MAKALAH KELOMPOK EKOLOGI PERAIRAN
OLEH : KELOMPOK VIII
MUH. HAIDIR
(1514142003) (1514142003)
DHIAN ANGRAENI MUIS
(1514142008) (1514142008)
RISNA M.NUR
(154141012)
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Adaptasi terbagi atas tiga jenis yaitu, adaptasi morfologi adalah adaptasi yang meliputi bentuk tubuh, adaptasi Fisiologi adalah adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh dan adaptasi tingkah laku adalah adaptasi berupa perubahan tingkah laku. Organisme Laut berdasarkan tempat hidup dan cara hidupnya dapat dikelompokan atas tiga kelompok besar yaitu, Plankton, Nekton dan Bentos. Plankton terdiri atas mikroorganisme laut baik fitoplankton maupun zooplankton yang mengapung dan hanyut karena arus air, atau hidup diatas maupun dekat permukaan air. Habitat alami plankton adalah perairan tawar (sungai, danau, rawa), estuari dan air laut/pantai. Keberadaan plankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas cahaya, suhu, dan kecerahan suatu perairan. Intensitas cahaya sangat dibutuhkan terutama bagi fitoplankton untuk melakukan proses fotosintesis karena fitoplankton sebagai tumbuhan mengandung pigmen klorofil yang mampu melaksanakan reaksi fotosintesis dimana air dan karbon dioksida dengan sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Selain phytoplankton, zooplankton juga berperan dalam rantai makanan, dimana zooplankton ini merupakan produsen sekunder yang membutuhkan makanan berupa phytoplankton. Untuk memahami lebih lanjut mengenai kehidupan plankton maka akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana ikan di ekosistem perairan? 2. Apa itu zooplankton? 3. Bagaimana zooplankton di ekosistem perairan?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui kehidupan ikan di ekosistem perairan. 2. Untuk mengetahui tentang zooplankton. 3. Untuk mengetahui zooplankton pada ekosistem perairan. D. Manfaat 1. Dapat mengetahui dan memahami kehidupan ikan di ekosistem perairan. 2. Dapat mengetahui tentang zooplankton. 3. Dapat mengetahui dan memahami zooplankton di ekosistem perairan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Ikan di ekosistem ekosistem perairan\
Indonesia sebagai Negara kepulauan terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi yang rumit dilihat dari topografi dasar lautnya. Dasar perairan Indonesia beberapa tempat, terutama dikawasan barat menunjukkan bentuk yang sederhana atau rata yang hampir seragam. System perairan yang menutupi ¾ bagian dari permukaan bumi. Dengan banyak nya lokasi perairan di Indonesia maka berpengaruh juga terhadap jenis ikan yang ada (Kurniawan, 2010)
Ekosistem perairan dibagi menjadi 3 kategori antara lain; ekosistem air tawar, ekosistem estuarine dan ekosistem laut. Yang termasuk dalam ekosistem air tawar contohnya ekosistem perairan mengalir (lotic) yang mana berasal dari kata lotus arinya tercuci seperti mata air, aliran sungai atau sungai. Sungai sebagai salah satu aliran air tawar yang bersumber alamiah di daratan yang mengalir menuju dan bermuara di danau, laut atau samudera (Efendi, 2009). Ikan merupakan binatang yang banyak kita temui di ekosistem sungai. Kemampuan jenis ikan untuk dapat bertahan hidup bervariasi serta berhubungan erat habitat sungai yang ditempatinya. Kita akan dapat menemukan sebagian besar ikan yang tinggal di bagian dasar, disisi sungi dan juga dibalik bebatuan di sungai. Adapun beberapa jenis ikan yang ada pada ekosistem
sungai antara lain
ikan wader habitatnya sangat luas diseluruh
Indonesia, ikan paray juga termasuk ikan asli air sungai yang telah berada lama di Indonesia, ikan gabus, ikan hamapala (Nabila, 2012). Kemudian pada daerah estuarine, dimana kita perlu mengetahui bersama bahwa estuary merupakan suatu komponen ekosistem pesisr dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia ma upun proses-proses alamiah. Muara sungai, telukteluk di daerah pesisir, rawa pasang – surut dan badan air yang terpisah. Estuarine juga dapat dianggap sebagai zona transisi antara habitat laut dan perairan tawar (Rositasari, 2005). Dalam ekosistem ini terdapat habitat-habitat yang memiliki ciri khas terdiri dari organisme penyusunnya yang spesifik. Adapun ikan yang mendiami daerah ini berupa ikan-ikan predator atau pemangsa. Berbagai ikan dapat ditemukan ada yang menetap ada juga yang datang untuk mencari makanan. Ikan ini memakan biota yang lebih kecil , memakan tumbuhan, atau menyering busukan organik.Ikan yang terdapat pada ekosistem estuarine seperti ikan baronang, siganus , kerapu, sunu, sidat maupun ikan salmon (Hafazah, 2012). Ekosistem laut di Indonesia mempunyai potensi besar untuk menyerap CO2 seagai gas utama penyebab pemansan global yang berimplikasi pada terajdinya perubahan iklim. Seperti yang kita ketahui bahwa di perariran laut memiliki banyak komposisi ikan nya, baik dari ikan yang predator hingga ikan
yang kecil. Ikan yang bisa hidup di laut memiliki to leransi yang tinggi dari ikan yang berada pada 2 ekosistem yang telah di sebut diatas. Bebrapa contoh ikan yang hidup di perairan laut seperti ikan hiu, paus , lumba-lumba, ikan badut, ikan tuna dan masih banyak lainnya (Setiawan, 2012). B. Produksi Zooplankton 1. Pengertian Plankton
Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen direktur Ekspedisi Jerman pada tahun 1889, yang dikenal dengan “Plankton Expedition” yang khusus dibiayai untuk menentukan dan membuat sitematika organisme laut, berasal
dari
bahasa
Yunani
