TUGAS MAKALAH PATOLOGI IKAN
BAKTERI VIBRIO SP.
Disusun oleh Kelompok I: CITRA ANGRYANI A
UMI KALSUM
ST RAFIAH DARJAT
FACHRULDIN
ASRIANI
NURUL FADILAH AZIS
ZAINUDDIN
HAFDALIA
MUH CHAIDIR
JANE TRIANA TANGKE
DEBYSALFIA MALIA
NURUL INAYAH
FAEDIL AMRI TJONENG
NUR MAYA
NUGRAWANGSA
A. MUH ASWAR AKIL
RAHMA A. MADDANUANG
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bakteri merupakan jasad renik yang kira-kira dua puluh kali lebih kecil dari sel-sel jamur, protozoa atau sel daging ikan. Biasa terdapat di udara, dalam tanah maupun dalam air dan benda padat lainnya. Sebagian besar bakteri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit. Namun bakteri mempunyai kemampuan memperbanyak diri sangat cepat, sehingga apabila bakteri tersebut berada dalam bagian tubuh hewan. Bakteri ini bermacam-macam jenisnya. Yang menyerang manusia, berbeda dengan jenis yang menyerang ikan dan tumbuh-tumbuhan. Tetapi ada pula jenis-jenis yang dapat menyerang manusia dan hewan sekaligus (Alfarico, 2012). Vibrio merupakan jenis bakteri yang hidupnya saprofit di air, air laut, dan tanah. Bakteri ini juga dapat hidup di salinitas yang relatif tinggi. Sebagian besarjuga bersifat
halofil
yang
tumbuh
optimal
pada air laut
bersalinitas 20-40‰.
Genus Vibrio adalah agen penyebab penyakit vibriosis yang menyerang hewan laut seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan. Spesies Vibrio umumnya menyerang larva udang dan penyakitnya disebut penyakit udang berpendar. BakteriVibrio menyerang larva udang secara sekunder yaitu pada saat dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa bakteri ini termasuk jenisopportunistic pathogen yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan (Soliha, 2013). Terdapatnya bakteri pathogen Vibrio di perairan laut menandakan adanya kontak dengan buangan limbah industri dan rumah tangga seperti tinja manusia atau sisa bahan makanan lainnya, di mana bakteri tersebut secara langsung akan tumbuh dan berkembang bila kondisi perairan tersebut memungkinkan. Selanjutnya dari keadaan ini kemudian akan berpengaruh terhadap biota perairan dan akhirnya pada manusia. Bakteri dari spesies Vibrio secara langsung akan menimbulkan penyakit (pathogen), yang dapat menyebabkan kematian biota laut (Soliha,2013).
I.2 Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penulisan makalah ini adalah mengetahui morfologi bakteri vibrio, spesies bakteri vibrio, patogenitanya, gejala penyakit, mekanisme pengobatan serta pencegahan oleh penyakit yang disebabkan bakteri vibrio yang menyerang biota perairan. I.3 Manfaat Penulisan Manfaat yang diharapkan dari makalah Patologi Ikan ini adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengetahui marfologi bakteri vibrio Mengetahui spesies bakteri vibrio Mengetahui tigkat patogenitas bakteri vibrio Penampakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri vibrio Mekanisme penyerangan bakteri vibrio Pengobatan dan pencegahan penyakit yang disebabkan oleh bakteri vibrio
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II. I Morfologi Vibrio merupakan jenis bakteri yang hidupnya saprofit di air tawar, air laut, dan tanah. Bakteri ini juga dapat hidup di salinitas yang relatif tinggi. Sebagian besar juga bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas 20-40‰. Vibrio berpendar termasuk bakteri anaerobic fakultatif yaitu dapat hidup baik dengan atau tanpa oksigen. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4 - 9 dan tumbuh optimal pada pH 6,5 - 8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9,0. (Kima, 2011). Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Bakteri vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus dan sebagainya (Jusman, 2012). Umumnya bakteri Vibrio menyebabkan penyakit pada hewan perairan laut dan
payau.
