MAKALAH
KEWARGANEGARAAN “Perkembangan Demokrasi di Dunia”
Disusun oleh:
RIZAL NURHIDAYAT I0714031
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017
DAFTAR ISI DAFTAR ISI....................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2 2.1 Pengertian Demokrasi............................................................................... 2 2.2 Sejarah Perkembangan Demokrasi di Dunia ............................................ 2 2.2.1 Zaman Kuno ......................................................................................... 2 2.2.2 Abad Pertengahan................................................................................ 4 2.2.3 Zaman Modern ..................................................................................... 6 2.3 Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia ...................................... 9 2.3.1 Penerapan Demokrasi Parlementer (1950 – 1959) .............................. 9 2.3.2 Demokrasi Terpimpin (1959 – Orde Baru) ........................................... 9 2.3.3 Sistem Demokrasi Order Baru (1966 – 1998) ..................................... 10 2.3.4 Demokrasi Pasca Runtuhnya Orde Baru (Masa Reformasi)............... 10 2.4 Demokrasi di Berbagai Negara ............................................................... 10 2.4.1 Demokrasi Amerika Serikat ................................................................ 10 2.4.2 Demokrasi Inggris ............................................................................... 14 2.4.3 Demokrasi Cina................................................................................... 16 2.5 Demokrasi di Indonesia (Demokrasi Pancasila) ...................................... 16 2.5.1 Prinsip Demokrasi Pancasila .............................................................. 17 2.5.2 Ciri Demokrasi Pancasila .................................................................... 18 2.5.3 Asas Demokrasi Pancasila .................................................................. 18 2.5.4 Landasan Pokok Demokrasi Pancasila ............................................... 19 2.5.5 Fungsi Demokrasi Pancasila ............................................................... 19 BAB III PENUTUP............................................................................................ 20 3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21
ii
DAFTAR GAMBAR GAMBAR II.1 CLEISTHENES............................................................................................. 2 GAMBAR II.2 ILUSTRASI PENERAPAN DEMOKRASI ATHENA ................................................... 3 GAMBAR II.3 MAGNA CHARTA ....................................................................................... 5 GAMBAR II.4 PENETAPAN HAK SUARA PRIA UNIVERSAL DI PERANCIS TAHUN 1848 .................... 7 GAMBAR II.5 INDEKS DEMOKRASI YANG DISUSUN THE ECONOMIST PADA DESEMBER 2011 ....... 8
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Setiap warga negara dalam kesehariannya selalu berhubungan dengan aspek-aspek politik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kehidupan politik yang telah menjadi bagian dari keseharian warga negara dalam sebuah negara ini menimbulkan atau membentuk pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang perilaku politik. Pandangan, pendapat, dan pengetahuan itu memunculkan orientasi seseorang terhadap kehidupan politik atau objek politik sehingga melahirkan budaya politik dalam sebuah Negara. Sebuah Negara memiliki sistem politik yang berbeda. Disamping itu, sebuah Negara pasti memiliki sebuah sistem pemerintahan, dan sistem pemerintahan yang dianut sesuai dengan keinginan dan kesepakan Negara tersebut. Dalam sebuah kehidupan bernegara sebuah negara sangat memerlukan sistem pemerintahan, agar mereka dapat tertuntun dan sebuah sistem pemerintahan tersebut menjadi cara yang dianut oleh semua masyarakat dalam sebuah Negara. Sistem pemerintahan yang dianut dan paling sering digunakan adalah sistem pemerintahan demokrasi. Proses penguatan hak rakyat dan penduduk negeri akhir-akhir ini makin menguat seiring dengan meningkatnya tekonologi informasi dan kesadaran tentang hak inidividu untuk menyuarakan pendapatnya, dan hak untuk mengetahui yang sebenarnya. Hal ini hampir terjadi di semua negara kecuali negara-negara yang masih mempertahankan sistem diktator seperti Myanmar, Korea Utara, Kuba, dsb. Jika dalam sebuah negara oposisi tidak diizinkan ada, maka dapat dipastikan negara tersebut menganut sistim diktator. Oleh karena itu, demokrasi banyak diminati oleh Negara-negara di dunia. Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang sejarah perkembangan demokrasi di dunia termasuk Indonesia. Selain itu juga akan membahas sistem demokrasi yang dianut oleh beberapa negara di dunia. Dan tentunya membahas tentang sistem demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut: a.
Apa pengertian dari Demokrasi?
b.
Bagaimana perkembangan Demokrasi di dunia?
c.
Apa yang dimaksud dengan Demokrasi Pancasila?
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang artinya rakyat dan cratein yang artinya memerintah. Jadi demokrasi berarti suatu negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat . Demokrasi adalah bagaimana menghormati pendapat orang lain, mendengarkan mereka, tidak berperasangka tentang kemunafikan, jangan menghukum mereka atau memfitnah mereka secara tak semena-mena, meskipun ia seorang penghianat besar. Demorasi adalah bagaimana seseorang mengakui kemungkinan kesalahan atas diri sendiri. Demokrasi itu dimana otoritas Negara ada di tangan rakyat. Apa saja adalah milik rakyat. Tetapi mustahil semua rakyat menjadi pemimpin (presiden) dalam sebuah negara, maka dari itu mereka mengadakan pemilu, memilih wakil-wakil, kemudian para wakil memilih sejumlah orang yang dibayar untuk mengurusi segala yang diperlukan oleh rakyat dalm ketatanegaraan. Pengurus itu dijejer dari paling atas Namanya presiden selanjutnya sampai ke level yang terbawah sampai ajudan Pak RT. Dalam Demokrasi, presiden dan seluruh jajaran birokrat adalah PRT alias pembantu rumah tangga rakyat. Rakyat membayarnya, menyediakan kantor, rumah dinas, kendaraan, serta segala perlengkapan untuk menjalankan tugasnya. Pemerintah adalah pihak yang dipilih, sementara rakyat adalah pihak yang memilih, yang memilih lebih tinggi derajatnya dan lebih berkuasa dari yang dipilih.
