I. PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (hama) yang diberi akhiran cide (pembasmi). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai racun. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali. Dalam keputusan Menteri Pertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 pestisida disebut sebagai semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan
tanaman
yang
tidak
diinginkan,
mengatur
atau
merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman kecuali yang tergolong pupuk, memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan, memberantas atau mencegah hama air, memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. Sesuai dengan definisi tersebut di atas maka suatu bahan akan termasuk dalam pengertian pestisida apabila bahan tersebut dibuat, diedarkan atau disimpan untuk maksud penggunaan seperti tersebut di atas. Sedangkan menurut “The United States Federal Environmental Pesticide Control Act”, pestisida adalah adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, 1
jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteria atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Kusno, 1992). Pestisida dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu menurut cara masuk ke tubuh hama dan menurut sifat kimianya. Penggolongan pestisida menurut cara masuknya ke tubuh hama dapat terbagi menjadi racun perut, yaitu pestisida memasuki tubuh hama melalui saluran pencernaan karena pestisida tersebut termakan oleh hama, pestisida ini bersifat sistemik yang diserap oleh tanaman dan ditranslokasikan dalam jaringan tanaman; racun kontak, yaitu pestisida memasuki tubuh serangga bila serangga mengadakan kontak dengan insektisida atau serangga berjalan diatas permukaan yang telah disemprot pestisida; fumigant, merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernafasan atau sistem trakea yang kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh (Benn, 1975). Pengolongan pestisida menurut sifat kimia yang lebih tepat adalah menurut komposisi atau susunan senyawa kimianya. Pembagian insektisida organik sintetik menurut susunan kimia bahan aktif (senyawa yang memiliki sifat racun) terdiri dari beberapa yaitu organoklorin (OC), merupakan kelompok insektisida sintetik yang pertama dan paling tua dan dimulai dengan ditemukannya DDT oleh Paul Mueller (Swiss) pada tahun 1940-an; organophosphat (OP), ini merupakan kelompok insektisida yang terbesar dan sangat bervariasi jenis dan sifatnya. Saat ini telah tercatat sekitar 200 ribu senyawa OP yang pernah dicoba dan diuji untuk mengendalikan serangga karbamat; dan pirethroid sintetik (SP), merupakan kelompok insektisida organik sintetik konvensional yang paling baru, digunakan secara luas sejak tahun 1970-an dan saat ini perkembangannya sangat cepat; Karbamat merupakan insektisida yang berspektrum lebar dan telah banyak digunakan secara luas untuk pengendalian hama; Fumigan, merupakan bahan kimia yang sangat mudah menguap, kebanyakan mengandung satu atau lebih gas halogen yaitu Cl, Br dan F; 2
Minyak tanah, sejak abad ke 18 telah digunakan untuk mengendalikan serangga yang merugikan manusia antara lain untuk nyamuk dan hama buah-buahan; Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates), merupakan pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleh singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate); Butiran (granulars), formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik; Debu (dust), komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek; Tepung (powder), komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen; Oli (oil), pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble concentrate in oil); Fumigansia (fumigant), pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama (Wibowo, 2002). Penggolongan pestisida berdasarkan fungsinya yaitu akarisida, pestisida ini disebut juga sebagai mitesida yang berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu; Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron yang berrfungsi untuk membasmi bakteri; Avisida,. berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung; Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut yang berfungsi untuk mengendalikan alga; Fungisida, pestisida yang digunakan untuk mengendalikan jamur atau cendawan; Herbisida, yaitu pestisida yang berfungsi untuk mengendalikan gulma atau tumbuhan pengganggu; Insektisida, digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu seperti serangga; Larvisida, berasal dari kata Yunani larva. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva; Molluksisida, pestisida ini berfungsi untuk mengendalikan organism pengganggu berselubung tipis lembek seperti siput atau golongan moluska; Nematisida, berfungsi untuk membunuh nematoda semacam cacing yang hidup di akar; Ovisida, yaitu pestisida yang berfungsi untuk membunuh telur organism pengganggu; Pedukulisida, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma; Piscisida, 3
pestisida jenis ini berfungsi untuk membunuh ikan; Rodentisida, diaplikasikan untuk membunuh mengendalikan hama berupa binatang pengerat seperti tikus; Predisida, pestisida yang digunakan untuk mengendalikan pemangsa atau predator; Silvisida, digunakan untuk membunuh pohon; Termisida, berfungsi untuk mengendalikan serangga pelubang seperti hama rayap. Ada beberapa bahan kimia termasuk pestisida yang namanya tidak menggunakan akhiran sida yaitu Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik; Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan bertulang belakang; Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai; Desiccant. zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya; Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan mikroorganisme; Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya sebagai contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk; Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma; Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan; Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun; Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas; Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah (Kenmore, 1987). Formulasi pestisida yang sering dijumpai yaitu berupa cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates) yang diantaranya seperti ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution); Butiran (granulars), formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik yang diaplikasikan bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal; Debu (dust), komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek; Tepung (powder), komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen); 4