“planktos”,
yang
berarti
menghanyut
atau
mengembara. Plankton adalah organisme renik yang melayang-layang dalam air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya selalu dipengaruhi oleh gerakan masa air. Sebenarnya, plankton memiliki alat gerak (misalnya flagelata dan ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan melakukan gerakan-gerakan tetapi gerakan tersebut tidak cukup mengimbangi pergerakan air sekelilingnya, sehingga dikatakan bahwa gerakan plankton sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Djumanto, 2009). Plankton merupakan organisme perairan pada tingkat trofik pertama yang berfungsi sebagai penyedia energi. Secara luas plankton dianggap sebagai salah satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi bekal makanan untuk kehidupan akuatik. Bagi kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan utama mereka. Plankton terdiri dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut. Ukurannya kecil saja. Walaupun termasuk sejenis benda hidup, plankton tidak mempunyai kekuatan untuk melawan arus, air pasang atau angin yang menghanyutkannya. Plankton hidup di pesisir pantai di mana ia mendapat bekal garam mineral dan cahaya matahari yang mencukupi. Ini penting untuk memungkinkannya terus hidup. Mengingat plankton menjadi makanan ikan, tidak mengherankan bila ikan banyak terdapat di pesisir pantai. Itulah sebabnya kegiatan menangkap ikan aktif dijalankan di kawasan itu. Penggerak utama sistem kehidupan di bumi adalah energi matahari. Energi matahari kemudian dimanfaatkan oleh organisme autotroph untuk membentuk bahan organik yang
akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora. Fitoplankton merupakan organisme autotroph utama dalam kehidupan di laut. Melalui proses fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi sumber energy bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan. Walaupun memiliki ukuran yang kecil namun memiliki jumlah yang tinggi sehingga mampu menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut (Kasim, 2009). 2. Jenis-Jenis Plankton
Menrut nontji (2008), menyatakan bahwa penggolongn plankton Secara fungsional, plankton digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton. Berdasarkan siklus hidupnya, plankton dapat dikenal sebagai Holoplankton yang seluruh daur hidupnya bersifat planktonik, mulai dari telur, larva, hingga dewasa. Contohnya adalah copepod, amfipod, salpa, kaetognat. Dan Meroplankton yang sebagian hidupnya bersifat sebagai planktonik dimana plankton golongan ini menjalani kehidupannya sebagai plankton hanya pada tahap awal dari daur hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur dan larva saja. Beranjak dewasa ia berubah menjadi nekton, yakni hewan yang dapat aktif berenang bebas atau sebagai bentos yang hidup menetap atau melekat di dasar laut. Contohnya yaitu udang, krustacea, moluska, dan ikan. Plankton juga dapat digolongkan berdasarkan ukurannya sebagai berikut (Nontji, 2008) : a. Megaplankton (20-200 cm) Banyak ubur-ubur termasuk dalam golongan ini.
Gambar 3. Megaplankton, ubur-ubur Cyanea arctica b. Makroplankton (2-20 cm)
Contohnya adalah eufausid, sergestid, pteropod. Larva ikan banyak pula termasuk dalam golongan ini.
Gambar 4. Makroplankton, pteropod c. Mesoplankton (0,2-20 mm) Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini seperti copepod, amfipod, ostrakod, kaetognat.
Gambar 5. Ostrakod d. Mikroplankton (20-200 µm) Fitoplankton adalah yang paling umum ditemukan yang termasuk dalam golongan ini seperti diatom dan dinoflagelat. e. Nanoplankton (2-20 µm) Kelompok ini terlalu kecil untuk dapat ditangkap dengan jaring plankton. Misalnya kokolitoforid dan berbagai mikroflagelat.
Gambar 6. nanoplankton kokolitoford Emiliania huxley f. Pikoplankton (0,2-2 µm) Umumnya bakteri termasuk dalam golongan ini, termasuk sianobakteri yang tidak membentuk filament seperti Synechococcus.
Gambar 7. Pikoplankton sianobakteri Synechoccus g. Femtoplankton (lebih kecil dari 0,2 µm) Termasuk dalam golongan ini adalah virus laut (marine virus) yang disebut juga sebagai virioplankton. Berdasarkan sebaran horizontalnya, plankton laut baik fitoplankton maupun zooplankton, dapat dibagi menjadi: a. Plankton neritik Plankton neritik hidup di perairan pantai dengan salinitas (kadar garam) yang relatif rendah.
Gambar 8. Fitoplankton, Noctiluca scintillans b. Plankton oseanik Plankton oseanik hidup di perairan lepas pantai hingga ke tengah samudera. Karena itu plankton oseanik ditemukan pada perairan salinitas tinggi.
Gambar 9. Plankton oseanik, Rhizosolenia robusta Dilihat dari sebaran vertikalnya plankton dapat dibagi menjadi: a. Epiplankton Epiplankton adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan sampai kedalaman sekitar 100 m.
Gambar 10. Neuston, Trichodesmium thiebauti b. Mesoplankton Mesoplankton yakni yang hidup di lapisan tengah, pada kedalaman sekitar 100-400 meter. Pada lapisan ini intensitas cahaya sudah sangat redup sampai gelap. Oleh karena itu, di lapisan ini fitoplankton yang memerlukan sinar matahari untuk fotosintesis umumnya sudah tidak dijumpai. Lapisan ini dan lebih dalam didominasi oleh zooplankton.
Gambar 11. Eufausid, Thysanopoda c. Hipoplankton Hipoplankton adalah plankton yang hidupnya pada kedalaman lebih dari 400 m. Termasuk dalam kelompok ini adalah batiplankton yang hidup pada kedalaman >600 m, dan abisoplankton yang hidup pada lapisan paling dalam sampaai 3000-4000 m.