2.2
Sejarah Perkembangan Demokrasi di Dunia[2]
2.2.1 Zaman Kuno Konsep demokrasi semula hadir dari pemikiran mengenai konsep negara dan hukum yang dipratikkan pada abad Yunani Kuno yang dikenal sebagai Demokrasi Athena. Demokrasi Athena yang didirikan oleh Cleisthenes pada tahun 508/7 SM berbentuk demokrasi langsung, dimana warga negara secara langsung berperan dalam membuat keputusankeputusan politik dengan mengikuti prosedur mayoritas. Sistem ini dapat dilaksanakan dengan efektif karena wilayah pelaksanaannya hanya terbatas pada sebuah kota dan daerah di sekitarnya serta penduduk di wilayah tersebut masih terbilang sedikit.
2
Gambar II.1 Cleisthenes
Selain itu, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku bagi warga negara resmi yang hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk dikarenakan perempuan, anak-anak, budak belian, dan pedagang asing tidak termasuk dalam kategori warga negara. Kewarganegaraan Athena hanya berlaku bagi pria diatas usia 18 tahun yang telah mengikuti pelatihan militer dan tidak melanggar hukum, sehingga dalam keadaan ini dan dikombinasikan fluktuasi populasi kaum pria akibat perang, warga negara Demokrasi Athena hanya mencakup kurang dari 20 persen total populasi.
Gambar II.2 Ilustrasi Penerapan Demokrasi Athena
Demokrasi Athena tidak hanya bersifat langsung dalam artian keputusan dibuat oleh majelis, tetapi juga sangat langsung dalam artian rakyat melalui majelis, dewan (boule), dan pengadilan mengendalikan seluruh proses politik dan sebagian besar warga negara terus terlibat dalam urusan publik. Meskipun hak-hak individu tidak dijamin oleh konstitusi Athena dalam arti modern, penduduk Athena menikmati kebebasan tidak dengan menentang pemerintah, tetapi dengan tinggal di sebuah kota yang tidak dikuasai kekuatan lain dan menahan diri untuk tidak tunduk pada perintah orang lain. Dalam periode yang sama Republic Romawi juga berkembang pesat. Republik Romawi mengambil elemen-elemen demokrasi Yunani dan menerapkannya dalam pemerintahannya. Meski Republik Romawi berkontribusi banyak terhadap berbagai aspek demokrasi, hanya sebagian kecil orang Romawi yang memiliki hak suara dalam pemilihan wakil rakyat karena pada awalnya hanya dimiliki oleh kaum aristrokat, yaitu orang-orang yang mewariskan kekuasaan selama turun temurun, yang duduk di pemerintahan. Barulah setelah itu rakyat juga diizinkan untuk memegang beberapa jabatan dan memilih pemimpin mereka sendiri. Republik Romawi juga merupakan pemerintahan pertama di dunia Barat yang berbentuk Republik, meski demokrasinya tidak menonjol. 3
Model pemerintahan Romawi menginspirasi para pemikir politik pada abad-abad selanjutnya dan negara-negara demokrasi perwakilan modern cenderung meniru model Romawi, bukan Yunani, karena Romawi adalah negara yang kekuasaan agungnya dipegang rakyat dan perwakilan terpilih yang telah memilih atau mencalonkan seorang pemimpin. Demokrasi perwakilan adalah bentuk demokrasi yang rakyatnya memilih perwakilan yang kemudian memberi suara terhadap sejumlah inisiatif kebijakan, berbeda dengan demokrasi langsung yang rakyatnya memberi suara terhadap inisiatif kebijakan secara langsung. Pada abad terakhir SM lembaga-lembaga demokrasi Republik Romawi dihancurkan oleh para pejabat yang korup dan prajurut yang haus kekuasaan. Selama 600 tahun berikutnya, demokrasi benar-benar hilang. 2.2.2 Abad Pertengahan Gagasan demokrasi Yunani-Romawi hampir bisa dikatakan hilang dari muka Dunia Barat di abad pertengahan. Namun demikian di seluruh dunia muncul berbagai sistem yang memiliki pemilihan umum atau pertemuan meski hanya melibatkan sebagian kecil penduduk. Sistem-sistem tersebut meliputi: • • • • • • • • • • • •
Pemungutan suara oleh Kerajaan Chola di India Selatan Pemilihan Gopala oleh kasta atas di daerah Bengal, India Persemakmuran Polandia-Lithuania (10% populasi) Althing di Islandia Løgting di Kepulauan Faeroe, Beberapa negara-kota Italia abad pertengahan seperti Venesia Sistem tuatha di Irlandia abad pertengahan awal Veche di Republik Novgorod dan Pskov di Rusia abad pertengahan, Things di Skandinavia, Negara bagian di Tirol dan Swiss, Kota pedagang otonomi Sakai di Jepang abad ke-16, dan Masyarakat Igbo di Volta-Nigeria.
Pada umumnya wilayah di Eropa abad pertengahan dikuasai oleh pemuka agama dan tuan tanah. Masyarakat abad pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feodal, kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat gereja; sedangkan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan. Dengan demikian masyarakat Eropa memasuki era yang dikenal sebagai masa kegelapan (dark age). Kendati demikian, di masa kegelapan ini pada tahun 1215 lahirlah Magna Charta (Piagam Besar), yang merupakan semacam kontrak hasil pemaksaan para terhadap Raja John dari Inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dari bawahannya sebagai imbalan untuk menyerahkan dana untuk keperluan perang dan sebagainya.
4
Gambar II.3 Magna Charta
Magna Carta mendorong terciptanya parlemen atau badan pembuat hukum yang menyatakan bahwa hukum tertulis lebih berkuasa daripada raja dengan demikian kekuasaan keluarga kerajaan mulai dibatasi dan rakyat mulai mendapat sebagian kekuasaan. Selanjutnya kekuasaan Parlemen semakin menguat dengan munculnya berbagai peraturan yang membatasi kekuasaan raja. Semakin kuat Parlemen, semakin banyak hak hak rakyat untuk menyatakan pendapatnya. Meskipun piagam ini lahir dalam suasana yang feodal dan tidak berlaku pada rakyat jelata namun dianggap sebagai tonggak perkembangan gagasan demokrasi. Masa Renaissance (Lahir Kembali) adalah masa dimana minat terhadap sastra dan budaya Yunani kuno hidup kembali dalam bentuk gelombanggelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di kota Florennce, Italia pada abad ke-14 dan mencapai puncaknya di abad ke-15 dan 16. Masyarakat kembali berpaling kepada kebudayaan klasik terutama kebudayaan Yunani dan Romawi karena kebudayaan ini menempatkan manusia sebagai subjek utama, yang dikenal sebagai humanisme classic. Masa Renaisans adalah masa ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada dan menggantikannya dengan kebebasan bertindak seluas-luasnya sesuai dengan yang dipikirkan. Sebagian ahli mengatakan bahwa masa Renaisans bukanlah merupakan suatu titik tonggak perubahan yang baru dalam sejarah dikarenakan masyarakat pada masa tersebut hanya mengenang kembali dan memanfaatkan ulang sistem kebudayaan yang telah ada sebelumnya, sehingga ahli-ahli tersebut lebih memilih istilah Zaman Modern Awal.
