MAKALAH
MANAJEMEN PENANGANAN LIMBAH PADAT DAN GAS
Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Industri Hasil
Perikanan
Di Susun oleh :
Kelompok 15
Faisal Pandu L 230110110060
Lia Ambarwati 230110110095
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, karunia dan izin-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah "Manajemen Penanganan Limbah Padat dan Gas" pada mata kuliah
Manajemen Industri Hasil Perikanan.
Ucapan terima kasih, penyusun sampaikan kepada tim dosen serta kepada
akang teteh asisten dosen yang telah membimbing penyusun dalam pelaksanaan
praktikum hingga penyusunan makalah Manajemen Industri Hasil Perikanan.
Pada pembuatan makalah ini, penyusun menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dalam penyajiannya. Oleh
karena itu, penyusun sangat mengharapkan perbaikan berupa kritik dan saran
yang membangun. Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, penyusun mengharapkan banyak manfaat yang dapat diambil
dari makalah yang telah penyusun selesaikan dan bisa menambah wawasan bagi
yang telah membaca makalah ini.
Jatinangor, Desember 2014
Penyusun Penyusun
DAFTAR ISI
Bab
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
II. ISI
2.1 Pengolahan Limbah Padat 3
2. 2 Pengolahan Limbah Cair 7
III. PENUTUP
Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan hasil laut. Umumnya
hasil laut tersebut dikonsumsi dalam bentuk segar ataupun olahan. Berbagai
macam jenis olahan hasil laut dapat dijumpai di berbagai wilayah di
Indonesia, baik olahan tradisional maupun olahan modern (Rahmania, 2007).
Olahan hasil laut tersebut diperoleh dari proses pengolahan yang tentunya
tidak lepas dari sisa hasil olahan atau limbah.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki
nilai ekonomis. Upaya pemerintah untuk mengatasi limbah masih sulit
dicapai. Penerapan program zero waste memberikan harapan cerah, namun
hingga kini masih perlu kerja keras untuk mencapai kondisi tersebut. Limbah
yang dihasilkan dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar
20-30%. Produksi ikan telah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini
berarti sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah (Gintings, 1992). Alam
memiliki kemampuan untuk mengatasi limbah. Berbagai siklus yang terdapat di
alam seperti siklus hidrologi mampu mengatasi limbah. Meningkatnya
konsentrasi limbah yang terlalu cepat akan menyebabkan siklus yang ada
tidak mampu bekerja secara baik. Pada konsentrasi tertentu, kehadiran
limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan dan bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat
bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah (Sugiharto, 1987). Teknologi pengolahan limbah adalah
cara untuk mengurangi pencemaran limbah di lingkungan. Beberapa industri
pengolahan ikan sudah menerapkan sistem pengolahan limbah yang baik, namun
belum diketahui sistem pengolahan limbah seperti apa yang pada umumnya
dilakukan oleh industri pengolahan ikan.
2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara
penanganan yang baik untuk mengatasi limbah padat dan gas hasil pengolahan
bidang perikanan.
3 Manfaat Praktikum
Manfaat yang dapat diambil dari praktikum adalah dapat mengetahui cara
penanganan yang baik untuk mengatasi limbah padat dan gas hasil pengolahan
bidang perikanan.
BAB II
ISI
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang
dari suatu sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai
nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena
penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup
besar disamping dapat mencemari lingkungan. Menurut Laksmi dan Rahayu
(1993), penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah di dalam
usaha industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada
usaha penangkapan, penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran.
Limbah sebagai buangan industri perikanan dikelompokkan menjadi tiga macam
berasarkan wujudnya yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas.
2.1 Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat perikanan merupakan limbah padat yang tidak menimbulkan
zat-zat beracun bagi lingkungan, namun merupakan limbah padat yang mudah
membusuk, sehingga menyebabkan bau yang sangat menyengat. Limbah padat
dapat berupa kepala, kulit, tulang ikan, potongan daging ikan, sisik,
insang atau saluran pencernaan (Sugiharto, 1987).
Secara garis besar limbah padat terdiri dari:
a. Limbah padat yang mudah terbakar
b. Limbah padat yang sukar terbakar
c. Limbah padat yang mudah membusuk
d. Limbah yang dapat didaur ulang
e. Limbah radioaktif
f. Bongkaran bangunan
g. Lumpur
Limbah padat berdasarkan kemudahan diuraikan oleh mikroorganisme dapat
diklasifikasikan menjadi limbah padat yang dapat diuraikan secara biologis,
contohnya daging ikan sisa. Limbah padat yang sulit diuraikan secara
biologis, contohnya tulang ikan. Limbah padat yang tidak dapat diuraikan
secara biologis contohnya plastik atau kaleng. Berdasarkan kemudahan
dibakar, limbah padat dapat dikelompokkan menjadi mudah dibakar dan sulit
dibakar.
