IRIGASI PERTANIAN “METODE PERHITUNGAN HUJAN EFEKTIF ”
Disusun Oleh : 1. Aidi Yani Fitri 2. Ali Imron 3. Fahrul Rozi 4. Fikri Ananda Putra 5. Frimadofi 6. M. Gilang Indra 7. Naufal Arief 8. Syarif Hidayat
(1307123316) (1307123316) (1307123124) (1307123124) (1307114499) (1307114499) (1307122887) (1307122887) (1307122869) (1307122869) (1307122537) (1307122537) (1407113042) (1407113042) (1307123449) (1307123449)
Program Studi Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau 2017 CURAH HUJAN EFEKTIF
Curah hujan efektif adalah jumlah hujan yang jatuh selama periode pertumbuhan tanaman dan hujan itu berguna untuk memenuhi kebutuhan air tanaman (KAT). Jumlah curah hujan efektif pada areal tanaman tergantung pada intensitas hujan, topografi lahan, sistem pengolahan tanah serta tingkat pertumbuhan tanaman. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan Curah hujan yang jatuh di satu daerah di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut. 1. Bentuk medan/topografi. Relief daratan Indonesia tidak homogen. Adanya medan yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung akan menyebabkan angin yang membawa uap air naik. Makin ke atas suhunya makin turun sehingga terjadi kondensasi dan menimbulkan hujan orografis. 2. Arah lereng medan. Faktor ini sebenarnya berkaitan dengan faktor bentuk medan. Pada lereng pegunungan yang menghadap ke arah angin banyak terjadi hujan, sebaliknya pada lereng pegunungan yang membelakangi arah angin merupakan daerah bayang-bayang hujan. Itulah sebabnya kota Bandung dan Palu memiliki curah hujan yang sedikit, karena kedua kota tersebut terletak di daerah bayang-bayang hujan. 3. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai . Faktor ini menyebabkan suhu yang konstan sehingga curah hujan sedikit/rendah. Contoh: Pantai Utara Pulau Jawa, Pulau Madura, Pantai Barat Pulau Bali. 4. Jarak perjalanan angin di atas medan datar . Angin yang berasal dari daerah perairan menuju ke daratan pada umumnya dapat menimbulkan hujan. Jika dataran yang dilewati angin itu lebar, sedangkan sifat permukaannya tidak berubah maka pada kawasan sekitar pantai kemungkinan akan terjadi hujan, tetapi di daerah pedalama tidak tidak terjadi hujan. Kemungkinan hujan akan turun lagi apabila medannya mulai naik. Sebalikn ya, jika uap air yang dibawa angin dari daerah perairan belum cukup menimbulkan hujan di kawasan pantai maka di daerah pedalaman kemungkinan akan terjadi hujan. Peristiwa demikian sering terjadi pada kawasan Jakarta, Cibinong, dan Bogor. Pada bulan Januari-Februari hujan turun di Jakarta dan Bogor, sedangkan di Cibinong udara ceras. Sebaliknya, pada bulan April-Mei Jakarta dan Bogor cerah, tetapi di Cibinong terjadi hujan.
Menurut Oldeman dan Syarifuddin (1977), curah hujan yang jatuh dan efisien untuk pertumbuhan tanaman tergantung pada curah hujan, topografi, sistem penanaman dan fase pertumbuhan. Curah hujan efektif dapat dihitung secara empiris yang dinyatakan dengan :
i.
Curah hujan efektif untuk padi Re = 1.0 (0.82X – 30)......................................................................
ii.
(11)
Curah hujan efektif untuk palawija Re = 0.75 (0.82X – 30).....................................................................
