BAB I PROFIL PT. BERAU COAL
Berau Coal didirikan pada tahun 1983 untuk melakukan survey, mengeksplorasi, mengembangkan dan melakukan penambangan batubara, serta untuk memindahkan, menyimpan, menjual dan mengeksplor batubara dari area yang menjadi wilayah konsesinya. Pada tahun 1983, Berau Coal menandatangani PKP2B dengan PT. Perusahaan Umum Tambang Batubara (PUTB), perusahaan milik negara yang memiliki kewenangan untuk memberikan konsesi pertambangan batubara. Sesuai PKP2B tersebut Berau coal memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penambangan di wilayah konsesinya yang meliputi 487.217 hektar di Kalimantan Timur, Indonesia. Setelah melakukan studi kelayakan penambangan dan sebagaimana ternyata di dalam Keputusan tentang Penciutan dan Perluasan Wilayah Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Tahap Kegiatan Berau Coal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, pada 7 April 2005 Berau Coal melepaskan dengan sukarela sebagian wilayah konsensinya, sehingga hanya memiliki 118.400 hektar sisa wilayah konsesi. Berau Coal pada saat ini mengoperasikan 3 tambang aktif, setiap situs tambang dikerjakan oleh kontraktor yang berbeda dengan pengawasan kualitas yang ketat oleh perusahaan dan perusahaan ini mempunyai target produksi sekitar 11 juta ton pertahun. Situs tambang Lati Dari situs Lati, batubara diproduksi dan diracik menjadi merek Agathis dan Sungkai. Jumlah cadangan batubara yang dimaksud senilai lebih dari 745 juta ton. Batubara digali dengan ekskavator ( penggaruk) hidrolik dan dimuat pada truk tumpah. Dari situs tambang, batubara diangkut ke instalasi proses melalui poros jalan yang mapan pada segala cuaca. Batubara kemudian dihancurkan hingga ukuran yang telah dirancang dan ditetapkan kemudian ditempatkan pada penimbunan lalu dimuat ke tongkang. tongkang. Situs Binungan Dari lokasi tambang di Binungan, batubara diracik menjadi jenis dan merk Eboy dan Mahoni/Mahoni B. Pada lokasi ini keseluruhan cadangan batubara yang layak ditambang pada Blok 1-4, Blok 5, 6 dan 7 lebih dari 300 juta ton. Proses penambangan mirip seperti yang dilakukan di Lati. Dari lokasi penambangan, batubara diangkut instalasi pemecahan batubara yang berjarak kira-kira 2.5 km. Batubara tersebut kemudian di hancurkan, diaduk dan dimuat ke dalam truk. Dari sana, batubara yang siap dipasarkan ini diangkut sejauh 28 km menuju terminal batubara Suaran untuk diaduk menjadi stok produk dan selanjutnya dimuat ke tongkang.
1
Situs Sambarata Pada lokasi ini diproduksi batubara jenis dan merek Eboni. Situs ini memiliki cadangan sekitar 190 juta ton. Proses penambangan hingga dimuat di tongkang sama dengan Lati dan Binungan namun jarak dari lokasi penambangan ke instalasi pemecahan batubara lebih pendek yaitu 2 km. Berau Coal menyediakan batubara, baik secara langsung maupun melalui agen pemasaran, kepada pelanggan-pelanggan di Indonesia dan negaranegara lainnya di Asia. Pelanggan-pelanggannya sebagian besar merupakan perusahaan-perusahaan utilitas dan perdagangan batubara yang membeli batubara untuk dijual kembali. Dalam beberapa tahun terakhir, Berau Coal menghasilkan kurang lebih 40% dari total penjualannya dari penjualan domestic dan sekitar 60% sisanya dari penjualan ke luar negeri. Berau Coal mengekspor batubaranya ke pelanggan-pelanggan di Cina, Hong Kong, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand. Berau Coal memproduksi batubara “thermal” dari 3 lokasi pertambangannya yang dipasarkan menggunakan 4 label: “Mahoni”, “Mahoni B”, “Agathis”, dan “Sungkai”, dengan kualitas kalori berkisar antara 5000-5600 kcal/kg dan dengan kualitas abu dan sulfur yang sesuai untuk pembangkit batubara di Indonesia dan Negara-negara Asia lainnya.
