BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian dan Tujuan Good Citizen
Good citizen adalah sebuah harapan dan tujuan, sebagai harapan dan tujuan ia tidak bisa terlaksana jika tidak di pahami secara mendasar apa sebenarnya maksud good citizen tersebut. Setidak-tidaknya, ia dapat diartikan sebagai sebuah masyarakat yang hidup dalam keadaan damai, sejahtera, tentram, aman dan memiliki apresiasi yang besar terhadap adanya perbedaan. Good citizen ini dapat juga di artikan sebagai masyarakat madani atau civil society (mudah-mudahan tidak salah), yang menurut Anwar Ibrahim (mantan Deputi Perdana Mentri Malaysia ) dalam forum ilmiah festival istiqlal ialah sistem sosial yang subur yang diazaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni pelaksanaan pemerintahan mengikuti undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan atau predictability serta ketulusan atau tranparency. Dengan pengertian yang demikian maka secara normatif apa yang dimaksudkan good citizen itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dimaksud dengan masyarakat madani, sebab corak kedua masyarakat tersebut merupakan pencerminan dari sistem pemerintahan yang baik pula. Itulah sebabnya keberhasilan pendidikan untuk menciptakan masyarakat yang diharapkan tersebut, terpulang kembali bagaimana pemerintah menyelenggarakan pendidikan. Namun saat ini kita banyak menghadapi masalah, baik yang berbentuk ancaman, tantangan, hambatan maupun gangguan. Berbagai krisis yang dialami saat ini memaksa kita untuk bekerja keras mengatasinya, hal ini dilakukan sejalan dengan tuntutan agar pendidikan di semua sektor baik formal, informal dan non-formal dapat berjalan dengan baik.
Tingkat kemampuan dan upaya yang dikembangkan oleh manusia mengatasi ATHG yang dihadapi, sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, pemahaman, kesadaran, penghayatan, dan keterampilan yang dimilikinya masing-masing. Secara spontan dari waktu ke waktu, kemampuan tadi terus berkembang, namun belum tentu cocok dan sesuai dengan tuntutan yang melaju amat cepat. Oleh karena itu, kemampuan tersebut wajib dikembangkan secara sengaja melalui pendidikan yang terencana dan terarah melalui pengembangan sumber daya manusia (human resources development) dalam arti yang seluar-luasnya, dalam hal ini meliputi pendidikan keluarga (informal), di masyarakat (non-formal), dan di sekolah (formal) (Sumaatmadja, 2000:3).
Menurut Emil Salim (1991:30-31) jika kita bertolak dari tujuan jangka panjang pembangunan manusia Indonesia maka jelaslah bahwa beberapa segi kualitas manusia perlu memperoleh penekanan, seperti kualitas spiritual, menyangkut ciri manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Dalam hubungan ini, perlu ditumbuhkan kesadaran mengembangkan segi-segi kehidupan spiritual yang benar dan menghindari subjektivisme intuisi yang tidak terkontrol oleh dimensi sosial yang menjurus kepada kultus. Penekanan kedua adalah pada kualitas bermasyarakat dan kualitas berbangsa. Masyarakat Indonesia bersifat majemuk, sehingga memerlukan keterikatan lintas bangsa. Penekanan ketiga adalah pada kualitas kekayaan yang dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni faktor pribadi (seperti kecerdasan, pengetahuan, ketermpilan, dan pengalaman, sikap, kerja), faktor lingkungan dalam organisasi (seperti situasi kerja, kepemimpinan, dan yang serupa), serta faktor lingkungan luar organisasi (seperti nilai sosial ekonomi, keadaan tekanan ekonomi, dan yang serupa).
Pemikiran tersebut mencerminkan kegelisahan sejak awal terhadap kondisi yang dirasakan Indonesia pada masa yang akan datang. Sebab untuk menciptakan good citizen atau masyarakat madani tersebut tidak tercapai dengan baik, malahan sampai saat ini kita menghadapi krisis multi dimensi yang belum juga diperoleh bagaimana agar keluar dari krisis tersebut. Krisis multi dimensi ini disebabkan oleh karena kecurangan dan keculasan penyelenggaran negara yang tidak amanah terhadap tugasnya. Oleh karena itu pendidikan atau sistem pendidikan yang kita terapkan di masa lalu harus direformasi secara total, dengan memperhatikan fungsi dasar pendidikan dalam upaya menciptakan masyarakat madani, yang menurut Syarif (2002:52-54) dapat dirinci sebagai berikut :
1.2 Fungsi Dasar Pendidikan dalam Upaya Menciptakan GOOD CITIZEN
1. Pendidikan merupakan investasi manusia (human invesment) yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Dalam pengertian ini, sumber daya manusia ditempatkan sebagai salah satu dari faktor produksi, yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
2. Pendidikan mempunyai dampak peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat. Ada korelasi positif antara tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dengan status pendidikan yang dimilikinya. Masyarakat yang berpendidikan mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan (alternatif) dan mempunyai keberdayaan untuk meningkatkan derajat kehidupan.
3. Pendidikan merupakan wahana untuk membangun dan meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan manusia yang cerdas dan kreatif, masyarakat yang berkualitas dan bangsa yang unggul dengan berbagai keahlian.
4. Pendidikan akan memperbesar peluang terjadinya mobilitas vertikal. Pendidikan melahirkan lapisan elite sosial di dalam masyarakat yang bisa menjadi motor penggerak pembangunan dan pelopor ke arah kemajuan.
5. Sejalan dengan butir keempat, pendidikan dapat memperkuat lembaga-lembaga sosial serta dapat memberi sumbangan yang berarti dalam proses pembentukan masyarakat madani.
