung maupun efek vaskuler. Karena karbon disulfida tidak menyebabkan gejala kardiovaskuler yang patognomonik, konfirmasi etiologi penyakit kardiovaskular biasanya tidak dimugkinkan secara individual, dan kemungkinan bahwa temuan-temuan tersebut berhubungan dengan kerja harus didasarkan pada riwayat paparan serta manifestasi keracunan karbon disulfida yang beragam (WHO, 1993). Adanya karboksihemoglobin dalam darah (pada paparan terhadap karbon monoksida atau metilen, yag metabolitnya adalah karbon monoksida) atau methemoglobin (pada paparan terhadap derivat amino dan aterosklerosis koroner yang sebelumnya sudah ada, dapat timbul tanda-tanda akut iskemia miokardium (angina pectoris, infark miokard). Demikan pula disfungsi organorgan lain yang terkena aterosklerosis (missal kelainan serebrovaskular, klaudikasio intrmiten pada tungkai) (WHO, 1993).Bahan toksik lainnya adalah metilin klorida, debu fibrigonik, nitrat dan arsen (Djojodibroto, 1999). 6. Kor pulmonale kroni Bentuk kronik kor pulmonale (dengan atau tanpa gagal jantung) ditandai dengan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan karena meningkatnya tekanan dalam sirkulasi pulmonal.Hal ini disebabkan oleh ganggan vascular paru-paru dalam perjalanan reaksi fibrotic terhadap debu seperti silika, asbes, batubara, dan bahan-bahan organic.Selain itu juga dapat disebabkan hipoventilasi pada penderita bronchitis kronik atau emfisema dengan atau tanpa kelainan paru
akibat kerja lainnya (biasanya muncul lambat dalam perjalanan penyakitnya) (WHO, 1993). D. Efek Toksik Pada Pembuluh Darah
1. Meningkatnya Permeabilitas Kapiler Timbal, merkuri, dan beberapa toksikan lain merusak endotel sel kapiler dalam otak. Efek ini akan mengakibatkan edema otak dan kerusakan sawar darah otak, Inhalasi gas yang mengiritasi dapat menginduksi edema paru-paru (Frank, 1995). 2. Vasokonstriksi Konsumsi alkaloid ergot(jamur pencemar dalam makanan tertentu) dapat menyebabkan gangrene akibat vasokonstriksi. Sindroma klinis yang dikenal sebagai “penyakit kaki hitam” bersifat endemis pada daerah tertentu di Amerika Selatan dan Taiwan. Penyakit ini diduga disebabkan oleh vasokonstratiksi setelah mengkonsumsi air minum yang kadar air seninya tinggi (Frank, 1995). Beberapa pekerja pabrik yang terpajan nitrogliserin pada tiap hari kerja dilaporkan mengalami kematian mendadak karena serangan jantung pada akhir pekan.Tampaknya pajanan yang berlanjut terhadap vasodilator koroner telah membuat para pekerja terbiasa terhadap tingkat aliran koroner yang rendah, dan berhentinya pajanan ini secara mendadak menimbulkan iskemia jantung (Frank, 1995). 3. Perubahan degenerasi Aterosklerosis merupakan suatu penyakit degenerasi kompleks yang terutama mempengaruhi pembuluh darah besar, misalnya arteri koroner dan
carotid.Menyempitnya arteri ini dapat mengakibatkan serangan jantung dan stroke. Meski etiologi aterosklerosis bersifat komplek, toksikan tertentu diketahui dapat memperburuk keadaan patologik ini. Karbon monoksida dapat meningkatkan permeabilitas kapiler di sekitar arteri ini dan menyebabkan proses degeerasi. Demikian juga CS2 yang termasuk endothelium arteri ini (Frank, 1995). 4. Fibrosis Kadmium dan Timbal dapat mempengaruhi pembuluh darah dalam ginjal dan menyebabkan fibrosis ginjal.Gangguan pada pasokan darah dapat mengganggu “fungsi nonekskretori” ginjal, dan secara tidak langsung menyebabkan hipertensi (Frank, 1995). 5. Reaksi Hipersensitivitas Garam emas, penisilin, sulfonamide dan beberapa toksikan lain dapat menginduksi vaskulitis atau memperburuk poliarteritis yang telah ada. Keadaan itu biasanya mempengaruhi pembuluh kecil dan berhubungan dengan infiltrasi eosinofil dan sel berinti satu yang menunjukan keterlibatan system imun (Frank, 1995). 6. Tumor Tumor hati dapat diakibatkan leh toksikan tertentu.Contohnya vinil klorida telah terbukti dapat menyebabkan hemangioskorma pada manusia dan hewan, dan telah dilaporkan terjadinya hemangioendotelioma sebagai akibat pajanan terhadap torium dioksida (Frank, 1995).
7. Fenomen Raynaud sekunder Para pembersih autoklaf pada proses polimerisasi vinil klorida dapat mengalami fenomen raynaud yang disertai akro-osteolisis falang terminal tangan (WHO,
1993).
E. Cara Pencegahan Efek Bahan Toksik pada Sistem Kardiovaskuler
Pencegahan timbulnya efek pada jantung dan pembuluh darah akibat paparan bahan toksik antara lain: 1. Monitoring kadar bahan toksik di tempat kerja 2. Kebersihan perorangan: misalnya segera mengganti baju kerja dan cuci tangan
atau mandi setelah selesai kerja
3. Kebersihan tempat kerja: bila istirahat mencari lokasi atau tempat kerja dan secara berkala 4. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan secara berkala, 5. Penyuluhan dan pendidikan kesehatan pada para pekerja. 6. Penggunaan alat pelindung diri (APD). 7. Mempertahankan kadar yang ditentukan Kadar nominal ditentukan dengan membagi jumlah toksikan yang dipakai dalam system yang menimbulkan toksikan di udara dengan aliran udara melalui ruang pajanan. Kadar yang sebenarnya sering kali tidak sama dengan kadar nominal.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Efek yang timbul pada jantung akibat paparan bahan toksik dapat menyebabkan kardiomiopati, gangguan pada Sintesis Asam Nukleat, aritmia, depresi miokardium, penyakit jantung koroner, Kor pulmonale kronik dan abnormal pompa jantung. Efek yang timbul pada pembuluh darah akibat paparan bahan toksik seperti meningkatnya permebilitas kapiler, vasokonstriksi, perubahan degenerasi, fibrosis, reaksi sensitivitas, tumor, dan Fenomen Raynaud sekunder. Pencegahan yang dapat dilakukan seperti penggunaan APD, kebersihan pekerja dan tempat kerja, pendidikan kesehatan untuk pekerja, pemeriksaan kesehatan secara berkala, serta mempertahankan kadar yang ditentukan agar tidak melampaui nilai bambang batas.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Setyowati. 2009. Pengaruh Lama Paparan Asap Knalpot dengan Kadar CO 1800 ppm terhadap Membran Histopatologi Jantung pada Tikus Wistar. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Frank. 1995. Toksikologi Dasar; Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko.UIPRES. Jakarta. Sanjoyo, Raden. 2005. Sistem Kardiovaskuler. http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/farmakologi.pdf.
Diakses
tanggal
22
September 2010. WHO. 1993. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Wikipedia. 2010. Pembuluh Darah. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembuluh_darah. Diakses tanggal 18 September 2010.