Pengolahan limbah padat dapat dilakukan dengan cara :
a. Pengecilan Ukuran yang Dilanjutkan dengan Pengempaan dan Pencetakan
Merupakan cara untuk mengurangi ruang dan tempat serta memperkecil
ukuran. Kegunaanya adalah memudahkan pengangkutan dan penggunaan
selanjutnya. Prosedur pengolahan limbah padat dengan metode ini sebagai
berikut. Limbah padat dikelompok-kelompokkan berdasarkan mudah tidaknya
diurai oleh mikroorganisme. Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran dengan
digiling atau dipotong-potong. Setelah itu, untuk kelompok yang mudah
diuraikan oleh mikroorganisme di buat kompos, dan kelompok yang sulit atau
tidak dapat diurai dapat dibakar atau dikubur atau dapat menjadi bahan baku
daur ulang.
b. Inceneration atau Pembakaran
Metode ini sebenarnya mengubah tempat lingkungan tempat pencemaran
yaitu dari lingkungan tanah ke lingkungan udara. Jika limbah padatnya
sedikit hanya dari satu industri saja maka dapat dibakar saja, tetapi jika
banyak hingga volumenya berton-ton dalam satu bulannya maka inceneration
adalah suatu pilihan yang perlu dipertimbangkan.
Inceneration adalah proses pembakaran sampah/limbah padat pada suhu
tinggi dengan kondisi yang terkontrol. Inceneration ini dapat mengurangi
volume limbah sampai 90 % dari total voleme awal. Inceneration merupakan
reaksi kimia antara bagian material limbah padat yang dapat dibakar dengan
oksigen membentuk gas karbon dioksida dan uap air. Selama proses oksidasi
berlangsung dihasilkan energi panas. Energi panas yang dihasilkan tersebut
dapat diubah menjadi energi listrik sehingga menghasilkan listrik. Selain
itu dari proses oksidasi dihasilkan pula abu pembakaran baik yang terbang
ataupun yang terendapkan. Abu pembakaran ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku dalam industri semen.
c. Pengomposan
Metode pengomposan dalam pengolahan limbah padat merupakan proses
degradasi material yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Proses
degradasi dapat berlangsung dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Tujuan
dari pengomposan adalah menurunkan rasio C/N material mendekati C/N rasio
tanah. C/N rasio tanah adalah kurang dari 15. Kegunaan dari kompos adalah
memperbaiki kondisi struktur tanah, mencegah erosi, dan sebagai nutrisi
bagi tanaman.
Pengomposan atau pendegradasian sebagai diungkapkan diawal dapat
dilakukan secara aerobik dan anaerobik. Hasil degradasi pada proses aerobik
adalah H2O dan CO2 serta panas, sedangkan pada proses anaerobik dihasilkan
CH4 dan CO2. Gas metan (CH4) ini sangat mudah digunakan sebagai energi.
Pengomposan secara aerobik dapat dilakukan jikalau limbah padatnya
adalah bahan organik yang mengandung protein tinggi. Rasio C/N material
limbahnya ada dalam kisaran 25 – 30. Kadar airnya berkisar antara 40 – 50%.
Prosedur pengomposan secara aerob dilakukan sebagai berikut :
Gambar 1. Prosedur Pengomposan Secara Aerob
Proses degradasi dinyatakan selesai jika warnanya telah berubah
menjadi hitam kecoklatan seperti warna tanah. Aroma yang dihasilkan tidak
menyebabkan bau yang tidak menyenangkan.
Pengomposan secara anerobik dapat dilakukan terhadap semua limbah
padat yang bersifat mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin rendah C/N
rasio limbah padat semakin baik digunakan untuk pengomposan secara
anaerobik dan proses degradasinya semakin cepat.
Prosedur proses anaerobik adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Prosedur Pengomposan Secara Anaerob
Proses degradasi dinyatakan selesai jika telah berubah bentuk seperti
lumpur pekat berwarna hitam kecoklatan. Aromanya berbau tidak menyenangkan.
Aroma ini ditimbulkan dari senyawa H2S. Bakteri yang dapat digunakan untuk
mempercepat proses degradasi secara anaerobik adalah konsersium mikroba
yang dikenal dengan istilah EM 4 (efective Mikroorganisme 4). Konsersium
mikroba tersebut terdiri dari bakteri fotosentetik, bakteri asam laktat,
ragi, actinomyceter dan jamur fermentatif.
