Analisis Break Event Point Hal 32
MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN
ANALISIS BREAK EVEN POINT
(BEP)
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penilaian dalam tugas
terstruktur matakuliah Manajemen Keuangan Lanjutan
KELOMPOK VI
Charles Tinangon
Poula I. Woran
Feibiola B. Kaligis
Marco Sambuaga
Akuntansi
FakultasEkonomi
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2014
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas campur tangan-Nyalah kami kelompok VI dapat menyelesaikan makalah berjudulAnalisis Break Even Point (BEP) denganbaik. Makalah Analisis Break Even Point (BEP)ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para mahasiswa mengenaiAnalisis Break Even Point (BEP)yang merupakan bagian penting dari proses pembelajaran manajemen keuangan. Oleh karena itu, pemahamannya oleh mahasiswa akan sangat bermanfaat. Kami pun sangat mengharapkan lewat makalah ini, sedikitnya dapat membantu para mahasiswa dalam memahami Analisis Break Even Point (BEP).Dalam peyusunan makalah ini sendiri, kami segenap kelompok VI mengucapkan banyak terima kasih kepada beberapa pihak yang sudah mendukung baik dalam hal materi maupun material, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Kami pun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan serta ketidaksempurnaan.Karenanya, kami sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca guna penyempurnaan makalah ini.
Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .1
Bab I Pendahuluan………………………………………………………………….….3
Bab II Pembahasan
Pengertian BEP………………………………………..…………………………5
Menentukan Break even point…………………………………………………..9
Efek Perubahan Berbagai Faktor terhadap……………………………………..13
Menentukan BEP untuk lebih dari satu produk………………………………..18
BEP Non Linier………………………………………………………………...22
BEP untuk perencanaan laba…………………………………………………...26
Manfaat Break Even Point…..……………………………….……………......30
Bab III Penutup...……………………………………………………………………..31
Daftar Pustaka………………………………………………………………….….…...32
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba.Laba dalam suatu bisnis merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan.Keuntungan merupakan salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba. Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost of goods sold)
Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan tersebut harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu tingkat produksi yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap awal perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau minimal impas. Maksud dari impas adalah total penghasilan (total revenue) perusahaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN BREAK EVEN POINT
Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986)
Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya produksi. (Alwi, 1993)
Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)
Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)
Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi.
Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek "marketing" (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR) sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung maupun tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung. (Prawirasentono, 1997)
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.Oleh karena analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut "Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V. analysis).Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan "profit-planning approach" yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah - ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap.
Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.
Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi lebih dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk atau "sales mix"-nya adalah tetap konstan.
Kebijakan manajemen tentang operasi perusahaan tidak berubah secara material (perubahan besar dalam jangka pendek.
kebijakan persediaan barang tetap konstan atau tidak ada persediaan sama sekali, baik persediaan awal maupun persediaan akhir.
efisiensi dan produktivitas per karyawan tidak berubah dalam jangka pendek.
Analisis break-even mempunyai beberapa batasan.Batasan tersebut berupa asumsi yang mendasari model analisis tersebut. Analisis itu akan berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi – asumsi tersebut adalah:
Harga jual dan biaya variable per unit konstan. Asumsi ini sering disebut dengan asumsi linieritas. Dalam praktik, fungsi pendapatan dan biaya cenderung bersifat nonlinier seperti tampak pada gambar.
Ket: Q1 = break-even point yang rendah
Q2 = profit maksimum
Q3 = break-even point yang tinggi
Komposisi biaya operasi, asumsi lain dari analisis peluang pokok adalah bahwa biaya dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap dan biaya variable. Dalam kenyataannya biaya tetap dan biaya variable saling tergantung satu sama lain dalam range tertentu dan jangka waktu tertentu.
Produk ganda, analisis peluang pokok mengasumsikan bahwa perusahaan memproduksi dan menjual produk tunggal atau kombinasi produk yang konstan atas berbagai produk yang dihasilkan. Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang tidak dapat mempertahankan kombinasi produk untuk jangka panjang, akibatnya alokasi biaya tetap kepada setiap jenis produk menjadi sulit.
Ketidakpastian, asumsi dalam analisis adalah bahwa biaya variable per unit, harga jual dan biaya tetap dapat diketahui dengan pasti untuk setiap output. Dalam kenyataannya factor – factor tersebut adalah penuh ketidapastian (uncertainty). Selain itu, analisis peluang pokok hanya relevan untuk perencanaan jangka pendek, beberapa biaya seperti biaya penelitian dan pengembangan baru akan dirasakan manfatnya dalam jangka panjang.