Dengan menyadari berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan formal, informal dan non-formal harus mengacu kepada prinsip-prinsip pendidikan diatas. Sebab prinsip-prisip yang dikemukakannya tidak hanya sepihak saja, tetapi telah mengcu kepada penyadaran dari penyelenggaraan negara, khususnya departemen pendidikan untuk memberikan penjelasan dan penerangan, bagaimana sebaiknya pendidikan dilaksanakan secara simultan tersebut.
Pendidikan formal dilaksanakan hanya sebatas di persekolahan, anak didik dikembangkan secara proporsional sehingga potensi yang dimilikinya berkembang dengan kapasitas yang ada. Pendidikan sangat strategis, sebab segala sesuatu yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan anak berada dalam keluarga. Keluargalah yang akan memberikan penyaringan terhadap kekeliruan yang terjadi di luar rumah tangga. Itulah sebabnya anak akan menjadi apa sangat ditentukan oleh keluarga. Sedangkan pendidikan non-formal yang berlangsung di masyarakat akan memberikan pengayaan terhadap pengalaman hidup anak, namun demikian pendidikan nonformal kerap menjadikan anak mengalami benturan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan padanya baik di rumah tangga maupun di persekolahan. Secara sepihak dapat dikatakan bahwa pendidikan nonformal mempengaruhi sikap dan pengalaman hidup anak, karena memang disitulah realitas sosial manusia. Oleh karena itu pendidikan formal dan informal berperan memberikan penerang terhadap gejala-gejala sosial yang dapat menghambat anak untuk menjadi bagian dari upaya pendidikan agar tercipta good citizen Indonesia.
1.3 Pengembangan strategi pendidikan sesuai dengan kondisi-potensi
kewilayahan nusantara Indonesia.
Wilayah nusantara yang sangat luas dengan berbagai pulau, etnis dan bahasa yang berbeda memerlukan sebuah strategi yang tepat untuk melaksanakan pembangunan yang menyeluruh dan berkeadilan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghadapi berbagai permasalahan yang sedang dihadapi. Permasalahan tersebut jika ditelaah mencakup beberapa hal yang berkaitan langsung dengan kondisi kekinian dan kedinian yang sedang dialami.
Khusus masalah pendidikan, sebagai salah satu masalah krusial dalam krisis yang sedang dihadapi saat ini, ternyata melibatkan bergai dimensi atau aspek lain dalam penyelenggaraannya. Hal ini menggambarkan bahwa sektor pendidikan mempengaruhi pola pembangunan dan pola pembangunan yang diterapkan selama ini juga mempengaruhi pendidikan. Dengan demikian terdapat korelasi antara pelaksanaan pembangunan dengan sistem penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan selama ini.
Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol yaitu: (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan, (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, disamping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademis (Propenas, 2000-2004:165).
Salah satu arah kebijakan Propenas seperti tertera pada butir 5 (terdiri dari 8 butir) menyebutkan "melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen". Persoalan yang di hadapi dengan luasnya wilayah nasional nusantara ini, mengharuskan kebijakan pendidikan dilakukan sesuai dengan karakter setiap daerah, sebab perlakuan yang bersipat uniformitas seperti yang dilakukan selama ini telah menghancurkan nilai-nilai tradisi kewilayahan. Padahal nilai-nilai ini jika di kebangkan sesuai dengan karakternya akan dapat menjadi kekuatan dahsyat.
Dalam kerangka memberikan apresiasi yang bersifat holistik terhadap luasnya wilayah nusantara ini diperlukan suatu kebijakan yang dapat menentramkan kegelisahan uniformitas yang dilakukan selama ini. Oleh karena itu desentralisasi atau otonomi penyelenggaraan negara, khususnya penyelenggaraan sistem pendidikan perlu dilaksanakan secepatnya. Jika selama ini sentraliasi telah menciptakan penderitaan terhadap pendidikan, diharapkan dengan adanya otonomi dari setiap wilayah, akan mencabut penderitaan itu sehingga muncul harapan baru bagi pengembangan potensi ke wilayahan.
Studi-studi kasus tentang upaya desentralisasi dari berbagai penjuru dunia menujukan bahwa desentralisasi dilakukan dengan beraneka ragam alasan baik yang tersurat maupun yang tersirat, alasan politik, pendidikan, administrasi, dan keuangan. Alasan-alasan ini dapat dikelompokan dan berada adalam suatu spektrum yang luas (Fiske, 1996:24). Dalam konsteks kekinian Indonesia semua hal tersebut dapat dijadikan alasan mengapa kita harus melakukan desentralisasi. Sampai saat ini jalan itulah yang memungkinkan kita dapat melepaskan diri dari penderitaan pendidikan. Pendekatan sentralisasi yang dilakukan selama ini mengakibatkan lemahnya institusi pendidikan melakukan kebijakan, sebab semua kebijakan ditentukan secara netral, pemerintah pusat tidak dapat memahami apa yang menjadi tuntutan dan kebutuhan daerah.
Untuk mengatasi berbagai kendala karena adanya kelemahan institutional tersebut, seperti desentralisasi merupakan jalan keluar yang terbaik. Oleh kaena itu untuk mengatasi kelemahan institusional tersebut adalah dengan: "(a) pemberdayaan lokal, (b) menetapkan kembali tanggung jawab atas perencanaan jangka panjang daerah tingkat II sebagai titik berat pengelolaan merupakan rencana panjang dengan desentralisasi, (c) pembangunan kemampuan kelembagaan, (d) memberikan otonomi yang lebih besar dengan manajemen sekolah yang bertanggung jawab, (e) sistem pendanaan yang menjamin pemerataan dan efisiensi" (Jiyono, dalam Supriadi dan Jalal, 2001:156-157).
Desentralisasi diharapkan dapat melihat dengan jernih kondisi Indonesia sebagai suatu realita alamiah, negara-negara (nation-state) di Indonesia beraspek majemuk, baik dari aspek etnik-religius, sosial-budaya, dan sosial-ekonomi, maupun fisikal-alamiah kewilayahan. Kondisi yang diinginkan adalah kondisi yang dapat membangun bangsa menjadi lebih baik melalui pendidikan. Sebab pendidikan akan memberikan kesadaran dan sekaligus penyadaran terhadap tanggung jawab individu dan juga tanggung jawab kebangsaan.
