TUGAS MAKALAH PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN “TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT”
DOSEN PEMBIMBING : Rd. AYU MUTIARA, S.Sos., M.I.L.
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 ASTRI SRI ASTUTI RAFIDAH SALMA DIYANI RIYAN PERMADI
TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS KEBANGSAAN INDONESIA BANDUNG 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah merupakan masalah pelik yang menyertai suatu proses industri dan banyak menyita perhatian masyarakat maupun pemerintah. Limbah yang dihasilkan dari poses produksi berupa bahan organik maupun bahan anorganik. Sebagian dari limbah merupakan limbah dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B-3). Penanganan limbah B-3 yang tidak benar akan membahayakan lingkungan maupun kesehatan manusia, seperti terjangkitnya penyakit, keracunan dan akumulasi limbah di lingkungan. Salah satu pengolahan limbah yang dilakukan adalah pengolahan limbah secara konvensional yaitu dengan cara pengendapan. Pengolahan dilakukan dengan cara mengubah logam pencemar terlarut menjadi hidroksida atau endapan sulfida yang tidak larut dan dikumpulkan sebagai lumpur (sludge). Selanjutnya lumpur tersebut ditimbun dalam tanah. Pada kondisi asam, logam yang terkandung dalam lumpur akan dilepaskan kembali ke alam. Bila hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama, tentu saja bisa membahayakan kehidupan. Cara lain penanganan limbah adalah dengan cara elektrolisis, osmosis, penukar ion , emulsi membran cair dan absorbsi menggunakan mikroorganisme atau tumbuhan air tertentu (bioassay). Solidifikasi/stabilisasi (S/S) limbah menggunakan semen merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah dengan
tujuan
untuk
mengurangi
pencemaran
lingkungan.
Teknologi
solidifikasi/stabilisasi limbah didasarkan pada interaksi limbah membentuk padatan limbah baik secara fisik maupun kimiawi. Semen, kapur, silika terlarut merupakan bahan yang sering digunakan pada solidifikasi/stabilisasi limbah. Semen Portland digunakan sebagai matrik solidifikasi karena semen banyak digunakan dalam dunia perdagangan maupun penelitian. Berdasarkan karakteristiknya limbah terdiri dari beberapa jenis yaitu limbah cair, limbah gas, dan limbah padat. Hampir semua limbah yang dihasilkan oleh sektor industri maupun domestik termasuk limbah B3 adalah limbah padat. Limbah padat dare sumber dengan jumlah yang besar sebaiknya diolah terlebih dahulu agar tidak menumpuk di TPST. Di Indonesia, peraturan mengenai limbah padat terdapat dalam UU 1
nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam pasal 13 tertera bahwa pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industry, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian limbah? 2. Apa sajakah jenis-jenis limbah? 3. Apa pengertian limbah padat? 4. Bagaimana teknik operasional limbah padat? 5. Apa sajakah jenis-jenis pengelolaan limbah padat? 6. Apa pengertian solidifikasi/stabilisasi? 7. Apa sajakah kelebihan dan kekurangan metoda solidifikasi/stabilisasi? 8. Bagaimana hubungan limbah padat dengan kesehatan masyarakat? 1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan pembuatan makalah : 1. Membantu mahasiswa untuk mempelajari limbah padat 2. Memahami metoda pengelolaan solidifikasi/stabilisasi 3. Mengetahui keuntungan dari metoda pengelolaan solidifikasi/stabilisasi Manfaat pembuatan makalah : 1. Menambah wawasan pentingnya pengelolaan limbah padat 2. Memberikan pengetahuan baru tentang solidifikasi/stabilisasi
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Limbah Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Definisi ini sesuai dengan pengertian pencemaran pada (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Pencemaran lingkungan hidup adalah penambahan zat atau bentuk energi terhadap lingkungan dengan konsetrasi yang berlebih sehingga butuh periode waktu alam ntuk menguraikannya melalui disperse, penghancuran, daur ulang atau penimpanan dalam bentuk tidak berbahaya. Limbah yaitu semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur (sludge), cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Walaupun dianggap sudah tidak berguna dan tidak dikehendaki, namun bahan tersebut kadang-kadang masih dapat dimanfaatkan kembali dan dijadikan bahan baku. 2.2. Jenis-Jenis Limbah Secara umum, limbah sendiri dapat digolongkan berdasarkan 4 faktor, yaitu dari sumbernya, kandungan senyawa, wujud, serta dari sifatnya. 1. Jenis Limbah Berdasarkan Sumbernya Berdasarkan sumbernya, jenis-jenis limbah dibedakan menjadi 2, yaitu limbah industri dan limbah domestik. a) Limbah industri adalah limbah yang dihasilkan dari proses industri. Contohnya limbah pabrik, limbah penambangan, limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir, limbah rumah sakit, dan lain sebagainya.