MENENTUKAN BREAK EVEN POINT
Menentukan BEP Secara Grafik
Untuk menentukan posisi BEP dalam grafik, maka perlu digambar variable-variable yang ikut menentukan BEP seperti biaya total (biaya tetap dan biaya variable) dan pendapatan total. Pertama, kita menggambarkan grafik fungsi pendapatan (TR). seperti dijelaskan dimuka bahwa grafik TR akan dimulai dari titik origin (titik nol). kenapa dimulai dari titik nol? Hal ini karena pada saat itu perusahaan belum memperoleh pendapatan ketika produksi atau penjualannya sama dengan nol. Grafik ini akan naik dari titik nol tersebut ke kanan atas. Kedua, kita menggambar grafik biaya tetap (FC). Grafik biaya tetap ini sejajar dengan sumbu kuantitas dari kiri ke kanan. Mengapa sejajar dengan biaya tetap? Hal ini karena grafik biaya tetap ini menunjukan biaya yang tidak berubah walaupun produk yang dihasilkan berubah. Ketiga, kita menggambar biaya total (TC). Grafik biaya total ini dimulai dari titik potong antara grafik FC dengan sumbu vertical (di mulai dari grafik FC) ke kanan atas memotong grafik TR. Mengapa TC dimulai dari grafik FC? Hal ini karena TC merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variable (VC). Ketika perusahaan belum berproduksi maka biaya totalnya adalah sebesar biaya tetapnya. Sedangkan VC merupakan biaya yang jumlahnya tergantung pada volume produksi yang dihasilkan sehingga VC ini memiliki karakteristik grafik seperti Grafik TR dimana grafik ini dimulai dari nol. untuk lebih jelasnya kita lihat Grafik BEP berikut ini :
R,C TR
TC
VC
--------------
FC
0 Qo Q (jumlah unit)
Gambar 17.1: Grafik Break Even Point
dimana:
R = Revenue (Penghasilan)
C = Cost (Biaya)
TR = Total Revenue (Total penghasilan)
TC = Total Cost (total biaya)
VC = Variabel Cost (biaya variable)
FC = Fixed Cost (biaya tetap)
BEP = Break Even Point (titik pulang pokok)
Qo = Kuantitas produk pada keadaan BEP (dalam unit)
R,Co = Penghasilan dan biaya pada keadaan BEP (dalam rupiah)
Menentukan BEP Secara matematis
Untuk menentukan posisi BEP secara sistematis dapat dicari formula (rumus) untuk mencari atau menentukan BEP dalam unit dan BEP dalam rupiah. Kedua rumus BEP dalam unit dan rupiah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
BEP terjadi pada saat total pendapatan sama dengan total biaya : TR = TC
TR = harga per unit dikalikan kuantitas = P x Q
TC = Biaya tetap ditambah biaya variable = FC + VC
VC = biaya variable per unit dikalihkan kuantitas
karena TR = TC
Maka : P/u . Q = FC + VC/u.Q
P/u . Q – VC/u .Q = FC
Q(P/u – VC/u) = FC
QBE= FCP/u –VC/u Sehingga:
QBE= FCP/u –VC/u
dimana QBE adalah kuantitas pada keadaan BEP, atau BEP dalam unit tercapai pada:
BEP Unit= FC P/u –VC/u
BEP Unit= FC P/u –VC/u
Adapun keadaan BEP dalam hal rupiah dapat dicari dengan mengalikan kuantitas pada posisi BEP dengan harga jualnya. keadaan BEP dalam rupiah juga dapat dicari dengan rumus berikut:
pada keadaan QBE = FCP-VC kedua ruas dikalikan dengan harga per unit atau P
sehingga : PQBE = FCP-VC x P
PQBE = FCP/P-VC/P x P
PQBE = FC1-VC/P atauFC1-VC/S
dimana : PQBE adalah pendapatan pada keadaan BEP dan VC/P (sering juga ditulis dengan VC/S) adalah rasio variable terhadap harga penjualan. sehingga BEP dalam rupiah tercapai pada:
BEP dalam rupiah= FC1-VC/P atau FC1-VC/S
BEP dalam rupiah= FC1-VC/P atau FC1-VC/S
Agar lebih dipahami tentang perhitungan analisis BEP baik secara matematis maupun grafik, berikut ini akan diberikan contoh sehingga memberikan ganbaran yang jelas:
Contoh 17.1
sebuah perusahaan sepeda menjual produk dengan harga Rp.400.000,-. perusahaan tersebut memiliki biaya tetap tahunan sebesar Rp. 800.000.000,- dan biaya variable sebesar Rp. 200.000,- per unit berapapun volume dijual. untuk mencari titik impas (BEP) kita lihat analisis berikut:
Dari data diatas, maka BEP dalam unit adalah:
BEP (unit) = FC/(P-V)
= 800.000.000/(400.000 – 200.000) unit = 4000 unit
sedangkan BEP dalam rupiah adalah:
BEP (rupiah) = QBE x P
= Rp.(4.000 x 400.000) = Rp. 1.600.000.000,-
atau: BEP (Rp) = FC : (1 – VC/P) = 800.000.000 : (1 – 200.000 : 400.000)
BEP (Rp) = 800.000.000 : 0,5 = Rp. 1.600.000.000
apabila keadaan BEP tersebut diatas digambarkan akan terlihat sebagai berikut:
R, C (000.000)
Total Pendapatan (TR)
2,400 Biaya Total
Laba
2.000 Biaya Variabel
1.600 ------------------
800
Rugi Biaya Tetap
0 4.000 Jumlah produksi (Q unit)
gambar 17.2 grafif Break Even Point
Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep "Margin of Safety".Besarnya margin of safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
margin of safety=penjualan yang direncanakan-penjualan pada break evenpenjualan yang direncanakan×100%
Margin of Safety merupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak, di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. Dari contoh 22.1.besamya margin of safety dapat dihitung sebagai berikut:
margin of safety=Rp.1.000.000,00-Rp.500.000,00Rp.1.000.000,00×100%=50%
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety berarti makin cepatperusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah penjualan yang nyata.Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua macam istilah.Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah "margin of Safety" dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam persentase dari sales) digunakan istilah "margin of safety ratio". Untuk contoh tersebut di atas besarnya "margin of safety' adalab Rp500.000,00 dan besarnya "margin of safety ratio" adalah 50%.
