BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun turun-temurun (dari nenk moyang) moyang) yang memiliki kekhususan atau keunikan dan masih di di jalankan oleh masyarakat. Contohnya, Contohnya, tradisi lisan, yaitu salah satu jenis warisan kebudayaan masyarakat yang proses pewarisannya di lakukan secara lisan. Dan masih banyak lagi kebudayaan islam nusantara yang lainnya, ini harus kita pelihara dan lestarikan, minimalnya kita mengenalnya, makalh ini di buat salah satunya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Apa jenis dari peninggalan sejarah kebudayaan islam? 2. Bagaimana kita melestarikan kebudayaan – kebudayaan – kebudayaan kebudayaan tersebut? 3. mengenal lebih mendetail dari peninggalan kebudayaan tersebut? 4. mengetahui dan mengapresiasi tradisi dan upacara adat nusantara?
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Upacara Sekaten Upacara Sekaten adalah sebuah upacara ritual di Kraton Yogyakarta yang dilaksanakan setiap tahun. Upacara ini dilaksanakan selama tujuh hari, yaitu sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam. Upacara Sekaten diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran (Mulud) Nabi Muhammad SAW. Tujuan lain dari penyelenggaraan upacara ini adalah untuk sarana penyebaran agama Islam. Ada beberapa pendapat mengenai asal mula nama Sekaten, yaitu: Kata sekaten berasal dari kata sekati, yaitu nama dari dua perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta yang bernama Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekaten berasal dari kata suka dan ati yang berarti suka hati atau senang hati. Hal ini didasarkan bahwa pada saat menyambut perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang dalam suasana bersuka hati. Pendapat lain mengatakan bahwa sekaten berasal dari kata syahadatain, yang maksudnya dua kalimat syahadat yang diucapkan ketika seseorang hendak memeluk agama Islam. Pendapat ini didasari bahwa pada jaman dahulu upacara sekaten diselenggarakan untuk menyebarkan agama Islam. Bentuk-bentuk ritus yang ditampilkan dalam acara sekaten adalah seba gai berikut. 1. Persiapan fisik dan non fisik petugas upacara. 2. Pengeluaran gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati yang terdiri dari dua perangkat, yaitu Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dari persemayamannya. 3. Pemukulan gamelan pusaka, Kanjeng Kyai Sekati, di dalam Kraton Yogyakarta, tepatnya di bangsal Ponconiti tratag barat dan timur. 4. Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan pada saat pemukulan gamelan, baik untuk pengunjung maupun untuk para pemukul gamelan. 5. Pemindahan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari kraton ke Masjid Besar. 6. Pemukulan gamelan Kanjeng Kyai Sekati di Masjid Besar. 7. Kehadiran Sri Sultan ke Masjid Besar untuk mengikuti upacara peringatan hari besar Mulud Nabi Muhammad SAW. 8. Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan untuk para pemukul gamelan Kanjeng Kyai Sekati. 9. Penyebaran udhik-udhik oleh Sri Sultan di antara saka guru (tiang utama) Masjid Besar. 10. Pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW. 11. Penyematan bunga kanthil (cempaka) pada daun telinga kanan Sri Sultan pada saat pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW sampai pada asrokal (semacam bacaan berjanji). 12. Kembalinya Sri Sultan dari Masjid Besar ke kraton. 13. Kembalinya gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari Masjid Besar ke persemayamannya di dalam kraton. B. Tahap Persiapan Tahap pertama adalah tahap persiapan. Ada 2 jenis persiapan, yaitu persiapan fi sik dan persiapan non fisik. Persiapan fisik berwujud benda-benda dan perlengkapan perlengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upacara, sedangkan persiapan non fisik berwujud sikap dan perbuatan yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan upacara. Untuk persiapan non fisik, para abdi dalem yang akan terlibat dalam upacara harus mempersiapkan diri, terutama mental mereka untuk mengemban tugas yang dianggap
2
sakral tersebut. Para abdi dalem yang bertugas menabuh gamelan sekaten harus menyucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas (mandi keramas). Gamelan pusaka adalah benda pusaka kraton, sehingga dalam memperlakukannya harus dengan penghormatan yang khusus. Untuk persiapan yang berwujud fisik, benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang perlu diperlukan dalam penyelenggaraan upacara adalah sebagai berikut. 1. Gamelan Sekaten, yaitu gamelan pusaka bernama Kanjeng Kyai Sekati. 2. Perbendaharaan lagu-lagu atau gending-gending khusus yang tidak pernah dibunyikan pada acara lain. Konon, lagu-lagu tersebut merupakan ciptaan Walisanga pada jaman Kerajaan Demak. Lagu-lagu tersebut adalah Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet nem, Muru putih, Orang-orang pathet nem, Ngajatun pathet nem, Bayem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, Srundheng Gosong pelog pathet barang. 3. Sejumlah kepingan uang logam untuk disebarkan dalam upacara udhik-udhik. 4. Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW yang akan dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal malam. 