Sejumlah
spesies Vibrio yang
dikenal
sebagai
pathogen
seperti V. alginolyticus, V. anguillarum, V. carchariae, V.cholerae, V.harveyii, V. ordalii dan V. vulnificus (Irianto,2003). MenurutEgidius (1987) Vibrio sp. menyeran g lebih dari spesies ikan di 16 negara. Vibrio sp. mempunyai sifat gram negatif, sel tunggal berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus, berukuran panjang (1,4 – 5,0) µm dan lebar (0,3 – 1,3) µm, motil, dan mempunyai flagella polar (Kima, 2011). II. II Klasifikasi Vibrio Kingdom
: Eubacteria
Divisi
: Bacteri
Class
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
family
: Vibrionaceae
Genus
: Vibrio
Spesies
: Vibro anguillarum Vibrio vulnificus Vibrio parahaemolyticus Vibrio cholera Vibrio Vibrio El Tor Vibrio alginolyticus. Vibrio salmonicida
II. III Spesies Bakteri Vibrio 1) Vibrio parahaemolyticus Bakteri Vp hidup pada sekitar muara sungai (brackish water atauestuaries), pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada laut dalam (open sea). Bakteri Vp terutama hidup di perairan Asia Timur. Bakteri ini tumbuh pada air laut dengan kadar NaCl optimum 3%, ( berkembang baik pada kadar NaCl 0,5% - 8 %) pada kisaran suhu 5 - 43 OC, pH 4,8 –11 dan water activity (aw) 0,94- 0,99. Pertumbuhan berlangsung cepat pada suhu optimum 37 OC dengan waktu generasi hanya 9-11 menit. Pada beberapa spesies Vibrio suhu pertumbuhan sekitar 5 – 43 OC (pada suhu 10 OC merupakan suhu minimum pada lingkungan)(Adams and Moss 2008). Selama musim dingin, organisme ini ditemukan di lumpur laut, sedangkan selama musim panas mereka ditemukan di perairan pantai. Bakteri Vp dapat hidup sebagai koloni pada kerang-kerangan, udang, ikan dan produk makanan laut lainnya (Santoso, 2011). Bakteri Vibrio parahaemolyticus (Vp) merupakan bakteri gram negatif, halofilik, bersifat motil atau bergerak, berbentuk bengkok atau koma, menghasilkan energi untuk pertumbuhan dengan oksidasi, fakultatif anaerob dan mempunyai flagelum kutub tunggal dan tidak dapat membentuk spora serta bersifat zoonosis . (Soliha, 2013).
2) Vibrio vulnificus Vibrio vulnificus merupakan mikroba patogen gram negatif dan merupakan bakteri non spora dari famili Vibrionaceae yang dapat ditemukan secara alami di daerah perairan hangat (halofilik obligat) yang tumbuh baik di lingkungan laut tropis maupun subtropis. Jumlah organisme ini tergantung suhu air laut, yang biasanya jumlah lebih banyak ditemukan pada musim panas. Vibrio vulnificus dapat juga ditemukan hidup bebas di air laut dan endapan lumpur di dasar laut. (Soliha, 2013). Mempunyai ciri-ciri berwarna biru sampai hijau, diameter 2-3 mm. Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S glukosa, sellobiosa, fruktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan, laktosa bersifat negatif. (Sari, 2013). 3) Vibrio anguillarum Mempunyai ciri-ciri warna putih kekuning-kuningan, bulat, menonjol dan berkilau. Karakteristik fisika-biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa, laktosa, sellobiosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan methyl red dan H2S negatif. (Kima, 2011). 4) Vibrio alginolyticus. Mempunyai ciri-ciri berwarna kuning, diameter 3-5 mm. Karakteristik fisikabiokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S glukosa, laktosa, dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, galaktosa negative (Kima, 2011). 5) Vibrio salmonicida Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berwarna bening, diameter < 1 mm, bulat, menonjol dan utuh. Karakteristik biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa positif. Sedangkan methyl red, H2S, laktosa, galaktosa, mannitol sellobiosa, fruktosa, bersifat negative (Kima, 2011).
