Adaptasi Plankton A. Pola Adaptasi Plankton
Diperairan adaptasi merupakan cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Plankton hidup mengapung atau melayang dalam laut. Tentu diperlukan strategi yang jitu untuk itu, agar tidak mudah tenggelam. Melawan gravitasi atau daya tenggelam merupakan kunci untuk survival bagi plankton. Untuk dapat bertahan hidup dalam perairan dengan berbagai kondisi perairan dengan berbagai variasinya, plankton pla nkton melakukan pola adaptasi baik dalam fungsi hal tubuh maupun morfologinya. Dalam bentuk morfologinya plankton memiliki tipe pola adaptasi seperti tipe kantong/gelembung, tipe jarum atau rambut, tipe pita, tipe bercabang. Adaptasi ini pada plankton diatom ada beberpa tipe: 1) Tipe kantong , yakni berukuran relative besar dengan kandungan cairan yang ringan dalam selnya. Contohnya adalah Coscinodiscus. Bentuknya dapat juga mendekati bentuk cakram seperti pada Planktoniella, hingga kalaupun tenggelam akan membentuk jalur zigzag, tidak langsung terjun ke dasar laut. 2) Tipe jarum atau rambut, berbentuk ramping atau memanjang seperti pada Rhizosolenia dan Thallasiothrix. Bentuknya yang demikian menghambat untuk tenggelam pada posisi melintang. Dapat juga berupa rantai yang saling bertautan panjang seperti pada Nizschia seriata. 3) Tipe pita, seperti terdapat pada Fragillaria dan Climacodium. Sel-selnya melebar pipih, saling bertautan membentuk pita. 4) Tipe bercabang seperti terdapat pada Chaetoceros dan Corethron. Di sini cabang-cabangnya banyak, kadang-kadang membentuk rantai bentuk spiral untuk menghambat penen ggelaman. Selain itu plankton dapat dijumpai pada siang hari jenis phyto dan temperature berkisar antara 24-34oC plankton dapat bertahan dengan temperature 28-34o C. Selain adaptasi morfologi bebrapa jenis plankton ada juga yang memiliki kandungan minyak (fatty oil) yang ringan di dalam selnya, hingga akan mengurangi berat jenisnya atau menambah daya apungnya. Minyak ini, lebih kecil dari berat jenis air laut merupakan produk dari fotosintesis. Viskosisitas air laut juga berpengaruh terhadap. penenggelaman plankton (bergantung pada suhu dan salinitas). Sedangkan pola adaptasi secara fisiologi yaitu dengan mengurangi berat lebih; Membentuk pelampung-pelampung yang berisi gas, karena kerapatan
gas jauh lebih kecil daripada air, maka terjadi kemampuan mengapung; mengubah hambatan permukaan; mengubah bentuk tubuh; pembentukan bermacam duri atau tonjo lan. Zooplankton melakukan adaptasi berupa migrasi vertikal, migrasi vertikal merupakan migrasi harian yang dilakukan oleh organisme tertentu ke arah dasar laut pada siang hari dan ke arah permukaan laut pada malam hari. Zooplankton melakukan migrasi vertikal bertujuan untuk menghindari pemangsaan oleh para predator yang mndeteksi mengsa secara verikal dan menyesuaikan dengan lingkungan akibat perubahan suhu yang beruba-ruba(Evendi, 2011). Jarak yang ditempuh zooplankton pada migrasi ini berkisar antara 100 - 400 m. Rangsangan utama yang mengakibatkan terjadinya migrasi vertikal harian pada zooplankton adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respon negatif bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan meningkat. Sebaliknya mereka akan bergerak ke arah permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan menurun. Pola yang umum tampak adalah bahwa zooplankton terdapat di dekat permukaan laut pada malam hari, sedangkan menjelang dini hari dan datangnya cahaya mereka bergerak lebih ke dalam. Dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang pagi hari, zooplankton bergerak lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan biasanya mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya tertentu (Evendi, 2011). Di tengah hari atau ketika intensitas cahaya matahari maksimal, zooplankton berada pada kedalaman paling jauh. Kemudian tatkala intensitas cahaya matahari sepanjang sore hari menurun, zooplankton