EFEK PERUBAHAN BERBAGAI MACAM FAKTOR TERHADAP BEP
Efek Perubahan Harga Jual Per Unit dan Jumlah Biaya Tetap terhadap BEP
Sebagaimana diuraikan di muka, dalam analisa BEP digunakan asumsi antara lain bahwa harga jual per unit tetap konstan. Sekarang bagaimana halnya kalau ada perubahan hargajual per unit (P)?
Apabila P naik maka ini akan mempunyai efek yang menguntungkan karena BEPnya akan turun. Dalam gambar BEP, titik break-even-nya akan bergeser ke kiri, yang berarti untuk tercapainya BEP cukup diperlukan jumlah produk yang lebih kecil.
Dari contoh misalkan suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap (FC) sebesar Rp. 400.000 per tahun. biaya variable per unit sebesar Rp.60,-. sedangkan harga jual perunitnya adalah Rp.100,- . kapasitasn normal perusahaan sebesar 15.000 unit per tahun. Pertanyaannya :
Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?
Apabila harga naik menjadi Rp. 160,- per unit berapa BEP-nya?
apabila biaya tetap naik sebesar Rp.200.000 dan biaya variable per unit turun menjadi Rp.50,- Berapa BEP-nya?
Apabila unit yang diproduksi sebanyak 5000 unit,berapakah laba atau rugi perusahaan?
Biaya variable (VC) = 60Q
Total biaya (TC) = FC +VC = 400.000 +60Q
Total penghasilan (TR) = P x Q = 100 Q
BEP tercapai pada saat TR = TC
100 Q = 400.000 + 60Q
40Q = 400.000 Q = Rp. 1.000.000
Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 10.000 unit atau pada saat penghasilan dan biaya mencapai sebesar Rp. 1.000.000
Jika kita gunakan rumus BEP, maka akan dipeoleh:
BEP unit= FCP/ u –VC /u= 400.000100-60=10.000 unit
BEP rupiah= FC1-VC/P = 400.0001-60/ 100=Rp.1.000.000
Apabila Harga naik menjadi Rp. 160 per unit BEP akan turun
Total penghasilan (TR) Menjadi TR = 160 Q1
Total biaya (TC) tetap yaitu menjadi TC = 400.000 + 60 Q1
BEP : TR' = TC'
160 Q1 = 400.000 + 60 Q1
160 Q1 = 400.000 Q1 = 4.000 unit
atau 4.000 x Rp.160 = Rp. 640.000
jika kita menggunkana rumus BEP adalah
BEP Unit= FC P/u –VC/u= 400.000160-60=4000 unit
BEP Unit= FC P/u –VC/u= 400.000160-60=4000 unit
BEP dalam rupiah= FC1-VC/P atau 400.0001-60/160=Rp.640.000
BEP dalam rupiah= FC1-VC/P atau 400.0001-60/160=Rp.640.000
Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 4000 unit, yang berarti turun dari nilai semula sebesar 10.000 unit jika kita menghitung BEP sebelum harga naik, atau pada saat penghasilan / biaya mencapai sebesar Rp.640.000.
Apabila Biaya tetap naik sebesar Rp 200.000 dan biaya variable turun menjadi Rp. 50 Per unit
biaya tetap menjadi = Rp. 400.000 + Rp. 200.000 = 600.000
Biaya variable turun menjadi Rp. 50 per unit, maka VC = 50 Q1
Total biaya (TC) menjadi TC' = 600.000 + 50 Q1
Total penghasilan TR = 100 Q1
BEP tercapai pada saat TR' = TC'
100 Q1 = 600.000 + 50 Q1
50 Q1 = 600.000 Q1 = 12.000 unit
atau 12.000 x Rp.100 = Rp. 1.200.000
Jika kita menggunakan Rumus BEP , maka akan diperloleh:
BEP Unit= FC P/u –VC/u= 400.000600-50=12.000 unit
BEP Unit= FC P/u –VC/u= 400.000600-50=12.000 unit
BEP dalam rupiah= FC1-VC/P atau 600.0001-50/100=Rp.1.200.000
BEP dalam rupiah= FC1-VC/P atau 600.0001-50/100=Rp.1.200.000
Jadi BEP tercapai pada jumlah produk sebesar 12.000 unit, yang berarti naik 2.000 unit dari semula sebesar 10.000 unit jika kita menghitung sebelum ada kenaikan biaya tetap, atau pada penghasilan biaya mencapai sebesar Rp.1.200.000
apabila Perusahaan memproduksi 5.000 unit, maka yang terjadi:
Q = 5.000 unit
TR = 5.000 x Rp. 100,- = Rp.500.000
TC = 400.000 + (5.000 X 60) = Rp.700.000
Rugi = Rp. 200.000
jadi apabila perusahaan hanya menjual 5.000 unit, maka akan menderita kerugian sebesar Rp.200.000,-
Break even point,dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol.
