MAKALAH DAKWAH BIL HAL
MENTORING 3 ASTRI ANINDITA UTOMO 14711032
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2017
A.
Metode Dakwah Bil Lisan
Berdasarkan pada makna dan urgensi dakwah, serta kenyataan dakwah yang terjadi di lapangan, maka di dalam Al-Quran al-Karim telah meletakkan dasar-dasar metode dakwah dalam sebuah surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi: Artinya: “ serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode dakwah meliputi: hikmah, mau’idhah hasanah, dan diskusi dengan cara yang baik. Menurut Imam al Syaukani, hikmah adalah ucapan-ucapan yang tepat dan benar, atau menurut penafsiran hikmah adalah argumen -rgumen yang kuat dan meyakinkan. Sedangkan mau’idhah hasanah adalah ucapan yang berisi nasihat-nasihat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, Sedangkan diskusi dengan cara yang baik adalah berdiskusi dengan cara yang paling baik dari cara-cara berdiskusi yang ada. Dakwah bil lisan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW (baca QS. Al Ikhlas, 112: 1-4), yaitu Islamisasi via ucapan. Beliau berkewajiban menjelaskan pokok-pokok dan intisari ajaran Islam kepada umatnya (kaum muslimin) melaui dialog dan khutbah yang berisi nasehat dan fatwa. Selain itu beliau juga mengajarkan kepada para sahabatnya, setiap kali turunnya wahyu yang dibawa Malaikat Jibri, yang kemudian dilafalkan dan ditulis di pelepah kurma. Adapun dakwah bil lisan mencakup beberapa hal diantaranya: a.
Metode Dakwah bil Hikmah
Kata “hikmah” dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 20 kali, baik dalam nakirah maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukuman” yang diartikan secara makna aslinya yaitu mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kedzaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah. Menurut al-Ashma’i adal mula didirikan hukuman (pemerintahan) ialah untuk mencegah manusia dari perbuatan zalim. Adapun metode dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad, antara lain melakukan dakwah bil hikmah (baca QS. An-Nahl, 16:125), yaitu memeberikan teladan yang terbaik dalam sikap dan perilaku, dengan selalu sopan santun kepada siapapun. Hal ini kemudian diistilahkan dengan akhlaqul-kharimah. Beliau mendapat predikat dari langit “uswatun hasanah” (baca QS. Al-Ahzab, 33:21) yang bermakna teladan terbaik dan terpuji. Dengan metode tersebut, puluhan sampai ribuan orang Arab yang tertarik terhadap ajaran Islam, yang kemudian mengucapkan syahadatain (pengakuan terhadap Allah dan Rasul-Nya, Muhammad SAW). Keunggulan Dakwah Bil Hikmah yaitu : Sifatnya yang sederhana, tidak memerlukan
biaya
yang
besar,
dan
tidak
memerlukan
keterampilan
yang
lebih. Kelemahannya yaitu : Terkadang membuat mad’u jadi jenuh dan bosan, cenderung mad’u pasif, dan tidak kontekstual dengan mad’u. b.
Metode Dakwah Al Mau’idhah Al-Hasanah Terminologi mau’idhah hasan dalam prespektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagaman (baca dakwah atau baligh) seperti Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj, istilah mau’idhah hasanah mendapat porsi khusus dengan sebutan “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjadi salah satu target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah paham, maka di sini akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah. Secara bahasa mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah. Kata mau’idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa’adza-ya’idzu-wa’dzan yang berarti nasehat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan. Keunggulan Al Mau’idhah Al-Hasanah yaitu : Pesan-pesan atau materi yang di sampaikan bersifat ringan dan informatif, tidak mengundang perdebatan, dan sifat komunikasinya lebih banyak searah dari dai ke audiens. Kelemahannya yaitu : Materi
tidak akan selamanya mengena dengan kebutuhan mad’u yang bersifat dinamis, tidak kontekstual dengan mad’u, dan tidak lebih dari kurangnya peng uasaan metodologi dakwah, baik pada ranah dai, materi, maupun mad’u. c.