Gambar 12. Kaetognat, Eukrohni bathypelagica Berdasarkan habitatnya, plankton dikelompokkan menjadi (Nontji, 2008) : a. Haliplankton (Plankton Bahari) -
Plankton oceanic : Plankton yang hidupnya di luar paparan benua
-
Plankton neritik : Plankton yang hidupnya diatas paparan benua (mulut sungai, perairan pantai dan perairan lepas pantai)
-
Plankton air payau : Plankton yang hidupnya di perairan yang bersalinitas rendah (0,5 – 30,00/00)
b. Limnoplankton (Plankton Air tawar) -
Semua jenis plankton yang hidupnya di perairan yang salinitasnya rendah (<50/00)
Namun, secara garis besar plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu organisme fotosintetik atau fitoplankton, yaitu organisme plankton yang bersifat tumbuhan dan non fotosintetik atau zooplankton, yaitu plankton yang bersifat hewan. Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik berklorofil
yang umumnya terdiri
atas
Bacillariphyceae,
Chlorophyceae,
Dinophyceae, dan Haptophyceae. Selain berkhlorofil, fitoplankton juga memiliki bahan makanan cadangan yang umumnya berupa pati atau lemak, diding sel yang tersusun dari selulosa, serta bentuk flagel yang beragam. Zooplankton merupakan kelompok plankter yang mempunyai cara makan holozoik. Anggota kelompok ini meliputi
hewan-hewan dari kelompok Protozoa, Coelenterata, Ctenophora,
Chaetognatha, Annelina, Arthropoda, Urochordata, Mollusca, dan beberapa larva hewan-hewan vertebrata. Kelompok zooplankton hampir seluruhnya didominasi oleh Copepoda dengan nilai sebesar 50--80% (Widyorini, 2009). Penggerak utama sistem kehidupan di bumi adalah energi matahari. Energi matahari kemudian dimanfaatkan oleh organisme autotroph untuk membentuk bahan organik yang akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora. Fitoplankton merupakan organisme autotroph utama dalam kehidupan di laut. Melalui proses fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu menjadi sumber energy bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan. Walaupun memiliki ukuran yang kecil namun memiliki jumlah yang tinggi sehingga mampu menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut.
Gambar 1. Contoh fitoplankton campuran (Diatom dan Dinoflagellata) Phytoplankton merupakan hewan nabati yang berukuran microscopic dan bergerakannya sangat dipengaruhi oleh arus, mampu membuat makanannya sendiri dengan cara proses phosintesis karena mereka mengandung clorofil dalam selnya. Dengan kemampuan tersebut phytoplankton menempati urutan pertama dalam rantai makanan sebagai produser primer pada perairan terbuka.
Zooplankton atau plankton hewani merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus di lautan bebas yang hidupnya sebagai hewan. Zooplankton sebenarnya termasuk golongan hewan perenang aktif, yang dapat mengadakan migrasi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan berenang mereka adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan kuatnya gerakan arus itu sendiri. Zooplankton bersifat heterotrofik, yaitu tidak dapat memproduksi bahan makanannya, tapi sebagai konsumen bahan organik dan dikenal sebagai produser sekunder maupun konsumer primer. Hal ini dikarenakan zooplankton merupakan pemangsa pertama terhadap phytoplankton dalam sistem jaring – jaring makanan. Selanjutnya zooplankton merupakan mangsa bagi biota – biota laut lain di tropik level diatasnya. Phytoplankton merupakan salah satu komponen penting dalam suatu ekosistem karena
memiliki kemampuan untuk menyerap langsung energy
matahari melalui proses fotosintesa guna membentuk bahan organik dari bahan bahan anorganik yang lazim dikenal sebagai produktivitas primer. Phytoplankton mampu membuat ikatan- ikatan organik yang komplek (glukosa) dari ikatanikatan anorganik sederhana, karbondioksida (CO 2) dan air (H2O). Energi matahari diabsorbsi oleh klorofil untuk membantu berlangsungnya reaksi kimia yang terjadi dalam proses fotosintesis tersebut.
Gambar 2. Zooplankton (left to right): Valdiviella sp. and Sapphirina metalina (Copepoda); Cyphlocaris sp. (Amphipoda); row 2: Clio cuspidate (Pteropoda); Pyrosoma sp. (Thaliacea); Histioteuthis sp. (Cephalopoda); row 3: Oxygyrus keraudreni (Heteropoda); Conchoecissa plinthina (Ostracoda), Aglantha sp. (Hydrozoa); row 4: unidentified Chaetognatha with a copepod; Athorybia rosacea (Siphonophora); Lucicutia sp. (Copepoda). Photograph credits R.R. Hopcroft and C. Clarke (University of Alaska – Fairbanks) and L.P. Madin (W oods Hole Oceanographic Institution).
3. Pola Adaptasi Plankton
Diperairan Adaptasi merupakan cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Plankton hidup mengapung atau melayang dalam laut. Tentu diperlukan strategi yang jitu untuk itu, agar tidak mudah tenggelam. Melawan gravitasi atau daya tenggelam merupakan kunci untuk survival bagi plankton. Untuk dapat bertahan hidup dalam perairan dengan berbagai kondisi perairan dengan berbagai variasinya, plankton melakukan pola adaptasi baik dalam fungsi hal tubuh maupun morfologinya. Dalam bentuk morfologinya
plankton
memiliki
tipe
pola
adaptasi
seperti
tipe
kantong/gelembung, tipe jarum atau rambut, tipe pita, tipe bercabang. Adaptasi ini pada plankton diatom ada beberpa tipe:
1) Tipe kantong, yakni berukuran relative besar dengan kandungan cairan yang ringan dalam selnya. Contohnya adalah Coscinodiscus. Bentuknya dapat juga mendekati bentuk cakram seperti pada Planktoniella, hingga kalaupun tenggelam akan membentuk jalur zigzag, tidak langsung terjun ke dasar laut. 2) Tipe jarum atau rambut, berbentuk ramping atau memanjang seperti pada Rhizosolenia dan Thallasiothrix. Bentuknya yang demikian menghambat untuk tenggelam pada posisi melintang. Dapat juga berupa rantai yang saling bertautan panjang seperti pada Nizschia seriata. 3) Tipe pita, seperti terdapat pada Fragillaria dan Climacodium. Sel-selnya melebar pipih, saling bertautan membentuk pita. 4) Tipe bercabang seperti terdapat pada Chaetoceros dan Corethron. Di sini cabang-cabangnya banyak, kadang-kadang membentuk rantai bentuk spiral untuk menghambat penenggelaman. Selain itu plankton dapat dijumpai pada siang hari jenis phyto dan temperature berkisar antara 24-34oC plankton dapat bertahan dengan temperature 28-34o C. Selain adaptasi morfologi bebrapa jenis plankton ada juga yang memiliki kandungan