1.4 Pendekatan sistem dalam pengembangan pendidikan
Pendekatan sistem merupakan sebuah pendekatan yang menyeluruh yang dapat mengarahkan apa yang dipikirkan dan direncanakan terealisir dengan baik. The system approach is away of thinking toward a more precise understanding of the relevant concepts and their applications (Jhonson, et-al, 1973:xi). Pendekatan sistem memiliki prinsip mendasar dalam menyelesaikan rencana yang telah ditetapkan, oleh karena itu untuk melaksanakan suatu rencana diperlukan pendekatan sistem.
Dalam pendidikan dan organisasi pendidikan, pendekatan sistem merupakan suatu keharusan yang dan tidak dapat diabaikan sama sekali. Kekeliruan pengembangan SDM Indonesia selama ini adalah karena mengabaikan pendidikan sebagai sebuah sistem sehingga pendekatan sistem yang digunakan tidak tepat sasaran dan tepat guna.
Berbagai gejala tersebut tentu saja menjadikan kita tidak siap menghadapi "the future war" yang cenderung harus memiliki SDM yang andal. Apalagi kecenderungan "the future war" tersebut tidak lagi mengandalkan kekuatan personil militer dalam jumlah besar, tetapi cenderung lebih mengandalkan kekuatan teknologi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan juga politik. Kakuatan teknologi dan ilmu pengetahuan akan meningkatkan kemampuan suatu bangsa dalam hal ekonomi dan politik. Kekuatan iptek hanya dapat diperoleh dengan baik jika pendidikan memiliki sistem yang tepat dan sesuai dalam menghadapi tantangan zaman ke depan.
Pendidikan yang dapat melakukan tranformasi, dengan transformasi tersebut diharapkan seluruh elemen transformasi, sepreti globalisasi, struktur ekonomi, politik ideologi, kebudayaan nasional, manusia dan masyarakat, iptek dan informasi dapat didekati dengan sistem yang sesuai kebutuhan. Sekali lagi pendekatan sistem diperlukan karena: the system approach is way of thinking about the job of managing. It provide a framework for visualizing internal and external factor as an integral whole (Jhonson, et-al, 1973:3). Menghadapi masa depan yang lebih kompleks dan penuh dengan chaos seperti yang terjadi saat ini, telah menimbulkan keputusasaan dikalangan sebagian masyarakat. Hal ini terjadi karena tidak jelasnya sistem yang dikonstruk dalam melakukan pembangunan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Hal ini dikemukakan setelah melihat berbagai kebijakan yang dilakukan oleh beberapa kepemimpinan nasional. Seluruhnya mengecewakan, sebab tidak satupun mereka menggunakan pendekatan sistem yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, kecuali hanya kebutuhan kelanggengan atau kelestarian kekuasaannya saja. Jika ditelaan dari perjalanan kepemimpinan tersebut, maka dapat dilihat bahwa sebenarnya mereka lengser karena tidak "bersahabat" dengan ekonomi. Dari sini dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi akan mempengaruhi tingkat kredibilitas kepemimpinan bangsa. Indikasi bahwa ekonomi merupakan sebuah kekuatan semakin jelas setelah msuknya era globalisasi saat ini. Oleh karena itu sistem pendidikan yang baik akan dapat meningkatkan harapan yang baik bagi sebuah bangsa untuk menghadapi masa depan yang diindikasikan sebagai era "the future war". Sistem pendidikan yang ditawarkan sifatnya beragam, hal ini terjadi karena berbagai kalangan ingin menjadikan pendidikan sebagai leading sector dalam pembangunan. Kesamaan visi antara satu orang dengan orang yang lain adalah agar pendidikan dijadikan leading sector. Sedangkan polanya bervariasi sesuai dengan paradigma dan pengalaman yang diperoleh selama ini. Namun semua tawaran yang dikemukakan tersebut adalah dalam rangka memperbaiki sistem yang dikontruksi selama ini. Tinggal lagi bagaimana penanggung jawab pendidikan dapat melakukan sebuah strategi sehingga tawaran-tawaran yang dikemukakan tidak berserakan secara sia-sia. Upaya yang dilakukan untuk menangkap berbagai pesan dari berbagai kalangan tersebut harus ditampung dalam suatu sistem dengan menggunakan pendekatan sistem yang andal.
1.5 Strategi pendidikan mengatasi "krisis identitas" bangsa
Krisis identitas yang terjadi saat ini merupakan bagian dari krisis multi dimensi, yaitu krisis yang telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Akibat krisis multi dimensi tersebut, tingkat kepercayaan diri dan kepercayaan tehadap orang lain atau sesama menjadi terpengaruh. Krisis ini bukan terjadi begitu saja, ia terjadi karena ketidak-mampuan pemegang amanah negara dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan, khususnya sistem pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan cenderung hanya untuk mengejar materi semata, sehingga melahirkan manusia-manusia yang materialistik dan cenderung hedonistik.