Metode Dakwah Al-Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu denagn yang lainnya salaing menghargai dan menghormati penapat keduannya berpegang pada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. Keunggulan Al-Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan yaitu : Suasana dakwah akan tampak lebih hidup, dapat menghilangkan sifat-sifat individualistik, menimbulkan sifatsifat yang positif yaitu berpikir sistematis dan logis, dan materi akan dipahami secara mendalam. Kelemahannya yaitu : Bila terjadi perbedaan pendapat antara dai dengan penanya
atau
sasaran
dakwah
akan
memakan
waktu
yang
banyak
untuk
menyelesaikannya, penanya kadang-kadang kurang memperhatikan jika terjad penyimpangan, dan jika jawaban dai kurang mengena pada sasaran pertanyaan, penanya dapat menduga yang bukan-bukan terhadap dai, misalnya dai di rasa kurang pandai atau kurang memahami materi yang di sampaikan. B.
Metode Dakwah Bil Kalam
Pengertian dakwah bil qalam yaitu mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah Swt. lewat seni tulisan (Kasman 2004: 120). Pengertian dakwah bil qalam menurut Suf Kasman yang mengutip dari Tasfir Departemen Agama RI menyebutkan definisi dakwah bil qalam, adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah Swt. melalui seni tulisan. Penggunaan nama “Kalam” merujuk kepada firman Allah SWT, “Nun, perhatikanlah Al-Qalam dan apa yang dituliskannya” (Q.S. Al-Qolam:1). Maka, jadilah Dakwah Bil kalam sebagai konsep “dakwah melalui pena”, yaitu dengan membuat tulisan di media massa. Karena menyangkut tulisan, Dakwah Bil kalam bisa diidentikkan dengan istilah “Da’wah Bil Kitabah” (dakwah melalui tulisan).
Metode ini telah diaplikasikan pada zaman Rasulullah. Karena, pada saat itu, tradisi tulis menulis sudah berkembang. Terbukti ketika Rasulullah menerima wahyu, beliau langsung memerintahkan kepada para sahabat yang memiliki kemampuan untuk menulis wahyu yang diterimanya. Padahal saat itu secara teknis sulit untuk melakukan tulis-menulis disebabkan belum tersedianya sarana seperti kertas dan alat tulis pena, disamping budaya yang kurang mendukung. Tetapi para sahabat berupaya untuk melakukannya. Begitu juga terhadap hadits Rasulullah, sebagian sahabat yang memiliki kemampuan menulis dengan baik banyak yang menulis hadits, meskipun ada sebagian riwayat yang mengatakan bahwa sahabat dilarang untuk menulis Hadits. Seperti yang dikatakan Ali Bi Abi Thalib “Tulisan adalah tamannya para ulama,”. Lewat tulisan-tulisanlah para ulama “mengabadikan” dan menyebarluaskan pandangan-pandangan keislamannya. Dakwah Bil Kalam yang telah dilakukan para ulama salaf dan cendekiawan muslim terdahulu, telah melahirkan sejumlah “kitab kuning”. Mungkin, jika tidak dituangkan dalam tulisan, pendapat para ulama dan mujtahid sulit dipelajar dan diketahui dewasa ini. Keunggulannya yaitu : Materi dapat mengena langsung dan dapat di kenang oleh mad’u, seandainya lupa bisa di lihat dan di pelajari lagi materi dakwahnya, dan dapat di pelajari dan di hafal. Kelemahannya yaitu : Mengeluarkan biaya besar, tidak semua orang bisa membaca, karena sasaran dakwah tidak hanya pada anak remaja dan dewasa, anak kecil dan orang tua pun menjadi sasaran dakwah, dan tidak sedikit orang yang malas membaca, mereka lebih senang mendengarkan dan melihat. C.