5. Sejumlah bunga kanthil (cempaka) yang akan disematkan pada daun telinga kanan Sri Sultan dan para pengiringnya pada saat menghadiri pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW. 6. Busana seragam yang masih baru dan sejumlah samir khusus untuk dipakai oleh para niaga yang bertugas menabuh gamelan. C. Tahap Gamelan Sekaten Mulai Dibunyikan Tahap kedua adalah tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan. Gamelan sekaten akan dibunyikan di dalam kraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti yang berada di halaman Kemandhungan atau Keben, yaitu di tratag bagian timur dan tratag bagian barat. Pada pukul 16.00 WIB gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat persemayamannya. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditata di tratag bagian timur, sedangkan Kanjeng Kyai Nagawilaga ditata di tratag bagian barat. Pada pukul 20.00 WIB, Sri Sultan atau utusannya diir ingi para pangeran, kerabat, dan para bupati datang ke tempat gamelan dibunyikan untuk menyebarkan udhik-udhik. Menurut kepercayaan masyarakat, kepingan uang logam udhik-udhik dapat membawa keberuntungan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi siapa saja yang berhasil mendapatkannya. Awalnya udhik-udhik disebarkan di Bangsal Ponconiti tratag timur, ke arah para penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu, kemudian ke Bangsal Ponconiti tratag barat, ke arah para penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga, selanjutnya disebarkan ke arah pengunjung. Pada saat Sri Sultan atau utusannya menyebar udhik-udhik, para pemukul gamelan tidak berani mengambil, melainkan terus melanjutkan tugasnya untuk memukul gamelan. Setelah gending yang dibunyikannya berakhir, barulah mereka berani memunguti udhikudhik yang jatuh di dekatnya. Saat Sri Sultan atau yang mewakili datang mendekat, bunyi gamelan yang didekati dibuat lembut dengan dipukul tidak teerlalu keras, sampai sultan mendekati tempat tersebut. Dimulainya penabuhan gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati merupakan pertanda dimulainya upacara sekaten. D. Tahap Gamelan Sekaten Dipindahkan ke Halaman Masjid Besar Tahap selanjutnya adalah tahap gamelan sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Besar. Pada pukul 23.00 WIB, bunyi gamelan sudah berhenti. Bersamaan dengan itu, datanglah para prajurit yang akan bertugas mengawal iring-iringan gamelan dari kraton menuju
3
halaman Masjid Besar, serta para abdi dalem KHP Wahono Sarta Kriya yang akan bertugas mengusung gamelan. Pada pukul 24.00 WIB, gamelan Kanjeng Kyai Sekati dipindahkan dari kraton ke hal aman Masjid Besar. Pemindahan gamelan dikawal oleh dua pasukan prajurit kraton, yaitu Prajurit Mantrijero dan Prajurit Ketanggung. Urut-urutan iring-iringan diawali petugas pengawal kepolisian, diikuti para panji abdi dalem prajurit, disambung abdi dalem sipat bupati keprajan utusan pemerintah Kota Yogyakarta, disambung abdi dalem prajurit ngurung-urung (melindungi di samping kiri dan kanan) jalannya iring-iringan gamelan, diikuti oleh orang-orang yang semula berkerumun di halaman Kemandhungan. Di Masjid Besar, gamelan sekaten dibunyikan selama 7 hari 7 malam, kecuali pada hari Kamis malam atau Malam Jumat hingga sehabis shalat Jumat. Setiap hari gamelan sekaten dibunyikan sebanyak tiga kali, yaitu pagi (pukul 08.00 – 11.00 WIB), siang (pukul 14.00 – 17.00 WIB), dan malam (pukul 20.00 – 23.00 WIB). Cara membunyikannya adalah bergantian dari Kanjeng Kyai Guntur Madu kemudian Kanjeng Kyai Nagawilaga, dengan gending yang sama. E. Tahap Sri Sultan Hadir di Masjid Besar Pada malam ketujuh, tanggal 11 Rabiulawal malam di Masjid Besar diselenggarakan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW dan penyebaran udhik-udhik oleh sultan. Kehadiran sultan dari kraton menuju Masjid Besar dengan mengendarai kendaraan, diiringi oleh para pangeran dan kerabat. Di pintu gerbang Masjid Besar, sultan disambut Sri Paduka Paku Alam, Kanjeng Raden Pengulu, walikota Yogyakarta, dan para Abdi Dalem Sipat Bupati beserta para tamu undangan. Sesampainya di halaman Masjid Besar, sultan menuju ke Pagongan selatan untuk menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu, kemudian menuju ke Pagongan utara untuk menyebarkan udhik-udhik ke arah penabuh gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga. Selanjutnya sultan melanjutkan perjalanan menuju masjid. Sesampainya di depan Mihrab, Sri Sultan dan Kyai Pengulu berdiri di depan pengimamam menghadap ke arah timur. Seorang abdi dalem punokawan kaji menyerahkan pada sultan sebuah bokor berisi udhik-udhik untuk disebar di antara saka guru Masjid Besar serta ke arah kerabat, para abdi dalem, beserta para hadirin. Setelah itu, sultan keluar dari masjid lalu duduk di serambi masj id dengan beralaskan kain putih. Setelah semuanya siap, sultan mengucapkan salam, lalu memberi isyarat pada Kanjeng Raden Pengulu untuk memulai membacakan riwayat Nabi Muhammad SAW. Pada saat pembacaan Mulud Nabi Muhammad SAW sampai pada asrokal (peristiwa kelahiran nabi), Sri Sultan beserta para pengiringnya menerima persembahan bunga cempaka dari Kyai Pengulu. Pembacaan riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW selesai kira-kira pukul 24.00 WIB. Bacaan diakhiri dengan doa oleh Kanjeng Raden Pengulu. Setelah doa, sultan mengucapkan salam lalu kembali ke kraton. F. Tahap Kondur Gongso Pada tanggal 11 Rabiulawal, kira-kira pukul 24.00 WIB, setelah sultan meninggalkan Masjid Besar, gamelan sekaten diboyong kembali ke kraton, yang disebut kondur gongso. Sesampainya di kraton, gamelan langsung disemayamkan di tempatnya semula. Dengan dipindahkannya gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati kembali ke kraton, menandakan bahwa upacara sekaten telah selesai.