Pendidikan seharusnya tidak hanya memproduksi masyarakat sekarang (mempertahankan status qua), tetapi diarahkan untuk menciptakan masyarakat baru dengan kualitas lebih tinggi. Dalam kaitan ini ada faktor-faktor seleksi yang harus diubah dengan rekayasa, sehingga kualitas yang baiklah yang terseleksi positif. Dengan demikian, pendidikan mempersiapkan manusia menjadi lebih berkualitas, tidak hanya menjadi pekerja perusahaan yang dapat diperjualbelikan (salable) tetapi juga lebih manusiawi dan tidak menjadi sumber bencana bagi sesamanya dan lingkungannya (Jacob, 1993:32-33). Kualitas SDM yang dibutuhkan adalah yang sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk meningkatkan kualitas manusia Indoesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, bertangung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Rumusan tujuan belum tercapai dengna baik sehingga memunculkan krisis identitas sebagai akibat multi krisis saat ini. Multi krisis yang berlarut ini telah menjadi beban dan berimplikasi luas terhadap kesiapan manusia Indonesia mengadapi masa depan yang semakin kompleks. Jika situasi ini terus tidak terpecahkan maka krisis ini tidak hanya sampai disini saja, tetapi ia akan membawa ancaman yang lebih besar yaitu adanya ancaman disintegrasi. Sebuah contoh yang cukup menarik dapat dikemukakan, bahwa Amerika Serikat walaupun saat ini telah mengukuhkan dirinya sebagai satu-satunya negara super power dalam segala hal (ekonomi, iptek, militer, politik, budaya dan sebagainya) masih tetap mengutamakan pendidikan sebagai bagian dari strategi pengembangan dan pembangunan bangsanya agar identitasnya tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Program baru pendidikan mereka tersebut disebut oleh Presiden George W Bush sebagai No Child Left Behind yang digulirkan tahun 2002. Program ini berorientasi pada persoalan global yang mereka hadapi. Inti dari program ini adalah melibatkan secara menyeluruh semua pihak dalam kebijakan dan praktisi pendidikan ditingkat federal, negara bagian, dan distrik untuk menggunakan standar, penilaian, akuntabilitas, fleksibilitas, dan berbagai bentuk pilihan dalam setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Program ini berupaya melakukan beberapa hal, dinataranya: pertama, upaya untuk menghilangkan kesenjangan prestasi belajar antara anak yang beruntung dan anak yang kurang dan bahkan tidak beruntung dalam arti sosial-ekonomi, dan kultur; kedua, pemberdayaan keluarga dengan cara menyediakan berbagai pilihan dalam menentukan pendidikan bagi anak-anaknya, pemerintah memberikan kemudahan bagi keluarga dalam memperoleh dana pendidikan yang bebas pajak untuk membiayai anak-anak mereka sejak tamn kanak-kanak sampai perguru/ dosenan tinggi; ketiga, meningkatkan fleksibilitas dan mengurangi birokrasi dalam dunia pendidikan. Regulasi semakin dikurangi di berbagai jenjang pendidikan agar program pendidikan lebih mengutamakan kreativitas masyarkat dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya; keempat, mendorong peningkatan dalam bidang-bidang yang menentukan kualitas pendidikan, hal ini dilakukan dengan meningkatkan kemampuan membaca, matematika, sains, peningkatan kualitas guru/ dosen, peningkatan keselamatan lingkungan sekolah, dan penggunaan teknologi (Suyoto, 2002:105-106). Dalam kerangka yang demikian itu maka diperlukan berbagai strategi pendidikan agar krisis identitas yang terjadi saat ini dpat diatasi. Salah satu jalan terbaik untuk mengatasi krisis tersebut adlah dengan melakukan desentralisasi pendidikan. Sebab desentralisasi akan memberikan peluang yang besar bagi setiap karakter kewilayahan membangun dirinya sendiri, dengan demikian uniformitas akan dapat dilihangkan. Desentralisasi dapat membebaskan pendidikan dari ketertindasan, selama ini penindasan dilakukan secara sistematis sehingga seluruh proses pendidikan dan pembelajaran dipersekolahan tidak dapat memerdekakan diri sesuai dengan tujuan atau tuntutan pendidikan. Desentralisasi yang diterapkan telah merusak tatanan budaya kewilayahan sehingga identitas diri kewilayahan musnah secara perlahan. Dengan desentralisasi perubahan paradigma akan terjadi, sebab paradigma baru dengan desentralisasi tersebut memberikan ruang yang cukup luas bagi stakholder pendidikan mengembangkan aspirasi dan inspirasinya. Jika paradigma lama cenderung bersifat birokratis hirarkis dalam penyelenggaraan pendidikan, dengan paradigma baru tersebut maka pendidikan akan dilaksanakan secara demokratis. Paradigma baru pendidikan inilah yang diharapkan akan menjadi instrumen dalam upaya mengatasi "krisis identitas" yang terjadi saat ini.
1.6 Kriteria warga negara yang baik ( Good citizens)
good citizen perlu diwujudkan oleh para anggota pemerintahan dan juga seluruh masyarakan untuk membangun negara yang baik dengan pemerintahan yang baik juga serta tidak tertinggal oleh arus jaman. Sekarang, akan dijelaskan kriteria – kriteria good citizen yang telah kami buat dan kami lampirkan:
Active, untuk menjalankan suatu pemerintahan yang baik, tentunya dibutuhkan suatu masyarakan yang aktif,tidak pasif. Aktif itu contohnya seperti mengikuti pemilu, tidak golput ( golongan putih), mengikuti kegiatan – kegiatan komunitas dan menyampaikan opini kepada pemerintahan untuk membangun pemerintahan yang lebih baik lagi.
Be Cooperative, masyarakat juga harus mendukung program – program pemerintah dalam menciptakan negara yang baik. Seperti, melaporkan jika ada kasus kejahatan, mentaati peraturan program pemerintah. Pada contoh, jika pemerintah menetapkan bahwa pada hari senin rabu jumat hanya boleh kendaraan yang bernomor plat ganjil yang boleh beredar dijalanan,maka kita harus melaksanakannya dan bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan kota tanpa kemacetan.
Self Control, untuk menjadi masyarakat yang baik tentunya kita harus dapat mengendalikan diri sendiri. Masyarakat yang baik adalah apabila masyarakat itu tahu apa posisinya dan melakukan hal – hal yang seharusnya ( norma hak dan kewajiban).