Metode Dakwah Bi al-Hal
Dakwah bi al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar penerima dakwah (al-Mitra dakwahlah) mengikuti jejak dan hal ikhwal da’i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah. Pada saat pertama kali Rasulullah SAW tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan
Dakwah
bil-Hal
ini
dengan
mendirikan
Masjid
Quba
dan
mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah. 1. Pengertian Dakwah Bil Hal
Secara etimologi Dakwah bil Hal merupakan gabungan dari kata dua kata yaitu kata dakwah dan al-Haal. Kata dakwah artinya menyeru, memanggil. Sedangkan kata al-Haal berarti keadaan. Jika dua kata tadi dihubungkan maka dakwah bil hal mengandung arti “memanggil, menyeru dengan menggunakan keadaan, atau menyeru, mengajak dengan perbuatan nyata”. Sedangkan secara termonologis dakwah mengandung pengertian: mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan menuntut pada petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapatkan kebahagian dunia akhirat. Dengan demikian dakwah bil hal adalah: memanggil, menyeru manusia kejalan Alllah SWT untuk kebahagian dunia akhirat dengan menggunakan keadaan manusia yang didakwahi atau memanggil ke jalan Allah untuk kebahagiaan manusia dunia dan akhirat dengan perbuatan nyata yang sesuai dengan keadaan manusia. Dakwah bil al-hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, terbukti bahwa pertama kali tiba di Madinah yang dilakukan adalah pembangunan Masjid Quba, mempersatukan kaum Anshor dan Muhajirin dalam ikatan ukhuwah islamiyah dan seterusnya. Menurut E. Hasim dalam kamus, istilah Islam memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan dakwah bil hal adalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan nyata, karena merupakan tindakan nyata maka dakwah ini lebih mengarah pada tindak an
menggerakkan
mad’u
sehingga
dakwah
ini
lebih
berorentasi
pada
pengembangan masyarakat. Dakwah bi hal merupakan aktivitas dakwah Islam yang dilakukan dengan tindakan nyata atau amal nyata terhadap kebutuhan penerima dakwah. sehingga tindakan nyata tersebut sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh penerima dakwah. Misalnya dakwah dengan membangun rumah sakit untuk keperluan masyarakat sekitar yang membutuhkan keberadaan rumah sakit. Melaksanakan dakwah bukan hanya berpusat di masjid-masjid, di forum-forum diskusi, pengajian, dan semacamnya. Dakwah harus mengalami desentralisasi kegiatan. Ia harus berada di bawah, di pemukiman kumuh, di rumah sakit-rumah sakit, di teater-teater, di studio-studio film, musik, di kapal laut, kapal terbang, di pusat-pusat perdagangan, ketenagakerjaan, di
pabrik-pabrik, di tempat-tempat gedung pencakar langit, di bank-bank, di pengadilan dan sebagainya. Oleh karena itu al-Qur’an menyebutkan kegiatan dakwah dengan “Ahsanul Qaul Wal Haal” (ucapan dan perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Fushilat ayat 33, sebagai berikut: “ Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”. (An-Fushilat: 33)) Usaha pengembangan masyarakat islam memiliki bidang garapan yang luas. Meliputi pengembangan pendidikan, ekonomi dan sosial masyarakat. Pengembangan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa pendidikan harus diupayakan untuk menghidupkan kehidupan bangsa yang maju, efisien, mandiri terbuka dan berorientasi masa depan. Pengembangan pendidikan mesti pula mampu meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam bidang ekonomi, pengembangan dilakukan peningkatan minat usaha dan etos kerja yang tinggi serta menghidupkan dan mengoptimalisasi sumber ekonomi umat. Sementara pengembangan sosial kemasyarakatan dilakukan dalam kerangka merespon problem sosial yang timbul karena dampak modernisasi dan globalisasi, seperti
masalah
pengangguran,
tenaga
kerja,
penegakan
hukum,
HAM
dan
pemberdayaan perempuan.
2.
Hadis Mengenai Dakwah Bil Hal
Adapun hadis-hadis yang menjelaskan tentang anjuran dakwah bil hal yaitu sebagai berikut:
.)
(
“Tidaklah seorang nabi yang diutus Allah dari umat sebelumku, kecuali dari umatnya terdapat orang-orang hawariyun (para pembela dan pengikut) yang
melaksanakan sunnahnya serta melaksanakan perintah-perintahnya. Kemudian, datang generasi setelah mereka; mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan dan mereka mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan. Oleh karena itu, siapa yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya, maka ia adalah orang mukmin, siapa yang berjihad melawan mereka dengan lisannya, maka ia adalah orang mukmin. Dan siapa yang berjihad melawan mereka dengan hatinya, maka ia adalah orang mukmin. sedangkan di bawah itu semua tidak ada keimanan meskipun hanya sebesar biji sawi (H. R. Muslim)”.
)
(
“Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas mereka pelaksanaan lima kali shalat dalam sehari semalam. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari yang kaya untuk disalurkan kepada yang miskin di antara mereka”. )
(.
“Rasulullah SAW sholat dengan duduk dan Abu Bakar berdiri mengikuti gerakan Rasulullah dan seganap kaum muslimin mengikuti gerakan Abu Bakar”
3.
Aplikasi Dakwah Bil Hal Pada Masa Kini
Adapun beberapa hal yang mendasari keefektifan metode dakwah, misalnya saja dalam peristiwa perjanjian Hudaibiyah sebagaimana yang direkontruksikan oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya yaitu: 1.