6) Vibrio cholera Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Berwarna kuning, datar, diameter 2-3 mm, warna media berubah menjadi kuning. Karakteristik fisika-biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl red dan H2S glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa, fruktosa, bersifat negative (Kima, 2011). Vibrio cholera tumbuh baik pada agar tiosulfat-sitrat-empedu-sukrosa. pH optimumnya 7,8 – 8,2 (alkalis), bakteri ini cepat mati karena asam. Perbenihan khusus untuk bakteri ini adalah perbenihan Diedonne yang mempunyai pH 8,5 – 9,5. Perbenihan ini merupakan perbenihan selektif untuk bakteri ini karena dengan pH ini bakteri lain akan mati sedangkan Vibrio cholera tidak. Pada agar darah bersifat haemodigesti, mengeluarkan eksotoksin, dan pada media padat kooninya bening seperti embun (Kima, 2011). 7) Vibrio El Tor Menurut Kima (2011), Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Gotschlick tahun 905 di stasion Qarantina El Tor di Semenanjung Sinai (Mesir). Sifat bakteri ini sama dengan Vibrio cholera hanya pada agar darah bersifat haemolsis. Pada manusia menyebabkan penyakit muntah da diare, tetapi lebih ringan dibandingkan dengan cholera asiatica dan sering disebut paracholera (Entjang, 2003). II. IV IDENTIFIKASI DAN DIAGNOSA BAKTERI a. Pewarnaan Gram
Metode ini dikemukakan oleh Christian Gram, Prinsip kerja dari pewarnaan gram Membedakan bakteri Gram positif dengan Gram negatif yaitu apabila bakteri berwarna ungu, maka Gram Positif, sedangkan bila bakteri berwarna merah maka Gram negative (Sari, 2013). b. Tes kultur
Dari hasil yang didapat, sumber penyakit dari pasien adalah bakteri Gram negatif batang bengkok. Untuk pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan uji coba
dengan tes kultur yaitu penanaman bakteri pada suatu media agar dapat dibedakan jenis bakteri yang satu dengan yang lainnya berdasakan hasil reaksinya terhadap bahan dalam media tersebut. Jika media yang digunakan sesuai dengan kebutuhan bakteri, maka bakteri dapat melakukan pertumbuhan dengan baik. Karena sudah diketahui bahwa sifat dari bakteri yang diperiksa adalah Gram negatif dengan morfologinya batang bengkok, maka dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut adalah Vibrio. Untuk mempertegas hasil, media yang digunakan adalah TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose) karena mengandung garam yang tinggi dan brilliant yang selektif untuk bakteri Vibrio serta mengandung sukrosa sehingga membedakan V. cholerae dan V. parahaemolythicus. Media BA (Blood Agar) juga dipergunakan untuk bakteri V. parahaemolythicus yang bersifat hemolitik atau membutuhkan darah untuk pertumbuhannya (Sari, 2013). II. V Patogenitas Kepatogenan (patogenitas) adalah kapasitas mikroba untuk menyebabkan kerusakan dan virulensi (keganasan) adalah kapasitas relatif suatu mikroba untuk menyebabkan kerusakan dalam inang (Casadevall dan Pirofski, 1999). Virulensi bisa diukur dalam persentase kematian per infeksi (Ewald, 1993) dan dosis atau jumlah sel yang menghasilkan respon patologi dalam waktu tertentu (Brock dan Madigan, 1993). Dalam keadaan alamiah, bakteri ini hanya patogen terhadap manusia, tetapi secara eksperimen dapat juga menginfeksi hewan. Hewan laut yang telah terinfeksi Vibrio khususnya Udang, akan mengalami kondisi tubuh lemah, berenang lambat, nafsu makan hilang, badan mempunyai bercak merah-merah (red discoloration) pada pleopod dan abdominal serta pada malam hari terlihat menyala. Udang yang terkena vibriosis akan menunjukkan gejala nekrosis. Serta bagian mulut yang kehitaman adalah kolonisasi bakteri pada esophagus dan mulut. (Sari, 2013). Tingkat patogenesis bakteri ditentukan oleh suatu mekanisme dalam proses pertumbuhan. Menurut Greenberg (1999) cit. Muliani (2002) suatu mekanisme yang umum untuk mengontrol kepadatan populasi bakteri gram negatif adalah dengan