Obey the Laws, patuhi peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena jika kita berada disuatu wilayah , tentunya kita harus mengikuti dan menjalani peraturan – peraturan yang ada di wilayah tersebut. Karena kita hidup harus mematuhi format – format yang ada dan kenali otoritas anda. Namun, jika ada yang kalian anggap itu merugikan kalian, kalian sebagai masyarakat dapat menyampaikan opini – opini kalian untuk membangun pemerintahan yang lebih baik(aktif).
Love Country, mencintai negeri atau nasionalisme. Kita harus memupuk rasa nasionalisme kita terhadap negara. Tentunya banyak alasan untuk memupuk rasa ini. Rasa nasionalisme dapat kita wujudkan dalam kehidupan sehari – hari kita. Seperti, memakai produk – produk dalam negri, melestarikan kebudayaan bangsa sendiri. Karena , hal ini pun juga akan menguntungkan pemerintah dengan mendatangkan devisa, dan peningkatan keuntungan.
Unite, atau persatuan. Kita sebagai satu bangsa, satu negri dan satu tanah air merupakan satu keluarga yang besar. Kita seharusnya selalu membangun rasa persatuan dan kesatuan. Untuk melindungi negara jika ada datangnya ancaman dari luar. Dengan memupuknya rasa persatuan dan kesatuan, juga akan menghindari adanya gerakan separatisme di dalam negeri kita.
Truthful and Trustworthy, jujur dan dapat dipercaya. Kepercayaan adalah hal yang sulit didapat. Maka dari itu, diperlukanlah tindakan – tindakan yang jujur dan tidak menipu sehingga kita dapat saling percaya dengan orang – orang sekeliling kita.
Express Opinion, kita harus dapat mengekspresikan dan menyalurkan pendapat kita. Baik itu terhadap sesama masyarakat maupun terhadap pemerintah. Karena kita memerlukan masukkan atau pendapat dari orang lain juga untuk lebih berkembang dan menjadi lebih maju dari sebelumnya.
Love Others, mengasihi sesama. Jika kita saling mengasihi satu sama lain, maka perdamaian, keamanan dan kesejahteraan pun dapat dicapai bersama – sama. Meskipun hal ini tentunya tidak mudah untuk dilakukan. Namun , jika kita melakukan hal – hal berdasarkan kasih, maka hal itu pun akan berbuah baik juga
Warga Negara yang baik kaitannya dengan UUD serta hak dan kewajiban warga Negara Dalam suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, seperti NKRI, orang –oranga yang berada diwilayah suatu Negara dapat dibagi atas penduduk dan bukan penduduk.
Penduduk dapat pula dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Penduduk warga Negara Penduduk bukan warga Negara yang disebut orang asing.
Dalam UUD 1945 pasal 26 dinyatakan bahwa yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan oleh undang-undang sebagai warganegara sedangkan syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan RI ditetapkan oleh UU. Adapun UU kewarganegaraan RI adalah UU no. 62 tahun 1958.
2. Selanjutnya dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 ditetapkan bahwa segala warga Negara sama kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa ada pengecualian.
Bukan warga Negara yaitu orang yang berada disuatu Negara tetapi secara hukum tidak menjadi anggota Negara yang bersangkutan, namun tunduk pada pemerintahan dimana mereka berada. Contoh : kontraktor, duta besar, konsuler.Sedangkan penjelasan umum UU no 62 tahun 1958 yang dimaksud dengan kewarganegaraan adalah segala jenis hubungan antara seseorang dan Negara yang mengakibatkan adanya kewajiban Negara itu untuk melindungi orang
yang bersangkutan.
1.7 Hak , kewajiban dan tanggung jawab warganegara Indonesia
Setiap warga Negara RI memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan dikemudian hari.Warga Negara yang baik sudah sewajarnya melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap hukum, Negara dan pemerintah.
Selain itu setiap warganegara Indonesia harus turut bertanggung jawab atas kemajuan dan kemunduran Negara dan bangsanya. Untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia, hendaknya tidak seorangpun warga negaranya boleh menghindarkan diri dari kewajiban dan tanggung jawab.
Rasa bertanggung jawab tidak akan dapat meresap dalam sanubari apabila pada diri kita tidak ada kesadaran bahwa kita adalah warga organisasi masyarakat yang bernama NKRI. Dan kesadaran bernegara itu akan hidup dinamis, jika kesadaran bahwa kita adalah anggota dari suatu kesatuan dan persatuan manusia yang disebut bangsa Indonesia.Seorang warganegara mempunyai kesadaran bernegara dan kesadaran berbangsa jika ia mempunyai semangat kenegaraan, ia selalu menempatkan kepentingan Negara diatas segala kepentingan, juga diatas kepantingan golongan dan kepentingan sendiri. Ia merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan umum, tunduk dan taat kepada peraturan perundangan Negara (peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan mentri, UUD 1945 ketetapan MPR, UU) serta menjalankan kewajibannya terhadap negara Indonesia
dengan setia dan jujur.
Berikut ini beberapa contoh hak warga Negara Indonesia :
Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hokum
Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.
Sedangkan contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia
Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
Kesadaran bernegara dan kesadaran berbangsa merupakan kekuatan pokok bagi pengembangan dan pembangunan Negara menuju kepada suatu Negara yang makmur, material dan spiritual berdasarkan pancasila.Dalam pembentukan kesadaran berbangsa dan bernegara ini perlu ditanamkan sejak dini pada para generasi penerus agar melalui pendidikan baik disekolah maupun dikeluarga agar mereka bisa lebih menghargai bangsa dan negaranya sendiri juga menanamkan jiwa nasionalisme dan patriotisme.
.
Suatu masyarakat Indonesia yang tertib, aman dan tentram serta adil dan makmur berdasarkan pancasila, hanya akan dapat dicapai jika kesadaran berbangsa dan bernegara ini tertanam pada setiap individu dan diterapkan dikehidupan berbangsa dan bernegara. Keseimbangan hak dan kewajiban warga Negara sangat diperlukan, setiap warga Negara tidak hanya menuntut hak yang dimiliki tetapi juga menjalankan kewajibannya sesuai UUd 1945.