2
BAB II PROSES PENAMBANGAN BATUBARA 2.1 Pembersihan lahan (land clearing) Pembersihan lahan ini dilaksanakan untuk memisahkan pepohonan dari tanah tempat pohon tersebut tumbuh, sehingga nantinya tidak tercampur dengan tanah subsoilnya. Pepohonan (tidak berbatang kayu keras) yang dipisahkan ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai humus pada saat pelaksanaan reklamasi. Kegiatan pembersihan lahan ini baru dilaksanakan pada lahan yang benar benar segera akan ditambang. Sedangkan lahan yang belum segera ditambang wajib tetap dipertahankan pepohonan yang tumbuh di lahan tersebut. Hal ini sebagai wujud bahwa perusahaan tambang tetap memperhatikan aspek pengelolaan atau lindungan lingkungan tambang. 2.2 Pengupasan tanah pucuk (top soil) Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan ditempatkan terpisah terhadap batuan penutup (over burden), agar pada saat pelaksanaan reklamasi dapat dimanfaatkan kembali. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai pada batas lapisan subsoil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai di lapisan batuan penutup (tidak mengandung unsur hara). Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini terjadi jika lahan yang digali masih berupa rona awal yang asli (belum pernah digali/tambang). Sedangkan untuk lahan yang bekas “peti (penambangan liar)” biasanya lapisan top soil tersebut telah tidak ada, sehingga kegiatan tambang diawali langsung dengan penggalian batuan penutup. Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya di timbun dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dikenal dengan istilah Top Soil Bank. Untuk selanjutnya tanah pucuk yang terkumpul di top soil bank pada saatnya nanti akan dipergunakan sebagai pelapis teratas pada lahan disposal yang telah berakhir dan memasuki tahapan program reklamasi. 2.3 Pemompaan air tambang (jika terdapat genangan air di pit) Pemompaan air tambang dilakukan dengan menggunakan mesin pompa Allight dan Caterpillar dengan kapasitas maksimal masing-masing sekitar 200 lt/dt. Pompa ini tidak setiap saat digunakan, penggunaannya hanya apabila kondisi tambang cukup terganggu dengan adanya genangan air dalam jumlah banyak. Air hasil kegiatan pemompaan air tambang ini disalurkan ke kolam penampungan (settling pond) yang terdiri dari 3 kompartemen, yaitu :
Kompartemen pertama, untuk mengendapkan kandungan lumpur yang ikut larut dalam aliran air tambang yang terpompa.
3
Kompartemen kedua, untuk penanganan (treatmen) kualitas pH air tambang yang dihasilkan, dimana air tambang harus ber-pH standard sesuai batasan baku mutu air tambang yang diijinkan. Kompartemen ketiga, untuk kolam penstabilan air tambang dan titik penataan kualitas air tambang sebelum air tambang tersebut disalurkan ke perairan umum atau sungai.
Mengapa air tambang ini harus disalurkan ke settling pond terlebih dulu, untuk selanjutnya baru boleh disalurkan ke perairan umum? hal ini sebagai upaya pencegahan terjadinya air asam tambang (AAT). AAT adalah air yang berasal dari areal pertambangan yang bersifat asam (ph<7) sebagai akibat teroksidasinya mineral sulfide pada batuan pada kondisi lahan yang terbuka dan adanya air. Sifat AAT adalah asam sehingga cenderung merusak lingkungan, baik terhadap hewan biota air maupun tumbuhan disekitar perairan tersebut. 2.4 Penggalian tanah penutup (over burden) Penggalian batuan penutup (over burden, disingkat OB) dilakukan pertama kali dengan menggunakan alat gali berupa alat berat jenis big bulldozer yang berfungsi sebagai alat pemecah bebatuan (prosesripping dan dozing ). Batuan penutup yang telah hancur tersebut selanjutnya diangkat oleh alat berat jenis excavator dan dipindahkan ke alat angkut. Sedangkan alat angkut batuan penutup ini berupa dump truck dengan kapasitas muat/angkut maksimal 20 ton. Dump truck ini beroperasi dari loading point di front tambang menuju ke areal disposal yang berjarak 4 km (pulang pergi). Penimbunan batuan penutup di disposal ini harus dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dengan membuat lapisan OB dasar seluas areal disposal (luas maksimal) yang telah ditentukan. Untuk selanjutnya dilakukan kegiatan penimbunan OB naik ke atas secara bertahap atau berjenjang dengan luasan semakin mengecil, hingga membentuk sebuah bukit atau gunung yang berterasering.