menghambat komunikasi antar sel. Kemampuan komunikasi satu sama lain terjadi setelah mencapai quorum sensing yang terjadi karena adanya suatu senyawa acylhomoserine lactone (Rahmat, 2008). Bakteri patogen dapat dibedakan atas dua tipe yaitu patogen obligate dan patogen non obligate. Patogen obligate yaitu patogen yang dapat menimbulkan penyakit setiap kali kontak dengan inangnya atau dengan kata lain bakteri ini dapat hidup dan berkembang jika mendapatkan inang, sedangkan pathogen non obligate yaitu patogen yang dapat hidup dan berkembang biak di dalam inang maupun bebas di luar inang, seperti Vibrio sp. Menurut Sukenda dan Wakabayashi (2001), permukaan tubuh adalah tempat media masuknya bakteri ke dalam tubuh inang dan daerah ini dapat menjadi gerbang utama untuk menyebabkan infeksi. Pada saat kondisi kulit inang (kutikula) atau permukaan tubuh lainnya mengalami luka, maka sangat memungkinkan bakteri patogen untuk masuk (Naiborhu 2002). Vibrio tidak bersifat invasif, yaitu tidak pernah masuk kedalam sirkulasi darah tetapi menetap di usus sehingga dapat menyebabkan gastritis pada manusia. Masa inkubasi bakteri ini antara 6 jam sampai 5 hari. Vibrio menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam dan panas, musinase, dan eksotoksin. Toksin diserap dipermukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida sehingga menghambat absorpsi natrium. Bakteri Vibriosis menyerang larva udang yaitu pada saat udang dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa bakteri termasuk opportunistik pathogen. Dengan adanya kemunculan berbagai jenis penyakit
di perairan
yang
disebabkan
oleh
bakteri Vibriosis
sp.
telah
berdampak terhadap penurunan hasil produksi budidaya perikanan. Akibat infeksi mikroorganisme
patogen tersebut,
banyak
organisme
perairan
yang
dibudidayakan mengalami kematian massal sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi (Paillard et al., 2004; Gonzales, 2005).
II.VII Gejala Klinis Gejala klinis penyakit Vibriosis bentuk akut pada ikan dewasa ditandai dengan warna kulit kusam disertai hilang nafsu makan, letargi dengan hemoragi dipangkal sirip dengan fin rot yaitu kerusakan kulit dengan tepi merah atau putih karena infeksi sekunder jamur. Pada dinding abdomen, organ viseral, jantung, dan kulit terjadi hemoragi difus, membengkak, distensi abdomen dengan asites. Penyebaran penyakit cepat dan ikan mati dalam 2-3 hari dengan mortalitas tinggi . Biasanya dalam keadaan stres ikan tampak berwarna kusam (gelap) dengan hemoragi kutan pada sirip dan ekor, insang pucat , hemoragi tersebut memborok sampai terjadi lesi di kulit . Saat nekropsi terlihat kongesti dengan hemoragi diseluruh permukaan organ internal dan cairan serosanguinus pada ginjal dan limpa yang membengkak. Vibrio jenis lain juga dapat menghasilkan soluble hemolysin yang dapat melisiskan sel darah merah. (Pojokvet, 2011). Patogenesis dari penyakit ini, bakteri masuk lewat darah dan ke sirkulasi jaringan menyebabkan kerusakan dan radang pada pembuluh darah kulit dan pangkal sirip, diikuti hemoragi pada jantung dan akumulasi cairan di abdomen yang menyebabkan dropsi. Bakteri yang masuk ketubuh ikan melalui epihel dari traktus interstinalis menyebabkan septikemia hemoragi. Selain itu bakteri dapat juga menginfeksi ikan melalui insang. Bakteri ini memperbanyak diri pada daerah usus dan menginduksikan toksin sehingga menimbulkan toksemia pada hewan yang diserangnya. Hemoragi kapiler terjadi pada bagian luar insang dan lapisan submukosa abdomen, sedangkan sel hepar dan tubulus renalis menunjukkan adanya degenerasi . Toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan anemia hemolitik yang mengakibatkan peningkatan hemosiderin pada pusat melanomakrofag pada jaringan hemapoietik limpa dan ginjal (Pojokvet, 2011). Gambaran mikroskopik terlihat hemoragi dan foki bakteri di jaringan otot jantung, hemapoetik dan insang. Adanya infiltrasi sel leukosit pada foci berkaitan dengan eksotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio sp. Foki nekrotik bakterial terlokalisir