4
BAB III PENUTUP
1. KESIMPULAN
Istilah sekaten berasal dari kata syahadatain yang berarti dua kalimat syahadat, yaitu Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammm ad utusan Allah. Penyelenggaraan perayaan sekaten yang menjadi, mulai diselenggarakan pada masa kerajaan Demak dibawah pimpinan Raden Patah dengan bimbingan Wali Sanga. Acara sekaten kemudian diteruskan oleh sultan Demak selanjut nya yaitu Pati Unus lalu Sultan Trenggono. Grebeg Maulud adalah upacara tradisional yang telah berlangsung turun temurun dan mendapatkan perhatian luas dari warga Yogyakarta dan sekitarnya. Acara Grebeg Maulud yang sudah digelar beberapa bulan kemarin sedikit berbeda, upacara tradisional Gregeg Maulud tahun ini Gunungan yang dikirap ditambah satu Gunungan yang diberi nama Gunungan Bromo karena bertepatan dengan tahun Dal (tahun dalam kalender jawa). 2. SARAN Karena keterbatasan ilmu yang kami miliki, Kami menerima saran dan keritik yang sifatnya konstruktif dan sifatnya membangun dari semua pihak yang membaca Makalah ini, agar Makalah ini akan lebih sempurna di kemudian hari.
5
DAFTAR PUSTAKA ^ Handipaningrat, KRT. H. Perayaan Sekaten. Surakarta: Kapustakan Sono Pustoko Karaton Surakarta. Hal. 3. ^ Puger, GPH. 2002. Sekaten. Karaton Surakarta: Kapustakan Sono Pustoko Karaton Surakarta ^ Saddhono, K. tanpatahun. Tradisi Sekaten di Keraton Kasunanan Surakarta : Kajian Alternatif Pengembangan Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahas a dan Sastra Indonesia di Sekolah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
6
KATA PENGANTAR Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Jadi makalah ini menghimpun segenap ide dan pengetahuan penulis tentang Apresiasi Terhadap Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara. Makalah ini membicarakan Islam dan aspeknya dan prakteknya di Indonesia sejak masa kerajaan-kerajaan Islam hingga dewasa ini. Dalam penyusunan buku ini penulis berusaha berpandangan subyektif mungkin dalam menyajikan sekedar fakta – fakta sejarah. Terimakasih yang tak terhingga Penulis ucapkan pada semua fihak yang telah ikut andil dalam pembuatan makalh ini. Akhirnya makalah ini penulis hadirkan, walaupun penulis yakin masih banyak kekurangan dan kekhilafannya. Namun penulis kira makalah ini cukup memadai bagi para pembaca dan sekaligus untuk melakukan tuntunan ajaran Islam untuk menyiarkan ilmu pengetahuan karena ilmu pada kita itu adalah amanah Allah SWT.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………......
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….....
ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….
1
A. Latar Belakang................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah……………………………...............................................
1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………....
2
A. Upacara Sekaten ..............................................................................................
2
B. Tahap Persiapan ..............................................................................................
2
C. Tahap Gamelan Sekaten Mulai Dibunyikan ...................................................
3
D. Tahap Gamelan Sekaten Dipindahkan ke Halaman Masjid Besar .................
3
E. Tahap Sri Sultan Hadir di Masjid Besar .........................................................
4
F. Tahap Kondur Gongso ....................................................................................
4
BAB III PENUTUP………………………………………………………………....
5
A. Kesimpulan………………………………………………………...................
5
B. Saran……………………………………………………………….................
5
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….......
ii
6
MAKALAH TRADISI ISLAM DI NUSANTARA (SEKATEN)
Rifki Maulana Gian A.R