Jika disposal ini nantinya telah dinyatakan selesai, maka permukaan terasering disposal akan diberi lapisan top soil (diambil dari top soil bank) setebal sekitar 50 ~ 100 centimeter dan permukaan akhir dibentuk kontur landai membentuk bukit/ gunung yang rata (tidak terasering). Sedangkan derajat kemiringan kontur bukit ini sekitar 14 derajat. Hal ini untuk menghindari terfokusnya air limpasan disposal sehingga dapat menimbulkan erosi yang besar (tidak ramah lingkungan). 2.5 Penambangan batubara (coal cleaning & coal getting ke ROM) Setelah penggalian batuan penutup selesai dan lapisan batubara mulai terekspose, maka kegiatan penambangan berikutnya adalah proses pembersihan
4
lapisan batubara dari unsure pengotor (sisa batuan penutup dan/atau parting). Kegiatan ini dikenal dengan istilah coal cleaning. Hasil kegiatan coal cleaning ini adalah lapisan batubara yang bersih dan berkualitas. Proses coal cleaning ini dilakukan oleh alat excavator yang telah dilengkapi dengan cutting blade pada sisi luar kuku bucket. Hal ini menjadikan ujung bucket bukan berupa kuku tajam, melainkan berupa ujung bucket yang datar rata. Unsur pengotor yang berada di atas lapisan batubara dapat dihilangkan hingga sebersih mungkin. Sedangkan proses pemuatan batubara ke alat angkut dilakukan oleh unit excavator, dimana alat angkut yang digunakan yaitu dump truck dengan kapasitas muatan 20 ton. Selanjutnya batubara tersebut diangkut menuju ke stockpile mini tambang (ROM). Hal ini dilakukan agar proses penambangan batubara di front tambang dapat berlangsung lebih cepat, jika dibandingkan dengan pengangkutan batubara secara langsung dari front tambang ke stockpile pelabuhan. 2.6 Proses Pengolahan Batubara Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga disebut pencucian batu bara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu. Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode „pemisahan media padatan.‟ Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah. Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat,
5
sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batu bara dan limbah. Dalam „pengapungan berbuih,‟ partikel-partikel batubara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batu bara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batu bara yang sangat baik.
6
BAB III LIMBAH DAN PENANGANANNYA
Lati Mine Operation (LMO) merupakan salah satu area penambangan yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT Berau Coal yang berlokasi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. LMO telah beroperasi sejak tahun 1995 dengan luas konsesi sebesar 24.191 Ha dan kapasitas produksi sebesar 15 juta ton batubara dan lebih dari 120 juta bcm batuan penutup dipindahkan setiap tahunnya. Hasil model geokimia di LMO menunjukan bahwa site ini memiliki potensi pembentukan AAT yang cukup besar dibandingkan dengan site lain yang dioperasikan oleh PT Berau Coal. Rasio material pembentuk asam (Pottentially Acid Forming/PAF) dan tidak berpotensi membentuk asam (Non Acid Forming/NAF) yakni sebesar 70:30. Oleh karena itu, PT Berau Coal terus berupaya melakukan pengembangan terhadap sistem pengelolaan AAT untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Upaya tersebut juga sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan untuk memenuhi baku mutu lingkungan yang tertuang dalam Perda Kaltim Nomor 2 Tahun 2011. Acid mine drainage (AMD – drainage tambang asam) adalah air yang mengandung logam yang terbentuk dari reaksi kimia antara air dan batuan yang mengandung mineral belerang. Limpasan yang terbentuk biasanya mengandung asam dan seringkali berasal dari daerah dimana bijih – atau kegiatan tambang batubara telah membuka batuan yang mengandung pirit, mineral yang mengandung belerang. Meskipun demikian, drainase yang mengandung logam juga bisa terjadi di daerah yang mengandung mineral yang belum ditambang. AMD terbentuk pada saat pirit bereaksi terhadap udara dan air untuk membentuk asam belerang dan besi terlarutkan. Limpasan asam tersebut melarutkan logamlogam berat seperti tembaga, timbal dan merkuri ke dalam air tanah dan air permukaan. Area pit penambangan merupakan area yang tidak dapat terhindari dari potensi pembentukan AAT (Abfertiawan dan Gautama, 2010). Aliran air yang berasal dari pit penambangan dialirkan ke sistem pengolahan sebelum dialirkan ke badan air penerima. Sedangkan area disposal batuan penutup masih memiliki potensi terbentuknya AAT walaupun upaya pencegahan dilakukan. Aliran air yang berasal dari pit penambangan dan timbunan batuan penutup di LMO dialirkan ke sistem pengolahan untuk netralisasi dan penurunan konsentrasi logam terlarut sebelum masuk ke badan air penerima. Terdapat 14 Water Monitoring Point (WMP) di LMO yang berfungsi untuk mengolah AAT dengan metode netralisasi menggunakan kapur.
