MAKALAH MEKANIKA FLUIDA
“ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA TERTUTUP”
Disusun Oleh:
Nama
: Juventus Victor HS
NPM
: 3331090796
Jurusan
: Te Teknik Mesin-Reguler B
Dosen Dosen
: Yusvardi Yusvardi Yusuf, Yusuf, ST.,MT ST.,MT
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN 2011
ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA TERTUTUP 1.1Pendahuluan
Pada umumnya aliran dapat dibedakan atas: 1.Aliran dalam saluran , yaitu aliran yang dibatasi oleh permukaan-permukaan keras 2.Aliran di sekitar benda yang dikelilingi di sekitar fluida yang selanjutnya tidak terbatas Perbedaan demikian dibuat hanya untuk memudahkan peninjauan,karena gejala dasar dari kelakuan fluida berlaku pada kedua keadaan tersebut.Selanjutnya pengertian kita tentang kelakuan fluida secara nyata memerlukan pembedaan antara lapisan atas, di mana di antara efek-efek tegangan geser terkonsentrasi, dan daerah aliran potensial dimana hipotesa aliran ideal dipenuhi. Pengertian lain yang akan dibahas adalah tentang 2 macam aliran yaitu aliran turbulen dan aliran laminar.Karena aliran-aliran umumnya bersifat lebih rumit untuk diuraikan, maka akan dibatasi tinjauan geometri yang sederhana,terutama tentang aliran pada pipa tertutup. 1.2 Aliran Laminer dan Aliran Turbulen
Koefisien gesek untuk pipa silindris tertututp merupakan fungsi dari Re (bilangan Reynolds). Kenyataan ini didukung oleh hasil-hasil experimen. Pada bilangan Reynolds yang rendah f berkurang dengan bertambahnya Re sebagai kebalikan harganya. Sedangkan di sekitar harga Re yang tertentu (sekitar 3000) terdapat perubahan harga f, yaitu menunjukkan ketergantungan antara f dan Re yang lebih kecil. Untuk menyelidiki sebab perubahaan tersebut perlu kita periksa alirannya secara langsung. Untuk tujuan ini kita lakukan percobaan dengan mengalirkan fluida air melalui pipa yang transparan. Bilangan Reynolds dapat diubah-ubah dengan mengubah lahu aliran massa.Untuk membuat aliran terlihat, kita dapat menyuntikkan cairan warna sepanjang tengah-tengah.
Gambar 1.Penyuntikan Zat Warna ke Dalam Pipa Untuk Menentukan apakah aliran Turbulen atau Laminar
Untuk memudahkan , kita anggap bahwa aliran kita anggap bahwa aliran yang kita amati pada suatu kedudukan yang cukup jauh dari penampang masuk pipa sedemikian sehingga profil kecepatan tidak berubah dengan jarak. Aliran demikian dikatakan telah mencapai kesetimbangan penuh ( fully developed flow). A. Bilangan Reynold
Terdapat empat besaran yang menentukan apakah aliran tersebut digolongkan aliran laminier ataukah aliran turbulen. Keempat besaran tersebut adalah besaran massa jenis air, kecepatan aliran, kekentalan, dan diameter pipa. Kombinasi dari keempatnya akan menentukan besarnya bilangan Reynold. Oleh sebab itu, bilangan Reynold dapat dituliskan dalam keempat besaran tersebut sebagai berisayat. R e = ( ρ v D)/η Keterangan: R e : bilangan Reynold
ρ : massa jenis
η : viscositas/kekentalan v : kecepatan aliran D : diameter pipa Hasil perhitungan berdasarkan eksperimen didapatkan ketentuan bahwa untuk bilangan Reynold berisayat ini: 0 <>e ≤ 2000, aliran disebut laminier 2000 <>e ≤ 3000, aliran disebut transisi antara laminier dan aliran turbulen R e > 3000, aliran turbulen B.Aliran Laminer dan Turbulen Air yang mengalir, gas juga akan mengalir begitu juga substansi lain yang biasa d sebut fluida, yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan. Dalam kehidupan sehari2 banyak d jumpai fluida yang mengalir. Air dalam pipa PDAM kemudian keluar melalui keran , air d sungai2, sampai minuman dalam gelas yang diaduk dengan sendok. Kejadian2 seperti
itu ada di sekitar kita. Dalam aliran fluida semacam itu terdapat fenomena yang bisa d pelajari. Ada hal2 yang berpengaruh satu sama lain. Jenis zat, kekentalan, kecepatan alir menjadi dasar tema pembicaraan. Berdasarkan karakteristik struktur internal aliran, aliran fluida dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu aliran laminer dan turbulen. 1.Aliran Laminer
adalah aliran fluida yang bergerak dengan kondisi lapisan-lapisan (lanima-lamina) membentuk garis-garis alir yang tidak berpotongan satu sama lain. Hal tersebut d tunjukkan oleh percobaan Osborne Reynold. Pada laju aliran rendah, aliran laminer tergambar sebagai filamen panjang yang mengalir sepanjang aliran. Aliran ini mempunyai Bilangan Reynold lebih kecil dari 2300.