3
Limbah industri cenderung ditangani dengan serius karena pemerintah telah mengatur mekanismenya bagi setiap perusahaan (industri). b) Limbah domestik adalah limbah yang dihasilkan dari konsumsi rumah tangga. Contohnya kaleng-kaleng bekas keperluan rumah tangga, air cucian (detergen), kantong plastik, kardus bekas, dan lain sebagainya. 2. Jenis Limbah Berdasarkan Kandungan Senyawa Berdasarkan sumbernya, jenis-jenis limbah dibedakan menjadi 2, yaitu limbah industri dan limbah domestik. a) Limbah organik adalah limbah yang mengandung senyawa-senyawa organik atau yang berasal dari produk-produk mahluk hidup seperti hewan dan tumbuhan. limbah organik cenderung lebih mudah ditangani karena dapat terdekomposisi menjadi senyawa organik melalui proses biologis (baik aerob maupun anaerob) secara cepat. Contoh limbah organik misalnya tinja, kertas, limbah rumah jagal hewan, limbah pasar dari jenis dedaunan atau sayuran sisa, dan lain sebagainya. b) Limbah anorganik adalah limbah yang lebih banyak mengandung senyawa anorganik, biasanya cenderung lebih sulit ditangani. Contoh limbah anorganik misalnya kaca, plastik, logam berat, besi tua, dan lain sebagainya. 3. Jenis Limbah Berdasarkan Wujud Seperti diketahui, zat dapat digolongkan menjadi 3, yaitu padat, cair, dan gas. Begitupun dengan zat limbah. a) Limbah cair adalah limbah yang berada dalam fasa cair. Contoh limbah cair yaitu air bekas pencucian, air buangan usaha laundry, limbah cair yang berasal dari industri, limbah cair tahu, dan lain sebagainya. b) Limbah gas adalah limbah yang berada dalam fase gas, biasanya diperoleh dari hasil pembakaran. Contohnya limbah yang dikeluarkan dari cerobong asap suatu pabrik pengolahan. c) Limbah padat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sedangkan SNI 19-2454-1991 yang telah diperbaharui dalam SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, limbah padat adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan organic dan anorganik yang dianggap tidak berguna 4
lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan meindungi investasi pembangunan. Selain itu berdasarkan Istilah Lingkungan unyuk Manajemen, Ecolink 1996, limbah padat merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dare sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Pengeritan Limbah padat disesuaikan dengan sumbernya yaitu hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Contohnya limbah yang dikeluarkan dari cerobong asap suatu pabrik pengolahan. 4. Jenis Limbah Berdasarkan Sifat Jenis jenis limbah juga dapat digolongkan berdasarkan kandungan senyawanya, yaitu terdiri dari limbah organik, dan limbah anorganik. a) Limbah organik adalah limbah yang mengandung senyawa-senyawa organik atau yang berasal dari produk-produk mahluk hidup seperti hewan dan tumbuhan. limbah organik cenderung lebih mudah ditangani karena dapat terdekomposisi menjadi senyawa organik melalui proses biologis (baik aerob maupun anaerob) secara cepat. Contoh limbah organik misalnya tinja, kertas, limbah rumah jagal hewan, limbah pasar dari jenis dedaunan atau sayuran sisa, dan lain sebagainya. b) Limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.
5
Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 1994 yang dibaharui dengan PP No. 12 tahun 1995 dan diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 yang dikuatkan lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tanggal 26 November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B3. Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. 2.3.Peraturan Tentang Limbah Padat Berdasarakan asas tanggung jawab, berkelanjutan, manfaat, keadilan, kesadaran, keselamatan, keamanan, dan nilai ekonomi. Peraturan yang mendasari pengelolaan dan pengolahan limbah padat terdiri dari : 1. UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengolaan Sampah 2. SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah perkotaan 3. SNI 19-3694-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengurukan Contoh Timbulan dan Komposisis Sampah Perkotaan 4. Pedoman Pengelolaan Persampahan Perkantoran dan Pemukiman di Lingkungan Kementrian Pekerjaan Umum 2.4. Jenis-Jenis dan Timbulan Limbah Padat Timbulan limbah padat adalah jumllah atau banyaknya limbah padat yang dihasilkan oleh manusia pada suatu daerah. Limbah padat yang dihasilkan dapat dibedakan berdasarkan komposisi dan sumbernya. Berdasarkan komposisinya : 1. Limbah padat basah : limbah yang banyak mengandung kadar air serta mudah terurai oleh bakteri, biasanya terbentuk dari bahan-bahan organik contohnya adalah sayuran busuk, buah-buahan busuk, sisa makanan, dan daun kering.
6
2. Limbah padat kering : limbah yang sedikit mengandung kadar air dan tidak mudah terurai oleh bakteri, biasnaya terbentuk dari bahan- bahan organik maupun anorganik contohnya adalah kertas, kayu, plastik, kaleng, kaca, dan logam. Berdasarkan sumbernya : 1. Limbah padat pemukiman : limbah yang berasal dari hasil kegiatan rumah tangga 2. Limbah padat komersial : limbah yang berasal dari hasil aktivitas perkotaan (hotel, mall, restoran, pasar, dan kantor) 3. Limbah padat institusional : limbah yang berasal dari hasil aktivitas institusi (rumah sakit, sekolah, dan pusat pemerintahan) 4. Limbah padat konstruksi : limbah yang berasal dari hasil konstruksi (pembangunan jalan, jembatan, dan perbaikan fasilitas umum) 5. Limbah padat pelayanan umum : limbah yang berasal dari hasil akivitas pelayanan umum (taman, saluran drainase kota, tempat rekreasi, tempat olah raga, dan tempat ibadah) 6. Limbah padat instalasi pengolahan : limbah yang berasal dari aktivitas pengolahan instalasi (pengolahan limbah cair, pengolahan limbah padat, dan pengolahan air bersih) 7. Limbah padat industri : limbah yang berasal dari aktivitas pabrik, industri, instalalsi pembangkit tenaga. 8. Limbah padat pertanian dan peternakan : Limbah yang berasal dari aktivitas pertanian dan peternakan (penanaman dan pemanenan, kegitan pemotongan hewan) 2.5. Teknik Operasional Limbah Padat Berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, teknik operasional pengelolaan limbah padat perkotaan yang terdiri dari kegiatan perwadahan sampai dengan pembuangan akhir harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilhan sejak dari sumbernya. Berikut adalah skema teknik operasional pengelolaan limbah padat : 7
Gambar 1.1 Skema Teknik Operasional Pengelolaan Limbah Padat
1. Perwadahan : penampungan sementara sampah yang dihasilkan di sumber baik individual atau komunal. Berdasarkan letak dan kebutuhan dalam sistem penanganan sampah, maka pewadahan dapat dibagi ke dalam 3 level, yaitu : a) Level 1 : wadah sampah yang menampung sampah langsung dari sumbernya (misalnya diletakkan di dapur, ruang kerja, dll) b) Level 2 : bersifat sebagai pengumpul sementara, menampung sampah dari wadah level 1 maupun langsung dari sumbernya (misalnya diletakkan di luar kantor, sekolah atau pinggir jalan) c) Level 3 : merupakan wadah sentral, biasanya bervolume besar yang akan menampung sampah dari level sebelumnya 2. Pengumpulan : pengumpulan sampah dari wadah-wadah di sumber sampah, dengan berbagai sarana seperti gerobak dan truk. Pola pengumpulan sampah terdiri atas : a) Pola individual langsung oleh truk pengangkut menuju ke pemrosesan b) Pola individual tidak langsung, dengan menggunakan pengumpul sejenis gerobak sampah 8
c) Pola komunal langsung oleh truk pengangkut d) Pola komunal tidak langsung e) Pola penyapuan jalan 3. Pemindahan : penampungan sementara sampah sebelum diangkut oleh truk. Sarana yang digunakan dapat berupa sebuah area pemindahan, atau sebuah wadah besar yang peletakkannya terpusat atau tersebar. 4. Pengangkutan : pengangkutan sampah dari lokasi pemindahan ke tempat daur ulang atau ke tempat pengolahan atau ke tempat pemrosesan akhir. Sarana yang digunakan misalnya truk (truk terbuka, dump truck, arm-roll truck, roll-on truck, multi-loader truck, compactor truck) atau kereta api. Sistem pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan metode : a) Hauled Container System (HCS) : sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pemrosesan akhir. HCS merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersil. b) Stationary Container System (SCS) : sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
tidak
dibawa
berpindah-pindah
(tetap).
Wadah
pengumpulan ini dapat berupa wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS merupakan sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah permukiman. 5. Pengolahan : bertujuan untuk memproses sampah agar berkurang volume atau beratnya, seperti insinerasi, pengomposan, berkurang sifat bahayanya terhadap manusia atau lingkungan, lebih memudahkan dalam penanganan selanjutnya, penghalusan (grinding) dan pemadatan. 6. Daur ulang : kegiatan penanganan sampah, menggunakan caracara pengolahan, atau cara-cara manual, agar sampah tersebut dapat dimanfaatkan kembali berbeda dari asalnya. Di negara industri, aplikasi pengemas yang mudah didaur ulang menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan nilai saing produk tersebut di pasar. Cara yang paling mudah untuk mendaur ulang di mulai dengan memisahkan terlebih dahulu sampah-sampah dari sumbernya. 7. Pembuangan akhir : penyingkiran sampah ke alam lingkungan, seperti ke dalam tanah, ke dalam lautan, dsb. Merupakan alternatif akhir dan tahap akhir yang
9
dilakukan. Bila dilakukan dengan mengurug (mengisi) tanah, dikenal sebagai landfilling. 2.6. Metoda Pengolahan Limbah Padat 1. Penimbunan Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode penimbuhan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode penimbuhan terbuka, sampah dikumpulkan dan ditimbun begitu saja dalam lubang yang dibuat pada suatu lahan biasanya dilokasi tempat pembuangan akhir (TPA). Metode ini merupakan metode kuno yang sebenarnya tidak memberikan banyak keuntungan. Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengan sampah dapat merembes ke tanah serta air. Bersama rembesan cairan tersebut, dapat terbawa zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh metode open dumping menyebabkan dikembangkan metode penimbunan sampah yang lebih baik, yaitu sanitary landfill. Pada metode sanitary landfill ,sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi lapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Sampah yang ditimbun dipadatkan, kemudian ditutupi dengan lapisan tanah tipis setiap hari. Hal ini akan mencegah tersebarnya gas metan yang dapat mencemari udara dan berkembangbiaknya berbagai agen penyebab penyakit. Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem lapisan ganda (plastiklempung-plastik- lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik. Disebagian besar negara maju, penimbunan sampah dengan metode open dumping telah banyak digantikan oleh sanitary landfill. Namun, di Indonesia, tempat penimbunan sampah yang menggunakan sanitary landfill masih jauh lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan yang melakukan penimbunan terbuka open dumping. Kelemahan utama 10
penanganan sampah dengan cara penimbunan adalah cara ini menghabiskan lahan. Sampah akan terus terproduksi sementara lahan untuk penimbuhan akan semakin berkurang. Sampah yang ditimbun sebagian besar sulit terdegradasi sehingga akan tetap berada di area penimbunan untuk waktu yang sangat lama. Selain itu, meskipun telah menggunakan sanitary landfill , masih ada kemungkinan terjadi kebocoran lapisan sehingga zat-zat berbahaya dapat merembes dan mencemari tanah serta air. Gas metan yang terbentuk dalam timbunan mungkin saja mengalami akumulasi dan beresiko meledak. 2. Insinerasi Insinerasi adalah teknologi pengolahan yang melibatkan pemabakaran bahan organik. Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat, dan panas. Panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik. Akan tetapi tidak semua jenis limbah padat dapat diterpakan teknologi ini, karena menghasilkan pencemar udara seraabu hasil pembakaran yang mengansung senyawa berbahaya. Proses insinerasi ada 4 tahapan yaitu proses pre-treatment, proses pembakaran, proses recovery energy, proses penanganan flue gas. 3. Pembuatan Kompos Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sampah organik, seperti sayuran, daun dan ranting, serta kotoran hewan, melalui proses degradasi/penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan zat makanan yang diperlukan tumbuhan, sementara mikroba yang ada dalam kompos dapat membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Pembuatan kompos merupakan salah satu cara terbaik untuk mengurangi timbunan sampah organik. Cara ini sangat cocok diterapkan di Indonesia, karena cara pembuatannya relatif mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Selain itu, kompos dapat dijual sehingga dapat memberikan pemasukan tambahan atau bahkan menjadi alternatif mata pencaharian. Berdasarkan bentuknya, kompos ada yang berbentuk padat dan cair. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan 11
menggunakan kompos yang telah jadi, kultur mikroorganisme, atau cacing tanah. Contoh kultur mikroorganisme yang telah banyak dijual dipasaran dan dapat digunakan untuk membuat kompos adalah EM4 (Effective Microorganism 4). EM4 merupakan kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degradasi limbah/sampah organik, menguntungkan dan bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi tanaman, serta ramah lingkungan. EM4 mengandung mikroorganisme yang terdiri dari beberapa jenis bakteri, diantaranya Lactobacillus sp. Rhodopseudomonas sp., Actinomyces sp., dan Streptomyces sp ., dan khamir (ragi), yaitu Saccaharomyces cerevisiae. Kompos yang dibuat menggunakan EM4 dikenal juga dengan sebutan bokashi. 4. Daur Ulang Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemprosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga dalam proses hierarki sampah 6R (Reuse, Reduce, Recycle, Replace, Refill, and Repair). Contoh, beberapa jenis limbah padat yang dapat di daur ulang adalah kertas, kaca, logam (seperti besi, baja, dan aluminium), plastik dan karet. Meskipun daur ulang sangat bermanfaat untuk menangani limbah padat, solusi ini masih memiliki kelemahan. Seperti halnya proses produksi lain, proses daur ulang masih menghasilkan polutan sebagai hasil sampingan/sisa proses daur ulang akan lebih memakan biaya dibandingkan proses produksi dengan bahan mentah. Kendala utama proses daur ulang adalah sulitnya memisahkan bahan-bahan yang akan didaur ulang dari sampah lain. Hal ini terjadi terutama di negara yang pembuangan sampahnya masih bercampur, seperti di Indonesia.