5
Selain Renaisans, peristiwa yang ikut mendorong timbulnya kembali demokrasi adalah Reformasi Gereja oleh Martin Luther yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan Gereja Katolik yang pada saat itu hanya menjadi perpanjangan tangan penguasa. Namun gerakan reformasi ini justru memunculkan ajaran baru yang menyulut timbulnya pemberontakan rakyat jelata dimana-mana. Efek dari peristiwa ini justru menjadi tanda berakhirnya beberapa konflik-konflik yang sudah lama tidak terselesaikan dan kelelahan akibat perang sehingga menciptakan keseimbangan. Renaisans dan Reformasi ini mendorong Eropa masuk ke dalam Abad Pemikiran (Aufklarung) yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ada yang pada gilirannya memunculkan gagasan tentang kebebasan politik. Dari sinilah timbul gagasan tentang hak-hak politik rakyat yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan timbul kecaman-kecaman terhadap raja yang memerintah dengan kekuasaan tak terbatas. Kecaman dan dobrakan terhadap absolutisme monarki didasarkan pada teori rasionalistis bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal. Raja diberi kekuasaan untuk memimpin dan rakyat akan tunduk selama hak-haknya terjamin. Tampak bahwa teori hukum alam merupakan usaha mendobrak pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat dalam suatu asas yang disebut demokrasi (pemerintahan rakyat). 2.2.3 Zaman Modern A. Menuju Demokrasi Modern Filsuf Inggris John locke dan seorang filsuf Perancis Jean-Jacques Rousseau mempengaruhi penguatan nilai-nilai demokrasi walaupun tidak konklusif merujuk langsung pada demokrasi (Political Dictionary). John Locke dalam bukunya Two Treatises menyatakan bahwa dibawah ‘kontrak sosial’, tugas pemerintah adalah untuk melindungi ‘hak-hak alamiah’, yang mencakup hak untuk hidup, kemerdekaan, dan kepemilikan properti. Kemudian Rousseau memperluas pemikiran tersebut dalam bukunya The Social Contract (1762). Kedua filsuf ini sangat berpengaruh dalam mempersiapkan jalan menuju demokrasi Amerika di jaman modern. Pada akhir abad ke-18 beberapa pemikiran menghasilkan revolusi Perancis dan Amerika, pemikiran tersebut antara lain adalah bahwa manusia mempunyai hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan menyebabkan dilontarkan kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tidak terbatas. Pendobrakan terhadap kedudukan raja yang absolut didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang dikenal dengan social contract (kontrak sosial).
6
Montesquieu mengemukakan sistem pokok berupa Trias Politica yang menurutnya dapat menjamin hak-hak politik melalui suatu sistem pemisahan kekuasaan dalam negara menjadi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang masing-masing harus dipegang oleh organ sendiri yang merdeka, sehingga kekuasaan tidak dipegang oleh satu orang saja. Revolusi Amerika adalah kejadian penting lain dalam sejarah demokrasi. Deklarasi Kemerdekaan tahun 1776 oleh presiden Thomass Jefferson mengakui pengaruh John Locke dan Rousseau dalam penyusunan dokumen kemerdekaan. Dari Locke diambil pemikiran tentang semua manusia diciptakan setara bahwa manusia punya hak hidup, kemerdekaan dan mengejar kebahagiaan. Lalu dari Rousseau diambil pemikiran bahwa rakyat, semua orang dapat mengadakan perlawanan menghadapi pemerintah manakala pemerintah tidak menghargai hak-hak tersebut. Revolusi Perancis membuka jalan pada pemikiran bahwa kemerdekaan terjadi setelah cabang-cabang pemerintahan legislatif, yudikatif dan eksekutif dipisahkan. Rakyat Perancis menggulingkan raja Louis ke-XVI dan kemudian menetapkan ‘Deklarasi Hakhak Manusia’ dalam hal kemerdekaan, hak milik, keamanan, dan penolakkan kepada penindasan.
Gambar II.4 Penetapan hak suara pria universal di Perancis tahun 1848
Di seluruh dunia, revolusi mulai bermunculan melawan monarki, dan pemerintahan demokratis mulai menjamur. Sebelum abad ke-19 berakhir, hampir semua morarki Eropa Barat telah mengadopsi suatu konstitusi yang membatasi kekuasaan keluarga kerajaan dan memberikan sebagian kekuasaan kepada rakyat. Demokrasi menjadi semakin populer. Sampai tahun 1950 hampir setiap negara yang merdeka memiliki pemerintahan yang memiliki beberapa prinsip dan cita-cita demokrasi. Bangsa yang dijadikan model dari prinsip-prinsip tersebut adalah Amerika Serikat.
7
Demokrasi Amerika modern adalah dalam bentuk suatu republik demokratik atau demokrasi perwakilan. Suatu demokrasi perwakilan muncul di Amerika Serikat sebab penduduk baru sudah muak dengan pajak tanpa perwakilan dan mereka menginginkan sistem yang lebih adil dimana orang biasa bisa bersuara untuk ikut mengatur negara. Mereka menginginkan demokrasi perwakilan dimana perwakilan yang dipilih yang akan mengatur pemerintahan. Para perwakilan tersebut dipilih dengan pemikiran bahwa mereka akan secara tepat mewakili konstituen mereka, tetapi sebagai langkah untuk berjaga-jaga seandainya ini tidak terjadi, pemerintahan Amerika Serikat dibagi menjadi 3 cabang untuk mengawasi penyelewengan. Ketiganya adalah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tidak ada satupun yang memiliki kekuasaan absolut. Ketiga cabang pemerintahan tersebut dimaksudkan sebagai cara untuk menghindari tirani mayoritas. B. Menuju Demokrasi Modern Akibat dari keinginan menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif timbullah gagasan bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekusaan pemerintah ialah dengan suatu konstitusi. Undang-undang menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekuasaan negara dengan sedemikian rupa, sehingga kekusaan eksekutif di imbangi dengan kekusaan parlemen dan lembaga hukum. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme (constitusionalism), sedangkan negara yang menganut gagasan ini disebut constitutional state. Pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 gagasan mengenai perlunya pembatasan mendapatkan perumusan yang yuridis. Ahli hukum Eropa Barat yaitu Immanuel Kant. Kant memakai istilah Rechtsstaat sedangkan A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Pada abad ke-20 gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik dibidang sosial maupun ekonomi lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan oleh karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial.