Hal ini bisa terjadi, bila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel.
Apabila penjualan hanya cukup menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita rugi. Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Analisis break even, secara umum, dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Sehingga analisis break even sering juga disebut dengan cost volume, profit analysis.
Analisis break even, dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan antara lain mengenai:
Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
Seberapa jauhkah, berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Analisis break even, bertitik tolak dan konsep pemisahan biaya (direct costing system) yaitu variable cost dan fixed cost.
Variable Cost
Variable cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan prubahan volume penjualan.
Perubahan ini tercermin dalam biaya variabel secara total. Sehingga dalam pengertian ini, variable cost dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dan penjualan. Atau variable cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Secara grafis jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Fixed cost
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap, dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time), sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh, sewa (rent) merupakan biaya tetap.Berproduksi atau tidak biaya ini tetap dikeluarkan. Bila digambarkan, akan nampak seperti berikut:
Semi variabel cost
Semi variable cost, merupakan jenis biaya yang sebagian variable dan sebagian fixed yang kadang-kadang disebut pula dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong dalamjenis biaya ini misalnya, komisi bagi salesmen(s alesmen's commission). Biaya komisi, mungkin tetap dalam range atau volume tertentu, dan akan naik pada level yang lebih tinggi.
Bila digambarkan akan nampak seperti dalam gambar:
Khusus untuk Semi Variable Cost ini sering membingungkan bagaimana menentukannya, karena jenis biaya ini sebagian mengandung unsur biaya tetap yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi penjualan, dan sebagian lagi mengandung biaya variabel yang terkait dengan turun naiknya volume penjualan.
BREAK EVEN POINT UNTUK LEBIH DARI SATU MACAM PRODUK
Sesuai asumsi yang ada, analisis BEP digunakanbagi perusahaan yang menjual satu macam produk saja. Apanila perusahaan menjual 2 macam produk atau lebih, maka komposisi atau perimbangan penjualannya (sales mix) rasio kontribusi marjinnya harus tetap. Rasio kontribusi marjin merupakan perimbangan antara kontribusi marjin dengan penjualan. Sedangkan kontribusi marjin merupakan selisih antara penjualan dengan biaya variable. dalam BEP diperoleh:
BEP dalam rupiah= FC1-VC/P
1 – VC/S merupakan rasio kontribusi marjin. apabila dua produk memiliki rasio kontribusi marjin yang berbeda, maka perbedaan sales mix kedua produk tersebut akan merubah BEP. Tetapi apabila dua produk memiliki rasio kontribusi marjin yang sama, maka perubahan sales mix tidak merubah BEP total kedua produk tersebut. untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:
Contoh 17.3
Perusahaan "BHAKTI KARYA" menghasilkan dua macam produk A dan B. Perusahaan memproduksi produk A sebanyak 10.000 unit dengan harga Rp.10.000 per unit dan produk B sebanyak 5.000 dengan harga Rp.30.000 per unit. biaya variable produk A dan B masing-masing sebesar 60% dari penjualan. sedangkan biaya tetap Produk A sebesar Rp.20.000.000 dan produk B sebesar Rp.30.000.000. Data laporan laba rugi untuk produk A dan B tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel. 71.1 Perhitungan Laba Rugi produk A dan B
Keterangan
Produk A
Produk B
Total
Penjualan:
Rp.100.000.000
Rp. 150.000.000
Rp. 250.000.000
Biaya variable
Rp. 60.000.000
Rp. 90.000.000
Rp. 150.000.000
Kontribusi Marjin
Rp. 40.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 100.000.000
Biaya Tetap
Rp. 20.000.000
Rp. 30.000.000
Rp. 50.000.000
Laba operasi
Rp. 20.000.000
Rp. 30.000.000
Rp. 50.000.000
Tabel diatas menunjukan bahwa perimbangan penjualan (sales mix) produk A dan B adalah 1 : 1,5 yaitu perbandingan antara Rp.100.000.000 : 150.000.000. Sedangkan perimbangan produknya (Produk mix) adalah A : B = 2 : 1, yaitu 10.000 unit : 5.000 unit. Adapun BEP total, yaitu BEP produk A dan B dapat dihitung sebagai berikut:
BEP total dalam rupiah= Biaya tetap total1-(VC total :Penjualan total= FC Total1-VC/P
BEP total = 50.000.0001-(150.000.000 :250.000.000= 50.000.0001-O,60
BEP total = Rp.125.000.000
