TUGAS INDIVIDU BISNIS INTERNASIONAL PERANAN IMF DAN WORLD BANK DI INDONESIA DARI MASA KE MASA
JENJANG PENDIDIKAN
: STRATA DUA (S2)
PROGRAM STUDI
: Magister Manajemen Strategis
MATA KULIAH
: Bisnis Internasional
KELAS
: Angkatan II
NAMA MAHASISWA
: Giffar Izzany
NIM
: 5114220017
Halaman 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang International Bank for Reconstruction and Development (IBRD, dalam bahasa-bahasa Roman: BIRD) atau Bank Internasional untuk Pembangunan Kembali dan Pengembangan, lebih dikenal sebagai Bank Dunia, adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan untuk melawan kemiskinan dengan cara membantu membiayai negara-negara. negara-negara. Pengoperasian Bank Dunia dijaga melalui pembayaran sebagaima diatur oleh negara-negara anggota. Aktivitas Bank Dunia saat ini difokuskan pada negara-negara berkembang, berkembang, dalam bidang seperti pendidikan, pertanian pendidikan, pertanian dan industri. dan industri. Bank Dunia memberi pinjaman dengan tarif preferensial kepada negaranegara anggota yang sedang dalam kesusahan. Sebagai balasannya, pihak Bank juga meminta bahwa langkah-langkah ekonomi perlu ditempuh agar misalnya, tindak korupsi korupsi dapat dibatasi atau demokrasi atau demokrasi dikembangkan. Bank Dunia didirkan pada 27 pada 27 Desember 1945 1945 setelah ratifikasi internasional mengenai perjanjian yang dicapai pada konferensi yang berlangsung pada 1 Juli – 22 Juli 1944 di kota – 22 Bretton Woods. Markas Woods. Markas Bank Dunia berada di Washington, di Washington, DC, Amerika DC, Amerika Serikat. Secara teknis dan struktural Bank Dunia termasuk salah satu dari badan PBB, namun secara operasional sangat berbeda dari badan-badan PBB lainnya. Meski sering menjadi harapan negara miskin sebagai sumber pinjaman dana pembangunan, Bank Dunia sering dikritik oleh para penentang "neo-kolonial" "neo-kolo nial" korporasi globalisasi. globalisasi. Para penentang ini, yang sering disebut sebagai antiglobalisasi, globalisasi, menyalahkan Bank Dunia karena melemahkan kedaulatan negara penerima pinjaman pinj aman melalui liberalisasi ekonomi. Kritik yang paling umum umu m adalah
Halaman 2
Bank Dunia berada dalam pengaruh negara-negara tertentu (terutama Amerika Serikat), yang mendapat manfaat paling banyak dari aktivitas Bank Dunia. Kritik lainnya antara lain bahwa Bank Dunia beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip neoliberalisme, berdasarkan keyakinan bahwa pasar (bebas) dapat membawa kemakmuran kepada negara-negara yang mempraktekkan kompetisi bebas, tanpa campur tangan apa pun. Dalam perspektif ini, reformasi yang berinspirasikan "neo-liberal" tidak selalu tepat bagi negara-negara yang mengalami konflik (perang etnis, konflik perbatasan, dsb.) atau yang telah lama berada dalam kondisi tertekan (diktator atau penjajahan) dan negara yang tidak memiliki sistem politik demokratis yang stabil. Dalam sudut pandang ini, Bank Dunia lebih memilih masuknya perusahaan-perusahaan asing dibandingkan pengembangan ekonomi lokal negara yang bersangkutan. Peran IMF di Indonesia dimulai ketika presiden Soekarno memainkan peran non blok ditengah pertarungan kuasa antara Amerika dan Soviet yang semakin meningkat, peran tersebut dapat dimainkan dengan cantik oleh Soekarno dengan dukungan dari negara-negara dunia ketiga, namun kedua blok yang bertarung kuasa tersebut mendesak Soekarno untuk memilih satu diantara dua. Amerika menggunakan IMF sebagai alatnya, pada tahun 1962 delegasi IMF mengadakan kunjungan ke Indonesia untuk menawarkan proposal bantuan finansial dan kerjasama, setahun kemudian tepatnya pada bulan maret 1963 Amerika Serikat menyediakan utang sebesar US$ 17 juta dan dalam dua bulan kemudian pemerintah Indonesia mengumumkan rangkaian kebijakan ekonomi baru (devaluasi rupiah, anggaran negara yang ketat dan pemotongan subsidi) yang selaras dengan resep kebijakan IMF. Namun keadaan berubah 180 derajat pada bulan September 1963, ketika pemerintah Inggris menyatakan Malaysia sebagai bagian federasi Inggris tanpa konsultasi terlebih dahulu. Soekarno melihat pernyataan tersebut adalah upaya untuk menggangu stabiltas kawasan Asia Tenggara terutama karena Malaysia
Halaman 3
secara geografis sangat dekat dengan Indonesia, selain itu Soekarno juga melihat hal ini dipicu karena Indonesia menasionalisasi perusahaan-perusahaan Inggris. Insiden ini berimbas terhadap hubungan Indonesia dengan IMF, kesepakatan sebelumnya dengan IMF dibatalkan oleh Soekarno. Beberapa kalangan ada menolak pandangan populer dan populis itu. Pandangan seperti itu punya kecenderungan untuk mencoba “keluar” dari kesalahan kita sendiri “di dalam”. Berbagai macam pendapat dan pernyataan
dikeluarkan para pakar ekonomi dan juga masyarakat awam tentang bagaimana peran serta IMF dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia. Namun beberapa kalangan ekonomi juga dengan tegas menerima pandangan yang demikian dan menuntut agar pemerintah Indonesia segera memutuskan hubungan kerjasama dengan IMF. Penerimaan pandangan tersebut tentu saja disertai dengan berbagai fakta dan realita yang terjadi. Dengan adanya pro dan kontra, apakah hubungan dengan IMF diputuskan atau tidak tentu saja membingungkan kita semua. Oleh karena itu di dalam makalah ini tersaji berbagai pendapat dan pandangan para pakar ekonomi tentang masalah tersebut.