Gambar II.5 Indeks Demokrasi yang disusun The Economist pada Desember 2011
8
Sesudah perang Dunia II International Commission Of Jurists tahun 1965 sangat memperluas konsep mengenai Rule Of Law, bahwa disamping hak-hak politik juga hak-hak sosial dan ekonomi harus diakui dan dipelihara, sebagai standar dasar sosial ekonomi. International Commission Of Jurists dalam konferensinya di Bangkok merumuskan mengenai sistem politik dengan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat suatu keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. Ini dinamakan “demokrasi berdasarkan perwakilan”.
2.3
Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia[4]
Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang menerapkan demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Sistem demokrasi di Indonesia mulai berkembang secara dewasa sejak terlepas dari penjajahan Belanda dan Jepang. Para tokoh pendiri bangsa pada masa itu memang sudah memilih sistem demokrasi sebagai alat untuk mengatur sistem pemerintahan negara. Perjalanan demokrasi di Indonesia sangat identik dengan faktor politik, maka tidak heran jika pada masa awal negara didirikan, Indonesia sempat beberapa kali mengalami proses pergantian sistem demokrasi. Diantaranya sistem demokrasi parlementer dan sistem demokrasi terpemimpin. 2.3.1 Penerapan Demokrasi Parlementer (1950 – 1959) Pada masa awal pemerintahan Indonesia, yaitu pada periode 1950 hingga 1959, pemerintah Indonesia menggunakan UUD Sementara sebagai landasan hukum konstitusi negara. Pada masa ini bisa dibilang demokrasi mengalami kejayaan, karena hampir semua aspek pemerintahan dan politik dijalankan dengan sistem demokrasi. 2.3.2 Demokrasi Terpimpin (1959 – Orde Baru) Kemudian pada 1959 terjadi perubahan sistem dari demokrasi parlementer menjadi sistem demokrasi terpimpin. Hal ini didasarkan oleh ketidaksukaan presiden Soekarno terhadap sikap dari partai-partai politik. Beberapa partai politik cenderung lebih berpihak kepada kepentingan internalnya sendiri, dibanding memihak kepada kepentingan nasional. Presiden Soekarno menganggap sistem demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang cenderung diperngaruhi oleh semangat kekeluargaan dan gotong royong.
9
2.3.3 Sistem Demokrasi Order Baru (1966 – 1998) Berlanjut ke masa pada saat transisi dari order lama ke orde baru atau lebih tepatnya pada masa pemerintahan presiden Soeharto, sistem demokrasi Indonesia bisa dibilang berantakan. Hak rakyat tidak tersampaikan secara penuh dalam jalannya pemerintahan. Pemerintah kala itu membatasi hak dan kewajiban warna negara, terbukti dengan proses rotasi jabatan kekuasaan yang hampir tidak pernah terjadi. Rotasi perpindahan kekuasaan hanya berlaku untuk sebagian kecil pejabat-pejabat rendah seperti kepala desa, dan camat. Kalaupun ada pejabat tinggi yang diganti hanya pada pergantian jabatan wakil presiden. Pergantian rotasi kekuasaan tidak berlaku untuk presiden pada masa itu, hal ini sangat tidak mencerminkan ciri-ciri demokrasi. 2.3.4 Demokrasi Pasca Runtuhnya Orde Baru (Masa Reformasi) Gejolak dan amarah rakyat akhirnya meledak dengan melakukan protes besar-besaran terhadap sistem pemerintahan order baru. Tepatnya pada tahun 1998, rakyat serentak menuntut presiden Soeharto untuk mundur dari kursi kekuasaannya. Presiden Soeharto dianggap sudah terlalu jauh memonopoli kekuasaan dan mencemari semangat demokrasi yang berlaku di Indonesia. Peristiwa 1998 tersebut bisa dijadikan sebagai awal menuju kedewasaan demokrasi bagi rakyat Indonesia. Dimulai dengan proses amandemen UUD 1945 yang diarahkan untuk memperbaiki aspek-aspek kehidupan berbangsa. Lebih khsusnya terkait dengan permasalahan pembagian kekuasaan di lembaga-lembaga pemerintahan. Setelah pemerintahan presiden Soeharto runtuh dan berganti dengan pemerintahan presiden Habibie, Indonesia benar-benar mengalami perubahan sistem demokrasi yang sangat signifikan, diantaranya dengan diberlakukannya kebebasan pers sebagai sarana atau ruang publik sebagai alat untuk memudahkan hubungan negara dengan warga negara. Selain itu warga negara mendapat kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga diberlakukan sistem pemilu multi partai.
2.4
Demokrasi di Berbagai Negara[5]
2.4.1 Demokrasi Amerika Serikat Jika dilihat praktik demokrasi di Amerika Serikat, sedikit banyak tidak dapat dipungkiri bahwa negara ini telah menerapkan prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam praktik kenegaraannya. Semua hal yang berkaitan dengan kenegaraan telah diatur dengan rinci dalam konstitusinya. Di samping itu, lembaga-lembaga negara yang ada pun menjalankan tugas dengan mekanisme check and balances yang tinggi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.