gambar aliran laminer
2.Aliran Turbulen
adalah aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak stabil dengan kecepatan berfluktuasi yang saling interaksi. Akibat dari hal tersebut garis alir antar partikel fluidanya saling berpotongan. Oleh Osborne Reynold digambarkan sebagai bentuk yang tidak stabil yang bercampur dalam wamtu yang cepat yang selanjutnya memecah dan menjadi takterlihat. Aliran turbulen mempunyai bilangan reynold yang lebih besar dari 4000.
gambar aliran turbulen Aliran yang mempunyai bilangan reynold antara 2300 – 4000 ada yang menyebut sebagai aliran dalam keadaan transisi. Perubahan dari kondisi laminer menuju aliran turbulen. 1.3. Distribusi Kecepatan,Tegangan Geser, Kapasitas Aliran
Aliran fluida tak mampu mampat dan bergesekan akan menimbulkan perubahan kecepatan pada penampang sistem aliran. Perubahan vektor kecepatan aliran ini dapat dinyatakan dalam suatu persamaan matematika yang dapat digambarkan dalam bentuk distribusi kecepatan. Perubahan kecepatan akibat adanya pengaruh gesekan akan menimbulkan perubahan tegangan geser sepanjang aliran. Perubahan tegangan geser juga dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan matematika yang dapat digambarkan dalam bentuk distri busi tegangan geser. Persamaan matematika untuk distribusi kecepatan diperoleh dengan menganalisa partikel aliran pada suatu kontrol volume diferensial. Dengan menerapkan persamaan hukum II Newton untuk menentukan total gaya pada semua bidang, dan menggabungkan dengan persamaan deformasi linier fluida (telah dibahas pada buku Mekanika Fluida Dasar) akan diperoleh persamaan distribusi kecepatan dan distribusi tegangan geser. Sedangkan persamaan kapasitas aliran diperoleh dari integrasi persamaan kecepatan pada luas penampang total. A. Aliran diantara dua buah plat datar
a x x
-0.5
Untuk memperoleh persamaan distribusi kecepatan, dibuat kontrol volume diferensial seperti pada. Distribusi kecepatan aliran diantara dua plat datar : 2 ∂ p y y u= − a 2 µ ∂ x a
a2
Di mana u : kecepatan aliran searah sumbu x a : jarak antara 2 plat p ∂ x ∂
: perubahan tekanan sepanjang sumbu x
τ yx
Di mana τ
yx
∂ p y 1 = a − ∂ x a 2
: tegangan geser pada bidang y dengan gaya searah sumbu x Kapasitas aliran atau laju volume aliran adalah :
∫
Q = V . dA A
Untuk kedalaman aliran l pada arah sumbu z atau lebar plat l, maka : a
Q
= ∫ ul . dy 0
Q l Q l
a
∂ p y2 − ( 2 µ ∂ x 0 1 ∂ p 3 =− a 12 µ ∂ x = ∫
1
ay) dy
Untuk aliran diatas plat datar, maka δ p/δ x = 0, sehingga
∂ p ∂ x
=
p2
− p1 L
=
−∆ p L
Maka kapasitas aliran sebagai fungsi penurunan tekanan adalah : Q l
=−
−∆ p a 3 = a 3∆p 12 µ 12 µ L L 1
Besarnya kecepatan rata-rata dapat ditentukan dari persamaan Q = V.A, dimana A dalam kasus ini adalah l x a, maka : V
=
Q A
1 ∂ p 2 ∂ p a 3l =− =− a 12 µ ∂ x al 12 µ ∂ x 1
Besarnya kecepatan maksimum dan lokasi terjadinya kecepatan maksimum juga dapat ditentukan. Profil kecepatannya digambarkan pada gmb 1.5. setelah koordinatnya ditansformasikan, dimana sumbu x berada pada pusat silinder. Kecepatan maksimum akan terjadi pada nilai diferensial pertama fungsi kecepatan sama dengan nol (0): ∂ u = 0 ∂ y
dan u maksimum = −
∂ p a 2 = 3 8 µ ∂ x 2 1
C. Aliran laminer dalam pipa
V
yaitu pada y = a/2
Aliran dalam pipa terhadap sumbu z tidak simetris sehingga diperlukan kontrol volume diferensial yang berbeda dibandingkan dengan kontrol volume pada aliran di antara plat datar. Bentuk kontrol volumenya adalah bentuk cincin dan dengan dua sumbu yaitu sumbu x dan sumbu r seperti gambar . dx x
dr
r Dengan menyelesaikan persamaan tegangan pada luasan permukaan dalam dan permukaan luar cincin maka akan diperoleh distribusi kecepatan terhadap sumbu r yaitu : u=