Halaman 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Bank Dunia dan IMF Sebagai pendatang baru, WTO tidak bisa mulus begitu saja mengatur dunia, bila sebelumnya tidak ada usaha-usaha perintisannya. Dan itulah tugas utama yang telah dikerjakan oleh Bank Dunia dan IMF (Dana Moneter Internasional). Bank Dunia yang semula hanya bertugas menjalankan upaya pemulihan pembangunan di Eropa paska-perang, kemudian telah memainkan upaya pendanaan proyek-proyek pembangunan yang sesuai dengan perluasan pasar bebas. Bank Dunia sebenarnya juga telah memainkan peran sebagai “penjebak hutang”. Sebagai bankir, Bank Dunia telah sekaligus memainkan peran sebagai“Majikan”, yang menentukan strategi pembangunan yang ditempuh
negara-negara Dunia Ketiga. Dengan demikian, ia memainkan peran ganda, yang pada akhirnya memberi kekuasaan yang cukup untuk mendikte perekonomian negara-negara tersebut. Semenjak krisis hutang Dunia Ketiga di tahun 1982, di mana semakin banyak hutang-hutang yang tak mampu dibayar, Bank Dunia telah menambahkan perangkat yang lebih kuat untuk memaksakan berbagai agenda liberalisasi ekonomi, yaitu lewat Program Penyesuaian Struktural (
Structural
Adjustment Program /SAP).
Hal ini berkait juga dengan pasang naiknya neo-liberalisme lewat ReaganThatcherisme kalaitu. SAP pada dasarnya membawakan agenda-agenda neoliberal, denganmemaksakan program-program mereka yang dikenal sebagai deregulasi dan privatisasi. Kita mengenal pengaruh paham ini di Indonesia, sebagai deregulasi perbankan yang dimulai sejak tahun 1983 yang disertai dengan devaluasi rupiah (penurunan nilai mata tukar uang). Dengan berbagai macam
Halaman 5
paket penyesuaianstruktural ini, hingga sekarang, Bank Dunia telah memainkan ‘penaklukan domestik’agar sistem ekonomi nasional menjadi lebih mendukung
bagi perluasan pasar bebas. Bank Dunia ini mulai beroperasi pada tahun 1946 Dia berfungsi Sebagai
lembaga keuangan yang menghutangi uang bagi proyek-
proyek pembangunan di berbagai negara untuk memajukan ekonominya. Bunga yang diberikan relatif lebih rendah ketimbang bila negara-negara tersebut meminjam dari bank komersial. Bank Dunia menjadi mekanisme utama untuk menempa model-model pembangunan paska kemerdekaan bagi negara-negara Dunia Ketiga.
Bank Dunia Melakukan hal itu melalui hutang yang terikat dengan berbagai kebijakan yang mendorong semakin tersatukannya negara-negara Dunia Ketiga dengan pasar dunia. Hal itu juga dilakukan dengan cara mendorong peningkatan hasil bahan-bahan mentah dan impor peralatan teknologi baru yang berasal dari Utara; baik di bidang pertanian, kehutanan, maupun energi, dan sebagainya. Dengan demikian Bank Dunia tidak hanya mengarahkan kebijakankebijakan ekonomi nasional yang bersifat makro dar inegara-negara paskakolonial, melainkan menyebarkan juga sistem teknologi Utara ke Selatan (yang membawa kerusakan besar terhadap lingkungan hidup). Bank Dunia (World Bank)
yang
aslinya
bernama
International
Bank
for Reconstruction
and
Development/IBRD, yang pada waktu itu bermaksuduntuk menciptakan sebuah
dunia yang damai dengan ekonominya yang makmur danmerata, akibat trauma dua perang dunia. Pertemuan Bretton Woods yang berlangsung dalam suasana untuk menciptakan sebuah tatanan dunia yang damai dan makmur tersebut, selainmem bentuk Bank Dunia juga menyepakati berdirinya IMF ( International Monetary Fund/
Dana
Moneter Internasional). Kedua
lembaga
ini
pada
mulanya di dirikan dengan tujuan membantu membangun kembali Ekonomi Eropa setelah kehancuran Perang Dunia II, yang kemudian diperluas dengan memberi pinjaman pembangunan kepada negara-negara Dunia Ketiga.