BEP total tercapai pada total penjualan produk A dan B sama dengan total biayanya yakni sebesar Rp. 125.000.000. Pada keadaan BEP total ini tiap-tiap produk tidak harus dalam keadaan BEP. Mungkin saja pada saat terjadi BEP total, suatu produk mengalami kerugian sedangkan produk lain mengalami keuntungan Untuk contoh diatas, jumlah unit tiap-tiap produk dalam keadaan BEP total dapat dihitung sebagai berikut:
Perimbangan Penjualan (Sales mix) Produk A : B = 1 :1,5 atau 2 : 3
maka penjualan produk A = 2/5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 50.000.000
atau dalam unit = Rp. 50.000.000 : Rp. 10.000 = 5.000 unit
Penjualan produk B = 3/5 x Rp. 125.000.000 = Rp. 75.000.000
atau dalam unit = Rp. 75.000.000 : Rp. 30.000 = 2500 unit
Apakah pada perimbangan produk A sebesar 5.000 unit dan produk B sebesar 2.500 unit tercapai pada BEP secara total, kita buktikan dengan perhitungan berikut:
Tabel 17.2 Perhitungan BEP total dari produk A dan B
Keterangan
Produk A
(5.000 unit)
Produk B
(2.500 unit)
Total
Penjualan:
Rp. 50.000.000
Rp. 75.000.000
Rp. 125.000.000
Biaya variable
Rp. 30.000.000
Rp. 45.000.000
Rp. 75.000.000
Kontribusi Marjin
Rp. 20.000.000
Rp. 30.000.000
Rp . 50.000.000
Biaya tetap
Rp. 20.000.000
Rp. 30.000.000
Rp. 50.000.000
Laba operasi
Rp. 0
Rp. 0
Rp. 0
Selanjutnya Apakah BEP total produk A dan B berubah apabila komposisi (perimbangan) penjualan atau sales mix kedua produk tersebut berubah. Misalnya produk A bertambah 50% sehingga menjadi 150% x 10.000 unit = 15.000 unit, sedangkan jumlah produk B tetap. dengan perubahan sales mix tersebut, maka perhitungan BEP total yang baru adalah:
Tabel 17.3 Perhitunngan laba rugi Produk A dan B setelah perubahan sales mix
Keterangan
Produk A
(15.000 unit)
Produk B
(5.000 unit)
Total
Penjualan:
Rp. 150.000.000
Rp. 150.000.000
Rp. 300.000.000
Biaya variable
Rp. 90.000.000
Rp. 90.000.000
Rp. 180.000.000
Kontribusi Marjin
Rp. 60.000.000
Rp. 60.000.000
Rp .120.000.000
Biaya tetap
Rp. 20.000.000
Rp. 30.000.000
Rp. 50.000.000
Laba operasi
Rp. 40.000.000
Rp. 30.000.000
Rp. 70.000.000
Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 1 atau 150.000.0000 : 150.000.000
BEP total dalam rupiah= Biaya tetap total1-(VC total :Penjualan total= FC Total1-VC/P
BEP total = Rp.50.000.0001-(180.000.000 :300.000.000= 50.000.0001-0,60
BEP total = Rp.125.000.000
Bagaimana jika jumlah produk B yang naik sebesar 50% sehingga menjadi 7.500 unit sedangkan produk A tetap? bagaimana BEP total yang baru?
Seperti perhitungan diatas, maka kenaikan jumlah produk B mengakibatkan BEP totalnya berubah yaitu:
Tabel 17.4: Perhitungan laba rugi Produk A dan B setelah perubahan Sales mix
Keterangan
Produk A
(10.000 unit)
Produk B
(7.500 unit)
Total
Penjualan:
Rp. 100.000.000
Rp. 225.000.000
Rp. 325.000.000
Biaya variable
Rp. 60.000.000
Rp. 135.000.000
Rp. 195.000.000
Kontribusi Marjin
Rp. 40.000.000
Rp. 90.000.000
Rp .130.000.000
Biaya tetap
Rp. 20.000.000
Rp. 30.000.000
Rp. 50.000.000
Laba operasi
Rp. 20.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 80.000.000
Sales mix yang baru produk A dan B = 1 : 2,25 atau 100.000.000 : 225.000.000
BEP total dalam rupiah= Biaya tetap total1-(VC total :Penjualan total= FC Total1-VC/P
BEP total = Rp.50.000.0001-(195.000.000 :325.000.000= 50.000.0001-0,60
BEP total = Rp.125.000.000
dari perubahan salesmix yang pertama dan perubahan sales mix yang kedua ternyata BEP total setelah perubahan tetap sama dengan sebelum perubahan yaiti sebesar Rp.125.000.000. Perubahan sales mix tersebut diatas tidak merubah BEP total karena rasio kontribusi marjin kedua produk tersebut ternyata sama yaitu sebesar 40% atau 0,4
Untuk membandingkan apakah penambahan produk A lebih baik disbanding penambahan produk B atau sebaliknya, kita lihat perhitungan sebagai berikut
Tabel 17.5 Perbandingan keadaan produk A dan B sebelum dan setelah adanya perubahan sales mix
Keterangan
Sebelum perubahan
Produk A bertambah 50%
Produk B bertambah 50%
Sales mix A : B
1 : 1,5
1 : 1
1 : 2,25
Laba operasi
Rp. 50.000.000
Rp. 70.000.000
Rp. 80.000.000
Presentase perubahan laba operasi
-
40%
60 %
Besarnya BEP
Rp. 125.000.000
Rp. 125.000.000
Rp. 125.000.000
BEP NON LINIER
Analisis BEP yang telah kita bahas diatas terutama digunakan untuk keadaan yang berubah secara linier.Pada analisis BEP yang non linier, analisis BEP yang akan kita bahas sekarang apabila fungsi pendapatan dan biayanya tidak linier (non linier). pada keadaan non linier ini, maka dalam grafik akan kita dapatkan keadaan BEP lebih dari satu titik. pada dasarnya analisis biaya, volume dan laba (BEP) baik menggunakan fungsi linier maupun non linier tidak berbeda. perbedaan terjadi pada perilaku biaya dan pendapatan itu sendiri sehingga mengakibatkan penggambaran grafiknya berbeda.