10
Tiga lembaga pemerintahan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, secara terpisah antara satu dengan yang lain masing-masing memiliki kekuasaan untuk mengimbangi di antara ketiga lembaga tersebut. Mekanisme check and balances yang terutama ditujukan bagi lembaga legislatif yang memiliki kekuasaan tertinggi (HoR) yang diimbangi oleh Senat yang dipilih oleh lembaga legislatif negara-negara bagian merupakan suatu cara untuk membagi kekuasaan pemerintah dan menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Jika dilihat lagi lebih mendalam, prinsip-prinsip demokrasi yang dijalankan dapat dipaparkan sebagai berikut:
Pemilihan Umum yang Demokratis
Di Amerika Serikat, Kongres membentuk Federal Election Commission (FEC) yang bertugas melaksanakan pemilihan umum dan badan ini murni independen sehingga tidak ada kemungkinan dicampuri atau diintervensi oleh pemerintah. Pengurusnya dipilih setiap enam tahun sekali dan tugas yang paling penting ialah pengawasan terhadap pengelolaan sumber dana (yang dipakai untuk pembiayaan kampanye) dari setiap calon kandidat, kelengkapan administrasi kandidat serta penghitungan suara hasil pemilu. Pemilu yang demokratis, di Amerika Serikat, pemilihan yang bebas dan adil adalah hal yang penting dalam menjamin pondasi politik demokratis. Untuk beberapa alasan kebanyak warga Amerika percaya secara keseluruhan sistem elektoral adalah adil dan jujur. Beberapa hal yang dapat dicatat antara lain bahwa frekuensi pemilihan-pemilihan bermakna tak ada partai atau faksi di dalam sebuah partai yang punya jaminan untuk selamanya berkuasa, yang mendapat suara mayoritas tidak mungkin selalu mendapat suara mayoritas pada pemilihan berikutnya. Sistem peradilan yang independen, Lembaga yudikatif di Amerika Serikat adalah lembaga hukum yang independen. Ia terdiri dari Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi. MA membawahi badan Peradilan Banding tingkat federal dan di tingkat lebih bawah lagi terdapat badan Peradilan tingkat distrik. MA di Amerika Serikat merupakan satu-satunya produk yudikatif dari konstitusi. Keputusan MA tidak dapat ditandingi oleh lembaga peradilan lainnya. Meskipun kongres memiliki kewenangan untuk menentukan jumlah hakim yang akan duduk dalam MA dan kadangkala menentukan kasus apa yang harus diselesaikan, namun tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan kekuasaan MA. MA menangani kasus yang melibatkan orang penting dari negara lain dan negara bagian Amerika Serikat serta kasus-kasus banding dari pengadilan di bawahnya.
11
Pengadilan bisa menjadi sangat kuat dalam demokrasi, dan melalui banyak cara ia adalah tangan yang menafsirkan dan memberlakukan aturan-aturan yang ada di konstitusi. Di Amerika Serikat, pengadilan bisa menyatakan bahwa tindakan kongres dan badan parlemen di tingkat negara bagian tidak sah karena bertentangan dengan konstitusi dan bisa memerintahkan suatu tindakan oleh kepresidenan atas alasan yang sama. Pembela terbesar hak-hak individu di Amerika Serikat adalah sistem pengadilan hal ini dimungkinkan karena kebanyakan hakim memiliki masa jabatan seumur hidup dan dapat memusatkan perhatian tanpa terganggu oleh politik. Demokrasi juga terdapat dalam perlindungan hak-hak individu, menyediakan perlindungan tersebut adalah tugas utama peradilan federal.
Kekuasaan lembaga kepresidenan
Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden berdasarkan konstitusi. Konstitusi juga mengatur pemilihan Wakil Presiden termasuk wewenang sementara untuk menggantikan presiden jika presiden meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan. Di samping itu, Konstitusi juga mengatur tugas dan kewenangan presiden secara detail yang tidak dapat didelegasikan kepada siapapun termasuk Wakil Presiden, kabinet presidensial atau pegawai pemerintah federal lainnya. Dengan kata lain kekuasaan eksekutif terpusat pada Presiden. Mengenai kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden ini secara konstitusional terdapat dalam Pasal II Konstitusi Amerika Serikat, yang menetapkan adanya seorang presiden, menentukan cara pemilihan dan menetapkan masa jabatan presiden selama empat tahun. Antar lembaga negara di Amerika Serikat dikenal sebuah sistem pengawasan dan perimbangan yang dirancang untuk memperbolehkan tiap lembaga negara membatasi kekuasaan yang lain. Presiden bisa memveto langkah-langkah Kongres baik dalam tataran konstitusional maupun kebijakan dan vetonya tidak bisa diruntuhkan seperti di sampaikan di atas. Hal ini tidak saja memberi presiden kesempatan untuk mengawasi Kongres, namun juga memungkinkannya untuk lebih dulu mengimbangi kepentingan legislatif. Namun pengawasan dan perimbangan juga membatasi prerogatif kepresidenan. Perintah eksekutif kepresidenan, misalnya saja, harus sesuai dengan UU atau ia tak akan bisa diberlakukan oleh pengadilan federal. Penunjukkan yang dilakukan presiden untuk jabatan-jabatan tinggi harus disetujui mayoritas suara senat.
12
Hal terpenting dari pengawasan terhadap presiden berupa impeachment dan pemecatan karena kejahatan berat dan perbuatan tercela. Dalam sistem konstitusional Amerika tidak ada pemecatan karena mendapat mosi tak percaya dari dewan legislatif, seorang presiden di-impeach oleh suara mayoritas dari parlemen. Selanjutnya ia disidangkan di Senat, dengan pimpinan sidang kepala MA Amerika Serikat dengan hukuman terberatnya hanyalah pemecatan dari jabatan sekalipun seorang presiden bisa dituduh dan diadili di pengadilan biasa untuk membuktikan apakah ia terbukti bersalah atau terbebas dari tuduhan dalam impeachment yang jatuh padanya.
Peran media yang bebas
Hal yang berkaitan erat dengan hak publik untuk tahu adalah media yang bebas (surat kabar, radio dan televisi) yang bisa menginvestigasi jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan. Dalam hal ini, pers dianggap sebagai penjaga yang baik dari demokrasi dan merupakan pengganti warga, melaporkan kembali melalui media cetak dan penyiaran apa yang sudah ditemukannya sehingga masyarakat bisa bertindak berdasarkan pengetahuan itu. Dalam demokrasi, masyarakat bergantung pada pers untuk memberantas korupsi, untuk memaparkan kesalahan penerapan hukum atau ketidakefisienan kerja sebuah lembaga pemerintah. Tak ada negara yang bisa bebas tanpa adanya pers bebas dan satu pertanpa kediktatoran adalah pembungkaman media.