Halaman 6
Peran Utama IMF adalah mengatur neraca pembayaran luar negeri berbagai negara, dengan menyediakan hutang (pinjaman), dengan memaksakan disiplinfinansial (keuangan) tertentu terhadap negara-negara yang menghadapi masalah neraca pembayaran. Dana Bank Dunia dan IMF diperoleh dari negaranegara kaya yang ikut dalam pertemuan tersebut. Kedua lembaga keuangan internasional yang mempunyai kantor pusat di Washington DC ini merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kepentingan-kepentingannya sangat kuat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi politik Amerika Serikat yang merupakan penyumbang utama Bank Dunia dan IMF.
Bank Dunia dan IMF adalah dua dari tiga badan yang dibentuk untuk menangani persoalan peralihan dari era kolonial (penjajahan) ke era paskakolonial. Badan yang ketiga adalah rejim GATT ( General Agreement on Tariffs and Trade /Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan), yang telah diubah
menjadi WTO ( World Trade Organization ), organisasi perdagangan super. Sejalan dengan peran Bank Dunia dan IMF, GATT dimaksudkan untuk memajukan dan mengatur liberalisasi perdagangan dunia, yang telah memudahkan perluasan berbagai sektor di dalam unit ekonomi nasional, dan dengan demikian menjamin mengalirnya bahan baku dari Selatan/negara-negara berkembang ke Utara, serta mengalirnya
barang-barang
perluasan perdagangan
di
manufaktur antara
dari
Utara
negara-negara
ke
Utara
Selatan, sendiri.
maupun Berbagai
pemerintahan dari negara-negara Utara/maju kini sedang berupaya memperluas peran GATT (melalui berbagai perundingan tertutup di dalam Putaran Uruguay) untuk menyatukan kekuatan-kekuatan demi liberalisasi sektor-sektor jasa dan pertanian; demi penjaminan kebebasan investasi asing; dan untuk memperketat peraturan mengenaihak milik intelektual di Dunia Ketiga, demi keuntungan para pemegang hak paten, yang terutama adalah perusahaan-perusahaan transnasional. Pada periode awal kehadirannya, uang Bank Dunia dipinjamkan terutama untuk pemulihan kembali negara-negara Eropa paska Perang Dunia II, dalam rangka Marshall Plan. Namun sejak akhir 1960, banyak pinjaman diberikan.
Halaman 7
2.2 Sejarah dan Perkembangan Bank Dunia
Bank Dunia didirikan bersama-sama dengan di dirikannya IMF pada tahun 1944 di Britton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat. bersama-sama dengan IMF, Ia dibentuk oleh 44 negara Bank Dunia dibentuk oleh dua negara promotor dan pendukung utama, yaitu Amerika Serikat dan Inggris. Tujuan awal didirikannya adalah untuk mencegah berulangnya peristiwa Great Depression sebagaimana pernah terjadi pada sekitar tahun 1930.Hal ini disebabkan perang dunia kedua yang melanda hampir seluruh belahan bumi sangat berpotensi meninggalkan puing-puing perekonomian yang luluh lantak di Eropa dan juga di sebagian besar negara-negara korban perang lainnya. Entah karena pihak sekutu (yang saat itu sudah didukung oleh Amerika Serikat pasca pengeboman Pearl Harbour oleh Jepang) merasa perang tidak akan berlangsung lama lagi ataupun karena alasan lain, tetapi yang jelas setahun setelah didirikannya Bank Dunia perang dunia kedua benar-benar berakhir. Sesuai prediksi, negara-negara korban perang, terutama di Eropa, segera membutuhkan aliran dana segar untuk merekonstruksi perekonomian mereka pasca perang. Prancis tercatat sebagai negara pertama yang mendapatkan pinjaman dari Bank Dunia senilai 250 juta dolar AS. Dalam perkembangannya, semakin sedikit negara yang mengalami peperangan, sehingga kebutuhan untuk rekonstruksi pasca perang pun semakin kecil. Pada saat itu, Bank Dunia di bawah kepemimpinan Mc-Namara menggeser fokusnya ke arah pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik, terutama di negaranegara dunia ketiga yang notabene tertinggal dari negara maju. meski sering menjadi harapan negara miskin sebagai sumber pinjaman dana pembangunan, Bank Dunia sering dikritik oleh para penentang "neo-kolonial" korporasi globalisasi. Para penentang ini, yang sering disebut sebagai anti-globalisasi, menyalahkan Bank Dunia karena melemahkan kedaulatan negara penerima pinjaman melalui liberalisasi ekonomi. Kritik yang paling umum adalah Bank Dunia berada dalam pengaruh negara-negara tertentu (terutama Amerika Serikat),
Halaman 8
yang mendapat manfaat paling banyak dari aktivitas Bank Dunia. Kritik lainnya antara
lain
bahwa
Bank
Dunia
beroperasi
berdasarkan
prinsip-prinsip