Sebagai contoh, Tulang ikan merupakan salah satu limbah hasil
pengolahan perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan
pangan. Pemanfaatan tepung tulang ikan dapat dilakukan dalam bentuk
pengayaan (enrichment) sebagai salah satu upaya fortifikasi zat gizi dalam
makanan. Tulang ikan banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat,
seperti kalsium fosfat (Elfauziah, 2003). Penelitian mengenai kalsium
tulang ikan telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Nabil
(2005) memperoleh hasil bahwa kalsium dari ikan tuna sebesar 23,72-39,24%.
Kulit ikan terdiri dari daerah punggung, perut dan ekor sesuai dengan
bentuk badannya. Kulit ikan tersusun dari komponen kimia protein, lemak,
air, dan mineral. Kulit ikan merupakan penghalang fisik terhadap perubahan
lingkungan serta serangan mikroba dari luar tubuh. Kulit ikan merupakan
salah satu bagian pada ikan yang banyak dimanfaatkan selain dagingnya.
Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun non pangan.
Kulit ikan banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan
kerupuk kulit ikan, gelatin, kulit olahan, tepung ikan, serta sumber
kolagen untuk kosmetik. Kandungan protein kolagen yang terdapat pada kulit
ikan yaitu sebesar 41-84% (Judoamidjojo, 1981)
2.2 Pengolahan Limbah Gas
Limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena
adanya senyawa gas buang pada proses pembuangan gas CO, amonia, hidrogen
sulfida atau keton. Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah
dikembangkan (Nabil, M. 2006). Limbah gas akan ditangani atau diolah
menggunakan teknik kimiawi dan biologis (Annonymousa, 2010).Limbah gas
industri hasil perikanan dapat berasal dari kegiatan proses pembakaran
bahan bakar yang digunkan sebagai energi menjalankan mesin-mesin. Limbah
gas dapat pula berasal dari penyimpan bahan baku atau penyimpanan produk.
Industri hasil perikanan yang berpotensi dapat menimbulkan polusi udara
adalah industri pengalengan ikan, filet ikan, dan tepung ikan.
Limbah gas dapat menimbulkan polusi udara. Polusi udara adalah
tercemarnya udara karena adanya satu atau lebih kontamin dalam atmosfir
pada konsentrasi dengan durasi tertentu sehingga dapat menyebabkan bahaya
untuk kesehatan publik dan lingkungan. Polusi udara yang dapat terjadi
dapat bersifat lokal, regional dan global.
Kontaminan yang dapat menimbulkan polusi udara adalah gas karbon
monosida, gas hidrokarbon ( berupa senyawa aromatik, olefin dan parafin),
timbal, ozon, pertikel-pertikel halus, sulfur dioksida, ammonia, hidrogen
sulfida dan carbon organik volatil. Standar tingkat kebauan berdasarkan
Kep.50/MENKLH sebagaimana terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Tingkat Kebauan
"No "Parameter "Satuan "Nilai batas "
"1 "Amonia (NH3) "ppm "2,0 "
"2 "Metil merkaptan (CH3SH) "ppm "0,002 "
"3 "Hidrogen sulfida (H2S) "ppm "0,02 "
"4 "Metil sulfida (CH32S) "ppm "0,01 "
"5 "Stirena (C6H5CHCH2) "ppm "0,1 "
Sumber : Kep-50?MENKLH.1996
Berdasarkan literature, dijelaskan bahwa secara garis besar, teknik
penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan
pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis (Annonymousa, 2010).
a. Secara Fisik
Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk
memisahkan antara limbah berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan dan
pengolahan limbah secara fisik mampu melakukan pemisahan limbah berbentuk
padat dari limbah lainnya. Limbah padatan akan ditangani atau diolah lebih
lanjut sehingga tidak menjadi bahan cemaran, sedangkan limbah cair dan gas
akan ditangani atau diolah menggunakan teknik kimiawi dan biologis
(Annonymousa, 2010). Secara fisik, penanganan limbah dilakukan menggunakan
penyaring (filter). Bentuk saringan disesuaikan dengan kondisi dimana
limbah tersebut ditangani. Penyaring yang digunakan dapat berbentuk jeruji
besi atau saringan (Annonymousa, 2010).