mulai bergerak kearah permukaan laut dan sampai di permukaan sesudah matahari terbenam dan masih tinggal di permukaan selama fajar belum tiba. Pola migrasi vertical zooplankton dibagi menjadi 3 pola berdasarkan factor lingkungan seperti kesedian makanan, kedalaman perairan, penetrasi cahaya, dan topografi dasar perairan menyebabkan perbedaan tingkah laku migrasi sebagai berikut (Evendi, 2011) : 1) Migrasi Nokturnal Migrasi ini paling umum terjadi, dimana pola migrasi ke arah permukaan pada waktu petang dan sebelum fajar bermigrasi ke lapisan yang lebih dalam. Organisme yang memiliki pola migrasi nokturnal maupun twilight berlindung di perairan yang lebih dalam dari predator karena pengaruh cahaya matahari, aktif pada malam hari di daerah permukaan yang kaya akan makanan. 2) Migrasi Twilight
Adalah pola migrasi ke arah permukaan menjelang petang dan bermigrasi ke perairan yang lebih dalam saat tengah malam, diikuti migrasi kembali ke arah permukaan kemudian kembali bermigrasi perairan yang lebih dalam pada saat fajar. Saat tengah malam sebagian dari hewan tersebut bergerak ke arah yang lebih dalam, disebabkan oleh komposisi zooplankton lebih padat dari pada air maka ketika aktivitas berkurang, menyebabkan cenderung tenggelam. 3) Migrasi Reverse Migrasi ini merupakan kebalikan dari migrasi nokturnal, yaitu bermigrasi ke arah permukaan pada siang hari dan ke arah yang lebih dalam pada malam hari. Migrasi ini dapat dicirikan oleh spesies kopepoda dengan ukuran yang besar. Terdapat dua hipotesis penyebab pola migrasi. Yang pertama adalah factor metabolisme. Hipotesis ini mengasumsi bahwa suhu rendah membuat suatu organism mengalami pertumbuhan yang maksimal (tidak dapat berkembang lagi) ini berkenaan dengan kesuburan dalam hal reproduksi. Yang kedua adalah untuk menghindari predator. Hipotesis yang kedua ini lebih banyak di gunakan karena lebih berdasar, dimana faktor yang mempengaruhi migrasi vertikal adalah cahaya, suhu dan untuk menghindari predator. Pola migrasi vertical ini dapat berubah-ubah baik antar maupun intra spesies, dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan perairan. Perbedaan pola migrasi intra spesies disebabkan oleh faktor ukuran, umur dan jenis kelamin. Setiap spesies memiliki pola kedalaman migrasi tersendiri yang akan berubah setara dengan pertumbuhan, masa reproduksi dan waktu setiap tahun. Sedangkan factor lingkungan yang mempengaruhi seperti kesedian makanan, kedalaman perairan, penetrasi cahaya, dan topografi dasar perairan menyebabkan perbedaan tingkah laku migrasi. Sebaran biomas
fitoplankton menunjukkan kelimpahan yang
homogen, tinggi
disebelah utara kemudian menurun kearah selatan, sedangkan zooplankton menunjukkan sebaran yang acak. Sebaran biomas fitoplankton cenderung dipengaruhi oleh kondisi perairan dan musim karena pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan zat hara. Fitoplankton tidak memiliki alat gerak seperti halnya pada zooplankton sehingga kemampuan gerakannya relatif terbatas dengan melakukan berbagai adaptasi untuk mempertahankan kedudukannya pada kolom air.
Perubahan jumlah kelimpahan populasi plankton disebabkan curah hujan dan arus. Curah hujan menyebabkan terjadinya pengenceran air dan penurunan salinitas, serta meningkatkan masukan unsur hara dari daratan yang terbawa oleh luapan air sungai. Pada musim penghujan pertumbuhan populasi fitoplankton cenderung tinggi dan melimpah, menyebabkan biota air lainnya, misalnya ikan, melakukan perkembangbiakan karena tersedia cukup makanan. Pertumbuhan fitoplankton secara kasar dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu singkat, produktivitasnya meledak sangat pesat panjang dan masa pertumbuhan sangat lambat. Kondisi cuaca yang relatif tenang dan perairan yang dangkal menyebabkan tidak terjadi stratifikasi suhu, populasi fitoplankton tumbuh dengan cepat di lapisan epilimnion yang tersedia cukup unsur hara dan sinar matahari.