neoliberalisme, berdasarkan keyakinan bahwa pasar (bebas) dapat membawa kemakmuran kepada negara-negara yang mempraktekkan kompetisi bebas, tanpa campur tangan apa pun. Dalam perspektif ini, reformasi yang berinspirasikan "neo-liberal" tidak selalu tepat bagi negara-negara yang mengalami konflik (perang etnis, konflik perbatasan, dsb.) atau yang telah lama berada dalam kondisi tertekan (diktator atau penjajahan) dan negara yang tidak memiliki sistem politik demokratis yang stabil. Dalam sudut pandang ini, Bank Dunia lebih memilih masuknya perusahaan-perusahaan asing dibandingkan pengembangan ekonomi lokal negara yang bersangkutan. Di sisi lain, kaum liberal mengkritik Bank karena hanya berperan sebagai organisasi politik murni. Dalam perspektif ini, Bank justru merepresentasikan penolakan terhadap konsep kemampuan pasar dalam mengatur ekonomi. Kaum liberal melihatnya sebagai alat yang dimiliki negara, untuk ekonomi internasional, yang bekerja untuk menutupi borok-borok dari kebijakan yang sedang dilakukan negara tersebut. Dalam sudut pandang ini, Bank Dunia mengambil tanggungjawab ekonomi liberal, dan tidak membiarkan kebijakan negara pada tempatnya
2.3 Tujuan Bank Dunia 1)
untuk membantu rekonstruksi dan pembangunan di daerah anggota dengan
cara memfasilitasi investasi modal untuk tujuan produktif, termasuk pemulihan kembali ekonomi yang hancur atau rusak karena perang, perubahan kembali fasilitas-fasilitas produktif yang dibutuhkan untuk usaha damai dan dorongan pembanunan untuk fasiltas produktif dan sumber-sumber di negara-negara miskin. 2)
untuk mendorong investasi swasta luar negeri lewat jaminan atau partisipasi
dalam pemberian pinjaman dan investasi lainnya oleh investor swasta; dan ketika modal swasta tidak tersedia dalam syarat-syarat yang wajar, sebagai tambahan
Halaman 9
investasi swasta dengan menyediakan, berdasarkan persyaratan yang cocok, membiayai untuk tujuan-tujuan produktif di luar dari modal mereka sendiri, pengumpulan dan oleh sumber-sumber sendiri maupun sumber lainnya. 3)
Untuk
mendorong
keseimbangan
perkembangan
jangka
panjang
perdagangan internasional dan untuk mempertahankan keseimbangan saldo pembayaran dengan mendorong investasi internasional untuk kemajuan sumbersumber produktif para anggota, dengan cara membantu menaikkan produktivitas, standar kehidupan dan keadaan buruh di daerah mereka. 4)
Untuk meyusun pinjaman-pinjaman yang dibuat atau dijamin olehnya dalam
hubungannya dengan pinjaman internasional melalui sumber lainnya sehingga dapat lebih berguna dna proyek-proyek yang mendesak, besar ataupun kecil, dapat diatasi segera. 5)
Untuk menjalankan kegiatannya dengan dasar untuk mempengaruhi
investasi internasional dalam persyaratan bisinis di dalam daerah anggota dan, dalam tahun tahun setelah perang, untuk membantu membuat masa transisi dari suasana perang ke keadaan ekonomi yang damai.
Halaman 10
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Peran Bank Dunia Terhadap Indonesia Kebijakan politik pemerintahan Presiden Soekarno yang mendekat ke blok Uni Soviet menyulitkan Bank Dunia yang memiliki paham berseberangan untuk mengambil peran lebih banyak bagi Indonesia. Oleh karena itu, Bank Dunia baru mulai berperan sebagai lembaga pemberi pinjaman bagi Indonesia pada saat awal masa pemerintahan Presiden Soeharto, yaitu sekitar tahun 1968. Namun sebelum memberikan pinjaman, Bank Dunia “menjajaki” Indonesia dengan memberikan
bantuan teknis untuk identifikasi kebijakan makroekonomi, kebijakan sektoral yang diperlukan, dan kebutuhan pendanaan yang kritis (Hutagalung, 2009). Di masa-masa awal pemberian pinjaman, Indonesia masih dianggap sebagai negara yang memiliki nilai credit worthiness yang rendah. Oleh karena itu, pinjaman yang diberikan oleh Bank Dunia pada saat itu menggunakan skema IDA atau pinjaman tanpa bunga, kecuali administrative fee ¾ persen per tahun dan jangka waktu pembayaran 35 tahun dengan masa tenggang 10 tahun. Dana pinjaman pertama yang diberikan kepada Indonesia adalah sebesar 5 juta dolar AS pada September 1968 (Hutagalung, 2009). Pada masa-masa awal tersebut, dana pinjaman dari Bank Dunia digunakan untuk pembangunan di bidang pertanian, perhubungan, perindustrian, tenaga listrik, dan pembangunan sosial. Pada tahuntahun berikutnya, Indonesia berhasil menunjukkan performa ekonomi yang memuaskan, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen per tahun, jauh lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi negara peminjam yang lain. Oleh karena itu, sejak akhir dekade 70-an Indonesia sudah mulai dianggap sebagai negara yang lebih creditworthy untuk memperoleh pinjaman Bank Dunia yang konvensional atau dengan menggunakan skema IBRD. Berbeda dari periode
Halaman 11