Oli (oil), pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble concentrate in oil) yang biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester; Fumigansia (fumigant), pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan (Djafarudin, 2001). Cara pengaplikasian pestisida ada beberapa yaitu dengan cara penyemprotan (spraying) adalah penyemprotan pestisida pertanian yang paling banyak dipakai oleh para petani. Diperkirakan 75% penggunaan pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan, baik penyemprotan didarat maupun penyemprotan di udara. Dalam penyemprotan, larutan pestisida dipecah oleh Nozzle atau atomizer yang terdapat dalam alat penyemprotan menjadi butiran-butiran semprot atau droplet. Bentuk sediaan pestisida yang diaplikasikan meliputi WP, EC, EW,WSC, SP, FW, dan WDG. Sedangkan untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah digunakan formulasi ULV. Teknik penyemprotan ini juga termasuk pengkabutan. Yang kedua yaitu dengan cara pengasapan (Fogging) adalah penyemprotan dengan volume ultra rendah dengan menggunakan droplet yang sangat halus. Perbedaan dengan penyemprotan biasa adalah dengan cara biasa adalah dengan fogging campuran pestisida dasolvent (umumnya minyak) dipanaskan sehingga menjadi semacam asap kabut yang sangat halus. Fogging banyak dilakukan untuk mengendalikan hama gudang, hama tanaman perkebunan dan pengendalian vector penyakit dilingkungan (pengendalian nyamuk demam berdarah, malaria, dsb). Cara aplikasi pestisida yang ketiga yaitu penaburan pestisida butiran (Granule distribution, broadcasting), penaburan pestisida butiran adalah penaburan pestisida dalam bentuk butiran yang merupakan cara khusus untuk mengaplikasikan pestisida berbentuk butiran (granule). Penaburan dapat dilakukan dengan tanga atau dengan mesin penaburan. Cara aplikasi yang keempat dengan perawatan benih (seed dressing), adalah cara aplikasi pestisida untuk melindungan benih sebelum benih ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak terserang oleh hama dan penyakit. pestisida yang digunakan adalah formulasi SD dan ST. Cara kelima dengan pencelupan (dipping) adalah penggunaan pestisida 5
untuk melindungi bahan tanaman (bibit, cangkok, stek) agar terhindar dari hama dan penyakit yang mungkin terbawa oleh bahan bibit atau stek kedalam pestisida. Cara yang keenam dengan fumigasi (fumigastion) adalah aplikasi pestisida fumigant, baik berbentuk padat, cair maupun gas dalam ruang tertutup. Fumigasi umumnya digunakan untuk melindungi hasil panen (misalnya biji-bijian) dari kerusakan hama atau penyakit ditempat penyimpanan. Fumigant dimasukkan kedalam ruangan gudang yang selanjutnya akan membentuk gas beracun untuk membunuh OPT sasaran yang ada dalam ruangan tersebut. Cara aplikasi pestisida ketujuh dengan injeksi (injection) adalah penggunaan pestisida dengan cara dimasukkan kedalam batang tanaman , baik dengan alat khusus maupun dengan memberi batang tanaman tersebut. pestisida yang diineksikan akan tersebar keseluruh bagian tanaman melalui cairan tanaman, sehingga OPT sasaran akan teerkendali. Tehnik ineksi juga digunakan untuk sterilisasi tanah. Cara kedelapan dengan penyiraman (drenching) adalah penggunaan pestisida dengan cara dituangkan disekitar akar tanaman untuk mengendalikan hama dan penyakit di daerah perakaran, atau dituangkan pada sarang semut (Martoredjo, 1984). Kerugian penggunaaan pestisida pertanian yaitu dapat dikelompokkan beberapa diantaranya berpengaruh negatip terhadap kesehatan manusia, berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan dan meningkatkan perkembangan populasi jasad. Bahan kimia pestisida berbahaya bagi manusia karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan). Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat
masuk ke dalam
jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Selain
keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan manusia yang bukan petani atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida yang terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Penggunaan 6
pestisida biasanya malah meningkatkan ketahanan organism pengganggu terhadap bahan kimia (Ekha, 1998). Keuntungan penggunaan pestisida yaitu dengan menggunakan pestisida kimia lebih efektif dalam memberantas hama dibandingkan dengan menggunakan cara manual atau cara lainnya. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama, hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan dapat menekan kehilangan hasil karena hama, sehingga dapat menekan kerugian petani secara ekonomi. Dengan pestisida, petani tidak begitu memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang tidak begitu besar dan dapat dilakukan dalam kondisi apa saja. Dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain. Namun, kekurangan pestisida pun juga cukup berbahaya bagi makhluk hidup yang berada disekitarnya seperti yang dijelaskan di atas. Oleh sebab itu, penggunaan pestisida harus sebagai mana mestinya sesuai dengan dosis anjuran (Hidayat, 1981).