minyak (fatty oil) yang ringan di dalam selnya, hingga akan
mengurangi berat jenisnya atau menambah daya apungnya. Minyak ini, lebih kecil dari berat jenis air laut merupakan produk dari fotosintesis. Viskosisitas air laut juga berpengaruh terhadap. penenggelaman plankton (bergantung pada suhu dan salinitas). Sedangkan pola adaptasi secara fisiologi yaitu dengan mengurangi berat lebih; Membentuk pelampung-pelampung yang berisi gas, karena kerapatan gas jauh lebih kecil daripada air, maka terjadi kemampuan mengapung; mengubah hambatan permukaan; mengubah bentuk tubuh; pembentukan bermacam duri atau tonjolan. Zooplankton melakukan adaptasi berupa migrasi vertikal, migrasi vertikal merupakan migrasi harian yang dilakukan oleh organisme tertentu ke arah dasar laut pada siang hari dan ke arah permukaan laut pada malam hari. Zooplankton melakukan migrasi vertikal bertujuan untuk menghindari pemangsaan oleh para
predator yang mndeteksi mengsa secara verikal dan menyesuaikan dengan lingkungan akibat perubahan suhu yang beruba-r uba(Evendi, 2011). Jarak yang ditempuh zooplankton pada migrasi ini berkisar antara 100 400 m. Rangsangan utama yang mengakibatkan terjadinya migrasi vertikal harian pada zooplankton adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respon negatif bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan meningkat. Sebaliknya mereka akan bergerak ke arah permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan menurun. Pola yang umum tampak adalah bahwa zooplankton terdapat di dekat permukaan laut pada malam hari, sedangkan menjelang dini hari dan datangnya cahaya mereka bergerak lebih ke dalam. Dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang pagi hari, zooplankton bergerak lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan biasanya mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya tertentu (Evendi, 2011). Di tengah hari atau ketika intensitas cahaya matahari maksimal, zooplankton berada pada kedalaman paling jauh. Kemudian tatkala intensitas cahaya matahari sepanjang sore hari menurun, zooplankton mulai bergerak kearah permukaan laut dan sampai di permukaan sesudah matahari terbenam dan masih tinggal di permukaan selama fajar belum tiba. Pola migrasi vertical zooplankton dibagi menjadi 3 pola berdasarkan factor lingkungan seperti kesedian makanan, kedalaman perairan, penetrasi cahaya, dan topografi dasar perairan menyebabkan perbedaan tingkah laku migrasi sebagai berikut (Evendi, 2011) : 1) Migrasi Nokturnal Migrasi ini paling umum terjadi, dimana pola migrasi ke arah permukaan pada waktu petang dan sebelum fajar bermigrasi ke lapisan yang lebih dalam. Organisme yang memiliki pola migrasi nokturnal maupun twilight berlindung di perairan yang lebih dalam dari predator karena pengaruh cahaya matahari, aktif pada malam hari di daerah permukaan yang kaya akan makanan. 2) Migrasi Twilight Adalah pola migrasi ke arah permukaan menjelang petang dan bermigrasi ke perairan yang lebih dalam saat tengah malam, diikuti migrasi kembali
ke arah permukaan kemudian kembali bermigrasi perairan yang lebih dalam pada saat fajar. Saat tengah malam sebagian dari hewan tersebut bergerak ke arah yang lebih dalam, disebabkan oleh komposisi zooplankton lebih padat dari pada air maka ketika aktivitas berkurang, menyebabkan cenderung tenggelam. 3) Migrasi Reverse Migrasi ini merupakan kebalikan dari migrasi nokturnal, yaitu bermigrasi ke arah permukaan pada siang hari dan ke arah yang lebih dalam pada malam hari. Migrasi ini dapat dicirikan oleh spesies kopepoda dengan ukuran yang besar. Terdapat dua hipotesis penyebab pola migrasi. Yang pertama adalah factor metabolisme. Hipotesis ini mengasumsi bahwa suhu rendah membuat suatu organism mengalami pertumbuhan yang maksimal (tidak dapat berkembang lagi) ini berkenaan dengan kesuburan dalam hal reproduksi. Yang kedua adalah untuk menghindari predator. Hipotesis yang kedua ini lebih banyak di gunakan karena lebih berdasar, dimana faktor yang mempengaruhi migrasi vertikal adalah cahaya, suhu dan untuk menghindari predator. Pola migrasi vertical ini dapat berubah-ubah baik antar maupun intra spesies, dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan perairan. Perbedaan pola migrasi intra spesies disebabkan oleh faktor ukuran, umur dan jenis kelamin. Setiap spesies memiliki pola kedalaman migrasi tersendiri yang akan berubah setara dengan pertumbuhan, masa reproduksi dan waktu setiap tahun. Sedangkan factor lingkungan yang mempengaruhi seperti kesedian makanan, kedalaman perairan, penetrasi cahaya, dan topografi dasar perairan menyebabkan perbedaan tingkah laku migrasi. Sebaran biomas fitoplankton menunjukkan kelimpahan yang homogen, tinggi disebelah utara kemudian menurun kearah selatan, sedangkan zooplankton menunjukkan sebaran yang acak. Sebaran biomas fitoplankton cenderung dipengaruhi oleh kondisi perairan dan musim karena pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan zat hara. Fitoplankton tidak memiliki alat gerak seperti halnya pada zooplankton sehingga kemampuan gerakannya relatif
terbatas
dengan
melakukan
berbagai
adaptasi
untuk
mempertahankan
kedudukannya pada kolom air. Perubahan jumlah kelimpahan populasi plankton disebabkan curah hujan dan arus. Curah hujan menyebabkan terjadinya pengenceran air dan penurunan salinitas, serta meningkatkan masukan unsur hara dari daratan yang terbawa oleh luapan air sungai. Pada musim penghujan pertumbuhan populasi fitoplankton cenderung tinggi dan melimpah, menyebabkan biota air lainnya, misalnya ikan, melakukan perkembangbiakan karena tersedia cukup makanan. Pertumbuhan fitoplankton secara kasar dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu singkat, produktivitasnya meledak sangat pesat panjang dan masa pertumbuhan sangat lambat. Kondisi cuaca yang relatif tenang dan perairan yang dangkal menyebabkan tidak terjadi stratifikasi suhu, populasi fitoplankton tumbuh dengan cepat di lapisan epilimnion yang tersedia cukup unsur hara dan sinar matahari. 4. Peranan Plankton
Fitoplankton menempati tempat yang terendah sebagai produser primer. Rantai makanan grazing di laut dimulai dari fitoplankton sebagai produser dan zooplankton
sebagai
konsumer
(grazer).