r 2 ∂ p R 2 ∂ p − 4 µ ∂ x 4 µ ∂ x =
−
R2 4 µ
2 ∂ p 1− r R ∂ x
Distribusi tegangan geser
τ rx =µ
du r ∂ p = dr 2 ∂ x
Laju aliran volume adalah : Q
=
R
∫
V . dA
A
R
Q
=
= ∫ u 2π r dr 0
1 ∂ p 2 ( r 4 µ ∂ x
∫
0
=
− R 2 ) 2π rdr
π r 4 ∂ p − 8 µ ∂ x
Untuk aliran berkembang penuh maka ( δ p/δ x) adalah tetap sehingga (δ p/δ x)= (p2-p1 /L) = - ∆ p/L sehingga laju aliran volume fungsi penurunan tekanan adalah :
Q=
π R4 − 8 µ
− ∆p = π ∆pD 4 L 128 µ L
Kecepatan rata-rata : V
=
Q A
=
Q πR 2
R 2 ∂ p 8 µ ∂ x
=−
Lokasi kecepatan maksimum diperoleh pada nilai du/dr = 0 yaitu :
du dr
=
1 ∂ p r 2 µ ∂ x
=0
yaitu pada r = 0
Pada r = 0 maka kecepatan maksimumnya adalah :
u = umaks
=U= −
R2 ∂ p = 2V 4 µ ∂ x
(1.24)
Profil kecepatan dapat dinyatakan sebagai fungsi kecepatan maksimum yaitu :
u U
2
r = 1− R
merupakan profil parabola D. Aliran turbulen dalam pipa Pada aliran turbulen tidak dapat diturunkan suatu persamaan umum antara medan tegangan dan kecepatan, sehingga semua persamaan untuk aliran turbulen adalah berdasarkan hasil percobaan. Salah satu persamaan untuk aliran turbulen pada pipa halus adalah :
u U
1/ n
1/ n
y r 1− = = R R
dimana : n : koefisien aliran fungsi angka Reynold
1.4.head kerugian gesak
Head kerugian adalah untuk mengatasi kerugian-kerugian yang terdiri atas head kerugian gesak didalam pipa-pipa, dan head kerugian didalam belokan-belokan, reduser, katup-katup, dsb. Dalam keadaan turbulen, peralihan atau laminar untuk aliran dalam pipa (saluran
tertutup), telah dikembangkan rumus Darcy Weisbach yaitu sebagai berikut: Hf = f x (l x v2) / (D x 2g) Dimana: hf = kehilangan energi akibat gesekan F = faktor gesekan L = panjang pipa (m) V = percepatan gravitasi (m/s2) D = diameter pipa (m)
Nilai f dipengaruhi bilangan reynold (Re) dan kekasaran relatif dinding pipa (e/d). Untuk menetapkan nilai f, harus diperhatikan kondisi berikut : 1. Jika Re < f =" 64"> 2100, alirannya disebut “hydraulically smooth” atau “turbulent smooth”. 3. kalau Re > 4000 atau e/d besar, alirannya disebut aliran turbulent rought 4. Jika aliran berada antara kondisi 2 dan 3 maka aliran tersebut disebut aliran transisi. Jenis aliran Rumus penetapan f Kisaran Re 1. Laminar 64 / Re Re <2100 f =" 0,361" f =" 1,14">4000 3. Transisi 1/f = 1,14 – 2 log10 (e/d +9,35/(Re Öf) Re >4000 4. Hydroulically tough atau w holly rough 1/f = 1,14 + 2 log10 (D/e) a. Perhitungan Head loss mayor Dengan mempergunakan persamaan keseimbangan energi dan asumsi aliran berkembang penuh ( fully developed ) sehingga koefisien energi kinetik α 1 = α 2 dan penampang konstan maka :
p1 − p2 ρ
= g( z2 − z 1) + hl
di mana : hl : head loss mayor Jika pipa horisontal, maka z2 = z1 , maka : p1 − p2 ρ
= hl
atau ∆ p /ρ = hl
Jadi head loss mayor dapat dinyatakan sebagai kerugian tekanan aliran fluida berkembang penuh melalui pipa penampang konstan. Untuk aliran laminer , berkembang penuh, pada pipa horisontal, penurunan tekanan dapat dihitung secara analitis, diperoleh :
∆p =
128 µ LQ π D 4
=
128 µLV (π D2 / 4 ) π D 4
=
32
L µ V D D
dimana : µ : kekentalan atau viskositas fluida
sehingga dengan memasukkan konsep angka Reynold maka head loss menjadi : hl
= 32
L µ V D ρ D
=
L V 2 D 2
µ 64 L V 2 64 = Re ρ VD D 2
Untuk aliran turbulen, penurunan tekanan tidak dapat dihitung secara analitis karena pengaruh turbulensi yang menimbulkan perubahan keacakan sifat fluida. Perubahan sifat fluida yang acak tersebut belum dapat didekati dengan fungsi matematis yang ada saat ini. Perhitungan head loss didasarkan pada hasil percobaan dan analisa dimensi. Penurunan tekanan untuk aliran turbulen adalah fungsi dari angka Reynold, Re, perbandingan panjang dan diameter pipa, L/D serta kekasaran relatif pipa, e/D. Head loss mayor dihitung dari persamaan Darcy-Weisbach : hl