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum “mengenal pestisida dan aplkasinya” yang pertama yaitu agar mahasiswa mengetahui dan dapat membedakan formulasi pestisida, tujuan yang kedua agar mahasiswa dapat mengetahui dan menentukan formulasi pestisida yang lebih aman untuk diaplikasikan serta mengetahui kelemahan-kelemahan dalam aplikasinya.
7
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Tempat dan Waktu
Praktikum dasar-dasar perlindungan tanaman dengan materi “mengenal pestisida dan aplikasinya” bertempat di laboratorium jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya yang dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 27 April 2013 pukul 13:00-15:00 WIB. 2.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum dasar-dasar perlindungan tanaman dengan materi “mengenal pestisida dan aplikasinya” adalah penggaris, bulpoin, dan buku. Sedangkan bahan yang digunakan adalah beberapa jenis pestisida seperti indovin 85 SP, Polaris, antracol 70 WP, bancol 50 WP, supracide 25 WP, kamulus 80 WDG, basamid-G, mesophide 80 P, dharmabas 500 EC, agrifos 400 AS, ridomil 35 SD, agrept 20 WP dan petrogenol atraktan 800 L. 2.3. Cara Kerja
a. Menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan. b. Menuliskan klasifikasi dari masing-masing pestisida dalam bentuk laporan semenara dan mengambil foto dari masing-masing bahan praktikum.
8
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil pengamatan Tabel 1. Pengamatan pestisida
No
1
Golongan
Insektisida
Nama Dagang
Indovin 85
Nama Umum
Formulasi
Teknik
Opt Sasaran
Aplikasi
KARBABIL
Serbuk
Serangga
Disemprotkan
Monoamonium
Cairan
Gulma
Disemprotkan
Serbuk
Jamur
Disemprotkan
SP 2
Herbisida
Polaris
Glisofat 200 g/l Monoamonium Glisofat 8 g/l 3
4
Fungisida
Insektisida
Antracol
Propineb
70 WP
70,5%
Bancol 50
Bensultap 50 %
Serbuk
Serangga
Disemprotkan
Supracide
Meditation
Serbuk
Serangga
Disemprotkan
25 WP
25%
Kumulus
Belerang 80 %
Serbuk
Jamur
Disemprotkan
Basamid-G Dazomed 98 %
Serbuk
Nematoda
Disemprotkan
WP 5
6
Insektisida
Fungisida
80 WPG 7
Nematisida Insektisida
Serangga
fungisida
8
Rondentisida
Mesophide
Sengfosfodi
80 L
80%
Serbuk
Tikus
Ditaburkan
9
9
Insektisida
Dharmabas BPMC 500 g/l
Cairan
Serangga
Disemprotkan
Cairan
Jamur
Disemprotkan
Serbuk
Jamur
Disemprotkan
Serbuk
Bakteri
Disemprotkan
Cairan
Serangga
Diteteskan
500 EC 10
11
12
13
Fungisida
Agrifos
Asam fosfit
sistemik
400 AS
400 g/l
Fungisida
Ridomil 35 Metalaksil 35
Bakterisida
Insektisida
SD
%
Agrept 20
Streptomisin
WP
sulfat 20 %
Petrogenol
Metil eugenol
atraktan
800 g/l
pada kapas
800 L 3.2. Pembahasan 3.2.1. Indovin 85 SP
Gambar 1. Indovin 85 SP
Pestisida dengan nama dagang indovin 85 SP ini termasuk kedalam golongan insektisida. Memiliki bahan aktif yang terkandung karbaril dengan formulasi dari indovin 85 SP adalah serbuk. Organisme yang menjadi sasaran dari indovin adalah hama serangga, dan teknik pengaplikasiannya adalah dengan cara penyemprotan.