sudah kita ketahui bahwa biaya produksi terdiri dari biaya tetap (FC) dan biaya variable (VC). Biayatotal (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya variable. selain pengertian biaya tetap, biaya variable dan biaya tota tersebu, kita kenal pula biaya yang lain yaitu biaya rata-rata (average cost=AC) dan biaya marjinal atau biaya tambahan (marjinal cost =MC) biaya rata-rata merupakan hasil bagi antara biaya total dengan dengan jumlah unit barang yang diproduksi. sedangkan biaya marjinal merupakan tambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan tambahan satu unit produk barang yang dihasilkan.
Apabila volume produksi dihubungkan dengan biaya produksi, maka volume produksi ini akan menentukan besarnya jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat barang tersebut. disamping biaya total dapat juga dapat juga ditentukan biaya variable, biaya tetap, biaya rata-rata, dan biaya marjinalnya. volume produksi biasanya diberi notasi Q (Quantity). secara matemais, hubungan antara biaya tersebut diatas dan volume produksi dapat dijelaskan berikut:
Biaya total (TC)_ = VC +FC
Variabel Cost (VC) = f(Q)
Fixed cost (FC) = k (Konstanta).
sehingga TC = F(Q) + k
average cost (AC) = TC/ Q
Average Variabel cost (AFC) = VC / Q
average Fixed cost (AFC) = FC / Q
karena TC = VC + FC, maka AC = AVC + AFC
Marginal Cost MC= Tambahan total biayaTambahan unit produksi= TC AQ
Disamping berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan, volume produksi juga akan menentukan besarnya pendapatan total. yang akan doterima oleh perusahaan. Pendapatan total ini merupakan hasil kali antara jumlah barang yang dijual (Q) dengan harga barang unitnya (price, P). Hal ini berarti bahwa pendapatan total ini juga merupakan fungsi dari jumlah barang yang dijual. dalam konsep pendapatan juga dikenal pendapatan rata-rata (AR). selain itu juga dada konspe pendapatan marjinal (marginal revenue (MR)).Secara matematis konsep pendapatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pendapatan total (TR) = f(Q) = P x Q
Pendapatan rata-rata (AR) = TR/Q
Pendapatan marjinal (MR) Tambahan Pendapatan totalTambahan unit penjualan= TR Q
pada analisi BEP non linier,pendapatan maksimal dari barang yang akan dijual akan tercapai pada titik puncak fungsi pendapatan yang dimaksud. sedangkan laba maksimal akan tercapai pada titik puncak fungsi labanya. untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini diberikan contoh perhitungan:
Contoh 17.5
Perusahaan "BAHANA" menghadapi fungsi permintaan atas produk yang dijualnya sebagai berikut : P = -4Q + 520, dan fungsi biayanya adalah TC = Q2 + 200Q + 3500.