Peran kelompok-kelompok kepentingan
Dengan semakin kompleksnya permasalahan dan bertambah banyaknya jumlah penduduk yang sangat plural tidak mengherankan jumlah kelompokkelompok kepentindan di Amerika Serikat yang berfungsi menyuarakan aspirasi masyarakat. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, ada banyak organisasi di luar pemerintah yang independen dari negara, misalnya GOPAC yang merupakan insitusi independen yang bergerak dalam bidang penyediaan informasi politik penting dan strategis bagi keperluan pendidikan, research maupun bisnis. Ia bukan hanya diperlukan oleh kalangan politisi saja tapi juga masyarakat awam dan pelaku bisnis. Di Amerika Serikat disadari bahwa ciri khas masyarakat demokratis adalah adanya ruang bagi warga untuk menciptakan sumber daya politik alternatif yang bisa mereka mobilisir saat mereka membutuhkannya. Dengan demikian, kelompok-kelompok kepentingan yang terorganisir memainkan peran mendasar; mereka membantu warga agar dapat memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki secara lebih efektif seperti suara, kebebasan berbicara, perserikatan serta proses hukum.
13
Melindungi hak-hak minoritas
Memang harus diakui, meskipun Amerika Serikat dianggap sebagai negara demokratis, namun sejarah perlindungan terhadap kaum minoritas di Amerika Serikat sangat buruk sekali. Hal ini bukan hanya perlakuan yang diskriminatif terhadap masyarakat Afrika Amerika (kulit hitam) tapi juga masyarakat Indian. Setidaknya dalam perkembangan dewasa ini, perjuangan ke arah penghapusan terhadap diskriminasi tersebut telah dilakukan. Memang perjuangan untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kaum minoritas di Amerika Serikat kebanyakan mengambil tempat di meja hijau dan di Kongres serta dewan legislatif di negara-negara bagian. Upaya-upaya tersebut telah terbukti berhasil dengan dua alasan. Pertama, kekuasaan hukum dan keyakinan yang terus hidup di masyarakat Amerika Serikat bahwa sekalipun terdapat individu-individu maupun kelompok-kelompok yang tidak sepakat dengan penyelesaian dari pengadilan atau pihak-pihak legislatif dalam pembentukan kebijakan-kebijakan, para warga negara terikat untuk tunduk pada kebijakan tersebut. Apabila mereka tidak setuju dengan kebijakan atau peraturan tersebut, mereka akan melobi pihak legislatif dan mengajukan tuntutan ke pengadilan ketimbang membanjiri jalan-jalan. Kedua, kepercayaan sipil masyarakat Amerika Serikat seperti tertera dalam Konstitusi, Deklarasi Kemerdekaan dan tradisi panjang yang berlangsung di legislatif dan pengadilan, memegang teguh bahwa semua orang diciptakan setara dan berhak untuk mendapatkan perlindungan yang setara di bawah hukum. Jadi prinsip umumnya adalah semua individu harus mendapatkan perlakuan yang setara di bawah hukum. Apabila tidak, maka bangsa ini menggali kuburnya sendiri menuju pertikaian antar kelas di masyarakat sipil. 2.4.2 Demokrasi Inggris Meski berbentuk kerajaan, demokrasi tetap tumbuh di Inggris karena berubahnya monarki absolut di Inggris menjadi monarki konstitusional. Dalam sistem monarki konstitusional, raja atau ratu diberikan tempat terhormat, namun tidak lagi mempunyai kekuatan politik. Monarki konstitusional memperkecil peranan raja atau ratu di bidang politik dan memperbesar kekuasaan perdana menteri dan parlemen. Negara Inggris dikenal sebagai pelopor dari sistem parlementer. Parlemen Inggris dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang demokratis. Sistem pemerintahannya didasarkan pada konstitusi yang tidak tertulis atau konvensi. Konstitusi Inggris tidak terkodifikasi dalam satu naskah tertulis, tapi tersebar dalam berbagai peraturan, hukum, dan konvensi. Inggris adalah negara kesatuan (unitary state) dengan sebutan United Kingdom yang terdiri atas England, Scotland, Wales, dan Irlandia Utara.
14
Inggris berbentuk kerajaan (monarki) dan menganut sistem desentralisasi. Kekuasaan pemerintah daerah berada pada Council (dewan) yang dipilih oleh rakyat di daerah. Sekarang ini, Inggris terbagi dalam tiga daerah, yaitu England, Wales, dan Greater London. Kerajaan Inggris merupakan negara demokrasi dengan sistem parlementer yang menganut paham liberal. Paham ini mendasarkan dan mengutamakan kebebasan individu yang seluas-luasnya. Sistem politik Inggris ini kemudian banyak dipraktekkan pula di negara-negara Eropa Barat. Raja atau ratu merupakan simbol keagungan, kedaulatan, dan persatuan negara yang senantiasa dibanggakan. Adat dan tradisi masih tetap dipegang teguh. Kekuasaan pemerintah terdapat pada kabinet (perdana menteri beserta para menteri), sedangkan raja atau ratu hanya sebagai kepala negara. Sehari-hari, pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri, yang dipegang oleh partai pemenang pemilihan umum. Namun demikian, ada partai oposisi sebagai pendamping. Secara keseluruhan, mereka bekerja untuk raja atau ratu. Partai-partai yang memperebutkan kekuatan di parlemen adalah Partai Konservatif dan Partai Buruh. Parlemen Inggris terdiri atas dua kamar (bikameral), yaitu House House of Commons yang diketuai perdana menteri, dan House of Lords. House of Commons atau Majelis Rendah adalah badan perwakilan rakyat yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat di antara caloncalon partai politik. House of Lord atau Mejelis Tinggi adalah perwakilan yang berisi para bangsawan dengan berdasarkan warisan. House of Commons memiliki keuasaan yang lebih besar daripada House of Lord. Kabinet adalah kelompok menteri yang dipimpin oleh perdana menteri. Kabinet inilah yang benar-benar menjalankan praktek pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari House of Commons. Perdana menteri adalah pemimpin dari partai mayoritas di House of Commons. Masa jabatan kabinet sangat tergantung pada kepercayaan dari House of Commons. Parlemen memiliki kekuasaan membubarkan kabinet dengan mosi tidak percaya. Partai yang menang dalam pemilu dan mayoritas di parlemen merupakan partai yang memerintah, sedangkan partai yang kalah menjadi partai oposisi. Para pemimpin oposisisi membuat semacam kabinet tandingan. Jika sewaktu-waktu kabinet jatuh, partai oposisi dapat mengambil alih penyelenggaraan pemerintah.