Apabila
terjadi
kematian
baik
fitoplankton maupun zooplankton maka akan menjadi mata rantai pertama dalam rantai makan detritus (detritus food chain). Kedua rantai makanan tersebut menjadi siklus dasar dalam produksi di laut (Kasim, 2009). Dalam bidang perikanan, dijadikan sebagai makanan larva ikan, dilakukan melalui isolasi untuk mendapatkan satu spesis tertentu, misalnya Skeletonema. Kemudian dibudidayakan pada bak-bak terkontrol pada usaha pembibitan ikan untuk keperluan makanan larva ikan. Industri farmasi dan makanan suplemen, fitoplankton yang mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi digunakan sebagai makanan suplemen bagi penderita gangguan pencernaan dan yang membutuhkan energi tinggi. Contoh produk yang beredar dari jenis Chlorella. Selain adaptasi morfologi, fitoplankton diatom juga dapat mengandung minyak (fatty oils) yang ringan dalam selnya, hingga akan mengurangi berat
jenisnya atau menambah daya apungnya. Minyak ini yang tidak larut dalam air dan berat jenisnya lebih kecil dari air laut, merupakan produk dari fotosintesis. Tidak
seperti
fitoplankton,
zooplankton
umumnya
mempunyai
kemampuan bergerak atau berenang meskipun terbatas. Zooplankton seperti copepod dan eufausid diperlengkapi dengan umbai-umbai yang digunakan sebagai kaki renang. Dengan kemampuan itu mereka dapat melakukan migrasi vertical. Ada faktor lingkungan yang juga ikut mempengaruhi daya apung plankton, yakni viskositas atau kekentalan air laut yang bergantung dari suhu dan salinitas (kadar garam). Makin tinggi suhu air atau makin rendah salinitas akan menyebabkan viskositas menurun dan menyebabkan plankton lebih mudah tenggelam.
Gambar Bentuk-bentuk plankton 5. Zooplankton
Zooplankton memainkan peran penting sebagai pemangsa yang mengontrol populasi fitoplankton dan bakteri. Zooplankton dapat mempengaruhi struktur komunitas secara langsung melalui pemangsaan selektif atau secara tidak langsung melalui regenerasi penurunan
biomassa
nutrient. Berbagai studi telah menunjukkan
fitoplankton
tergantung
dari
densitas
dan
ukuran
zooplankton pemangsa (Evendi, 2011). Zooplankton merupakan plankton hewani yang terhanyut secara pasif karena terbatasnya kempuan bergerak. Beberapa contoh jenis zooplankton dapat
dilihat pada Gambar 1. Berbeda dengan fitoplankton , zooplankton hampir meliputi seluruh filum hewan mulai dari protozoa (hewan bersel tunggal) sampai filum
Chordata
(hewan
bertulang
belakang).
Para
ahli
kelauatn
juga
mengklasifikasikan zooplankton sesuai ukuran dan lamanya hidup sebagai plankton. Dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Beberapa jenis zooplankton, disusun berdasarkan ukuran dan kemampuan pergerakan Ada
tiga
katagori
ukuran
zoopalnkton
yang
dikenal
dengan
mikrozooplankton, mesozooplankton, dan makrozooplankton. Mikrozooplankton meliputi zooplankton yang dapat melewati plankton net dengan mata 202 μm dan mesozooplankton adalah yang tersangkut sedangkan makrozooplankton dapat ditangkap dengan plankto net dengan lebar mata 505μm. Berdasarkan sikulus hidupnya zooplankton ada yang selamanya sebagai plankton ( holoplankton) dan ada yang sebagian hidupnya (pada awal hidupnya) saja sebagai plankton (meroplankton). Organisme meroplankton terutama terdiri dari larva planktonik dan bentik invertebrata, bentik chordata dan nekton (ichtyoplankton). Kelompok holoplankton yang dominan antara lain copepoda, cladosera dan rotifera.
Beberapa genera dari copepoda menempati perairan pantai seperti Acartia, Eurytemora, Pseudodiaptomus dan Tortanus. Spesies copepoda umumnya mendominasi fauna holoplanktonik. Copepoda
calanoid melebihi jumlah
cyclopoid dan harpacticoid pada ekosistem estuaria. Cyclopoid umumnya litoral dan bentik tetapi beberapa merupakan spesies planktonik. Zooplankton dapat dijumpai mulai dari perairan pantai, perairan estuari didepan muara sampai ke perairan di tengah samudra, dari perairan tropis ingga ke perairan kutub. Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang hidup di perairan dalam. Adapula yang dapat melakukan migrasi vertikal harian dari lapisan dalam ke permukaan. Fitoplankton biasanya berkumpul di zona eufotik yaitu zona dengan intesitas cahaya masih memungkinkan terjadinya proses fotosintesis. Pada suatu perairan sering dijumpai kandungan fitoplankton yang sangat melimpah akan tetapi pada tempat yang lain sangat sedikit. Keadaan ini disebabkan oleh bermacam-macam faktor antara lain angin, arus, nutrien, variasi kadar
garam,
kedalaman
perairan,
aktivitas
pemangsaan
serta
adanya
percampuran massa air. Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan dengan penyebaran zooplankton, hal ini karena kondisi perairan yang memungkinkan produksi fitoplankton seperti sifat fototaksis positif yang dimiliki dan menyenangi sinar dan mendekati cahaya. C.