dari informasi tersebut ditanyakan:
BEP
Pendapatan (Total revenue) maksimal
keuntungan (laba) maksimal
jawab
BEP
TR = P x Q = (-4Q + 520) Q
TR = -4Q2 + 520 Q
TC = Q2 +20Q + 3.500.000
BEP tercapai pada TR = TC -4Q2 + 5.200Q = Q2 +20Q + 3.500
-5 Q2 + 500 Q – 3.500 = 0
-Q2 +1.000 -700 = 0
Q1,2=-b±b2-4ac2a
Q1,2=-100±(100)2-4.-1.(700)2.(-1)
Q1,2=-100±10.000-2.8002.(-1) Q1,2=-100±7.200-2
Q1,2= -100 ±84,85-2
Q1,2= -100+84,85 -2=7,58
Q1,2= -100-84,85 -2=92,43
Untuk Q1 = 7,58
TR = -4Q + 520Q = -4Q (7,58)2 +520 (7,58)
TR = -229,83 +3, 941,6
TR = 3.711,77 = Rp 3.712 (dibulatkan)
P = -4Q +520
P = -4Q (7,58) +520 P = 489,68 Sebagai P1 490 (dibulatkan)
Untuk Q2 = 92,43
TR = -4Q + 520Q = -4Q (92,43)2 +520 (92,43)
TR = -34.173,22 + 48.063,6
TR = 13.890,38 = Rp. 13.890,- (dibulatkan)
P = -4Q + 520
P = -4 (92,43) + 520 P = -369,72+ 520
P = 150,28 sebagai P2 = 150 (dibulatkan)
Jadi BEP terjadi pada saat
BEP1 Q1= 7,28 dan P1= 489,68
BEP2 Q2 = 92,43 dan P1 = 150, 28
Pendapatan maksimal
pendapatan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi pendapatan yaitu Q = -b/2a
TR = 520Q -4Q2
Q = -b/2a = -520/2(-4) = -520/ (-8)= 65 unit
P = 520 – 4Q = 520 – 4 (65) = 520 -260 = Rp. 260
TR = 520Q – 4Q2
TR= 520 (65) – 4 (65)2
TR = 33.800 – 16.900 = Rp. 16.900
Jadi pendapatan maksimalnya adalah Rp.16.900 yang tercatat pada saat Q =65 unit dan harganya P = Rp.260
Keuntungan (Laba) maksimal
Keuntungan maksimal tercapai pada titik puncak fungsi keuntungan (fungsi laba)
Laba (π) = TR – TC
π = 520Q -4Q2 – (Q2 – 20Q + 3500)
π = -5Q2 + 500Q – 3500
Laba (π) maksimal tercapai pada Q = -b/2a
π = -500Q/2. (5) = -500/(-10) = 50 unit
Pada Q = 50 unit
maka laba (π) = -5 (50)2 + 500 (50) – 3500
π = -12.500 + 25.000 -3.500
π = Rp. 9.500
Jadi laba maksimal tercapai pada saat jumlah barang yang dijual sebanyak 50 unit dengan laba yang diperoleh sebesar Rp. 9.000,-
Gambar grafiknya adalah sebagai berikut:
TR, TC (000)
16 TC = Q2 + 20Q + 3.500
14 BEP 2 (92,43; 13.890
C
4
BEP1 (7,58; 3.712) TR = -4Q2 + 520Q
unit
0 10 50 65 92
Q1 Q3 Q4 Q2
Keterangan :
Q1 dan Q2 = jumlah produksi pada keadaan BEP
B – C = Laba maksimal
BEP1 = BEP pertama pada titik (7,83; 3.712)
BEP2 = BEP kedua pada titik (92,43; 13.890)
A = Titik puncak fungsi pendapatan (pendapatan maksimal)
Q3 = Jumlah produksi pada laba maksimal (50 unit)
Q4 = Jumlah produksi pada pendapatan maksimal (65 unit)
BEP UNTUK PERENCANAAN LABA
Analisis Break Even Point (BEP) sangat bermanfaat untuk merencanakan laba perusahaan. Dengan mengetahui besarnya BEP maka kita dapat menentukan berapa jumlah minimal produk yang harus dijual (budget sales) dan harga jualnya (sales price) apabila kita menginginkan laba tertentu. Dengan mengetahui Budget sales tersebut kita juga dapat mengetahui besarnya margin of safety yang harus dipertahankan oleh perusahaan. Margin of safety (MOS) merupakan presentase batas penurunan penjualan sampai dengan keadaan BEP.Margin of safety ini juga merupakan batas resiko penurunan penjualan hingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:
Contoh 17.6:
Pada tahun 2001 perusahaan "ANDIKA" dalam operasinya mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp. 10.000.000 per tahun. Biaya variable per unit sebesar Rp. 2.000,- Sedangkan harga jual per unitnya adalah Rp.6.000,-. Dari informasi tersebut ditanyakan:
Berapakah BEP dalam unit dan rupiah?
Berapakah penjualan yang harus dipakai yang harus dicapai bila perusahaan "ANDIKA" menginginkan laba Rp. 2.000.000 pada tahun 2002?
Berapakah penjualan yang harus dipakai yang harus dicapai bila perusahaan "ANDIKA" menginginkan laba sebesar 20% dari penjualan pada tahun 2003?
Berapa batas penurunan penjualan (MOS) perusahaan tahun 2002 dan tahun 2003?
Berapa penjualan yang dicapai perusahaan apabila perusahaan terpaksa harus menutup pabriknya?
Gambarlah grafik untuk keadaan Point a dan e di atas?
Untuk meyelesaikan soal diatas, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Break even point
BEP (unit)= Biaya TetapHarga-Biaya variabel= 10.000.0006.000-2.000
BEP (unit) = 2.500 unit
BEP (Rp) = 2.500 x Rp. 6.000 = Rp. 15.000.000,-
Penjulan direncanakan (budget sales) bila ingin laba Rp. 2.000.000
Penjualan= Biaya Tetap+LabaHarga-Biaya Variabel = 10.000.000+2.000.0006.000-2.000
Penjualan (dalam unit) = 3.000 unit
Penjualan (dalam rupiah) = 3.000 x Rp.6.000 = Rp. 18.000.000,-
Penjualan yang direncanakan (budget sales) tahun 2003 bila ingin laba 20%:
misalkan penjualan yang direncanakan = Rp. X
X= Biaya Tetap+0,2 X1-(biaya variabel / Penjualan = 10.000.000+0,2 X1-(2.000 / 6.000
X= 10.000.000+0,2 X1-1/3
0,6667 X = 10.000.000 + 0,2 X 0,4,667 X = 10.000.000
X = Rp. 21.427.041 atau = Rp. 21.427.041 / 6.000 = 3.571,17 unit
Jadi, agar perusahaan dapat memperoleh laba sebesar 20% maka harus memperoleh laba penjualan sebesar RP. 21.427.041 atau 3.571 unit (dibulatkan).