b. Secara Kimiawi
Penanganan dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga mudah
dipisahkan. Pada limbah berbentuk padat, penggunaan senyawa kimia
dimaksudkan untuk menguraikan limbah menjadi bentuk yang tidak mencemari
lingkungan (Annonymousa, 2010).
c. Secara Biologis
Pengolahan limbah secara biologis dilakukan dengan menggunakan tanaman
dan mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat berupa eceng gondok,
duckweed, dan kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, jamur,
protozoa dan ganggang. Pemilihan jenis mikroba yang digunakan tergantung
dari jenis limbah. Bakteri merupakan mikroba yang paling sering digunakan
pada pengolahan limbah secara biologis. Bakteri yang digunakan bersifat
kemoheterotrof dan kemoautotrof. Bakteri kemoheterotrof memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi, sedangkan bakteri kemoautotrof memanfaatkan
bahan anorganik sebagai sumber energi (Annonymousa, 2010).
Jamur yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah secara
biologis bersifat nonfotosintesa dan bersifat aerob. Protozoa yang
digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah bersel tunggal dan
memiliki kemampuan bergerak (motil). Ganggang digunakan pada penanganan dan
pengolahan limbah secara biologis karena memiliki sifat autotrof dan mampu
melakukan fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesa dapat
dimanfaatkan oleh mikroba (Annonymousa, 2010).
Limbah gas yang dihasilkan oleh industri hasil perikanan sebelum
dibuang ke lingkungan harus dilakukan treatment atau pengolahan terlebih
dahulu. Treatment terhadap limbas gas ini dapat dilakukan dengan metode
fisik ( meliputi fase gas, fase cairan, fase padatan), metode biologi,
metode pembakaran, dan kombinasi diantaranya.
Metode fase gas adalah penghilangan bau yang tidak menyenangkan dengan
menyemprotkan atau mendespersikan senyawa volatil atau parfum yang memiliki
bau yang menyenangkan. Metode ini sebenar bukan metode penghilang bau
tetapi penyamaran bau yang tidak menyenangkan.
Metode fase cairan adalah udara yang terkontaminasi dialirkan untuk
melalui fase cairan yang dapat menyerap senyawa kontaminan penyebab bau
tidak menyenangkan itu. Fase cairan yang banyak digunakan adalah air (H2O).
Metode fase padatan adalah penghilangan bau yang dilakukan dengan cara
mengalirkan udara yang terkontaminasi melalui fase padatan untuk menyerap
kontaminan penyebab timbulnya bau yang tidak menyenangkan tersebut. Senyawa
padatan yang banyak digunakan untuk menyerap bau ini adalah granular
aktivated karbon, aktivated karbon fiber, gambut, sabut kelapa atau kompos.
Metode pembakaran adalah penghilangan bau yang dilakukan dengan cara
membakar atau mengoksidasi senyawa kontaminan penyebab bau yang tidak
menyenangkan itu. Pembakaran tersebut dilakukan pada suhu diatas 100°C, dan
hasil dari pembakaran adalah karbon dioksida dan air. Metode ini memerlukan
biaya yang tingga sehingga tidak banyak dilakukan oleh industri.
Metode biologis adalah proses penghilangan bau yang dilakukan dengan
memanfaatkan peran mikroba. Mikroba yang digunakan ditumbuhkan pada suatu
media cair atau padatan lembab, kemudian udara yang terkontaminasi tersebut
di alirkan melalui media yang telah ditumbuhkan mikroba. Peran mikroba
adalah menguraikan senyawa kontaminan yang menimbulkan bau tidak
menyenangkan tersebut. Metode biologis ini terdapat tiga jenis yaitu
bioscrubber, biotrickling filter dan biofilter.
Bioscrubber adalah penghilangan polutan udara yang dilakukan dengan
mengalirkan udara yang terkontaminasi ke dalam suatu kolom. Pada kolom
tersebut terdapat bagian penyerapan dan pendegradasian. Penyerapan
dilakukan dengan menggunakan cairan yang biasannya dipakai adalah air.
Selanjutnya air yang telah menyerap polutan tersebut dialirkan ke bagian
degrasi. Proses degradasi dilakukan oleh mikroba yang disuspensikan ke
dalam air tersebut. Bagian degradasi di aerasi dan kondisinya suhu diatur
sedemikian sesuai dengan suhu pertumbuhan mikrobanya. Air sebagai media
untuk menyerap polutan diberikan dengan teknik penyemprotan.