sebelumnya, pada dekade 80-an, pinjaman uang Bank Dunia terlihat lebih terarah pada masalah deregulasi sektor keuangan, selain masih tetap digunakan bagi pengembangan sektor-sektor sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Contoh nyata manfaat Bank Dunia bagi Indonesia “Tangkal Kemiskinan Bank Dunia Kucuri Utangi RI USD400 juta”
Demi meningkatkan pengelolaan anggaran publik dan mengurangi angka kemiskinan, Bank Dunia kembali memberikan pinjaman bagi Indonesia sebesar USD400 juta.Pencapaian Indonesia dalam menciptakan stabilitas makroekonomi dan politik selama sepuluh tahun terakhir sungguh luar biasa. Pencapaian Indonesia dalam memajukan reformasi kelembagaan patut kita dukung terus melalui program pinjaman DPL ini,” ujar Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk
Indonesia Stefan Koeberle dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (23/11/2011) Dia melanjutkan, pinjaman ini adalah kebijakan pembangunan kedelapan (Eighth Development Policy Loan atau DPL-8) sebesar USD400 juta yang akan
digabungkan ke anggaran negara dengan tujuan mendukung tiga prioritas reformasi. “Target-target yang hendak dicapai dengan pinjaman DPL terbaru ini sejalan dengan prioritas-prioritas yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Pemerintah Indonesia akan tetap pegang kendali dalam upaya mencapai target-target ini,” lanjutnya. Tantangan utama Indonesia ke depan, lanjut bukan lagi soal membuat kebijakan
atau
meningkatkan
anggaran
pembangunan,
melainkan
soal
kemampuan lembaga negara dalam menerapkan kebijakan pembangunan. “Tujuan mendasar dari program pinjaman DPL adalah meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi, mengelola anggaran publik, dan mengurangi angka kemiskinan,”.
Halaman 12
3.2 Dana Moneter Internasional Dana
Moneter
Internasional
atau International
Monetary
Fund
(IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur
sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masingmasing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut
diwajibkan
melakukan
kebijakan-kebijakan
tertentu,
misalnya privatisasi badan usaha milik negara. Dari Negara-negara anggota PBB yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako,Tuvalu dan Nauru. IMF terbentuk pada tanggal 27 September 1045, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi pasca perang Dunia II. Tujuan awal dari IMF ketika terbentuk adalah menciptakan lembaga demokeratis yang menggantikan kekuasaan para bankir dan pemilik modal internasional yang bertanggung jawab terhadap resesi ekonomi pada decade 1930-an. Pimpinan IMF
Berikut masa jabatan kepemimpinan IMF adalah 4 tahun Berikut daftar managing director IMF.
Tanggal
Nama
6 Mei 1946 — 5 Mei 1951
Camille Gutt
Belgia
Ivar Rooth
Swedia
3 Agustus 1951 — 3 Oktober 1956
Halaman 13
Asal negara
21 November 1956 — 5 Mei 1963
1 September 1963 — 31 Agustus 1973
1 September 1973 — 16 Juni 1978
17 Juni 1978 — 15 Januari 1987
16 Januari 1987 — 14 Februari 2000
1 Mei 2000 — 4 Maret 2004
4 Maret 2004 — 7 Juni 2004
7 Juni 2004 — 31 Oktober 2007
1 November 2007 — 18 Mei 2011
Per Jacobsson
Swedia
Pierre-Paul Schweitzer
Perancis
Johannes Witteveen
Belanda
Jacques de Larosière
Perancis
Michel Camdessus
Perancis
Horst Köhler
Jerman
Anne Osborn Krueger (pejabat
Amerika
sementara)
Serikat
Rodrigo Rato
Spanyol
Dominique Strauss-Kahn
Perancis
Halaman 14
18 Mei 2011 — 5 Juli 2011
5 Juli 2011 — kini
John Lipsky (pejabat sementara)
Christine Lagarde (belum dilantik)
Amerika Serikat
Perancis
Kritik Peran ketiga institusi Bretton Woods telah menjadi kontroversi bagi banyak pihak sejak periode Perang Dingin. Para kritikus menganggap bahwa para pembuat kebijakan di IMF secara sengaja mendukung diktator militer kapitalis yang bersikap bersahabat dengan perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa. Mereka juga menganggap IMF tidak perduli terhadap demokrasi, hak asasi manusiadan hak-hak buruh. Kritik-kritik ini juga secara tidak langsung mendorong timbulnya gerakan anti-globalisasi. Sebagian yang lain beranggapan IMF tidak mempunyai power yang cukup untuk mendemokratisasikan negara yang berdaulat, dan juga tidak mempunyai power untuk mendukung stabilitas finansial. Mereka yang mendukung IMF berpendapat bahwa kestabilan ekonomi diperlukan sebelum adanya demokrasi. Para pakar ekonomi mengkritik pola pemberian bantuan finansial yang selalu disertai "syarat-syarat", termasuk juga Structural Adjustment Programmes. Syarat-syarat ini menurunkan kestabilan sosial, yang juga berarti menghambat tujuan-tujuan IMF. IMF membatasi perekonomian negara dunia berkembang dengan cara menentang pengembangan infrastruktur dan meminta negara yang bersangkutan untuk hidup dengan standar yang rendah.