Zooplankton di ekosistem perairan
Bagian terbesar dari organisme zooplankton adalah anggota filum Arthropoda dan hampir semuanya termasuk ke dalam kelas Crustacea. Holoplankton yang paling umum ditemukan dilaut adalah cepopoda. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi di semua laut dan samudera, serta merupakan herbivora utama dalam perairan bahari dan memiliki kemampuan menentukan bentuk kurva populasi fitoplankton. Copepoda berperan sebagai mata rantai yang sangat penting antara produksi primer fitoplankton dengan karnivora besar dan kecil. Kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan fitoplankton, karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton, dengan
demikian kuantitas atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi kandungan fitoplanktonnya (Nybakken, 1992). Zooplankton merupakan salah satu komponen dalam rantai makanan yang diukur dalam kaitan dengan nilai produksi suatu ekosistem. Hal ini dikarenakan zooplankton berperan ganda baik sebagai konsumen pertama maupun konsumen kedua. Zooplankton adalah rantai penghubung di antara plankton dan nekton. Menurut Nybakken (1988), zooplankton hidup sangat beraneka ragam, yang terdiri atas berbagai bentuk larva dan bentuk dewasa yang dimiliki hampir seluruh filum hewan. Organisme ini menempati posisi penting dalam rantai makanan dan jaring – jaring kehidupan di perairan. Kelimpahan zooplankton akan menentukan kesuburan suatu perairan. Oleh karena itu, dengan mengetahui keadaan plankton (zooplankton termasuk didalamnya) di suatu perairan, maka akan di ketahui kualitas perairan tersebut. Hal ini dapat diketahui dengan melihat kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi jenis zooplankton di perairan tersebut. Patterson (1998) menyatakan bahwa komunitas plankton sangat sensitif pada perubahan lingkungan. Perubahan pada struktur komunitas zooplankton (kelimpahan, keragaman, keanekaragaman, dan dominansi) mengindikasikan bahwa perairan tersebut telah terjadi gangguan atau terjadi perubahan – perubahan. Adapun
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Keanekaragaman
dan
Kelimpahan Zooplankton di perairan, yaitu : Keanekaragaman dan kelimpahan zooplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik seperti ketersediaan makanan, siklus hidup dan predator, sedangkan faktor abiotik yang mempengaruhi yaitu faktor fisika dan kimia perairan yang terdiri dari temperatur, kekeruhan, kedalaman, O2 terlarut, CO2 bebas, pH, dan BOD5 a. Faktor Biotik 1) Ketersediaan Makanan
Sebagian besar zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya pada fitoplankton. Jika berkurang fitoplankton maka kurang suplai makan bagi zooplankton. Kelimpahan zooplankton mengikutikelimpahan fitoplankton. Kelimpahan fitoplankton yang cukup tinggi akan memberikan kesempatan bagi
zooplankton untuk mendapatkan makanan yang cukup (Praroto, Ambariyanto dan Zainuri, 2005). Banyak zooplankton mendapatkan makan dengan cara filter feeder menyaring bakteri, dentritus dan alga yang tersuspensi. Tingkat penyaringan zooplankton sangat dipengaruhi oleh suhu dan umumnya zooplankton akan mati bila pada suhu diatas suhu 280 C. Zooplankton yang melakukan grazing memiliki kemampuan untuk menyeleksi makanan dan banyak fitoplankton yang merupakan makanan yang baik untuk zooplankton akan tetapi tidak semua fitoplankton yang tersedia dapat dimakan karena sulit untuk dicerna. Zooplankton
menggunakan
berbagai
struktur/alat
dalam
memperoleh
makanannya. Crustacea mempunyai antena dan kaki thorak dengan struktur yang baik di bandingkan dengan spesies lainnya sehingga memiliki kapasitas penyaringan yang lebih baik dibandingkan dengan spesies yang lain seperti Daphnia dan beberapa Cladocera memiliki bantalan kaki yang berambut dan setae yang digunakan untuk menyaring partikel kemudian dikumpulkan pada bagian ventral dan diteruskan ke mulut. Calanoid Copepoda menciptakan arus dengan cara mengepakkan empat pasang maksila. Maksila kedua digunakan untuk mengambil partikel sebelum menyaringnya. Calanoid menyaring partikel berukuran 5-100μm. Beberapa Calanoid seperti Diaptomus shoshone adalah predator akan tetapi terkadang memakan partikel tersuspensi. Rotifera sangat bervariasi dari bentuk hingga makanannya. Keratella, Filinia dan Bronchionus merupakan Rotifera omnivora dan Asplanchna dan Synchaeta merupakan predator besar. Rotifera menggunakan silia cincin anterior untuk membawa partikel langsung ke mulut. (Goldman and Horne, 1983). 2)
Siklus Hidup Rendahnya kelimpahan zooplankton dibandingkan dengan fitoplankton
disebabkan karena zooplankton memiliki siklus hidup yang lebih lama dari pada
fitoplankton,
sehingga
untuk
mencapai
populasi
maksimum
membutuhkan waktu lebih lama dari pada fitoplankton (Kusmeri dan Rosanti, 2015). Zooplankton teradaptasi untuk menggunakan fitoplankton yang siklus hidupnya pendek. Dibawah kondisi yang menguntungkan Rotifera dan
Cladocera memiliki siklus hidup hanya beberapa hari, sehingga mereka mampu memproduksi banyak generasi setiap tahunnya (multivoltin). Zooplankton yang multivoltin mencapai ukuran maksimal dan memulai reproduksi lebih awal pada kondisi yang menguntungkan, kebanyakan makanan yang dikonsumsi saat hidup akan lebih banyak digunakan untuk memproduksi telur. Beberapa Copepoda bersifat multivoltin, beberapa ada yang univoltin dan mengahasilkan satu generasi setiap tahunnya. Copepoda univoltin menghabiskan sebagian besar energi untuk pertumbuhan dan sampai matang seksual. Copepoda dan Mysid tumbuh relatif lebih lambat karena metamorfosisnya memerlukan beberapa
kali
molting sebelum
di hasilkan
dewasa
yang produktif.