(12)
Ket : Re = Curah hujan efektif (mm/hari) X = Curah hujan rata-rata bulanan (mm/bulan)
a. Besarnya Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan oleh akarakar tanaman selama masa pertumbuhan. Besarnya curah hujan efekti f dipengaruhi oleh :
Cara pemberian air irigasi (rotasi, menerus atau berselang)
Laju pengurangan air genangan di sawah yang harus ditanggulangi
Kedalaman lapisan air yang harus dipertahankan di sawah
Cara pemberian air di petak
Jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air
Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif diambil 20% kemungkinan hujan bulanan rata-rata tak terpenuhi
b. Koefisien Curah Hujan Efektif Besarnya koefisien curah hujan efektif untuk tanaman padi berdasarkan tabel :
curah
Tabel Koefisien Curah Hujan Untuk Padi
Sedangkan untuk tanaman palawija besarnya curah hujan efektif ditentukan dengan metode curah hujan bulanan yang dihubungkan dengan curah hujan ratarata bulanan serta evapotranspirasi tanaman rata-rata bulanan berdasrkan tabel
Tabel Koefisien Curah Hujan Rata-rata Bulanan dengan ET Tanaman Palawija Ratarata Bulanan dan Curah Hujan Mean Bulanan
HUJAN EFEKTIF TERUKUR
Pengertian hujan efektif terukur dapat diartikan sebagai hujan efektif yang diperoleh dari hasil pemisahan terhadap data hujan terukur yaitu dengan mengurangkannya dengan losses. Losses itu sendiri menggambarkan kemampuan dari suatu DAS untuk menahan air, dimana komponen utamanya adalah infiltrasi dari hujan ke dalam tanah (soil storage). Berbagai metode pemisahan hujan efektif yang telah dikembangkan dan sering digunakan dalam analisis antara lain metode Φ-indeks, koefisien runoff (f), kurva kapasitas infiltrasi Horton (McCuen, 1998). Metode Φ -indeks didefinisikan sebagai laju losses konstan yang akan menghasilkan sebuah hyetograph hujan efektif dengan kedalaman hujan efektif total sama dengan kedalaman limpasan langsung (Gambar 1a). Koefisien runoff didefinisikan sebagai rasio antara hujan terukur total dengan kedalaman limpasan langsung terkait. Hujan efektif terukur diperoleh dengan menggalikan koefisien runoff dengan hujan terukur (Gambar 1b). Gambar 1c merupakan kurva infiltasi Horton, dimana losses tertinggi terjadi di awal hujan saat kondisi tanah masih relatif kering, selanjutnya semakin menurun akibat mulai terisinya butiran tanah.
HUJAN EFEKTIF DARI DATA HIDROGRAF
Hidrograf aliran secara umum terdiri dari tiga komponen utama yaitu komponen limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow) dan aliran dasar (baseflow). Pada beberapa model hujan-aliran, ketiga komponen tersebut disederhanakan menjadi dua komponen saja, dimana aliran antara digabungkan dengan limpasan permukaan menjadi limpasan langsung (direct runoff). Penyederhanaan ini didasari pada andaian bahwa keduanya masih tergolong dalam ‘quick response’ DAS terhadap masukan hujan (Sri Harto, 2000).
Proses untuk mendapatkan hujan efektif dari data hidrograf bukanlah hal yang
mudah. Hal ini diakibatkan oleh proses infiltrasi sebenarnya merupakan proses yang sangat kompleks dan bervariasi menurut waktu. Hino dan Hasebe (1984), menjelaskan bahwa hubungan masukan dan keluaran pada sistem DAS dapat dianggap linier sedangkan penyebab utama ketidaklinearan dari keseluruhan sistem hidrologi diakibatkan oleh proses pemisahan hujan ke dalam subsistemsubsistemnya. Oleh karena itu, komponen hujan dapat dihitung balik (inversely estimated rainfall) dari data hidrograf. Hino dan Hasebe (1981,1984,1986a) telah melakukan analisis untuk memperoleh hujan efektif dari data hidrograf dengan metode inversely estimated rainfall. Metode ini telah diaplikasikan pada dua sungai di Jepang yaitu sungai Omono dan Kanna. Dari hasil analisis tersebut terlihat adanya kemiripan pada karakteristik hujan efektif yang dihasilkan jika dibandingkan dengan hujan efektif terukurnya. Metode untuk memperoleh inversely estimated effective rainfall (IER) dapat dilakukan dengan menggunakan model ARX (Hino dan Hasebe, 1984a). Rumusan dari model ARX diberikan pada persamaan berikut: