KOGNISI
MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Umum
Dosen Pengampu Dra. Yeni Huriani, M.Hum
Disusun oleh :
Deni Agung Nur Alim (1151040056)
Deni Dwi Ramadan (1151040057)
Deni Solehudin (1151040058)
Depy Siti Nurhidayati (1151040059)
Desi Shofiya Tsuraya (1151040060)
Destyani Dewi Permanik (1151040061)
JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan do'a selalu tercurah kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulisan makalah yang
berjudul "Kognisi" dapat kami selesaikan tepat waktu.
Dalam penulisan ini, tentunya kami tidak bekerja sendiri, melainkan
banyak mendapat bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak
langsung dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini perkenankanlah kami
mengucapkan rasa terima kasih dari semua pihak telah banyak membantu dalam
penulisan makalah ini. Semoga segala bantuan dan dukungan yang diberikan
mendapat balasan dari Allah SWT.
Dalam penulisan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin
untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, namun penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan akan
kemampuan, pengalaman dan pengetahuan kami. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran-saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca,
sehingga penulisan makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Bandung, 01 April 2016
Tim Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Definisi Kognisi 2
2.2 Sejarah Kognisi 2
2.3 Fungsi – Fungsi Kognisi 3
2.3.1 Atensi dan Kesadaran 3
2.3.2 Persepsi 5
2.3.3 Bahasa 6
2.3.4 Pemecahan Masalah dan Kreativitas 7
2.4 Hubungan Kognisi dengan Bidang Lain 17
BAB III PENUTUP 18
3.1 Simpulan 18
DAFTAR PUSTAKA 19
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan paling mencengangkan dalam bidang Psikologi kognitif
bukanlah teori tertentu atau penemuan eksprimental, namun sebuah tren umum.
Para Psikolog kognitif telah menunjukan ketertarikan yang semakin besar
dalam mempelajari tugas-tugas yang kompleks dan telah menunjukan kemajuan
yang signifikan dalam memahami bagaimana manusia menyelesaikan tugas-tugas
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut kami berharap salah satu hasil dari tren ini
adalah bahwa para sarjana menemukan relavansi psikolog kognitif dengan
aktivitas kehidupan manusia sehari-hari.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu kognisi ?
2. Bagaimana Sejarah kognisi ?
3. Apa saja fungsi dari kognisi ?
4. Dan seperti apa hubungan kognisi dengan bidang lain ?
3. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui definisi dari kognisi.
2. Untuk mengetahui sejarah dari kognisi itu sendiri.
3. Untuk mengetahui fungsi-fungsi dari kognisi.
4. Untuk mengetahui hubungan kognisi dengan bidang lain.
BAB II PEMBAHASAN
Definisi Kognisi
Istilah kognisi berasal dari bahasa latin Cognoscere yang artinya
mengetahui. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap
pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan. Istilah ini
digunakan oleh filsuf untuk mencari pemahaman terhadap cara manusia
berpikir. Karya Plato dan Aristoteles telah memuat topik tentang kognisi
karena salah satu tujuan-tujuan filsafat adalah memahami segala gejala alam
melalui pemahaman dari manusia itu sendiri.
Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi
pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai,
menalar, membayangkan dan berbahasa.
Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan
atau intelegnsi. Bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, diantaranya
adalah psikologi, filsafat, komunikasi, neurosains, serta kecerdasan
buatan.
Kepercayaan atau pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat
mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi prilaku atau
tindakan mereka terhadap sesuatu. Mengubah pengetahuan seseorang akan
sesuatu dipercaya dapat mengubah prilaku mereka.
Sejarah Kognisi
Kognisi dipahami sebagai proses mental, karena kognisi mencerminkan
pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu kognisi
tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan
dan dapat diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka dari 1-20,
atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai perilaku
yang patut dan tidak untuk diimitasi.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kognisi maka berkembanglah
psikologi kognitif yang menyelidiki tentang proses berpikir manusia. Proses
berpikir tentunya melibatkan otak dan saraf-sarafnya sebagai alat berpikir
manusia, oleh karena itu untuk menyelidiki fungsi otak dalam berpikir maka
berkembanglah neurosains kognitif. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan
oleh kedua bidang ilmu tersebut banyak dimanfaatkan oleh ilmu robot dalam
mengembangkan kecerdasan buatan.