7
Gambar 3.1 Pembangunan limestonne channel untuk meningkatkan air yang berasal dari area tersebut sehingga dapat memenuhi baku mutu yang berlaku
Gambar 3.2 Metode pengolahan aktif di WMP dengan menggunakan unit liming injection dengan menggunakan sumber listrik (tenaga genset)
8
Gambar 3.3 Unit Pengolahan Pasif
Penerapan metode pengolahan aktif secara mekanis dengan menggunakan unit liming injection memberikan kemudahan dalam pengoperasian. Proses pengadukan larutan kapur dapat berjalan dengan optimal karena dilakukan secara mekanis dengan menggunakan slow mixer. Netralisasi AAT dilakukan dengan menggunakan kapur padam yang berbentuk solid. Terdapat tiga metode pencampuran kapur dan AAT yakni konvensional, semi mekanis dengan pengadukan secara manual, dan mekanik yang menggunakan pengadukan mekanis dan pemompaan. Metode netralisasi secara makanik memiliki efektifitas yang cukup tinggi namun sistem ini membutuhkan energi listrik yang besar.
9
BAB IV KESIMPULAN
1. Tambang batubara terutama tambang terbuka (surface mining) dapat menimbulkan permasalahan lingkungan hidup, termasuk erosi tanah, polusi debu, suara dan air, serta dampat terhadap keanekaragaman hayati setempat. 2. Acid mine drainage (AMD) atau Air Asam Tambang (AAT) adalah air yang mengandung logam yang terbentuk dari reaksi kimia antara air dan batuan yang mengandung mineral belerang. 3. AAT adalah air yang berasal dari areal pertambangan yang bersifat asam (ph<7) sebagai akibat teroksidasinya mineral sulfide pada batuan pada kondisi lahan yang terbuka dan adanya air. 4. Sistem pengolahan air asam tambang dibagi menjadi 2 sistem, pengolahan pasif (open limestone channel) sebagai unit pengolahan utama dan pengolahan aktif (metode konvensional) sebagai pengolahan tambahan/cadangan jika beban pengolahan meningkat dan melebihi kapasitas sistem open limestone channel. 5. Pengolahan pasif AMD/AAT yaitu dimaksudkan untuk mengembangkan sistem yang beroperasi sendiri yang dapat mengolah efluen tanpa ada campur tangan manusia yang konstan. 6. Penerapan metode pengolahan aktif secara mekanis dengan menggunakan unit liming injection memberikan kemudahan dalam pengoperasian. Proses pengadukan larutan kapur dapat berjalan dengan optimal karena dilakukan secara mekanis dengan menggunakan slow mixer. 7. Netralisasi AAT dilakukan dengan menggunakan kapur padam yang berbentuk solid. Terdapat tiga metode pencampuran kapur dan AAT yakni konvensional, semi mekanis dengan pengadukan secara manual, dan mekanik yang menggunakan pengadukan mekanis dan pemompaan. Metode netralisasi secara makanik memiliki efektifitas yang cukup tinggi namun sistem ini membutuhkan energi listrik yang besar.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-tonnylesma-30965-2-2008ts1.pdf Abfertiawan, Muhammad Sonny.2014.”Penerapan Metode Active dan Passive Treatment Dalam Pengelolaan Air Asam Tambang Site Lati”.https://www.researchgate.net/publication/268819107_Penerapan_Metod e_Active_dan_Passive_Treatment_Dalam_Pengelolaan_Air_Asam_Tambang _Site_Lati. (1 juni 2018)
11