Sebagai warga Negara maka ia memiliki hubungan timbal balik yang sederajat dengan negaranya. Dengan memiliki status sebagai warga Negara, maka orang memiliki hubungan hukum dengan Negara. Hubungan itu berwujud status, peran, hak dan kewajiban secara timbal balik. Warga Negara memiliki hak dan kewajiban terhadap Negara begitupun sebaliknya. Harus ada keseimbangan antara dua belah pihak.
BAB II
PENERAPAN GOOD CITIZEN
2.1 Karakter Baik
Terdapat keragaman pendapat mengenai apa itu karakter yang "baik". Konsep karakter baik ( good character) menurut Thomas Lickona (1991), sebagai suatu kebajikan ( virtue) yang bisa dibagi dalam dua kategori, yakni kebajikan pada diri sendiri ( self-oriented virtuous) dan kebajikan terhadap orang lain ( other –oriented virtuous). Kebajikan pada diri sendiri ( self-oriented virtuous) misalnya pengendalian diri dan kesabaraan. Kebajikan terhadap orang lain ( other –oriented virtuous). misalnya kesediaan berbagai dan merasakan kebahagiaan. Kebajikan itu bukan sekedar sikap, tetapi juga merupakan pengetahuan dan perilaku. Oleh karena itu secara populer, karakter itu meliputi tiga hal, yakni mengetahui yang baik ( knowing the good), merasakan hal baik ( feeling the good) dan melakukan hal baik ( acting the good). Selanjutnya, ia mengemukakan dari sejumlah kebajikan, ada 10 (sepuluh) kebajikan utama ( Ten Essential Virtues) yang perlu dalam pendidikan karakter yakni: wisdom, justice, fortitude, self control, love, integrity, hard work, gratitude, humiility, dan positive attitude (Thomas Lickona, 2003).
Karakter baik juga diperkenalkan oleh MS Branson (1998), bahwa karakter sebagai suatu kebajikan ( virtue) yang meliputi dua hal, yakni kebajikan publik ( public character) dan kebajikan privat ( privat character). Karakter publik itu misalnya: public spiritedness, civility, respect for the rule of law, critical mindedness, and willingness to listen, negotiate, and compromise. Karakter privat itu misalkan moral responsibility, self discipline, and respect for the worth and human dignity of every individual are imperative. Berdasar dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter baik meliputi dua hal, yakni karakter yang sifatnya individual/privat/ditujukan pada diri sendiri dan karakter yang sifatnya publik, ditujukan pada orang lain.
Konsep karakter sebagai suatu kebajikan atau virtue, bisa dirunut dari pernyataan Aristoteles yang menyebut bahwa warga negara yang baik itu ditandai oleh adanya civic virtue, yang meliputi 4 hal yakni temperance (kesederhanaan) termasuk self-control dan avoidance of extremes; (keadilan); courage (keberanian atau keteguhan) termasuk patriotism dan wisdom or prudence (kebijaksanaan atau kesopanan), termasuk the capacity for judgment. (Derek Heater, 2004). Sebelumnya, ia membedakan dua macam kebajikan ( virtue) yakni kebajikan intelektual dan kebajikan moral (Cheppi Hericahyono, 1995). Kebajikan intelektual bisa diajarkan, sementara kebajikan moral melalui kebiasaaan.Kabajikan moral inilah yang dikenal sebagai karakter. Oleh karena itu, Aristoteles terkenal dengan pernyataannya bahwa karakter itu adalah suatu kebiasaan ( characterishabit). Karakter itu dapat diajarkan melalui pembiasaan. Pernyataan ini sekaligus memperbaiki ajaran filosofi Socrates tentang knowledge is virtue dan kebajikan itu tidak bisa diajarkan.
Untuk konteks Indonesia, konsep karakter "baik" dipahami sebagai nilai-nilai yang baik ( good values). Desain Induk Pembangunana Karakter Bangsa tahun 2010-2015 mendefinisikan karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik (tahu nilai kabaikan, mau berbuat baik dan nyata berkehidupan baik) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku (Pemerintah RI, 2010). Selanjutnya dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, dikatakan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan ( virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Kemdiknas, 2010).
Dengan dua sumber resmi ini, setidaknya dapat dijadikan rujukan mengenai bagaimana pandangan masyarakat Indonesia mengenai karakter.Karakter dipahami terdiri atas sejumlah nilai kebajikan yang hendaknya bisa diketahui, dirasakan dan dilakukan. Dari sejumlah nilai kebajikan itu diidentifikasi ada 18 (delapan belas) nilai kebajikan sebagai karakter bangsa, yakni : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial dan Tanggung-jawab (Kemdiknas, 2010). Sumber lain menyebut bahwa nilai kebajikan itu terdiri dari dua yakni intra personal berasal dari olah pikir dan olah hati, seperti bervisi, cerdas, kreatif, terbuka, jujur, ikhlas, religius, dan adil. Inter personal yang berasal dari olah raga dan olah rasa/karsa, seperti gigih, kerja keras, disiplin, bersih, bertanggungjawab, peduli, demokratis, gotongroyong, dan suka membatu. Dari ragam nilai kebajikan itu, ada 4 (empat) yang dianggap mendesak dan penting yakni jujur, cerdas, tangguh, dan peduli (Rencana Induk Pendidikan Karakter Bangsa, tanpa tahun).