Halaman 15
3.3 Posisi utang luar Negeri Indonesia Sejak krisis ekonomi tahun 1997, Indonesia terus menerus dibelit oleh utang. Kurang lebih separuh dari anggaran negaranya adalah untuk pembayaran utang. Jumlah dan asal utang Indonesia
Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan
data
di
Bank
Indonesia,
posisi
utang
luar
negeri
pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006. Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
1. Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar. 2. Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar 3. Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar. 4. Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar. 5. Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar. Berapa bayak Hutang Pemerintah Indonesia
Pemerintah mengumumkan bahwa tanggal 31 Mei 2011 memiliki hutang sebesar US $ 201.070.000.000 atau Rp1, 716 triliun dengan kurs 8.537 terhadap US Dollar. Utang melambung dibandingkan dengan posisi terakhir di 2010 yang sebesar Rp1,676 triliun. Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang's data menunjukkan bahwa lebih dari setengah utang pemerintah dalam bentuk kertas negara komersial."Proporsi pinjaman luar negeri adalah 34 persen, sedangkan negara surat berharga komersial 65,7 persen," sebagai pernyataan itu mengatakan, Senin 13 Juni 2011.
Halaman 16
Dari aspek mata uang, mayoritas utang dalam Dolar Amerika Serikat, selain dari kertas Umum Pemerintah dalam Rupiah yang sebesar Rp955 triliun atau US $ 112 miliar. "Angka ini bersifat sementara." Sejak tahun 2006, seluruh hutang pada tanggal 31 Mei telah menjadi tertinggi. Pada tahun 2006, utang pemerintah hanya US $ 144 miliar ( Rp1, 302 triliun dengan kurs maka dari 9.020 terhadap Dolar AS ) dan pada tahun 2007 mereka pergi ke US $ 147 miliar ( Rp1, 389 triliun).Sementara itu, pada tahun 2008 utang sebesar US $ 149 miliar (Rp1,636 triliun), pada tahun 2009 US $ 169 miliar (Rp 1.590 triliun) Pembayaran utang
Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun. Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010. Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan, dan 2010 US $ 186.000.000.000 atau Rp1,676 triliun
Halaman 17
3.4
Bagaimana hubungan IMF dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Hubungan IMF dengan Krisis Ekonomi yang Terjadi di Indonesia Keterlibatan IMF membuat krisis ekonomi di Indonesia semakin parah dan mendalam. Akibat salah obat dan salah diagnosis, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1998 minus 12,8 persen. Memang tanpa keterlibatan IMF pun krisis ekonomi akan tetap terjadi, tetapi dengan skala yang relative lebih kecil tentunya. IMF bukanlah ‘Dewa Penyelamat”, tetapi juga “Dewa Amputasi” yang
akan melakukan amputasi di ruang gawat darurat dan kemudian memaksa si penderita melakukan diet yang ketat dengan konsekuensi berjangka panjang. Padahal pasien tersebut tidak perlu diamputasi (Econit’s Public Policy Review
(EPPR), Kebijakan yang disarankan oleh IMF telah menjerumuskan Indonesia ke krisis yang lebih parah, seperti kasus likuidasi 16 Bank pada bulan November 1997 yang memicu rusuh terhadap puluhan bank besar Indonesia, seperti Bank BCA dan Bank Danamon, membuat kolaps system perbankan nasional, dan kian menenggelamkan nilai tukar Rupiah. Berdasarkan pengalaman di negara lain, banyak dari pasien IMF hanya sembuh sementara, untuk kemudian krisis kambuh kembali sehingga menjadi pasien IMF kambuhan (repeated patients). Biaya sosial ekonomis dari krisis yang dialami Indonesia ketika itu adalah kerusuhan sosial Mei 1998 (IMF-Provoked Riots). Dalam banyak kasus keterlibatan IMF di Amerika Latin dan Afrika, saran-saran IMF sering memicu demonstrasi besar besaran, kerusuhan massal yang memakan korban jiwa, dan kejatuhan pemerintahan. Dalam kasus Indonesia, keterlibatan IMF meningkatkan puluhan juta pengangguran, kebangkrutan ekonomi nasional dan swasta, biaya rekapitulasi bank lebih dari Rp 600 triliun, serta tambahan beban utang puluhan miliar dolar yang masih terasa hingga saat ini. Pemenang Nobel Ekonomi 2001, Prof.Joseph Stiglitz dari Universitas Colombia menyatakan,”Program IMF yang jangka
Halaman 18
waktunya lebih dari dua tahun merupakan bukti dari kegagalan IMF”. Indonesia
merupakan salah satu contoh kegagalan besar IMF karena telah berlangsung selama enam tahun (1997-2003).” Menurut Stiglitz: ”IMF memaksakan terlalu banyak prasyarat, sebagian diantaranya bersifat politis, dan sering masuk dalam wilayah mikroekonomi, yang berada di luar mandat dan kompetensi IMF (yang hanya terbatas pada bidang makroekonomi).” Krisis 1997/1998 sebenarnya telah meninggalkan banyak hikmah yang dapat dipetik oleh para pengambil kebijkan ekonomi. Namun pada kenyataannya, para pengambil kebijkaan ekonomi tidak banyak mengambil pelajaran dari krisis ekonomi tersebut. Meskipun IMF telah beranjak dari Indonesia, namun hubungan struktural bawah tanah masih terjadi (Sistem Neoliberal). Sampai akhir Juni 2007, jumlah dana asing yang ada di instrument financial Indonesia mencapai sekitar Rp 797 trilliun, dan sekitar Rp 670 trilliun (84 persen) diantaranya ditempatkan di instrument saham di BEJ (Bursa Efek Jakarta) terjadi gelembung financial. Aliran masuk hot money tersebut telah memberikan dampak ganda kontradiksi sektor financial dengan sektor riil. Gelembung financial akibat hot money tersebut sangat berbahaya karena karakteristik hot money yang seperti pisau bermata dua. Selain dapat menggelembungkan nilai aset financial dan menguatkan mata uang rupiah, hot money juga pada gilirannya juga dapat menjadi malapetaka bagi sektor financial Indonesia ketika terjadi arus balik. Apalagi saat ini sekitar 65-70 persen transaksi saham di BEJ dikuasai oleh investor asing. Praktis naik turunnya harga saham berada di bawah kendali investor asing yang tidak lain adalah hedge fund besar di tingkat global. Sedikit goncangan (Shock), baik karena faktor domestik maupun eksternal dapat berakibat pada terjadinya arus balik hot money dan terkoreksinya gelembung financial, yang bisa mengarah pada krisis ekonomi Jilid II.