15
2.4.3 Demokrasi Cina Proses demokratisasi di China rupanya mengambil jalannya sendiri, tidak dilakukan secara gegabah meniru Barat. Negara tetap memegang kendali secara solid, tetapi ruang gerak masyarakat untuk berusaha justru didorong dengan kebijakan desentralisasi daerah. Individu dan masyarakat didorong untuk mengembangkan ”ekonomi inovatif”. Mesin produktivitas China saat ini adalah buruh yang murah, inovasi, dan menggeliatnya kapitalisme dengan pangsa pasar yang sangat besar. Tidak mengherankan bahwa China juga dikenal sebagai tukang bajak kekayaan intelektual terbesar di dunia. Meski mendatangkan keuntungan besar, barang bajakan dan tiruan akan mengancam China kalau dunia kehilangan kepercayaan. Dunia pun sekarang tengah berspekulasi, ke mana arah kemajuan China, apakah akan mengancam negara lain atau mendorong kemakmuran dan perdamaian dunia. Di dalam negeri sedikitnya masih terdapat sekitar 300 juta petani miskin, sebanyak warga AS. Ini mesti diperhatikan agar tak menjadi bom waktu. Namun, perlu diakui, dalam tiga dekade terakhir China mampu mengentaskan penduduk miskin sedikitnya 400 juta. Hubungan demokrasi dan ekonomi inovatif sangat erat. Inovasi sebagai buah pikiran bebas, kreatif, dan berisiko selalu dilakukan oleh individuindividu yang hidup dalam alam demokrasi. Inovator semacam Bill Gates dapat muncul karena iklim kebebasan yang ada di AS. Akan tetapi, bangsa China sangat sadar, jika kekebasan dibuka sedemikian lebar seperti di AS, negara itu bisa buyar seperti pengalaman Uni Soviet dan Yugoslavia. Belajar dari negara tetangganya yang sama-sama menganut ideologi sosialismekomunisme yang ternyata berakhir dengan kegagalan. China mengembangkan konsep demokrasi yang berakar pada sejarah dan tradisi sendiri.
2.5
Demokrasi di Indonesia (Demokrasi Pancasila)[6]
Arti Demokrasi Pancasila adalah sistem pemerintahan yang bersumber dari falsafah hidup bangsa Indonesia dan kepribadian bangsa Indonesia. Dari falsafah tersebut kemudian muncul dasar negara yang disebut Pancasila, yang perwujudannya tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Sebelum diterapkan Demokrasi Pancasila, bangsa Indonesia pernah melalui dua sistem pemerintahan yang berbeda. 1.
Demokrasi Liberal Parlementer
Pada periode tahun 1950-1959, Indonesia menganut sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer yang menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai dasar konstitusionalnya. Periode tersebut sering pula disebut dengan masa demokrasi liberal yang parlementer.
16
Pengertian demokrasi liberal itu sendiri merujuk pada sistem politik yang mengutamakan hak-hak individu yang dilindungi oleh konstitusi. Dengan kata lain, pemerintah tidak berhak mengekang kebebasan individu. Karena dianggap sebagai sistem pemerintahan yang gagal, masa demokrasi parlementer berakhir setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang berisi perintah membubarkan konstituante, konstitusi yang kembali pada UUD 1945, serta perintah untuk membentuk MPRS dan DPAS. 2.
Demokrasi Terpimpin
Pasca berakhirnya demokrasi liberal parlementer, sistem pemerintahan Indonesia kemudian beralih pada sistem Demokrasi Terpimpin yang berlangsung dari tahun 1959-1965. Pengertian Demokrasi Terpimpin ialah sebuah sistem pemerintahan yang berpusat pada pemimpin negara, yang kala itu dijabat oleh Presiden Soekarno. Presiden memiliki kewenangan untuk memutuskan segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Demokrasi Terpimpin memiliki karakteristik yang tertuang dalam ideologi NASAKOM (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). Karena terjadi banyak penyimpangan dari sistem Demokrasi Terpimpin, yang salah satunya adalah lemahnya perlindungan HAM, maka sistem Demokrasi Terpimpin diakhiri pada tahun 1965 dan digantikan oleh sistem Demokrasi Pancasila. 2.5.1 Prinsip Demokrasi Pancasila Demokrasi Pancasila mengandung beberapa prinsip yang mengandung falsafah hidup bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: 1) Prinsip demokrasi yang berlandaskan pada sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, sistem Demokrasi Pancasila harus tetap menganut nilai-nilai ketuhanan dan mengakui kebebasan rakyat untuk menganut agama yang diakui oleh konstitusi Indonesia. 2) Demokrasi Pancasila menjunjung tinggi hak asasi manusia. 3) Kepentingan rakyat merupakan aspek terpenting dari Demokrasi Pancasila. 4) Harus didukung dan diwujudkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Artinya, rakyat harus mampu bertanggungjawab atas hak dan kewajibannya masing-masing serta menjalankan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebaik mungkin. 5) Demokrasi Pancasila menganut sistem pemisahan kekuasaan yang dijalankan oleh lembaga-lembaga negara yang diberikan wewenang dan fungsi tertentu seperti pada lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 6) Berlandaskan pada ketentuan hukum yang berlaku, bukan pada kekuasaan semata. Segala tindakan dan kebijakan yang diterapkan pemerintah harus mengacu pada perundang-undangan yang diakui konsitusi pemerintahan Indonesia.