pada dermis dan epidermis, diawali dengan hiperemi dan edema fibrin, infiltrasi makrofag dan polimorfonuklear leukosit yang menyebar rata. Nekrosis pada pusat lesi dengan deposit fibrin, banyak sel radang mengandung granula melanin (Pojokvet,2011). Sel epitel usus nekrosis dan mengelupas ke lumen, pada organ jantung, hati dan pankreas ditemukan nekrosis fokal likuifaktif. Sel hati dan epitel tubulus ginjal mengalami degenerasi, sel glomerulus rusak, hemoragi jaringan interstitial dengan eksudat serum berfibrin (Pojokvet,2011). Bentuk Vibriosis kronis yang dapat diamati adalah letargi, eksoptalmia, lesi nekrosis, pembengkakan hipodermal, perdarahan di sirip, hidung, ventrikulus, otot dan jaringan, limpa dan ginjal bengkak dan lunak, ginjal sering mengalami nekrosis pada glomerulus, tubulus dan dearah interstitial, fokal nekrosis pada hati dan ikan dapat bertahan meskipun adanya jaringan parut (Roberts, 1989). Selain itu pada infeksi bakterial yang kronis terlihat adanya perubahan cara berenang yaitu berenang miring dan bergerak lamban, lesu dan hilang nafsu makan (Khairuman dan Amri, 2003). II. VIII Mekanisme penyerangan vibriosis Mekanisme penyerangan bakteri vibrio pada ikan yaitu dengan pertama-tama menyerang bagian kulit pada ikan yaitu mucus. Mucus merupakan media yang baik bagi bakteri untuk tumbuh karena pada mucus terdapat banyak nutrisi. Mekanisme penyerangan akan dilanjutkan pada organ dalam bila pada kulit terdapat luka yang menjadi perantara masuknya bakteri ke dalam tubuh organisme. Selain luka , bakteri vibrio bakteri dapat masuk melalui mulut dan insang ikan. Setelah di dalam tubuh, bagian dari bakteri yang berupa adhesin bakteri secara tipikal merupakan komponen makromolekul pada permukaan sel bakteri yang berinteraksi dengan sel inang. Adhesin dan reseptor biasanya berinteraksi dengan komplemen dan menunjukkan suatu ikatan yang spesifik. Pascale et al (2000), menjelaskan bahwa pathogen akan mendapatkan respon yang kuat dari hospes. Terdapat dua faktor yang menjelaskan mekanisme ini, adalah pathogen memiliki serangkaian molekul yang mengaktivasi hospes. Kedua
adalah pathogen memiliki molekul aktivasi hospes lebih efisien terhadap sel sehingga terjadi hubungan aktivasi respon hospes terhadap daya survivalnya. Hubungan antara hospes dengan pathogen melibatkan molekul adhesin yang ditemukan pada ECM seperti kolagen, fibrinektin dan protein matrik lainnya atau melibatkan protein reseptor adhesin seperti integrin, selectin, cadherin dan kelompok immunoglobulin pada sel hospes. Perlekatan bakteri terhadap permukaan mukosa sel eukariot atau permukaan jaringan membutuhkan dua faktor yaitu protein reseptor dan adhesin. Reseptor merupakan molekul karbohidrat spesifik pada permukaan membran sitoplasma sel eukariot yang diperankan oleh protein, terdiri atas gugus H (hidrogen), NH2 (amino) dan COOH (karboksil). Tahap awal terjadinya infeksi oleh Vibrio pada sel inang diantaranya diperankan oleh factor
virulensi bakteri seperti pili. Proses
selanjutnya adalah kolonisasi dan penyebaran bakteri secara sistematik serta produksi toksin. Perlekatan bakteri pada sel hospes diperankan protein adhesin yang identik dengan protein haemaglutinin. Proses yang menyebabkan terjadinya infeksi bakteri diawali dengan perlekatan, kolonisasi, kemudian invasi. Sistem perlekatan bakteri diperankan oleh molekul adhesin bakteri dan molekul reseptor pada hospesnya (Rahmaningsih, 2011). Bakteri ini memperbanyak diri pada daerah usus dan menginduksikan toksin sehingga menimbulkan toksemia pada hewan yang diserangnya. Toksin
yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan anemia hemolitik yang mengakibatkan peningkatan hemosiderin pada pusat melanomakrofag pada jaringan hemapoietik limpa dan ginjal (Pojokvet, 2011). Menurut Astuti dkk (2012) Patogenesis dari penyakit ini, bakteri masuk lewat darah dan ke sirkulasi jaringan menyebabkan kerusakan dan radang pada pembuluh darah kulit dan pangkal sirip, diikuti hemoragi pada jantung dan akumulasi cairan di abdomen yang menyebabkan dropsi. Bakteri yang masuk ketubuh ikan melalui epitel dari traktus interstinalis menyebabkan septikemia hemoragi. Selain itu bakteri dapat juga menginfeksi ikan melalui insang. Bakteri ini memperbanyak diri pada daerah usus dan menginduksikan toksin sehingga menimbulkan toksemia pada hewan yang diserangnya. Hemoragi kapiler terjadi pada bagian luar insang dan
lapisan submukosa abdomen, sedangkan sel hepar dan tubulus renalis menunjukkan adanya degenerasi. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan anemia hemolitik yang mengakibatkan peningkatan hemosiderin pada pusat melano makrofag pada jaringan hemapoietik limpa dan ginjal (Benenson et al. 1964). Gambaran mikroskopik terlihat hemoragi dan foki bakteri di jaringan otot jantung, hemapoetik dan insang. Adanya infiltrasi sel leukosit pada foci berkaitan dengan eksotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio sp. Foki nekrotik bakterial terlokalisir pada dermis dan epidermis, diawali dengan hiperemi dan edema fibrin, infiltrasi makrofag dan polimorfonuklear leukosit yang menyebar rata. Nekrosis pada pusat lesi dengan deposit fibrin, banyak sel radang mengandung granula melanin (Gustaffson et al.1985). Pemberian pakan yang tidak terkontrol mengakibatkan akumulasi limbah organik di dasar tambak sehingga menyebabkan terbentuknya lapisan anaerob yang menghasilkan H2S. Akibat akumulasi H 2S tersebut maka bakteri patogen oportunistik, jamur, parasit, dan virus mudah berkembang dan memungkinkan timbulnya penyakit pada udang. Ciri-ciri udang yang terserang vibriosis antara lain kondisi tubuh lemah, berenang lambat, nafsu makan hilang, badan mempunyai bercak merah-merah (red discoloration) pada pleopod dan abdominal serta pada malam hari terlihat menyala. Udang yang terkena vibriosis akan menunjukkan gejala nekrosis (Rozi, 2008). II. IX Pengobatan Menurut Astuti dkk (2012) pencegahan dan pengobatan dengan antibiotik dapat dilakukan, antara lain penggunaan oxytetracycline sebanyak 0,5 garam per kg makanan pada udang yang ditambak selama 7 hari, sulphonamides 0,5 gram per kg makanan udang ditambak selama 7 hari dan chloromphenicol sebanyak 0,2 gram per kg berat makanan udang selama 4 hari. Bahan-bahan yang digunakan merupakan salah satu bahan kimia yang digunakan juga dalam pengobatan ikan yang terkena bakteri Vibrio (Basyari et al1988).
Iodin merupakan salah satu bahan yang juga dapat digunakan sebagi bahan dapat mencegah penyebaran bakteri Vibrio. Iodin dapat dengan mudah kita peroleh di pasaran berupa cairan antiseptik seperti yang sering kita kenal dengan betadin, mercurucrome dan lain-lain. Iodin merupakan bahan aktif yang biasanya digunakan sebagai obat oles luar untuk pengobatan pertama pada luka karena bisa mencegah infeksi lanjutan. Iodin mengandung bahan aktif yang fungsinya dapat melumpuhkan atau mematikan bakteri atau kuman pada luka. Iodin terbukti ampuh untuk mempercepat sembuhnya luka yang ada di sekujur tubuh ikan dalam waktu seminggu tanpa melalui perendaman antibiotik, hasilnya akan terlihat setelah dioles keluka pada hari ketiga.