Halaman 19
Tim ekonom pemerintah cenderung memandang gelembung financial sebagai prestasi yang membanggakan dan secara langsung maupun tidak langsung selalu mempromosikan hot money. Semakin banyak hot money mengalir ke Indonesia, maka semakin besar pula potensi Indonesia bahaya yang dihadapi oleh Indonesia. Kenaikan nilai aset financial yang sangat tinggi justru memperlambat perkembangan sektor riil. Jika return di sektor financial jauh lebih tinggi dari tingkat return di sektor riil, maka pemilik modal akan cenderung melakukan invenstasi di sektor financial (non riil) dibandingkan dengan sektor riil. Pandangan Pakar Ekonomi Mengenai Pemutusan Hubungan Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan IMF Kwik Kian Gie: Segala sesuatu Letter of Intent (LoI) IMF yang satu persatu sedang kami teliti. Untuk mengetahui sebetulnya IMF itu efektif dan tidaknya bahkan sampai seberapa besar seperti yang disinyalir oleh sejumlah pengamat bahwa IMF itu sudah menjurus pada satu titik kalau tidak dihentikan akan membawa ke suatu mala petaka yang besar.Amien Rais: Bayangkan 400 juta dolar yang diberikan kepada kita itu kan lebih setahun baru turun. Setelah kita mengemis, merengek-rengek. Setelah turun pun tidak boleh dipakai untuk apa-apa. Katanya boleh dipakai kalau cadangan devisa sudah habis sama sekali setelah kita jadi bangsa kere. Ini juga apa-apaan? Buat saya mari kita melihat Malaysia, Thailand atau Korea Selatan. Tiga negeri yang pernah menderita oleh krisis moneter dan sekarang sudah gagah kembali dan selamat tinggal pada IMF. Boediono: Kita nanti tunggu deh sampai 2003 bagaimana. Program kita kan sampai akhir 2003. Setelah itu ya kita pikir apa. Kita lihat situasinya menjelang itu kan masih satu setengah tahun lagi. Misinya sudah datang dan kita membicarakan pokok-pokonya. Pendek sekali LoI yang keenam ini pendek.Rizal Ramli: Ya menurut kami sudah waktunya dihentikan. Tapi memang ada sekelompok kecil pejabat di Indonesia, mafia di Indonesia yang kalau tanpa IMF tidak ada apa-apanya. Tidak memiliki posisi tawar terhadap pemerintah. Dan menurut saya kepentingan pribadi dan kelompok ini jauh lebih penting dari pada
Halaman 20
kepentingan nasional yang terjadi kenapa masih ngotot mau mempertahankan IMF
3.5 Apa Dampak Yang Terjadi Dengan Adanya Pemutusan Hubungan Kerjasama Tersebut, Serta bagaimana Cara Menyikapinya Setidaknya ada empat resiko yang muncul bila Indonesia memutuskan hubungan kerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF). 1. Dana IMF akan dibekukan dan harus dikembalikan sehingga akan memangkas sejumlah besar cadangan devisa Indonesia. Memutus hubungan dengan IMF secara mendadak, dan prematur akan mengundang resiko yang besar bagi ekonomi Indonesia. 2. Mata uang rupiah akan menjadi tidak konvertibel sehingga eksportir dan importir Indonesia harus melakukan barter dalam perdagangannya dengan mitra asing. Dan kelanjutan pinjaman dan hibah dari kelompok kreditor Consultative Group on Indonesia (CGI), Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) kepada Indonesia akan terganggu. 3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan mengalami peningkatan defisit dalam jumlah besar, yang pada gilirannya akan membawa pula dampak berupa melonjaknya tingkat inflasi. 4. Resiko yang akan dihadapi Indonesia jika hubungan dengan IMF putus secara mendadak dan prematur, selain mengganggu perekonomian Indonesia, Pemutusan hubungan dengan IMF juga akan mengganggu program pemulihan ekonomi yang sudah mulai berjalan karena Indonesia masih memerlukan utang dari IMF untuk mendukung program pemulihan ekonomi ini. Apalagi bila melihat bahwa kerja sama Indonesia dengan IMF merupakan penjamin bagi
Halaman 21
berbagai fasilitas dan kerja sama dengan pihak lainnya. seperti dengan kelompok kreditor Paris Club, CGI dan Bank Dunia. Selain itu, dampak dari pemutusan kerja sama dengan IMF juga berpengaruh pada fasilitas Paris Club tidak lagi tersedia. Ini berarti Indonesia tidak lagi mendapat keringanan pembayaran utang, satu hal yang akan memberatkan beban anggaran negara sepanjang tahun 2004. Tanpa fasilitas Paris Club, tahun depan Indonesia harus membayar utang US$ 3 miliar atau sekitar Rp 26 triliun. Jumlah ini tidak kecil, belum lagi beban pembayaran surat utang negara yang mencapai Rp 18,9 triliun. Selain itu masih ada defisit sekitar Rp 25 triliun.