Dari uraian di atas, pendidikan karakter kita dihadapkan pada sejumlah pilihan akan nilai kebajikan. Belum lagi pilihan nilai-nilai kebajikan (karakter) yang ditawarkan olah para penulis atau ahli pendidikan, misal dalam Ratna Megawangi (2004), Ari Ginanjar Agustin (2005), Doni Koesoema (2007), dan Furqon Hidayatullah (2009). Menurut hemat penulis, sejumlah nilai kebajikan di atas lebih banyak ditentukan melalui analisis deduktif, yang kemungkinan belum tentu tepat secara kontekstual.Oleh karena itu, berdasar temuan deduktif di atas, perlu dilakukan analisis induktif, misal melalui penelitian untuk mengidentifikasi dan menemutunjukkan kembali nilai-nilai kebajikan mana sajakah yang menjadi kebutuhan dan pilihan tepat dalam konteks waktu dan tempat tertentu.
2.2 Karakter Cerdas
Menurut Prayitno dalam Budimansyah (2010), kecerdasan didefinisikan sebagai kemampuan memanipulasi unsur-unsur kondisi yang dihadapi untuk suskses mencapai tujuan.Individu yang memiliki kecerdasan dalam taraf tertentu tercermin dari perilakunya yang aktif, objektif, analitis, aspiratif, kreatif, inovatif, dinamis dan antisipatif.Definisi lain menyebut, kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar.Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu (wikipedia.org).
Perkembangan selanjutnya kecerdasan manusia tidak hanya berkaitan dengan aspek kognitif. Howard Gardner, seorang psikolog terkemuka dari Harvard University, menemukan bahwa sebenarnya manusia memiliki beberapa jenis kecerdasan. Ia menyebutnya sebagai kecerdasan majemuk atau multipleintelligence yang terdiri atas 8 (delapan) jenis kecerdasan yakni : Kecerdasan Linguistik ( word smart), Kecerdasan Spasial ( picture smart), Kecerdasan Matematis ( logic smart), Kecerdasan Kinestetis ( body smart), Kecerdasan Musik ( music smart), Kecerdasan Interpersonal ( people smart), Kecerdasan Intrapersonal ( self smart) dan Kecerdasan Naturalis ( nature smart). Setiap manusia memiliki semua jenis kecerdasan itu, namun hanya ada beberapa yang dominan atau menonjol dalam diri seseorang.
Karakter "cerdas" mulai dikembangkan sebagai salah satu dimensi dari karakter. Model pendidikan karakter di ITS Surabaya mengemukakan cerdas sebagai salah satu dari karakter CAK (Cerdas, Amanah, Kreatif). Cerdas mengandung pengertian: Tajam pikiran dan berfikir solutif, Cepat tanggap terhadap perubahan lingkungannya, Cepat mengerti dan memahami masalah akibat perubahan lingkungannya, Tajam analisisnya dan memiliki banyak alternatif penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, Dengan cepat mampu memilih alternatif penyelasaian masalah yang sesuai dan benar (Syamsul Arifin, dkk, 2010).
2.3 Warga negara yang baik, manusia yang baik ?
Berdasar uraian di atas, karakter pada dasarnya melekat pada diri pribadi atau seseorang, yang sifatnya individual.Karakter yang baik dan cerdas adalah karakter yang dimiliki seorang pribadi. Artinya ia baik dan cerdas secara moral tidak tergantung pada konteks. Dalam perspektif etika, manusia berbuat baik bahkan cerdas itu dalam kaitannya dengan norma moral yakni berusaha untuk mengarahkan perbuatannya ke tujuan tertinggi hidupnya sebagai manusia atau menyesuaikan tindakannya dengan norma yang mengatur perihal bagaimana manusia seharusnya hidup. Ia adalah orang yang selalu berusaha untuk hidup sesuai dengan tuntutan hatinuraninya atau sesuai dengan kesadarannya akan apa yang secara konkret menjadi kewajiban moralnya (Soedarminta, 1997). Jadi karakter "baik dan cerdas" adalah dalam konteks ia sebagai manusia yang dipandu oleh hati nurani, terlepas dari atribut ataupun prestasi dibelakangnya.
Oleh karena itu, istilah warga negara yang baik berbeda dengan manusia yang baik.Istilah warga negara adalah manusia dengan atribut tertentu yakni memiliki identitas, kepemilikan hak dan kewajiban, keterlibatan dalam masalah publik dan penerimaan atas nilai-nilai sosial (Cogan & Derricot, 1998).Aristoteles membedakan antara good man dan good citizen. Dikatakan "we must notes that different consitution require different type of good citizen, while the good man is always same" (Derek Heater, 2004). Warga negara yang baik itu ukurannya adalah konstitusi negara yang bersangkutan. Sepanjang warga negara itu sikap dan perilakunya tidak bertentangan dan mematuhi konstitusi maka ia berkategori warga negara baik, sementara manusia /orang yang baik pada dasarnya sama di semua negara, karena ia ditentukan oleh hati nuraninya. Jadi warga negara yang baik belum tentu manusia yang "baik".Kita mungkin mendengar ada anggota DPR atau pejabat negara yang taat membayar pajak, melaporkan kekayaaan pribadinya, memenuhi panggilan sidang, dan mematuhi peraturan berlalu lintas.Akan tetapi juga berperilaku yang a- moral, misal melakukan perselingkuhan, suka marah, dan sebagainya.Ia adalah warga negara yang baik tetapi belum tentu sebagai manusia ia berkarakter "baik".