Pertumbuhan pada organisme yang berkembang lebih cepat akan mengambil makanan dengan presentase yang lebih besar untuk memproduksi telur. Karena itu Rotifera dan Cladocera multivoltin akan berkembang lebih cepat ketika makanan tersedia (Goldman and Horne, 1983). Rotifera dan Cladocera memiliki strategi/cara reproduksi partenogenesis dimana telur-telur berkembang tanpa fertilisasi dan semua telur menetas menjadi betina. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai waktu generasi normal antara 1-7 hari (Nybakken, 1988). Dalam kondisi lingkungan tidak mendukung seperti perubahan temperatur yang ekstrim, populasi yang terlalu padat, perubahan pola makanan, dan photoperiodmaka hewan ini akan menghasilkan telur dan menetas menjadi individujantan dan betina. Reproduksi secara seksual menghasilkan telur yang lebih tahan terhadap kekeringan dan dingin. Secara ekologi siklus hidup Rotifera dan Cladocera mirip tetapi secara sitologi berbeda (Goldman and Horne, 1983). 3)
Predator Hubungan predator – prey, atau top – down, antara zooplankton herbivor
dan hewan karnivor (Ikan) merupakan faktor interaksi biotik penting yang dapat mempengaruhi struktur komunitas keduanya. Sehingga tekanan predator terhadap zooplankton dapat mengurangi kelimpahan zooplankton, dan sebaliknya berkurangnya zooplankton tertentu dapat menyebabkan penurunan kelimpahan beberapa jenis ikan dan zooplankton yang menjadi predatornya.
Keberadaan ikan mempengaruhi kelimpahan zooplankton, karena ada beberapa jenis ikan yang memakan zooplankton. Migrasi vertikal harian merupakan respon terhadap predasi. Predator oleh ikan dan invertebrata merupakan sebuah mekanisme utama dibalik terjadinya perubahan musiman terhadap morfologi zooplankton yang disebut juga Cyclomorphosis dan distribusi ukuran zooplankton. Ikan dan zooplankton predator relatif memilih ukuran zooplankton yang akan di mangsanya. Pada umumnya ikan memilih zooplankton yang berukuran besar dan mudah terlihat seperti Daphnia rosea sehingga memungkinkan untuk meningkatkan populasi zooplankton yang berukuran kecil. Bosmia dan Ceriopdaphnia berukuran kecil yaitu kurang dari 1 mm panjangnya di mangsa oleh ikan kecil dan invetebrata lainnya. Bila ukuran lebih besar dari 1 mm kehilangan oleh predasi ikan meningkat. Zooplankton berukuran besar mendominasi ketika ikan pemakan zooplankton hilang/tidak ada tapi bisa menjadi berkurang jika predator kembali hadir. Pengecualian bisa terjadi bila ukuran zooplankton yang besar akibat adanya duri ataugambaran lainnya yang menyebabkan zooplankton tidak terlihat oleh predator. Ikan bisa dengan mudah melihat pigmen bintik mata atau isi usus yang gelap, akan tetapi tidak bisa melihat tubuh dan karapak yang transparan (Goldman and Horne, 1983). b. Faktor Abiotik 1) Faktor Fisika Kimia Perairan Danau a) Temperatur Temperatur merupakan faktor yang sangat penting dalam perairan, dikarenakan kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi (Odum, 1998). Selain itu, suhu berpengaruh besar terhadap keanekaragaman atau keberadaan zooplankton. Didaerah tropis suhu permukaan perairan biasanya berkisar antara 23-320C. Kisaran suhu dipermukaan lebih besar dari kisaran suhu didasar perairan dan hal ini juga berpengaruh terhadap distribusi vertikal zooplankton (Nybakken, 1988). Menurut Wetzel (1983) dalam
Wulandari
(2013)
menyatakan
bahwa
kisaran
suhu
untuk
pertumbuhan atau kehidupan zooplankton secara umum berkisar 2028
˚C.
Bila
terjadi
perubahan
suhu
secara
tiba– tiba
dapat
menyebabkan kematian secara langsung pada zooplankton (Kusmeri dan Rosanti, 2015). Pada penelitian Izmiarti dan Setiawati (2015) dilaporkan nilai temperatur air zona litoral di Danau Diatas berkisar antara 20 – 23 ˚C. b) Kekeruhan Kekeruhan air disebabkan oleh lumpur, partikel tanah, potongan tanaman atau fitoplankton. Kekeruhan menyebabkan berkurangnya penetrasi cahaya dan mempengaruhi kedalaman tempat tanaman tumbuh.. Kekeruhan yang disebabkan oleh lumpur dan yang mengendap sering kali dianggap sebagaifaktor pembatas. Sedangkan, kekeruhan yang disebabkan oleh organisme merupakan indikasi produktifitas
(Odum,
1998).