10
3.2.2. Polaris
Gambar 2. Polaris Pestisida dengan nama dagang Polaris termasuk kedalam pestisida golongan herbisida, dengan bahan aktif monoamonium glifosfat 200 g/l, dan monoamonium glifosfat 8 g/l. dengan formulasi dari herbisida Polaris adalah cairan. Organisme pengganggu tanaman yang menjadi sasaran dari herbisida Polaris adalah gulma yang ada disekitar tanaman. Tehnik aplikasi yang dapat dilakukan dengan cara penyemprotan kepada gulma yang mengganggu tanaman.
3.2.3. Antracol 70 WP
Gambar 3. Antracol 70 WP Pestisida dengan nama dagang antracol ini termasuk kedalam golongan fungisida, bahan aktif yang terkandung didalam antracol adalah propineb 70,5 %,
11
dengan formulasi herbisida adalah serbuk, dengan organism sasaran adalah jamur, pengaplikasiannya adalah dengan cara penyemprotan.
3.2.4. Bancol 50 WP
Gambar 4. Bancol 50 WP Pestisida dengan nama dagang bancol ini tergolong kedalam insektisida, bahan aktif yang terkandung didalam bancol adalah bensultap 50 %. Dengan formulasi dari Bancol adalah serbuk. Organisme pengganggu tanaman yang menjadi sasaran dari bancol adalah hama serangga, dengan tehnik pengaplikasian yang dilakukan untuk bancol adalah dengan cara penyemprotan.
3.2.5. Supracide 25 WP
Gambar 5. Surpracide 25 WP Pestisida dengan nama dagang surpracide ini termasuk kedalam golongan insektisida. Dengan bahan aktif yang terkandung didalam surpracide adalah
12
metidation 25 % dengan formulasi dari surpracide adalah serbuk. Organisme pengganggu tanaman yang menjadi sasaran
dari pestisida surpracide adalah
serangga, cara pengaplikasian adalah disemprotkan.
3.2.6. Kumulus 80 WDG
Gambar 6. Kumulus 80 WDG
Pestisida dengan nama dagang kumulus ini termasuk kedalam golongan fungisida. Dengan bahan aktif yang terkandung didalam Kumulus adalah belerang 80 %. Dengan formulasi dari fungisida Kumulus adalah serbuk , sasaran dari fungisida dari kumulus adalah jamur, cara pengaplikasian adalah dengan cara penyemprotan.
3.2.7. Basamid – G
Gambar 7. Basamid – G Pestisida dengan nama dagang Basamid – G ini termasuk kedalam golongan nematisida insektisida, dan fungisida. Bahan aktif tang terdapat di dalam Basamid –
13
G adalah dazomet 98 %. Formulasi dari Basamid – G adalah serbuk, organism penggangu tanaman yang menjadi sasaran adalah nematoda, serangga, dan jamur. Tehnik pengaplikasiannya adalah dengan penyebaran butiran disekitar tanaman yang terserang.
3.2.8. Mesophide 80P
Gambar 8. Mesophide 80P Pestisida dengan nama dagang Mesophide 80P ini termasuk kedalam golongan rondetisida. Bahan aktif yang terkandung didalam Mesophide 80P adalah seng fosfida 80 %. Organism yang menjadi sasaran dari Mesophide 80P adalah tikus. Tehnik pengaplikasian adalah dengan cara mencampurkan Mesophide 80P pada makanan yang biasa dimakan tikus.
3.2.9. Dramabas 500 EC
Gambar 9. Dramabas 500 EC Pestisida dengan merek dagang Dramabas 500 EC termasuk kedalam golongan insektisida, dan bahan aktif yang terkandung adalah BPMC 500 g/l, dengan formulasi
14
Dramabas 500 EC adalah cairan, sasaran OPT dari pestisida Dramabas 500 EC adalah serangga , dan cara pengaplikasian dengan cara penyemprotan.