Biotrikling filter adalah penghilangan polutan udara yang dilakukan
dengan mengalirkannya ke dalam suatu kolom melalui bagian dasarnya. kolom
tersebut ada suatu filter. Pada filter tersebut disuspensikan mikroba atau
mikroba yang terimobilasi. Selanjutnya dari bagian atas samping dialirkan
air. Udara hasil treatmen atau udara bersih dialirkan dari bagian atas
kolom. Dengan demikian, proses penyerapan dan degradasi terjadi bersamaan
di dalam filter yang ada dalam kolom.
Biofilter adalah penghilangan pulutan udara yang dilakukan dengan
udara yang terkontaminasi tersebut kedalam suatu kolom. Di dalam kolom
tersebut ada filter yang disuspensikan mikroba atau disimpan mikroba
terimmobilasi. Filter dalam kolom ada dalam keadaan terendam dalam air.
Dengan demikian, proses penyerapan dan pendegradasian ada dalam satu
bagian.
Berdasarkan pendefinisian tersebut di atas, perbedaan diantara teknik
biosrubber, biotrickling filter dan biofilter adalah sebagai berikut :
Penempatan mikroba untuk pendegradasian dalam metode bioscrubber adalah
tersuspensi sedangkan biotrickling filter dan biofilter adalah
terimmobilisasi (terjerap). Fase cair atau air yang digunakan sebagai media
penyerap dan pendegradasian dalam metode bioscrubber adalah berberak begitu
pula dengan metode biotrickling filter, sedangkan biofilter tidak bergerak.
Secara umum prosedur metode pengolahan limbah gas secara biologis
adalah sebagai berikut : Dalam ruangan pabrik disimpan alat penyedot atau
penghisap udara. Selanjutnya udara yang tersedot atau terhisap tersebut di
alirkan ke dalam kolom pengolahan. Udara bersih yang keluar dari kolom itu
langsung dibuang ke udara bebas.
Filter yang digunakan baik dalam metode biofilter maupun biotrickling
filter terdiri dari bagian penyangga dan pengisi. Bagian penyangga umumnya
terbuat dari bahan yang anti karat seperti platik PVC. Bagian pengisi atau
filternya adalah bahan atau material yang dapat digunakan sebaiknya
memiliki persyaratan sebagai berikut : memiliki luas permukaan yang besar,
fraksi volume rongga yang tinggi, diameter celah bebas besar, tahan
terhadap penyumbatan, materialnya tidak mudah terdecomposisi, harganya
murah, kekuatan mekaniknya bagus, ringan, fleksibel, dan mudah dibersihkan.
Bentuk filter yang umumnya dipakai adalah tipe modul sarang tawon, tipe
jaring, trickiling filter dengan batu pecah.
Mikroba yang digunakan sebagai pendegradasi senyawa polutan dalam
limbah gas nitrosomonas dan bakteri heterotrof untuk mendegradasi senyawa
amoniak (NH3). Bakteri yang digunakan untuk mendegradasi H2S umumnya adalah
thiobacillus sp dan clorobiaceae.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas, maka kesimpulannya adalah sebagai berikut
Pemanfaatan limbah perikanan berupa kepala ikan, sirip, tulang, kulit dan
daging merah telah digunakan dalam beberapa hal, yaitu berupa daging lumat
(minced fish) untuk bahan pembuatan produk-produk gel ikan seperti bakso,
sosis, nugget dan lain-lain. Selain itu dapat dibuat tepung, konsentrat,
hidrolisat dan isolat protein ikan. Sebagai pakan ternak, ikan dapat diolah
menjadi tepung, bubur dan larutan-larutan komponen ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Cho, K.S., H.W. Ryu, and N.Y. Lee. 2000. Biological Deodorization of
Hydrogen Sulfide using Porous Lava as a Carrier of Thiobacillus
thioksidans. Journal of Bioscience and Bioengineering. 90 (1) : 25-31.
Jenie B.S.L dan Rahayu W.P. 1990. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Kanisius, Yogyakarta.
KepMen LH No.50/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. Himpunan
Perundang-undangan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Pengendalian Dampak Lingkungan Era Otonomi Daerah. Kementrian
Lingkungan Hidup.
Siregar S.A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius, Yogyakarta.
Sudradjat. 2006. Mengelola Sampah Kota. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suwardin D, Setiadi T dan Damanhuri E. 2007. Biofiltrasi dalam Penyisihan
Limbah gas H2S dan NH3 Aplikasi Teknik . Proseding Seminar Nasional
Fudamental dan Aplikasi Teknik Kimia, 15 Nopember 2007, Surabaya.
Tri Setyo Wibowo, Purwanto, Bambang. 2013. Pengelolaan Lingkungan Industri
Pengolahan Limbah Fillet Ikan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.