Halaman 22
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan Aktivitas Bank Dunia saat ini difokuskan pada negara-negara berkembang, dalam bidang seperti pendidikan, pertanian dan industri. Bank Dunia memberi pinjaman dengan tarif preferensial kepada negara-negara anggota yang sedang dalam kesusahan. Sebagai balasannya, pihak Bank juga meminta bahwa langkahlangkah ekonomi perlu ditempuh agar misalnya, tindak korupsi dapat dibatasi atau demokrasi dikembangkan. Pandangan Bank Dunia harus disikapi secara kritis. Yang merasakan akibat dari implementasi saran mereka yang bias itu adalah bangsa kita, petani kita, masyarakat kita. Mereka datang kemari silih berganti ahlinya, tetapi itu sekedar melaksanakan pesan sponsor. Kita telah terperangkap dengan hutang luar negeri dan SDA milik bangsa ini yang dikapling dan dikuasai bangsa asing. Kita semakin sulit keluar dari kemiskinan dan kepapaan, padahal kita berada di negara yang kaya. Sayang para pengambilan keputusan, banyak diantara para birokrat kurang memahami politik kurang terpuji di belakang lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia dan IMF. Dalam tataran perundingan multilateral misalnya, mereka juga jarang memihak negera berkembang, mereka jelas memihak negara kaya dan korporasi internasional (MNCS). Itulah yang harus disikapi dangan bijaksana dan hati-hati. IMF didirikan dengan semangat membantu perekonomian negara-negara berkembang supaya kerjasama perekonomian antarnegara bisa terjalin secara
Halaman 23
lebih luas. Sebagaimana dinyatakan Agarwal, “Pada tahun 1960 dan 1970 -an, beberapa pemikir idealis menyarankan bahwa bantuan dana kepada negara berkembang bisa digunakan sebagai kebijakan ekspansif karena negara-negara berkembang memiliki kecenderungan sangat tinggi untuk mengimpor barang barang dari negara maju. Dengan kata lain, IMF semula bertujuan untuk menyejahterakan negara-negara berkembang supaya mereka bisa memiliki kekuatan ekonomi yang baik untuk bisa melakukan transaksi ekonomi internasional. Namun, idealisme awal ini kini terbukti tidak dijalankan oleh IMF. Tesis liberalis institutional bahwa institusi internasional (dalam hal ini IMF) akan membangun kerjasama ekonomi dunia yang saling menguntungkan ternyata tidak terwujud. Yang terjadi bukanlah kerjasama yang saling menguntungkan, melainkan kerjasama yang menghisap darah pihak yang lemah.
4.2 Saran IMF didirikan dengan semangat membantu perekonomian negara-negara berkembang supaya kerjasama perekonomian antarnegara bisa terjalin secara lebih luas. Sebagaimana dinyatakan Agarwal, “Pada tahun 1960 dan 1970 -an, beberapa pemikir idealis menyarankan bahwa bantuan dana kepada negara berkembang bisa digunakan sebagai kebijakan ekspansif karena negara-negara berkembang memiliki kecenderungan sangat tinggi untuk mengimpor barang barang dari negara maju. Dengan kata lain, IMF semula bertujuan untuk menyejahterakan negara-negara berkembang supaya mereka bisa memiliki kekuatan ekonomi yang baik untuk bisa melakukan transaksi ekonomi internasional. Namun, idealisme awal ini kini terbukti tidak dijalankan oleh IMF. Tesis liberalis institutional bahwa institusi internasional (dalam hal ini IMF) akan membangun kerjasama ekonomi dunia yang saling menguntungkan ternyata tidak terwujud. Yang terjadi bukanlah kerjasama yang saling menguntungkan, melainkan kerjasama yang menghisap darah pihak yang lemah.
Halaman 24
DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org http://www.lfip.org http://majalah.tempointeraktif.com http://www.indopolitik.com http://www.scribd.com/ http://www.indopolitik.com http://majalah.tempointeraktif.com http://id.shvoong.com
Halaman 25