17
7) Demokrasi Pancasila berusaha mewujudkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat baik secara lahir maupun batin. 8) Bertujuan mewujudkan sistem tata negara yang baik dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 9) Demokrasi Pancasila menjamin penyelenggaraan peradilan yang bebas, dan tidak memihak. Peradilan tidak akan dapat memengaruhi ataupun dipengaruhi pihak manapun sebab sudah memiliki landasan hukum. 10) Harus mampu menjamin terwujudnya sistem otonomi daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di daerah melalui pelimpahan tugas dan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. 2.5.2 Ciri Demokrasi Pancasila Idris Israil dalam bukunya yang berjudul Pendidikan, Pembelajaran, dan Penyebaran Kewarnageraan mengkualifikasikan ciri-ciri Demokrasi Pancasila sebagai berikut: 1) Kedaulatan penuh berada di tangan rakyat. 2) Menjunjung tinggi asas musyawarah mufakat dan gotong royong. 3) Pengambilan keputusan harus dilaksanakan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. 4) Tidak mengenal adanya sistem partai pemerintahan dan oposisi. 5) Adanya pengakuan dan penyelarasan antara hak dan kewajiban. 6) Menjunjung tinggi hak asasi manusia. 7) Ketidaksetujuan rakyat terhadap kebijakan dan aturan yang dibuat pemerintah disalurkan melalui para wakil rakyat. Segala bentuk demonstrasi dan pemogokan tidak dikehendaki sebab lebih banyak menimbulkan kerugian bagi seluruh pihak yang terlibat. 8) Pemilu dilaksanakan secara LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia). 9) Tidak menganut sistem monopartai. 10) Tidak mengakui adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas. 11) Menjunjung tinggi kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi. 2.5.3 Asas Demokrasi Pancasila Dalam sistem Demokrasi Pancasila, dikenal adanya dua asas yang juga berperan sebagai landasan perumusan sistem pemerintahan. Kedua asas tersebut di antaranya adalah: 1) Asas Kerakyatan Asas Kerakyatan merujuk pada kesadaran atas hak, kewajiban, dan peran rakyat di dalam sebuah negara dan pemerintahan. Asas kerakyatan berusaha mewujudkan terciptanya keadilan, kesejahteraan, dan cita-cita seluruh lapisan masyarakat. 18
2) Asas Musyawarah Asas Musyawarah menjunjung tinggi aspirasi serta kehendak seluruh rakyat Indonesia. Aspirasi rakyat dapat diwakilkan melalui forum permusyawaratan atau lembaga negara yang memiliki fungsi untuk menyatukan pendapat serta mencapai kesepakatan bersama yang menguntungkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. 2.5.4 Landasan Pokok Demokrasi Pancasila Pelaksanaan sistem Demokrasi Pancasila meliputi tujuh sendi pokok yang dijadikan landasan, di antaranya adalah: 1) Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum. 2) Indonesia menganut sistem konsititusional. 3) Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga tertinggi negara yang memegang fungsi menetapkan UUD dan GBHN, serta mengangkat presiden dan wakil presiden. 4) Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah MPR. 5) Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menjalankan hak dan kewajibannya. 6) Menteri Negara merupakan pembantu presiden yang tidak bertanggung jawab pada DPR. 7) Kepala negara memiliki kekuasaan tidak terbatas namun tetap memerhatikan aspirasi lembaga-lembaga negara lainnya seperti DPR, DPD, MPR, dan sebagainya. 2.5.5 Fungsi Demokrasi Pancasila Demokrasi Pancasila memiliki banyak fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Fungsi yang terkandung didalamnya antara lain: 1) Menjamin hak rakyat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan bernegara seperti ikut menyalurkan suaranya dalam pemilihan umum, serta duduk dalam sebuah forum musyawarah atau lembaga perwakilan rakyat. 2) Menjami keberlangsungan hidup NKRI serta konsitusi dan sistem hukum yang bersumber dari Pancasila. 3) Menjamin ditegakkannya hubungan yang serasi dan seimbang antar lembaga negara dalam menjalankan fungsi dan kewajibannya masingmasing. 4) Menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang adil dan bertanggung jawab.
19
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan
Demokrasi adalah bagaimana menghormati pendapat orang lain, mendengarkan mereka, tidak berperasangka tentang kemunafikan, jangan menghukum mereka atau memfitnah mereka secara tak semena-mena, meskipun ia seorang penghianat besar. Demorasi adalah bagaimana seseorang mengakui kemungkinan kesalahan atas diri sendiri. Kata ‘demokrasi’ berasal dari kata Yunani demos yang berarti people (rakyat, orang-orang, kelompok orang), lalu cratein yang berati to rule (memerintah). Permulaan model dan penerapan demokrasi murni tidak ditemukan di negeri manapun selain Yunani di abad ke-6 Sebelum Masehi. Jadi, arti sebenarnya dari demokrasi adalah rule by the people. Budaya demokrasi sesungguhnya sudah berkembang sejak zaman purba, yaitu pada zaman berburu. Indonesia menggunakan sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila yang berdasar pada ideologi Pancasila dan diatur dalam Undang Undang Dasar NKRI tahun 1945. Sebelum menerapkan Demokrasi Pancasila, Indunesia pernah menerapkan 2 sistem demokrasi yang lain yaitu Demokrasi Liberal Parlementer dan Demokrasi Terpimpin, namun karena dianggap tidak sesuai dengan ideologi akhirnya Indonesia kembali menggunakan sistem Demokrasi Pancasila.
20
DAFTAR PUSTAKA [1] Danceriot Blog, 2013, Makalah Perkembangan demokrasi di dunia, http://danceriot.blogspot.co.id/2013/02/makalah-perkembangandemokrasi-di-dunia.html, diakses tanggal 7 Mei 2017 pukul 16:30 WIB. [2] Andre Hidayat, 2015, Sejarah Perkembangan Demokrasi di Dunia, http://dokumen.tips/documents/sejarah-perkembangan-demokrasi.html, diakses tanggal 7 Mei 2017 pukul 16:41 WIB. [3] Evastickt Blog, 2015, Sejarah Perkembangan Demokrasi di Dunia, http://evastickt.blogspot.co.id/2015/11/sejarah-perkembangan-demokrasidi-dunia.html, diakses tanggal 7 Mei 2017 pukul 16:40 WIB. [4] Marwan, 2015, Sejarah Demokrasi di Dunia dan di Indonesia, http://guruppkn.com/sejarah-demokrasi, diakses tanggal 7 Mei 2017 pukul 16:50 WIB. [5] Rico Tumanggor, 2015, Demokrasi di Berbagai Negara, http://ricotumanggor.blogspot.com/2015/04/demokrasi-di-berbagainegara.html, diakses tanggal 4 Mei 2017 pukul 22:41 WIB. [6] Michael Putra, 2016, Pengertian Demokrasi Pancasila – Prinsip, Ciri, Fungsi, Makalah, https://www.sayanda.com/demokrasi-pancasila/, diakses tanggal 10 Mei 2017 pukul 12:15 WIB. [7] Wikipedia (id), Demokrasi, https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi, diakses tanggal 7 Mei 2017 pulul 16:50 WIB.
21