Kekeruhan
yang
tinggi
dapat
mengakibatkan terganggunya perrnafasan dan daya lihat hewan akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air (Effendi, 2003). c) Kedalaman Kedalaman suatu perairan berpengaruh terhadap organisme akuatik khususnya zooplankton yang tergantung pada fitoplankton yang berfotosisntesis pada air yang ditembus cahaya. Cahaya yang masih cukup dalam perairan dapat meningkatkan fotosintesa fitoplankton yang merupakan makanan dari zooplankton (Elijonnahdi, Miswan dan Ririn , 2012). Kedalaman juga berpengaruh terhadap nutrien yang jatuh kebadan perairan. Sumbangan nutrien yang banyak ke perairan akan memicu tumbuhnya plankton (Kusmeri dan Rosanti, 2015). Susanti, Widiana dan Abizar (2012) menyatakan bahwa penyebaran plankton didalam air tidak sama pada kedalaman air yang berbeda hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti perbedaan suhu, CO2, pH, DO dan intensitas cahaya. Faktor lingkungan tersebut berfluktuasi
setiap
waktunya
mengakibatkan
terjadinya
fluktuasi
terhadap
keberadaan plankton. d) Oksigen terlarut (O2) Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang penting di dalam ekosistem air yang dibutuhkan untuk proses respirasi bagi organisme air. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis (Barus, 2002). Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak terdapat pada lapisan epilimnion. Pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air. Kadar oksigen maksimumterjadi pada sore hari, sedangkan kadar minimum terjadi pada malam hari menjelang pagi hari. Kadar oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter (Effendi, 2003). Kadar oksigen larut dalam air didukung oleh adanya tingkat kecerahan air yang optimal bagi cahaya matahari yang dapat masuk pada kedalaman yang lebih dalam sehingga pada kedalaman perairan tersebut terjadi proses fotosintesis dan akhirnya suplai oksigen di lokasi tersebut mencukupi bagi proses kehidupan zooplankton. Jika terjadi kadar oksigen yang rendah dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan, bahkan mengakibatkan kematian. Oksigen di dalam air dapat berkurang karena proses difusi, respirasi, dan reaksi kimia (oksidasi dan reduksi). Berkurangnya oksigen didalam air karena proses difusi baru akan terjadi apabila kadar oksigen di dalam air sudah lewat jenuh (Kordi, Ghufran dan Baso, 2007). Pada penelitian Izmiarti dan Setiawati (2015) dilaporkan nilai oksigen terlarut (O2) pada zona litoral di Danau Diatas berkisar antara 7,5 – 8,20 mg/l. e) Karbondioksida (CO2 ) Bebas
Karbondioksida bebas digunakan untuk mengukur CO2 yang terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk terikat sebagai ion bikarbonat dan ion karbonat. Tumbuhan akuatik, misalnya algae, lebih menyukai karbondioksida sebagai sumber karbon dibandingkan dengan biokarbonat dan karbonat. Kadar CO2 di perairan dapat mengalami pengurangan bahkan hilang, akibat proses fotosintesis, evaporasi, dan agitasi air. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga kadar CO2 bebas mencapai sebesar 60 mg/liter (Effendi, 2003). Pada penelitian Izmiarti dan Setiawati (2015) dilaporkan nilai karbondioksida (CO2 ) bebas pada zona litoral di Danau Diatas berkisar antara 0,5 – 1 mg/l. f) pH Nilai pH menunjukan nilai kosentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen. Nilai pH berpengaruh terhadap kehidupan organisme namun setiap organisme mempunyai batas toleransi bervariasi terhadap pH perairan. Toleransi masing – masing spesies terhadap pH sangat dipengaruhi faktor lain seperti suhu dan oksigen terlarut. Nilai pH rendah dapat menurunkan keanekaragaman dan kelimpahan spesies. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5 (Barus, 2002). Kondisi pH untuk kehidupan zooplankton adalah berkisar antara 4,5-8,5. Pada penelitian Izmiarti dan Setiawati (2015) dilaporkan nilai pH air pada zona litoral di Danau Diatas berkisar antara 6 – 7. g) BOD (Biologycal Oxygen Demand) BOD
menyatakan
jumlah
oksigen
yang
dibutuhkan
oleh
mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam
proses penguraian itu (Barus, 2002). Pengukuran nilai BOD didasarkan pada lima hari inkubasi karena diperkirakan 70-80% bahan organik telah mengalami oksidasi (Effendi, 2003). Nilai BOD yang masih dapat diterima sebagian besar spesies biota air untuk hidup dengan baik adalah 5 mg/l selebihnya tergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran bahan pencemar, suhu air. Hasil penelitian Izmiarti dan Setiawati (2015) menyatakan bahwa BOD pada zona litoral di Danau berkisar antara 2,15 – 3,90 mg/l.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
1. Ikan di ekosistem perairan 2. Zooplankton merupakan plankton hewani yang terhanyut secara pasif karena terbatasnya kempuan bergerak. Beberapa contoh jenis zooplankton
dapat
dilihat
pada
Gambar
1.
Berbeda
dengan
fitoplankton , zooplankton hampir meliputi seluruh filum hewan mulai dari protozoa (hewan bersel tunggal) sampai filum Chordata (hewan bertulang belakang). Para ahli kelauatn juga mengklasifikasikan zooplankton sesuai ukuran dan lamanya hidup sebagai plankton. 3. Zooplankton di ekosistem perairan yaitu Zooplankton merupakan salah satu komponen dalam rantai makanan yang diukur dalam kaitan dengan nilai produksi suatu ekosistem. Hal ini dikarenakan zooplankton berperan ganda baik sebagai konsumen pertama maupun konsumen kedua. Zooplankton adalah rantai penghubung di antara plankton dan nekton
B. Saran
Diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesatuan pemahaman bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, T . A. 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan. Djumanto., Sidabutar, T., Pontororing, H., Leipary, R. 2009. Pola Sebaran Horizontal dan Kerapatan Plankton di Perairan Bawean. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 13 Hal. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kansius. Yogyakarta. Evendi, E. 2011. Pemodelan Peran Zooplankton dalam Siklus Nitrogen Di Teluk Lampung. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 14 Hal. Goldman, C.R. and A.J. Horne. 1983. Limnology. Internasional Student. Mc. Graw- Hill. Tokyo. Izmiarti dan S. Setiawati. 2015. Komposisi dan Struktur Komunitas Zooplankton di Danau Diatas Sumatera Barat. Laporan Akhir Penelitian Mandiri FMIPA. Universitas Andalas. Padang. Kasim, M., Wanurgaya. 2009. Penuntun Praktikum Planktonology. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari. 30 Hal. Kordi H., M. Ghufran dan T.A. Baso. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dan Tanah dalam Budidaya Perairan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Kusmeri, L. dan D. Rosanti. 2015. Struktur Komunitas Zooplankton di Danau OPI Jakabaring Palembang. Sainmatika.12 (1): 8-20. Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta. Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Sebagai Suatu Pendekatan Ekologis.Gramedia. Jakarta. Odum, P. E. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Tjahjono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Paterson, M. 1998. Ecological Monitoring and Assessment Network (Eman) Protocols for Measuring Biodiversity: Zooplankton in Fresh Waters. Department of Fisheries and Oceans Freshwater Institute 501 University Crescent Winnipeg, Manitoba. Praroto, B. A., Ambariyanto dan M. Zainuri. 2005. Struktur Komunitas Zooplankton di muara Sungai Serang Jogjakarta. Ilmu Kelautan. 10(2) : 90.