=
L V2 f D 2
dimana : f : koefisien gesek Dengan menggunakan hasil percobaan dari L.F. Moody yang memperkenalkan Diagram Moody, yaitu diagram koefisien gesek fungsi angka Reynold dan kekasaran relatif pipa. Diagram Moody ditampilkan pada Lampiran A Nilai kekasaran relatif pipa merupakan fungsi diameter pipa dan bahan pipa dapat ditentukan secara empiris dari grafik pada gambar. b. Perhitungan Head loss minor Head loss minor dapat dihitung secara empiris dari persamaan hlm
dimana :
V2 = K 2
K: koefisien head loss minor, Nilai K tergantung pada jenis komponen sistem aliran. Untuk sambungan penampang berubah nilai K merupakan fungsi aspek rasio. Aspek rasio adalah perbandingan
penampang yang lebih kecil dengan penampang yang lebih besar. Salah satu data untuk perubahan penampang ditampilkan pada gambar. Sedangkan
untuk kondisi masukan yang berbeda, nilai
koefisien minor lossesnya juga ditampilkan pada gambar. Head loss minor dapat pula dihitung dengan persamaan :
hlm
=
L e V2 f D 2
dimana : Le /D : panjang ekuivalen dari komponen.
Persamaan ini umumnya dipergunakan untuk perhitungan head loss pada belokan dan katup. Nilai Le /D untuk beberapa jenis sambungan dan katup ditampilkan pada tabel 1.1. Nilai panjang equivalen pada tabel tersebut adalah untuk kondisi katup terbuka penuh. Koefisien tersebut akan bertambah secara signifikan pada kondisi katup setengah terbuka atau terbuka sebagian.
Tabel 1.1. Panjang equivalen dari katup dan sambungan
Jenis sambungan
Panjang equivalen, Le /D
Katup (terbuka) Katup gerbang (gate valve)
8
Katup globe ( globe valve)
340
Katup sudut ( angle valve)
150
Katup bola ( ball valve) Katup pengendali : jenis globe : jenis sudut
3 600 55
Foot valve dengan saringan :poppet disk :hinged disk Belokan standar ( standar elbow) : 90 0 : 450
420 75 30 16
Return bend, close pattern
50
Standar Tee : flow through run
20
: flow through branch
60
Aliran fluida pada belokan atau elbow atau bend menimbulkan head loss yang lebih dari pada aliran pada pipa lurus. Hal ini terutama karena timbulnya aliran sekunder akibat perubahan orientasi penampang pada belokan. Koefisien lossesnya dipengaruhi oleh radius kelengkungan kurva belokan. Untuk sambungan yang kelengkungannya halus, koefisien lossenya akan lebih kecil namun pembuatannya akan lebih sulit sehingga harganya akan lebih mahal. Sedangkan belokan yang kelengkungannya dibentuk dari penyambungan pipa lurus, koefisien lossesnya akan lebih tinggi. Namun proses pembuatan yang lebih mudah membuat harganya jauh lebih murah. 1.5. Distribusi Kecepatan,Tegangan Geser, Kapasitas Aliran
Perubahan kecepatan akibat adanya pengaruh gesekan akan menimbulkan perubahan tegangan geser sepanjang aliran. Perubahan tegangan geser juga dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan matematika yang dapat digambarkan dalam bentuk distri busi tegangan geser. Persamaan matematika untuk distribusi kecepatan diperoleh dengan menganalisa partikel aliran pada suatu kontrol volume diferensial. Dengan menerapkan persamaan hukum II Newton untuk menentukan total gaya pada semua bidang, dan menggabungkan dengan persamaan deformasi linier fluida (telah dibahas pada buku Mekanika Fluida Dasar) akan diperoleh persamaan distribusi kecepatan dan distribusi tegangan geser. Sedangkan persamaan kapasitas aliran diperoleh dari integrasi persamaan kecepatan pada luas penampang total.
DAFTAR PUSTAKA Diktat Fluida Bergerak Untirta 1998 Fisika Dasar SMA Kelas X, XI, dan XII
www.google.com www.google.com.id www.Blogsainsfluida.com.co