Tugas kelompok
: Perpajakan
Dosen
: Idra Wahyuni SE. M.Si
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
Oleh :
OLEH KELOMPOK 10: MUHAMMAD ABURIZAL BAKRI
10800113106
RADHIAH ABDURRAHIM
10800113127
ISMAIL SALEH
10800113133
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2015
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 1
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Pajak
Penghasilan
(PPh)
Pasal
26
adalah
PPh
yang
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan diper samakan dengan subjek pajak p ajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain selai n yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). B.
TUJUAN
1. Makalah ini merupakan pemenuhan salah satu tugas dari matakuliah Perpajakan 2. Makalah ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan pengetahuan tentang PPh Pasal 26.
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 2
BAB II PEMBAHASAN A. DEFENISI PPh PASAL 26
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menganut dua sistem pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajip Pajak luar negeri dari Indonesia. Dua sistem pengenaan pajak tersebut adalah: 1. Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha tau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di indinesia 2. Pemotong oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperolah Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Pajak
Penghasilan
(PPh)
Pasal
26
adalah
PPh
yang
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan diper samakan dengan subjek pajak p ajak badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain selai n yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). B. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) wajib dilakukan oleh: 1. Badan pemerintah
PPh Pasal 26 (Kelompok 7)| 3
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya. 2. Subjek pajak dalam negeri Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan dilak ukan di Indonesia. Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 adalah
sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha usah a milik daerah dengan den gan nama dan dalam dal am bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap 3. Penyelenggara kegiatan Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan
yang
penyelenggara
melakukan
kegiatan
suatu event atau kegiatan. Contoh
adalah
orang
pribadi
atau
badan
yang
mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain. 4. Bentuk usaha tetap
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 4
BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban kewajib an Wajib Pajak dalam negeri. Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undangundang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel dan lain-lain. 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kapada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah Representative Representative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
C. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 26
Janis-jenis penghasilan yang wajib pajak dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 (Objek PPh Pasal 26). a. Deviden b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang ut ang c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan e. Hadiah dan penghargaan f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya h. Keuntungan karena pembebasan utang
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 5
D. TARIF DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 26
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa : a. Dividen; b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; ut ang; c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. Hadiah dan penghargaan f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau h. Keuntungan karena pembebasan utang. 2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa : penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. 3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia; 4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan. E. SIFAT
PEMOTONGAN/
PEMUNGUTAN,
PENYETORA,
DAN
PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
1. Sifat Pemotongan/Pemungutan Pph Pasal 26
PPh Pasal 26 (Kelompok 7)| 6
Pada prinsipnya pemotongan pajak ataspenghasilan Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, namun atas penghasilan berikut ini potongan pajaknya tidak bersifat final, sehingga pemotongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan yang dimaksud (pemotongannya tidak bersifat final) adalah: a. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia. b. Penghasilan berupa deviden; bunga termasuk peremium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dnegan penggunaan jasa , pekerjaan, dan kegiataan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya; penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri; penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan tersebut ditanamkan kembalidi Indonesia, yang diterima atau diperolah kantor pusat, sepenjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut. c. Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status sta tus menjadi Wajib Pajak adalam Negeri atau bentuk usaha tetap. 2. Penyetoran Dan Pelaporan Pph Pasal 26 Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan: a. Penghasilan yang bersumber dari modaldalam bentuk deviden, bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 7
dengan jaminan pengembalian utang,; royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penghasilan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apap pun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya. b. Penghasilan dan penjualan harta di Indonesia c. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuarnsi luar negeri. Ketentauan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasa 26 adalah: a. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwinberikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. b. Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyempaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) harisetelah masa pajak berakhir. c. Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong. d. Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Pengahsilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak deri semua bentuk uasah tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disamapaikan. Namun, paabila bentuk usaha tetap tersebut meminta perpanjanagan
iangka
waktu
penyampaian
SPT
Tahunan,
Pemotongan PPh Pasal 26 didasarkan pada penghitungan sementara, terutang dan harus dibayar lunas pada saat surat perpongan perpanjangan disampaikan, akan tetapi tidak melampaui tanggal dua
PPh Pasal 26 (Kelompok 7)| 8
puluh lima ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak terakhir. F.
PERHITUNGAN PPh PASAL 26 1. PPh Pasal 26= 20%×penghasilan bruto
Perhitungan
tersebut
diterapkan
untuk
penghasilan
yang
bersumberdari modal yang berbentuk: a. Deviden b. Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan karena jaminan pengembalian utang ut ang c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan e. Hadiah dan penghargaan f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007, Pengenaan Pajak Penghasilan atau deviden yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tariff yang lebihrendah menurut Pengehindaran Pajak Bergandan yang berlaku dalam hal terdapat penananman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/ atau di daerah-daerah tertentu 2. PPh Pasal 26= 20%×penghasilan bruto; Penghasilan neto= perkiraan penghasilan neto×penghasilan bruto
Perhitungan ini diterapkan untuk: a. Penghasilan dari penjulan harta di Indonesia b. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri 3. PPh Pasal 26= 20%×(Penghasilan Kena Pajak-PPh terutang)
Perhutungan tersebut diterapkan pada bentuk uasah tetap di Indonesia yang penghasilan atau bagian labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia. Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 9
ditanmakan kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dipotong PPh Pasal 26 G. CONTOH PE RHITUNGAN PPh PASAL 26
Contoh 1: Suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp. 100.000.000,00 kepada Wajib Pajak Luar Negeri, subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan sebesar 20% dari Rp. 100.000.000,00. Seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari marathon di Indonesia kemudian merebut hadiah uang maka atas hadiah tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20%. PKP BUT di Indonesia 2009 Rp. 17.500.000,00 Pajak Penghasilan : 28% x Rp. 17.500.000,00
Rp. 4.900.000,00
PKP setelah pajak
Rp. 12.600.000,00
PPh Pasal 26 terutang : 20% x Rp. 12.600.000,00 = Rp. 2.520.000,00 Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp. 12.600.000,00 tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak. Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak. Dalam bulan April 2009, Mike memperoleh gaji US$ 5,000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp. 10.500,00 per US$1. Penghitungan PPh pasal 26 : Penghasilan bruto berupa gaji sebulan : 5,000 x Rp. 10.500,00 = Rp. 52.500.000,00 Penerapan tarif : 20% x Rp. 52.500.000,00 = Rp. 10.500.000,00 PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp. 10.500.000,00.
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 10
Contoh 2: PT Ananda merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. Pada tahun 2007 mengasuransiakn bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi diluar negeri Builing Life Inc. Premi yang dibayar oleh PT Ananda kepada Bulling Life Inc, sebesar 1.000.000.000 PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Ananda adalah: 20%×50%×1.000.000= 100.000.000
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 11
BAB III PENUTUP A.
KESIMPULAN
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara badan. Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). B.
SARAN
Pada kenyataannya, pembuatan makalah ini bersifat sangat sederhana dan simpel. Pembuatan makalah ini masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi ini. Maka saran sar an dan kritikan dari d ari teman mahasiswa sangat kami butuhkan untuk perbaikkan makalah ini menjadi lebih baik.
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 12
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2014. PERPAJAKAN Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-penghasilan-pph-pasal26.html di unduh pada:10 Desember 2015 http://hennytax12.blogspot.com/2013/01/pajak-penghasilan-pasal-26.html di unduh pada: 10 Desember 2015
PPh Pasal 26 (Kelompok (Kelompok 7)| 13