Buktinya:
Penjualan = Rp 21.427.041
Biaya variable : 3.571 x Rp 2.000 = Rp 7.142.340 (-)
Kontribusi marjin = Rp 14.284.701
Biaya tetap = Rp 10.000.000 (-)
Laba = Rp 4.284.701
Laba (%) = (4.284.701 : 21.427.041) x 100% = 20%
Batas penurunan penjualan (MOS) tahun 2002 dan 2003?
Margin of safety= Penjualan yang direncanakan-Penjualan BEPPenjualan yang direncanakan x 100%
Margin of safety tahun 2002= 18.000.000-15.000.00018.000.000 x 100%=16,67%
Margin of safety tahun 2003= 21.427.041-15.000.00021.427.041 x 100%=22,99% atau 30%
Margin of safety tahun 2002 sebesar 16,67% artinya batas penurunan penjualan tahun 2002 maksimal sebesar 16,67%. Apabila penurunan penjualan melebihi 16,67% maka perusahaan akan menderita kerugian. sebaliknya apabila penurunan penjualan kurang dari 16,67% perusahaan masih mendapat untung.
Demikian pula Margin of safety tahun 2003 sebesar 30% artinya batas penurunan penjualan tahun 2003 maksimal sebesar 30%. Apabila penurunan penjualan melebihi 30% maka perusahaan akan menderita kerugian. sebaliknya apabila penurunan penjualan kurang dari 30% perusahaan masih mendapat untung.
Penjualan yang dicapai perusahaan sampai perusahaan terpaksa harus menutup pebriknya?
Apabila hasil penjualan perusahaan hanya dapat menutup biaya tetap tunai saja,maka perusahaan sebaiknya ditutup saja. Keadaan ini disebut titik tutup pabrik (shut down point). Pada keadaan tutup pabrik ini besarnya kontribusi marjin yang diperoleh hanya dapat untuk menutup biaya variable dan biaya tetap tunai yang ditanggung. Biaya tetap tunai misalnya biaya asuransi, biaya gaji, biaya sewa dan biaya promosi. Sedangkan biay tetap yang tidak tunai misalnya biaya depresiasi. Padahal biaya tetap (baik tetap tunai maupun ridak tunai) merupakan biaya yang besarnya tidak terpengaruh oleh besarnya jumlah produk yang dijual. Hal ini berarti berapapun penambahan jumlah produk yang dijual tidak menambah keuntungan atau penambahan jumlah penjualan akan sama dengan tambahan biaya variabelnya. sehingga penambahan penjualan tidak menambah keutungan. Jika perusahaan mengalami hal demikian, maka perusahaan ditutup saja. untuk itu diasumsikan biaya tetap tunai sebesar 60% dari total biaya tetapnya yaitu sebesar 60% x RP.10.000.000 = Rp 6.000.000, maka titik tutup pabriknya diformulasikn sebagai berikut:
Titik tutup pabrik= Biaya tetap tunairasio kontribusi marjin= 6.000.0001-(2.000 :6.000)
Titik tutup pabrik = 6.000.000 : 0,6667 = Rp 8.999.550
atau pada produksi sebanyak Rp 8.999.550 : Rp 6.000 / unit = 1.500 unit
Gambar grafik untuk keadaan (a) dan (e) adalah sebagai berikut:
TR ,TC = (Rp 000) TR
TC
15.000
BEP
10.000 Biaya tetap total
8.999
Titik tutup pabrik
6.000 Biaya tetap tunai
Q (unit
0 1.500 2.500 3000
MANFAAT BREAK-EVEN POINT
Menentukan Margin Of Safety
Margin of Savety erat hubungannya dengan analisis break-even, yaitu untuk menentukan seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
Mengatasi Masalah Sales Mix
Masalah sales mix menjadi penting untuk mengetahui jenis produksi mana yang perlu didorong, untuk memperoleh profit yang lebih tinggi.
Anggapan terhadap BEP dalam hubungannya dengan sales mix adalah, BEP akan tetap sama selama sales mix juga tetap.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Analisis titik impas atau analisis pulang pokok atau dikenal dengan nama analisis Break Even Point (BEP) merupakan salah satu analisis keuangan yang sangat penting dalam perencanaan keuangan perusahaan.
Analisis titik impas sering disebut analisis perencanaan laba (profit planning).Analisis ini biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk baru tersebut tentu berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke konsumen.
Analisis BEP digunakan untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak laba dan tidak rugi, atau laba sama dengan nol.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Drs. Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam Pembelanjaan. Andi Offset. Yogyakarta
Munawir, Drs. S. 1979. Analisis Laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta.