BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Superkonduktor belakangan ini menjadi topik pembicaraan dan penelitian yang paling populer. Superkonduktor menjanjikan banyak hal bagi kita, misalnya, transmisi listrik yang efisien (tak ada lagi kehilangan energi selama transmisi). Memang saat ini penggunaan superkonduktor superkondukt or belum praktis, dikarenakan masalah perlunya pendinginan. Suhu kritis superkonduktor masih jauh di bawah suhu kamar. Superkonduktor adalah suatu material yang tidak memiliki hambatan di bawah suatu nilai suhu tertentu. Suatu superkonduktor dapat saja berupa suatu konduktor, semikonduktor ataupun suatu insulator pada keadaan ruang. Suhu di mana terjadi perubahan sifat konduktivitas menjadi superkonduktor disebut dengan temperatur kritis (Tc). Oleh karena itu perlu mengetahui bagaimana prinsip kerja dari bahan superkonduktor serta aplikasi apl ikasi dari d ari penggunaan pen ggunaan bahan superkonduktor terutama pada generator.
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana
prinsip
kerja
generator
yang
menggunakan
prinsip
bahan
superkonduktor?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memahami prinsip kerja generator yang menggunakan prinsip bahan superkonduktor.
1.4 Batasan Masalah
Cara dan proses pembuatan generator superkonduktor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suhu Ktitis
Perubahan watak bahan dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor dapat dianalogikan misalnya dengan perubahan fase air dari keadaan cair ke keadaan padat. Perubahan watak seperti ini sama-sama mempunyai suatu suhu transisi, pada transisi superkonduktor suhu ini disebut sebagai suhu kritik Tc, pada transisi fase ada yang disebut titik didih (dari fase cair ke gas) dan titik beku (dari fase cair ke padat). Pada transisi feromagnetik suhu transisinya disebut suhu Curie. Besaran fisis yang berkaitan dengan transisi superkonduktor adalah resistivitas bahan, mari kita lihat grafik resistivitas sebagai fungsi suhu mutlak pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Grafik resistifitas sebagai fungsi suhu mutlak
Pada suhu T > Tc bahan dikatakan berada dalam keadaan normal, ia memiliki resistansi listrik. Transisi ke keadaan normal ini bukan selalu berarti menjadi konduktor biasa yang baik, pada umumnya malah menjadi penghantar yang jelek, bahkan ada yang ekstrim menjadi isolator! Untuk suhu T < Tc bahan berada dalam keadaan superkonduktor. Di dalam eksperimen, pengukuran resistivitasnya dilakukan dengan menginduksi suatu sampel bahan berbentuk cincin, ternyata arus listrik yang terjadi dapat
bertahan
sampai
bertahun-tahun.
Resistivitasnya
yang terukur tidak akan melebihi 10-25 ohm.meter, sehingga cukup beralasan bila resistivitasnya dikatakan sama dengan nol.
Perkembangan bahan superkonduktor dari saat pertama kali ditemukan sampai sekarang dapat diikuti pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Tabel jenis-jenis bahan sebagai bahan utama superkonduktor
Keluarga superkonduktor yang terdiri dari unsur-unsur tunggal yang dipelopori oleh temuan Onnes, disebut superkonduktor tipe I atau superkonduktor konvensional, ada kira-kira 27 jenis dari tipe ini. Suatu hal yang menarik, bahwa unsur-unsur yang pada suhu kamar merupakan konduktor banyak diantara mereka yang tidak memiliki sifat superkonduktor pada suhu rendah, contohnya tembaga, perak dan golongan alkali.
Pada tahun 1960-an lahirlah keluarga superkonduktor tipe II, yang biasanya berupa kombinasi unsur molybdenum (Mo), niobium (Nb), timah (Sn), vanadium (V), germanium (Ge), indium (In) atau galium (Ga). Sebagian merupakan senyawa,
sebagian lagi merupakan larutan padatan. Sifatnya agak berbeda dengan tipe I karena suhu kritiknya relatif lebih tinggi, sehingga tipe II ini sering disebut superkonduktor yang
alot.
Semua
alat
yang
telah
menerapkan
superkonduktor
dewasa
ini
menggunakan
bahan
tipe
II
ini,
alasannya
akan
menjadi
jelas
kemudian.
Pada tahun 1985 di laboratorium riset IBM di Zurich, A.Muller dan G.Bednorz memulai era baru bagi ilmu bahan superkonduktor. Mereka menemukan bahwa senyawa keramik tembaga oksida dapat memiliki sifat superkonduktor pada suhu yang relatif tinggi, rekor suhu kritik yang saat ini sudah mencapai 125 K juga dipegang oleh golongan ini. Perkembangan selanjutnya tampak agak seret, para ahli sendiri masih meributkan ada tidaknya batas suhu kritik yang mungkin dicapai. Ahli riset di Institut Teknologi California meramalkan bahwa suhu kritik superkonduktivitas tidak akan pernah melampaui 250 K, jadi masih cukup jauh di bawah suhu kamar. Apakah benar demikian, kita tunggu saja hasil-hasil penelitian berikutnya.
2.2 Medan Magnet Kritis
Tinggi rendahnya suhu transisi Tc dipengaruhi banyak faktor. Seperti tekanan yang dapat menurunkan titik beku air, suhu kritik superkonduktor juga bisa turun dengan hadirnya medan magnet yang cukup kuat. Kuat medan magnet yang menentukan harga Tc ini disebut medan kritik (Hc). Kita lihat grafik ketergantungan Tc terhadap kuat medan magnet pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.2 Grafik ketergantungan Tc terhadap medan magnet
Walaupun Pb bersuhu kritik normal (tanpa medan magnet) 7,2 K, apabila ia dikenai medan H = 4,8.104 A/m misalnya, suhu kritiknya turun menjadi 4 K. Artinya dengan medan sbesar itu pada suhu 5 K pun Pb masih bersifat normal. Medan kritiknya ini dapat dinyatakan dengan persamaan :
H c(T) = H c (0) [ 1 - (T/Tc)2 ]
Hc (0) adalah harga maksimum Hc yaitu harga pada suhu 0 K. Medan kritik ini tidak harus berasal dari luar, tapi juga bisa ditimbulkan oleh medan internal, yaitu jika ia diberi aliran arus listrik. Untuk superkonduktor berbentuk kawat beradius r, arus kritiknya dinyatakan oleh aturan Silsbee :
I c = 2 p . r . H c
Jadi pada suhu tertentu ( T < Tc ) , bahan superkonduktor memiliki ketahanan yang terbatas terhadap medan magnet dari luar dan arus listrik yang bisa diangkutnya. Kalau harga-harga kritik ini dilampaui, sifat superkonduktor bahan akan lenyap dengan sendirinya. Ambil contoh untuk kawat Pb beradius 1 mm pada suhu 4 K, agar ia tetap bersifat superkonduktor ia tidak boleh menerima medan magnet lebih besar dari 48000 A/m atau mengangkut arus listrik lebih dari 300 A. Pada ukuran dan suhu yang sama Nb3Sn mampu mengangkut 12500 A, oleh sebab itulah secara teknis superkonduktor tipe II lebih baik pakai.
Sebagai perbandingan YBCO pada suhu 77 K dapat mengangkut arus sebesar 530 A, cukup lumayan! Naiknya suhu operasi mempunyai nilai ekonomis, karena biaya pendinginan menjadi lebih murah dibandingkan helium cair (untuk menjaga suhu 4 K). Satu liter He harganya US$ 4 (Rp.7000) sedangkan satu liter N2 cuma 25 cent (Rp.450), padahal dalam prakteknya penguapan 1 liter N2 setara dengan penguapan
25
liter
He.
2.3 Effek Meissner
Sifat kemagnetan superkonduktor diamati oleh Meissner dan Ochsenfeld pada tahun 1933, ternyata superkonduktor berkelakuan seperti bahan diamagnetiksempurna, ia menolak medan magnet sehingga ia pun dapat mengambang di atas sebuah magnet tetap. Jadi kerentanan magnetnya -5 (susceptibility) c = -1, bandingkan dengan konduktor biasa yang c = -10 .
Fenomena ini disebut efek Meissner yang tersohor itu.
Jadi satu keunggulan lagi bagi superkonduktor terhadap konduktor biasa. Ia tidak saja menjadi perisai terhadap medan listrik, tapi juga terhadap medan magnet, artinya medan listik dan magnet sama dengan nol di dalam bahan superkonduktor.
Tetapi pada tahun 1935 London bersaudara melalui penelitian sifat elektrodinamik superkonduktor mendapatkan bahwa intensitas medan magnet masih dapat menembus bahan superkonduktor walaupun hanya sebatas permukaan saja, ordenya hanya beberapa ratus angstrom. Sifat rembesan ini dinyatakan oleh parameter l yang disebut kedalaman rembesan London. Medan magnet ternyata berkurang secara eksponensial terhadap kedalaman sesuai dengannya.
B (x) = Bo exp -(x / l )
Bo adalah medan di luar dan x adalah kedalamannya. l membesar dengan naiknya suhu, di Tc harga l tak berhingga besar, sehingga medan magnet mampu menerobos ke seluruh bagian bahan tersebut atau dengan perkataan lain sifat superkonduktor telah hilang digantikan dengan keadaan normalnya.
Teori London ini juga memberikan kesimpulan bahwa dalam bahan superkonduktor arus listrik akan mengalir di bagian permukaannya saja. Hal ini berbeda dengan arus listrik dalam konduktor biasa yang mengalir secara merata di seluruh bagian konduktor.
Perbandingan sifat magnetik pada keadaan normal, superkonduktor tipe I dan
tipe II adalah seperti pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Grafik perbandingan sifat magnetik pada keadaan normal
Pada tipe ii terdapat daerah peralihan yaitu antara Hcl dan Hc , pada saat itu struktur bahan terjadi dari daerah normal yang berupa silinder-silinder kecil, disebut fluksoid karena bisa diterobos fluks magnet, yang dikelilingi sepenuhnya oleh daerah superkonduktor.
2.4 Teori BCS
Teori tentang superkonduktor yang lebih terinci melibatkan mekanika kuantum yang dalam, diajukan oleh Barden, Cooper dan Schrieffer pada tahun 1975 dikenal sebagai teori BCS yang akhirnya memenangkan hadiah Nobel pada tahun 1972.
Dalam teori ini dikatakan bahwa elektron-elektron dalam superkonduktor selalu dalam keadaan berpasang-pasangan dan seluruhnya berada dalam keadaan kuantum yang sama, pasangan-pasangan ini disebut pasangan Cooper.
Kita bandingkan dengan elektron konduksi dalam konduktor biasa. Di sini elektron bergerak sendiri-sendiri dan akan kehilangan sebagian energinya jika ia terhambur oleh kotoran
(impurities)
atau
oleh
phonon ,
phonon
adalah
kuantum
energi getaran kerangka (lattice) kristal bahan. Elektron tersebut akan menimbulkan distorsi terhadap kerangka kristal sehingga menimbulkan daerah tarikan. Tarikan ini dalam superkonduktor pada suhu rendah bisa mengalahkan tolakan Coulomb antar elektron, sehingga dengan ukar menukar phonon dua elektron justru akan membentuk ikatan menjadi pasangan Cooper. Oleh karena keadaan kuantum mereka semuanya sama, suatu elektron tidak dapat terhambur tanpa mengganggu pasangannya, padahal pada suhu T < Tc getaran kerangka tidak memiliki cukup energi untuk mematahkan ikatan pasangan tersebut. Akibatnya mereka tahan terhadap hamburan, jadilah bahan tersebut superkonduktor
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Generator Sinkron
Generator sinkron (sering disebut alternator) adalah
mesin sinkron yang
digunakan untuk mengubah daya mekanik menjadi daya listrik. Generator sinkron dapat berupa generator sinkron tiga fasa atau generator sinkron AC satu fasa tergantung dari kebutuhan.
3.1.1 Konstruksi Generator Sinkron
Pada
generator
sinkron,
arus
DC
diterapkan
pada
lilitan
rotor
untuk
mengahasilkan mdan magnet rotor. Rotor generator diputar oleh prime mover menghasilkan medan magnet berputar pada mesin. Medan magnet putar ini menginduksi tegangan tiga fasa pada kumparan stator generator. Rotor pada generator sinkron pada dasarnya adalah sebuah elektromagnet yang besar. Kutub medan magnet rotor dapat berupa salient (kutub sepatu) dan dan non salient (rotor silinder). Gambaran bentuk kutup sepatu generator sinkron diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 8 Rotor salient (kutub sepatu) pada generator sinkron
Pada kutub salient, kutub magnet menonjol keluar dari permukaan rotor sedangkan pada kutub non salient, konstruksi kutub magnet rata dengan permukaan rotor. Rotor silinder umumnya digunakan untuk rotor dua kutub dan empat kutub, sedangkan rotor kutub sepatu digunakan untuk rotor dengan empat atau lebih kutub. Pemilihan konstruksi rotor tergantung dari kecepatan putar prime mover, frekuensi dan rating daya generator. Generator dengan kecepatan 1500 rpm ke atas pada frekuensi 50 Hz dan rating daya sekitar 10MVA menggunakan rotor silinder. Sementara untuk daya dibawah 10 MVA dan kecepatan rendah maka digunakan rotor kutub sepatu. Gambaran bentuk kutup silinder generator sinkron diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 9 Gambaran bentuk (a) rotor Non-salient (rotor silinder), (b) penampang rotor pada generator sinkron
Arus DC disuplai ke rangkaian medan rotor dengan dua cara: 1. Menyuplai daya DC ke rangkaian dari sumber DC eksternal dengan sarana slip ring dan sikat. 2. Menyuplai daya DC dari sumber DC khusus yang ditempelkan langsung pada batang rotor generator sinkron.
3.1.2 Prinsip Kerja Generator Sinkron
Jika sebuah kumparan diputar pada kecepatan konstan pada medan magnet homogen, maka akan terinduksi tegangan sinusoidal pada kumparan tersebut. Medan magnet bisa dihasilkan oleh kumparan yang dialiri arus DC atau oleh magnet tetap. Pada mesin tipe ini medan magnet diletakkan pada stator (disebut generator kutub eksternal / external pole generator) yang mana energi listrik dibangkitkan pada kumparan rotor. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan pada slip ring dan karbon sikat, sehingga menimbulkan permasalahan pada pembangkitan daya tinggi. Untuk mengatasi permasalahan ini, digunakan tipe generator dengan kutub internal (internal pole generator), yang mana medan magnet dibangkitkan oleh kutub rotor dan tegangan AC dibangkitkan pada rangkaian stator. Tegangan yang dihasilkan akan sinusoidal jika rapat fluks magnet pada celah udara terdistribusi sinusoidal dan rotor diputar pada kecepatan konstan. Tegangan AC tiga fasa dibangkitan pada mesin sinkron kutub internal pada tiga kumparan stator yang diset sedemikian rupa sehingga membentuk beda fasa dengan sudut 120°. Bentuk gambaran sederhana hubungan kumparan 3-fasa dengan tegangan yang dibangkitkan diperlilhatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 10 Gambaran kumparan 3-fasa dan tegangan yang dibangkitkan
Pada rotor kutub sepatu, fluks terdistribusi sinusoidal didapatkan dengan mendesain bentuk sepatu kutub. Sedangkan pada rotor silinder, kumparan rotor disusun secara khusus untuk mendapatkan fluks terdistribusi secara sinusoidal. Untuk tipe generator dengan kutub internal (internal pole generator), suplai DC yang dihubungkan ke kumparan rotor melalui slip ring dan sikat untuk menghasilkan medan magnet merupakan eksitasi daya rendah. Jika rotor menggunakan magnet permanen, maka tidak slip ring dan sikat karbon tidak begitu diperlukan.
3.2 Elektromagnet dari Bahan Superkonduktor
Elektromagnetika merupakan penggabungan listrik dan magnet. Sewaktu mengalirkan listrik pada sebuah kawat dapat diciptakan medan magnet. Listrik dan magnet benar-benar tidak terpisahkan kecuali dalam superkonduktor tipe I yang menunjukkan Efek Meissner (bahan superkonduktor dapat meniadakan medan magnet sampai pada batas tertentu). Ini bisa dibuktikan dengan cara meletakkan kompas di dekat kawat tersebut. Jarum penunjuk pada kompas akan bergerak karena kompas mendeteksi adanya medan magnet. Elektromagnetika sudah banyak dimanfaatkan dalam membuat mesin motor, kaset, video, speaker (alat pengeras suara), dan sebagainya.
Gambar 11. Elektromagnet
David Goodwin dari Office of High Energy and Nuclear Physics di Amerika adalah orang yang mengusulkan ide electromagnetic propulsion ini. Jika dialirkan listrik
pada magnet yang super dingin tersebut dapat diamati terjadinya getaran (vibration) selama beberapa nanodetik (1 nanodetik = 10-9 detik) sebelum magnet itu menjadi superkonduktor. Menurut Goodwin, walaupun getaran ini terjadi hanya selama beberapa nanodetik saja, tetap dapat memanfaatkan keadaan unsteady state (belum tercapainya keadaan tunak) ini. Jika getaran-getaran yang tercipta ini dapat diarahkan ke satu arah yang sama maka akan didapat kekuatan yang cukup untuk ‘melempar’ sebuah pesawat ruang angkasa. Kekuatan ini tidak hanya cukup untuk ‘melempar’ secara asal -asalan,
tetapi justru pesawat ruang angkasa bisa mencapai jarak maksimum yang lebih jauh dengan kecepatan yang lebih tinggi dari segala macam pesawat yang menggunakan propellant. Untuk menerangkan idenya, Goodwin menggunakan kumparan kawat (solenoid) yang disusun dari kawat magnet superkonduktor yang dililitkan pada batang logam berbentuk silinder (Gambar 11). Kawat magnetik yang digunakan adalah logam paduan niobium dan timah. Elektromagnet ini menjadi bahan superkonduktor setelah didinginkan menggunakan helium cair sampai temperatur 4 K (-269oC). Pelat logam di bawah solenoida berfungsi untuk memperkuat getaran yang tercipta. Supaya terjadi getaran dengan frekuensi 400.000 Hz, perlu diciptakan kondisi asimetri pada medan magnet. Pelat logam (bisa terbuat dari bahan logam aluminium atau tembaga) yang sudah diberi tegangan ini diletakkan secara terpisah (isolated) dari sistem solenoida supaya tercipta kondisi asimetri. Selama beberapa mikrodetik sebelum magnet mulai berosilasi ke arah yang berlawanan, listrik yang ada di pelat logam harus dihilangkan. Tantangan utama yang masih harus diatasi adalah teknik untuk mengarahkan getaran-getaran yang terbentuk pada kondisi unsteady ini supaya semuanya bergerak pada satu arah yang sama.
3.3 Generator Superkonduktor
Superkonduktor akan menolak medan magnet. Sebagaimana diketahui, apabila suatu konduktor digerakkan dalam medan magnet, suatu arus induksi akan mengalir dalam konduktor tersebut. Prinsip inilah yang kemudian diterapkan dalam generator. Akan
tetapi,
dalam
superkonduktor arus yang dihasilkan tepat berlawanan dengan medan tersebut sehingga medan tersebut tidak dapat menembus material superkonduktor tersebut. Hal ini akan menyebabkan
magnet
tersebut
ditolak.
Fenomena
ini
dikenal
dengan
istilah
diamagnetisme dan efek ini kemudian dikenal dengan efek Meissner. Penggunaan superkonduktor yang sangat luas tentu saja dibidang listrik. Generator yang dibuat dari superkonduktor memiliki efisiensi sebesar sekitar 99% dan
ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan generator yang menggunakan kawat tembaga. Penggunaan Superkonduktor Suhu Tinggi (HTS) teknologi, generator dapat memberikan yang cepat, dukungan daya reaktif. generator HTS membantu untuk menjaga jaringan listrik berjalan lancar dalam menghadapi pola baru arus listrik yang dibawa oleh deregulasi pembangkit listrik di seluruh dunia. Generator mengubah energi input rotasi mekanik, seperti yang dari turbin uap atau gas, menjadi listrik. Hal ini dengan memutar bidang rotor, yang menghasilkan tegangan pada konduktor armature stasioner. Bidang generator dapat diproduksi dengan gulungan tembaga atau magnet permanen. Dalam mesin besar, pertimbangan mekanis dan keinginan untuk bervariasi tingkat lapangan yang dihasilkan biasanya mendukung penggunaan gulungan tembaga lebih dari magnet permanen.
Manfaat dari generator HTS
Meningkatkan efisiensi mesin mencapai 99%, mengurangi kerugian sebanyak 50% dari generator konvensional
Penyimpan Energi
Mengurangi polusi per unit energi yang dihasilkan
Turunkan biaya siklus hidup
Enhanced grid stabilitas
Mengurangi biaya modal
Mengurangi biaya instalasi
Keuntungan Generator HTS yaitu Efisiensi Generator kehilangan daya dalam gulungan rotor dan di bar dinamo. Dengan menggunakan kawat superkonduktor untuk belitan bidang, kerugian ini bisa dibilang dihilangkan. Bidang diciptakan pada dinamo oleh rotor tidak dibatasi oleh karakteristik kejenuhan besi dan armatures dibangun tanpa gigi besi. Ini menghapus kerugian yang dialami pada gigi dinamo. Ruang ditambahkan untuk tembaga di dinamo dimungkinkan pemindahan gigi dinamo lebih lanjut untuk mengurangi kerugian. Generator HTS akan menghasilkan tenaga listrik dengan kerugian lebih rendah dari generator konvensional setara mereka. Sebuah 1.000 MW generator superkonduktor (ukuran khas di power plant) dapat menyimpan sebanyak $ 4 juta per tahun dalam mengurangi kerugian per generator. Bahkan peningkatan efisiensi kecil menghasilkan penghematan dolar besar. Setengah dari satu persen perbaikan menyediakan utilitas atau IPP dengan kapasitas tambahan untuk dijual dengan nilai terkait hampir $ 300.000 per 100 generator MVA. Permintaan di seluruh dunia untuk generasi listrik tambahan yang semakin meningkat. Pusat Informasi
Energi Nasional memprakirakan bahwa dunia akan membutuhkan 500.000 MW dari kapasitas pembangkitan listrik tambahan selama sepuluh tahun mendatang. Sebuah generator HTS merupakan 1 / 3 volume keseluruhan generator konvensional setara. Misalnya, dalam pembangkit listrik di mana ekspansi sulit (misal: kapal atau kekuasaan lokomotif), generator superkonduktor dapat meningkatkan kapasitas pembangkit tanpa menggunakan ruang tambahan. Lebih kecil, ringan HTS generator menggunakan desain "udara inti", menghilangkan banyak baja struktural dan magnetik setara konvensional. Konstruksi, pengiriman, dan instalasi semua disederhanakan dan lebih murah. Keuntungan utama dari generator HTS diturunkan reaktansi dinamo. Manfaat ini sangat dapat berdampak pertimbangan stabilitas utilitas. Salah satu implikasi adalah pengurangan jumlah cadangan berputar (kapasitas pembangkitan tidak terpakai tapi berputar) yang diperlukan untuk memastikan sistem tenaga stabil secara keseluruhan. Manfaat lain adalah bahwa generator HTS memiliki kemampuan yang signifikan untuk koreksi faktor daya tanpa menambahkan reaktor sinkron atau kapasitor pada sistem tenaga.
Gambar 12 Generator Superkonduktor
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Bahan superkonduktor adalah suatu material yang dapat menghantarkan arus listrik tanpa hambatan di bawah suatu nilai suhu tertentu.
2.
Suhu kritis suatu bahan superkonduktor adalah suhu dimana terjadi perubahan sifat konduktifitas dari konduktor biasa menjadi superkonduktor.
3.
Aplikasi dari superkonduktor antara lain digunakan dalam bidang kelistrikan yaitu generator dan kabel transmisi listrik, bidang transportasi yaitu kereta maglev, bidang komputer yaitu superkomputer
4. Superkonduktor akan menolak medan magnet. Sebagaimana diketahui, apabila suatu konduktor digerakkan dalam medan magnet, suatu arus induksi akan mengalir dalam konduktor tersebut. Prinsip inilah yang kemudian diterapkan dalam generator.
4.2 Saran
Karena sampai saat ini bahan Superkonduktor masih sebatas penelitian, dan hanya beberapa perusahaan besar dunia saja yang melakukan penelitian, banyak masyarakat yang belum memahami ataupun bahkan tidak tahu apa itu superkonduktor. Mungkin sebagai generasi muda dan para praktisi teknik elektro dapat melakukan penelitian dan pengembangan tentang bahan-bahan listrik, khusunya sebagai bahan utama konduktor. Agar dikemudian hari kita bisa menciptakan bahan listrik yang mempunyai sifat superkonduktor asli ciptaan anak negeri
DAFTAR PUSTAKA
Pikatan, Sugata. Mengenal Super Konduktor . Majalah Kristal. Juli 1989. Drs. Muhaimin. Bahan-bahan Listrik untuk Politeknik . Pradnya Paramita,
Januari 1993. Bonggas L. Tobing. Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi . Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta 2003. Bonggas L. Tobing. Peralatan Tegangan Tinggi . Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta 2003. Depdiknas. Modul Pembelajaran : Ilmu Bahan Listrik . Depdiknas 2003. Akhadi, Mukhlis. Memanfaatkan Superkonduktor . Majalah Indonesia Power.
2004. Internet. http://id.scribd.com/doc/75432834/Makalah-Super. September 2014