3.2.10. Agrifos 400 AS
Gambar 10. Agrifos 400 AS Pestisida
dengan merek dagang Agrifos 400 termasuk kedalam golongan
fungisida sistemik, dengan bahan aktif Agrifos 400 adalah asam fosfit
400 g/l.
formulasi dari Agrifos 400 adalah cairan. Sasaran dari Agrifos 400 adalah jamur, cara pengaplikasian dengan cara penyemprotan.
3.2.11. Ridomil 35 SD
Gambar 11. Ridomil 35 SD Pestisida
dengan merek dagang
Ridomil 35 SD ini termasuk kedalam
golongan fungisida. Memiliki kandungan bahan aktif yaitu Metalaksil 35 %, dan mempunyai formulasi dari serbuk. Sasaran dari pestisida Ridomil 35 SD adalah jamur, dan cara pengaplikasiannya ialah dengan cara disemprotkan.
15
3.1.12. Agrept 20 WP
Gambar 12. Agrept 20 WP Pestisida dengan nama dagang Agrept termasuk kedalam golongan pestisida bakterisida, bahan aktif yang terkandung didalamnya ialah sterptomisin sulfat 20 %, dengan formulasi dari Agrept adalah serbuk, sasaran dari pestisida Agrept adalah bakteri, dan cara pengaplikasiannya ialah dengan cara penyemprotan.
3.2.13. Petrogenol Atraktan 800 L
Gambar 13. Petrogenol Atraktan 800 L Pestisida dengan merek dagang Petrogenol Atraktan 800 L termasuk kedalam golongan insektisida, dengan bahan aktif dari pestisida Petrogenol Atraktan 800 L adalah Metil eugenol 800 g/l. dengan formulasinya ialah cairan, dan sasaran pestisida Petrogenol Atraktan 800 L adalah serangga, cara pengaplikasianya ialah dengan cara diteteskan pada kapas.
16
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Adapun formulasi pestisida yang diketahui yaitu berupa soluble powder (SP), emulsifiable concentrate (EC), wettable powder (WP), granular (G), Dust (D), solution (S), fumigant (F), dan aerosol (A). Perbedaan dari masing-masing formulasi pestisida dapat dilihat dari bentuknya yaitu pestisida dengan formulasi soluble powder bentuknya berupa tepung, emulsifiable concentrate bentuknya berupa cairan pekat, wettable powder bentuknya tepung, granular bentuknya butiran, Dust bentuknya seperti debu atau tepung embun, solution bentuknya larutan, fumigant bentuknya cair atau padat dan aerosol bentuknya cair. Formulasi pestisida yang aman digunakan adalah formulasi pestisida yang sudah lulus sertifikasi dan sudah sesuai dengan peraturan pemerintah no 6/1995 tentang perlindungan tanaman atau berupa formulasi pestisida organik agar mengurangi dampak residu pestisida kimia baik pada tanah maupun pada tanaman. Adapun kelemahan dalam pengaplikasian seperti pestisida kimia yaitu dapat menyebabkan residu yang berjangka panjang bagi tanah dan tanaman serta membuat beberapa hama menjadi kebal terhadap penggunaan bahan kimia. Selain itu penggunaan pestisida kimia dan membuat kerugian bagi manusia berupa kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan, dan gangguan kesehatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Benn, F.R [ and ]C.A. Mac Auliffe, 1975. Chemistry and pollution. New York : The Mac Millan Press. Djafarudin. 2001. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Bumi Aksara. Jakarta Ekha Isuasta, 1988. Dilema pestisida. Yogyakarta: Kanisius. Hidayat Natawigena dan G. Satari. 1981. Kecenderungan Penggunaan Pupuk dan Pestisida dalam Intensifikasi Pertanian dan Dampak Potensialnya Terhadap Lingkungan. Seminar terbatas 19 Maret 1981.Ekologi Unpad Bandung. Kenmore, P.E. 1987. IPM Means the Best Mix. Rice IPM Newsletter . VII (7). IRRI. Manila. Philippines. Kusno S , 1992. Pencegahan pencemaran pupuk dan pestisida. Jakarta: Penerbit Swadaya. Martoredjo, T. 1984. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset. Yogyakarta Wibowo, Arif. 2002. Petunjuk Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University
18
LAMPIRAN
19