Menurut Astuti dkk (2012) Cara pencegahan penyakit akibat
bakteri Vibrio dapat dilakukna dengan cara menghindari sama sekali kontak ikan sehat dengan yang sakit, lakukan tindakan cepat terhadap ikan yang mulai terlihat serangan vibriosis, karantina ikan yang baru datang, dan bila perlu tutup sementara akses keluar masuknya ikan di area budidaya. Manajemen pengelolaan budidaya yang baik dan benar juga perlu dibiasakan. Pencegahan timbulnya penyakit merupakan tindakan yang sangat bijaksana daripada mengobati setelah ikan sakit. Penanganan yang baik sesuai kaidah yang ada sangat diperlukan dan penganan dini dengan cairan antiseptik iodin akan membantu pembudidaya dalam mencegah meluasnya serangan vibriosis (Feliatra, 1999).
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN Vibrio merupakan jenis bakteri yang hidupnya saprofit di air, air laut, dan tanah. Bakteri ini juga dapat hidup di salinitas yang relatif tinggi. Spesies bakteri vibrio ini ialah Vibro anguillarum, Vibrio vulnificus, Vibrio parahaemolyticus ,Vibrio cholera, Vibrio Vibrio El Tor,
Vibrio alginolyticus dan
Vibrio salmonicida.
Identifikasi bakteri ini biasanya menggunakan pewarnaan gram dan tes kultur. Vibrio tidak bersifat invasif, yaitu tidak pernah masuk kedalam sirkulasi darah tetapi menetap di usus. Gejala klinis penyakit Vibriosis bentuk akut pada ikan dewasa ditandai dengan warna kulit kusam disertai hilang nafsu makan, letargi dengan hemoragi dipangkal sirip dengan fin rot yaitu kerusakan kulit dengan tepi merah atau putih karena infeksi sekunder jamur. Mekanisme penyerangan bakteri vibrio pada ikan yaitu dengan pertama-tama menyerang bagian kulit pada ikan yaitu mucus. Mucus merupakan media yang baik bagi bakteri untuk tumbuh karena pada mucus terdapat banyak nutrisi. Mekanisme penyerangan akan dilanjutkan pada organ dalam bila pada kulit terdapat luka yang menjadi perantara masuknya bakteri ke dalam tubuh organisme. Pencegahan dan pengobatan dengan antibiotik dapat dilakukan, antara lain penggunaan oxytetracycline sebanyak 0,5 garam per kg makanan pada udang yang ditambak selama 7 hari, sulphonamides 0,5 gram per kg makanan udang ditambak selama 7 hari dan chloromphenicol sebanyak 0,2 gram per kg berat makanan udang selama 4 hari.
Daftar pustaka
Astuti, E., A. Dini A.,P. Suharyanto, M. Margaretha, D., W. Galih, W., P. 2012. Vibriosis . online pada https://astutipage.wordpress.com. Diakses pada 26 November 2014 pukul 17:00 Wita. Kima , A., A. 2011. Vibrio. Online pada http://ahmadakhsan.blogspot.com. Diakses pada 26 November 2014 pukul 16:00 wita. Pojokvet . 2011. Vibriosis pada ikan. Online pada http://www.pojok-vet.com. Diakses pada 26 november 2014 pukul 15:00 wita. Rahmahningsi , S. 2011. Identifikasi Patogenitas Selular Bakteri Vibrio Alginolyticus Yang Menginfeksi Benih Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes Altivelis). Online pada http://srirahmaningsih.blogspot.com. Diakses pada 8 oktober 2014 pukul 13:00 wita. Rahmat. 2004. Pathogenesis Bakteri Vibrio pada Udang Windu. Online pada http://rahmatsoft.web.ugm.ac.id. Diakses pada 26 november 2014 pukul 18:00 Wita. Santoso , G. 2011. Vibrio Parahaemolyticus Sebagai Agen Penyebab Foodborne Disease. Online pada http://gatotsantoso79.blogspot.com. Diakses pada 26 november 2014 pukul 12:00 wita. Sari , S., Y. 2013. Vibrio sp. Online pada http://wirnawatisilviantiyunita. Diakses pada 8 oktober 2014 pukul 14:00 wita. Soliha
, M. 2013. Makalah Vibrionaceae. Online pada http://maratussoliha.blogspot.com. Diakses pada 26 November 2014 pukul 19:00 Wita.