Untuk melakukan atau meningkatkan sesuatu ada dua hal dasar yang mempengaruhi watak manusia yaitu pengaruh luar atau lingkungan dan pengaruh dari dalam atau
keturunan.
Dengan
demikian
aktivitas
suatu
kelompok
sosial
akan
sangat
mempengaruhi individu yang berada disekitarnya. Dalam dakwah Islam da’i (kelompok sosial kolektif) akan mempengaruhi mad’u. 2.
Suatu kelompok manusia akan menjadi masyarakat yang sebenarnya bila mana anggota masyarakat telah melakukan imitasi yaitu saling tiru meniru, saling ikut mengikuti dan saling contoh mencotoh terhadap aktifitas anggota lainnya.
3.
Bersamaan dengan terjadinya struktur dalam interaksi kelompok, maka terbentuklah norma-norma tingkah laku khas antara anggota kelompok. Norma ini merupakan pedoman untuk mengatur pengalaman dan tingkah laku individu manusia dalam berbagai situasi sosial Contoh lain dari metode dalam dakwah bi al-hal adalah metode kelembagaan, yaitu pembentukan dan pelestarian norma dalam wadah oragnisasi sebagai instrumen dakwah. Untuk mengubah perilaku anggota melalui isntitusi. Pendakwah harus melewati
proses
pengorganisasian
fungsi- fungsi (organizing),
manajemen penggerakkan
yaitu
perencanaan
(actuating),
dan
(planning), pengendalian
(controlling). Keunggulannya yaitu : Dai dapat mengetahui langsung apa permasalahan mad’unya tentang agama, dapat menaungi umat Islam dari kebutaan agama, dan materi dapat mengena langsung, sesuai dengan kebutuhan mad’u. Kelemahannya yaitu : Masyarakat jarang yang menggunakan lembaga tersebut, memerlukan keterampilan yang lebih, dan mengeluarkan biaya yang besar. Sejak agama Islam masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke VIII agama Islam telah mengalami pasang surut. Perkembangan Islam di Nusantara diawali dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam, seperti: kerajaan Samudera Pasai dan Perlak. Selanjutnya Islam melebarkan sayapnya ke berbagai penjuru Nusantara. Selanjutnya Islam mengalami kemunduran pada saat Indonesia dijajah oleh Belanda dimana aktivitas umat Islam terpasung. Politik Belanda terhadap Islam dilandasi dengan rasa curiga dan takut sehingga dengan cermat mereka mengawasi segala sesuatu yang berbau Islam. Kolonialisme tersebut meninggalkan jejak negatif yang panjang dalam perkembangan sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat Indonesia, bahkan sampai sekarang. Selain itu juga pemilihan model pembangunan yang dipakai
serta kesalahan dalam mengurus pemerintahan di masa lalu menjadi faktor dominan yang mendorong keterbelakangan umat. Secara realitas menunjukkan bahwa kualitas ummat islam indonesia belum membanggakan dari berbagai segi kehidupan, permasalahan-permasalahan ummat islam semakin kompleks baik permasalahan pendidikan, ekonomi, sosial budaya dan sebagainya. K.H. Badruddin Hsubki mencoba mrumuskan berbagai persoalan ummat islam di Indonesia sebagai berikut: 1.
Keterbelakangan sosial ekonomi
2.
Keterbelakangan dalam bidang pendidikan
3.
Lemahnya etos kerja ummat islam. Etos kerja ini menyangkut penerapan disiplin, penghargaan terhadap waktu, penentuan orientasi kedepan dan kemampuan kerja keras dengan penuh semangat
4.
Belum terealisasinya ukhuwah islamiah a.