Dalam wacana kewarganegaraan, warga negara yang baik dan cerdas ( smart and good citizen), merupakan titik temu antara civic confidence, civic competence dan civic commitment. Civic confidence merupakan irisan dari civic knowledge dan civic dispositions, civic competence merupakan irisan dari civic knowledge dan civic skill dan civic commitment merupakan irisan dari civic dispositions dan civic skill. Warga negara yang memiliki civic knowledge, civic dispositions dan civic skill adalah warga negara yang confidence, competence dan commitment yang selanjutnya disebut sebagai smart and good citizen. Skema dari ketiga komponen dan sasaran pembentukan warganegara tersebut sebagai berikut:
Berkaitan dengan karakter, perlu dibedakan antara pendidikan kewarganegaraan dengan pendidikan karakter.Pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan karakter meskipun saling berkaitan (Branson, 1998) memiliki fokus penekanan yang berbeda. Alberta School (2005) menyatakan "citizenshipeducation has traditionally been more concerned with individuals' participation in their communities, nation and the global world, character education has been more centred on individuals' development". Lebih lanjut dikatakan "Citizenship education recognizes the need for attributes and virtues—respect, responsibility, fairness, honesty, caring, loyalty and commitment to democratic ideals. Character education recognizes that commitment and responsibility to community and a democratic society are part of what constitutes 'good character".
Bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah bagian dari pendidikan karakter dalam arti luas, oleh karena pendidikan kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan karakter individu dalam hubungannya dengan partisipasinya dalam komunitas, seperti hormat, tanggung jawab, terbuka, perhatian, jujur, loyal dan komit.Karakter demikian merupakan bagian dari karakter baik.Sementara pendidikan karakter lebih menekankan pada pengembangan karakter individual. Jika dikaitkan dengan pembedaan karakter privat dan publik atau other –oriented virtuous dan self –oriented virtuous, dapat dikemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan lebih memfokuskan pada karakter publit sedang pendidikan karakter pada karakter publik. Dalam tradisi Barat, karakter privat dan publik memang dapat menjadi misi dari pendidikan kewarganegaraan (Branson, 1998), namun dalam tradisi negara non sekuler, seperti Indonesia pendidikan karakter tidak hanya dapat dilakukan oleh pendidikan kewarganegaraan tetapi juga oleh pendidikan agama.Van Good dalam Syarkawi (2006) menyatakan bahwa pendidikan karakter (moral) di negara sekuler dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan, sedang di negara agama melalui pendidikan agama.
2.4 Guru yang Smart and Good Citizen?
Bagaimana sosok guru sebagai warga negara yang baik dan cerdas itu?Jika kita kembali pada konsep warga negara yang baik dan cerdas, kiranya sosok guru sebagai warga negara yang baik tidak jauh dari kreteria warga negara yang baik pada umumnya.Artinya sebagai warga negara, guru dituntut memiliki karakter publik yang baik, memiliki identitas, memiliki dan melaksanakan hak dan kewajibannya, berpartisipasi dalam kebijakan publik dan menerima adanya nilai-nilai sosial bersama.Karakter-karakter demikian merupakan atribut kewarganegaraan/ atributes of citizenship (Cogan & Derricot, 1998). Guru sebagai profesi dan profesi lain seperti dokter, sopir, pengacara, polisi, dan lain-lain adalah warga negara yang memiliki atribut kewarganegaraan yang sama.
Menurut hemat penulis, karakter guru yang baik dan cerdas lebih tepat melekat pada pribadinya sebagai seorang pendidik.Jadi melekat pada pribadi sebagai individu bukan sebagai warga negara.Dengan demikian guru sebagai sosok pribadi pendidikan dituntut memiliki kepribadian yang baik.Kata kepribadian menunjuk pada "pribadi" atau "individu".Sebagai pribadi/manusia individu, guru adalah manusia yang dituntut memiliki moralitas yang bersumber dari hati nurani yang bersih.Selanjutny guru sebagai manusia dituntut memiliki karakter yang "lebih" dikarenakan fungsi dan status yang melekat dalam dirinya.
Sebenarnya kepribadian guru yang "lebih" tersebut telah dikemukakan dalam kompetensi kepribadian guru, sebagaimana termuat dalam Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Berdasarkan sumber ini, kepribadian guru yang "baik" tersebut dideskripsikan sebagai berikut;
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru
Jika dijabarkan lanjut maka karakter guru yang baik adalah yang memiliki karakter : jujur, akhlak mulia, teladan, pribadi mantap, stabil, arif, berwibawa, memiliki etos kerja, bertanggung jawab, rasa bangga dan percaya diri. Karakter demikian mungkin akan berbeda dengan pendapat para ahli tentang bagaimana profil guru yang baik dan cerdas itu. Namun sebagai dokumen formal, kreteria demikian setidaknya dapat menjadi rujukan dan batu ujian untuk menilai guru yang baik.
Untuk mengembangkan lagi, menurut hemat penulis, perlu diidentifikasi lebih lanjut melalui analisis induktif misal dengan penelitian, bagaimana sesungguhnya karakter guru yang "baik dan cerdas" itu.Dengan teridentifikasinya karakter guru yang baik dan cerdas berdasarkan temuan lapangan, maka dapat direkomendasikan sejumlah program kegiatan yang tepat bagi pendidikan guru ataupun pendidikan profesi guru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Good citizen sebagai sebuah masyarakat yang hidup dalam keadaan damai, sejahtera, tentram, aman dan memiliki apresiasi yang besar terhadap adanya perbedaan.secara pendalaman good citizen harus melelui tahap-tahap dasar baik dari segi pendidikan maupun pendekatan.good citizen dapat terwujud melalui dukungan dari masyarakatnya dan dari keinginan individu masing – masing yang ingin menyciptakan masyarakat madani.pengembangan dalam upaya untuk menyciptakan good citizen yaitu melalul lingkungan sekitar dan bekerjasama untuk menycapai tujuan tersebut ,lalu kemudian keseluruhan masyarakat /penduduk negara.dengan demikian keinginan tersebut akan menyjadi lebih erat dan menyciptakan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
3.2 Saran
Makalah ini disusun berdasarkan ide-ide, pemikiran dan disertai pengalaman yang berusaha untuk bisa memenuhi persyaratan dan pokok–pokok makalah good citizen yang sempura, karena itu keritik dan saran sangat penting untuk penyempurnaan makalah ini.
Pendidikan Kewarganegaraan GOOD CITIZEN
20