12
Pada sebagian besar negara maju, penduduknya telah menerapkan pemisahan jenis sampah yang akan dibuang. Sampah sisa makanan yang mudah busuk, plastik, kertas, dan logam, masing-masing disediakan tempat pembuangan yang terpisah, sehingga memudahkan proses daur ulang. Namun, ada juga produk-produk tertentu yang memiliki kandungan berbagai bahan berbeda sehingga hampir tidak mungkin dipisahkan untuk didaur ulang. Misalnya, kemasan produk makanan yang tersusun atas lapisan kertas,plastik, dan aluminium. Bahan yang bercampur seperti ini tidak dapat di daur ulang. 5. Solidifikasi dan Stabilitas Solidifikasi adalah proses pemadatan limbah berbahaya sedimikian rupa sehingga mempunyai sifat fisik, kimia yang stabil sehingga aman untuk penanganan. Proses selanjutnya mulai pengangkutan, penyimpanan, sementara sampai penyimpanan lestari. Bahan yang dapat digunakan untuk proses solidifikasi adalah semen, semen fly ash. Solidifikasi merupakan teknik pengolahan dengan menggunakan pencampuran antara limbah dengan agen solidifikasi. Keuntungan dari metode solidifikasi adalah mencegah disperse partikel kasar dan cairan selama penanganan, meminimalkan keluarnya radionuklida dan bahan berbahya setelah pembuangan serta mengurangi paparan potensial (pemecahan jangka panjang). Beberapa properti yang harus diperhatikan dalam solidifikasi antara lain: kemampuan leaching, stabilitas kimia, uji kuat tekan, ketahanan radiasi, biodegradasi, stabilitas termal dan kelarutan (Brownstein, xxxx). Beberapa bahan yang digunakan sebagai agen dalam solidifikasi yaitu semen, kaca, termoplastik dan thermosetting. Tujuan dari solidifikasi/stabilisasi (S/S) adalah membentuk padatan yang mudah penanganannya dan tidak akan meluluhkan kontaminan ke lingkungan. Produk dari proses S/S merupakan produk yang aman dan dapat diarahkan untuk pembuatan produk yang bermanfaat, misalnya paving block, batako, dan tiang listrik berbahan dasar limbah. Mekanisme solidifikasi dengan menggunakan semen. Selama absorbsi air, senyawa mineral terhidrasi membentuk substansi dispersi koloid yang disebut “sol”. Sol tersebut kemudian di koagulasi dan dipresipitasi (pengkondisian akhir). Gel yang terbentuk kemudian dikristalisasi. 13
Table 1.1 Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Semen
Keuntungan Material
dan
Kerugian teknologinya
mudah Peningkatan volume dan densitas
dijangkau
yang tinggi for shipping dan disposal
Sesuai dengan berbagai jenis limbah
Dapat mengalami keretakan apabila
Biaya sedikit
terekspos dengan air
Produk
sememntasi
bersifat
stabil
terhadap bahan kimia dan biokimia Produk sementasi tidak mudah terbakar dan memiliki kestabilan temperature yang baik Komposisi bitumen merupakan campuran hidrokarbon dengan berat molekul tinggi. Dua komponen utama terdiri dari senyawa Asphaltene dan senyawa Malthene. Beberapa jenis bitumen antara lain straight run distillation asphalts, oxidized asphalts, craked asphalts dan emulsified asphalts. Table 2.2 Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Bitumen
Keuntungan Material
dan
Kerugian teknologinya
mudah Dapat terbakar
dijangkau Tidak larut dalam air
Proses
memerlukan
peningkatan
temperature Beban kapasitas limbah yang tinggi
Adanya endapan partikulat selama pendinginan
Biaya sedikit
Kemungkinan adanya reaksi kimia
Kemampuan pencampuran yang baik Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan toksisitas bahan berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama (Roger Spence and Caijun Shi, 2006). 14
Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi bahan berbahaya (limbah B-3) dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan senyawa-senyawa B-3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive). 1. Penerapan Teknologi Solidifikasi a) Pretreatment atau treatment limbah berbahaya yang sulit ditangani (temporary) b) Stabilisasi limbah berbahaya sebelum ditangani melalui land disposal (landfilling) c) Stabilisasi kontaminan sebagai upaya pembersihan site (remediasi) yang tercemar limbah berbahaya d) Stabilisasi limbah industri, termasuk yang non-berbahaya, khususnya limbah lumpur sludge, dan pengolahan residu hasil pengolahan limbah lain seperti abu pengolahan termal e) Proses ini dapat dianggap sebagai pengolahan limbah yang dapat mereduksi gerakan pencemaran ke lingkungan agar lebih lambat seperti terdapat di alam 2. Mekanisme proses solidifikasi/stabilisasi Proses
stabilisasi/solidifikasi/stabilisasiberdasarkan
mekanismenya
dapat
dibagi menjadi 6 golongan, yaitu : a) Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar; b) Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik; c) Precipitation; d) Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi; e) Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan pemadat;
15
f) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali. 3. Tata cara teknologi solidifikasi Menurut Roger
Spence
and
Caijun
Shi
(2006),
tata
cara
kerja
solidifikasi/stabilisasi : a) Limbah B-3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisis karakteristiknya guna menentukan jenis stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B-3 tersebut; b) Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan Soil Penetrometer Test. Hasil uji tekan harus mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m². c) Kemudian dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan. d) Hasil olahan yang telah memenuhi persyaratan kadar TCLP dan nilai uji kuat tekan,disamping bisa dibuang ke landfill juga dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Produk solidifikasi biasanya berupa blok monolitik, material berbasis lempung, granular, dan bentuk fisik lain yang berupa padatan. 2.7. Hubungan Pengelolaan Limbah Padat dengan Kesehatan Masyarakat Pengaruh sampah terhadap kesehatan dikelompokkan menjadi dua yaitu pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung terhadap kesehatan disebabkan karena adanya kontak langsung antara manusia dengan sampah tersebut. Misalnya: sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, sampah yang karsinogenik, teratogenik, dsb. Selain itu, adapula sampah mengandung kuman patogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Sampah ini bisa berasal dari sampah rumah tangga selain sampah industri. Sedangkan pengaruh tidak langsung umumnya disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit yang berkembangbiak didalam sampah keada manusia. Sampah bila ditimbun sembarang dapat dipakai untuk sarang lalat, nyamuk atau tikus. Lalat merupakan vaktor dari berbagai macam penyakit 16
saluran pencernaan seperti: diare, typus, kholera, dsb. Nyamuk Aedes aegipty yang hidup dan berkembang biak dilingkungan yang pengelolaan sampahnya kurang baik (banyak kaleng dengan genangan air), sedangkan tikus disamping merusak harta benda masyarakat, juga sering membawa pinjal yang dapat menyebabkan penyakit pes. Berikut ini adalah beberapa contoh penyakit bawaan lalat (disentri basiler, disentri amuba, thypus abdominalis, kholera, askriasis, dan ancylostomiasi), penyakit bawaan tikus/pinjal (pes,leptospirosis ikterohemoragika, dan ratbite fever), serta penyakit sampah bawaan lainnya seperti: keracunan metan, karbon monoksida, hidrogen sulfide, logam berat, dsb. Untuk itu upaya perbaikan sistem pengelolaan sampah khususnya di daerahdaerah kumuh merupakan hal yang mutlak untuk menciptakan lingkungan kesehatan yang lebih baik. Hal ini merupakan tindakan preventif untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih sehat. Sistem pengelolaan sampah rumah tangga di daerah pemukiman kumuh masih belum efektif dan efisien, sehingga akan lebih banyak sampah yang tidak terkelola / terangkut sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Penduduk yang bermukim di daerah kumuh memiliki risiko yang lebih besar terhadap kemungkinan timbulnya prevalensi penyakit. . Melalui sistem pengelolaan sampah yang lebih baik diharapkan akan mampu menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat Secara khusus bertujuan untuk: 1. Mengetahui secara nyata keterkaitan antara sistem pengelolaan sampah khususnya di daerah kumuh dengan kondisi kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah kumuh tersebut 2. Memberikan masukan masukan (inputs) bagi para penentu kebijakan (decision makers) untuk menetapkan alternatif-alternatif pemecahan masalah dalam pengelolaan sampah di daerah kumuh yang paling efektif dan efisien untuk mengurangi timbulnya prevalensi penyakit.
17
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Limbah padat merupakan jenis limbah yang masuk ke dalam kategori limbah berdasarkan wujud. Limbah padat adalah buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia atau hewan atau tumbuhan yang berbentuk padatan, seperti lumpur, plastik, kertas, kotoran, dan lain sebagainya yang mengandung senyawa organik maupun non organik yang dapat membahayahkan lingkungan sekitar apabila tidak ditangani dengan baik. Limbah padat dapat ditangani oleh berbagai teknologi antara lain, penimbunan, insinerasi, pembuata kompos, daur ulang, dan solidifikasi. Solidifikasi adalah teknologi pemadatan limbah B3 menjadi massa yang secara fisik dan kimia saling terikat didalamnya. Pengelolaan limbah padat sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, sehingga perlu adanya penanganan khusus untuk limbah-limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, hewan, maupun tumbuhan agar tetap terjaga secara seimbang tidak menimbulkan bahaya bagi ekosistem. 3.2. Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat di pertanggungjawabkan.
18