Isolasi diri ummat islam terhadap pergaulan dunia
Melihat persoalan ummat islam diatas, maka dakwah islam harus dilakukan upaya yang serius dan butuh adanya kerja nyata yang mampu menimbulkan perubahan perubahan sosial kemasyarakatan dan mampu memberikan solusi bagi permasalahan umat. Dalam bidang ekonomi, menurut catatan resmi tahun 1993 jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan berjumlah 27 juta jiwa. Dan setelahnya, tahun 2002 terjadi krisis ekonomi yang diikuti dengan berbagai krisis dibidang lain. Ironisnya ummat islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia merekalah yang terbanyak berada dibawah garis kemiskinan tersebut. Kelemahan-kelemahan ummat islam di bidang ekonomi kiranya tak lepas dari kebijakansanaan pemerintah dalam ekonomi yang lebih berorientasi pada kalangan atas, misalnya: kredit bank bagi pengusaha kecil hanya diberikan kepada mereka yang beraset 20 juta. Memasuki pecaturan ekonomi pada dasawarsa 1980-an suasana berubah. Para pengusaha mulai menghadapi kesulitan karena sistem ekonomi modern yang tidak terpisahkan dari perbankan dan manajemen modern yang tidak mereka kuasai dengan baik. Selain kemampuan manajemen yang tidak kompetitif, keraguan ummat islam terhadap status hukum bunga bank dan kuatnya
mental tradisional dikalangan ulama dan ummat islam turut menghambat kemampuan mereka. Dalam bidang pendidikan setelah meraih kemerdekaan bangsa indonesia mulai berbenah diri dengan didirikannya sekolah-sekolah umum maupun agama. Namun, tercatat sejak tahun 1980-an yang sampai sekarang tingkat pendidikan ummat islam masih sangat memprihatinkan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pendidikan islam yang masih tertinggal dari segi mutu dibandingkan dengan pendidikan umum. Lemahnya etos kerja ummat islam hampir melingkupi sebagian besar ummat islam. Hal ini kemungkinan disebabkan orientasi keakhiratan yang lebih mendominasi pemikiran ummat islam, sehingga gairah untuk kerja (urusan keduniaan berkurang) padahal Al Qur’an telah menjelaskan bahwa antara akhirat dan dunia harus seimbang. Permasalahan yang dihadapi
umat Islam Indonesia pada dasarnya sudah
dipahami dan dimengerti sejak lama, berbagai organisasi telah mencoba menjawab berbagai
persoalan
tersebut.
Muhamadiyah
telah
mendirikan
sekolah-sekolah,
madrasah-madrasah, rumah sakit, surat kabar dan majalah. Begitu juga dengan NU telah mendirikan pesantren-pesantrennya dan berbagai organisasi Islam lainnya. Banyak muncul organisasi-organisasi keislaman yang muncul yang mereka bekerja untuk dakwah juga pribadi-pribadi yang secara individual melaksanakan dakwah bil hal. Kerja dakwah yang telah dilakukan juga sudah cukup beragam, seperti munculnya: perbankan- perbankan syari’ah, dompet dhu’afa’ dan pundi amal yang dilakukan oleh stasiun TV dalam rangka mengumpulkan dana untuk kepentingan ummat, munculnya majalah-majalah bernuansa islam, acara-acara islami di TV dan sebagainya. Meskipun berbagai persoalan telah ditangani nampaknya persoalan umat yang begitu banyak masih menuntut kerja ekstra umat Islam. Sekarang kita patut bergembira karena telah banyak muncul organisasi-organisasi ke-Islaman yang bekerja untuk dakwah juga pribadi-pribadi yang secara individual melaksanakan dakwah bil hal. Yang mana dakwah ini telah banyak bekerja misalnya: munculnya perbankkan-perbankkan Syari’ah, dompet Dhua’fah, dan pundi amal ynag dilakukan oleh stasiun TV dalam rangka mengumpulkan dana untuk kepentingan umat, munculnya majalah-majalah bernuansa Islam, dan lain sebagainya.
Namun demikian, kiranya perlu digalakkan kembali Ukhuwah Islamiyah dalam bentuk kerja sama antar berbagai organisasi keagamaan atau pribadi-pribadi yang berkecimpung dalam bidang dakwah sehingga akan ada perkembangan kerja antara masing-masing yang dimaksudkan agar lahan dakwah tergarap secara merata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yaqub, Ali Mustafa. 2000. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Pejaten Barat: Pustaka Firdaus. 2. Shaifuddin, Asep & Sheh Sulhawi Rubba, 2011. Fikih Ibadah Safari ke Baitullah, Surabaya: Garisi. 3. Saputra, Wahidin. 2012. Pengantar Ilmu dakwah, Jakarta: Raja Gafindo Persada. 4. Wachid, Abdul. 2005. Wacana Dakwah Kontemporer . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 5. Dra Siti Muru’ah, Metodologi Dakwah Kontemporer . Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000, hal 75. 6. Samsul Munir, Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009, hal 178. 7. Andi Abdul Muis, Komunikasi Islam. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001, hal 133.