Proses kognitif menggabungkan antara informasi yang diterima melalui
indera tubuh manusia dengan informasi yang telah disimpan diingatan jangka
panjang. Kedua informasi tersebut diolah di ingatan kerja yang berfungsi
sebagai tempat pemrosesan informasi. Kapabilitas pengolahan ini dibatasi
oleh kapasitas ingatan kerja dan faktor waktu. Proses selanjutnya adalah
pelaksanaan tindakan yang telah dipilih. Tindakan dilakukan mencakup proses
kognitif dan proses fisik dengan anggota tubuh manusia (jari, tangan, kaki,
dan suara). Tindakan dapat juga berupa tindakan pasif, yaitu melanjutkan
pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya.
Faktor yang memengaruhi kesulitan dan kecepatan pemilihan dan
pelaksanaan respon adalah kompleksitas keputusan, pemikiran terhadap
respon, trade-off kecepatan dan akurasi, dan feedback yang diperoleh.
Kompleksitas keputusan dipengaruhi oleh jumlah tindakan yang mungkin
dipilih, yang juga berpengaruh terhadap lamanya waktu pengambilan
keputusan. Pemikiran terhadap respon dipengaruhi oleh informasi yang
diterima. Jika informasi yang diterima telah diperkirakan sebelumnya,
pemrosesan informasi akan lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak
diperkirakan. Trade-off antara kecepatan dan akurasi merupakan korelasi
negative antara keduanya pada pemilihan dan pelaksanaan respon. Dalam
beberapa situasi, semakin cepat seseorang memilih respon, kemungkinan
kesalahan terjadi meningkat. Feedback merupakan efek yang diketahui oleh
seseorang sebagai verifikasi atas tindakan yang dilakukannya. Rentang waktu
antara tindakan dengan feedback harus diminimasi.
Fungsi – Fungsi Kognisi
1. Atensi dan Kesadaran
Kutipan pembuka dari buku William James yang terkenal, The
Principles of Psychology, dipublikasikan tahun 1890, mengacu pada dua
karakteristik perhatian yang terus dipelajari hingga saat ini fokalisasi
dan konsenterasi. Fokalisasi secara tersirat menyebabkan selektivitas
(selectivity). Kita biasanya dibombardir dengan semua jenis stimulus
perceptual dan harus memutuskan stimulus mana yang menarik bagi kita.
Sifat selektif bagi perhatian diilustrasikan dengan perilaku subjek pada
tugas penyebutan sebagian Sperling: ketika sebuah isyarat menandai baris
mana yang harus disebutkan, subjek mampu menghadirkan selektivitas pada
baris yang diisyaratkan dan mengabaikan informasi pada dua baris yang
lain. Sifat selektif dasar dari persepsi dibutuhkan untuk menjaga kita
dari kelebihan beban informasi (overload) dan bila mana kelebihan beban
dapat mempengaruhi kehidupan kita beberapa level mempengaruhi performa
peran, evolusi norma social dan fungsi kognitif. Respon adaptif terhadap
kelebihan beban informasi meliputi menghabiskan lebih sedikit waktu
untuk setiap input informasi, sikap acuh tak acuh terhadap input yang
kurang diprioritaskan atau sama sekali menutup diri dari beberapa input
sensori. Bagian ini menaruh perhatian pada teori-teori yang mencoba
untuk menempatkan tahap dimana seleksi terjadi, apakah kita menutup diri
dari input sensori sebelum input tersebut mencapai tahap pengenalan pola
ataukah membuat seleksi setelah pengenalan? Teori-teori yang mencoba
untuk menjawab pertanyaan ini disebut teori leher botol (bottleneck
teory) Karena mereka berasumsi bahwa seleksi dibutuhkan kapanpun saat
terlalu banyak informasi mencapai leher botol semua tahap dimana tidak
ada input yang dapat diproses sama sekali.
Aspek kedua dari perhatian adalah konsentrasi (consentration).
Bayangkan bahwa anda orang pertama yang hadir dipesta dan anda bercakap-
cakap dengan pelayan, sepanjang tidak ada percakapan lain diruangan
tersebut maka hanya dibutuhkan sedikit konsentrasi dan usaha mental
untuk mengikuti apa yang pelayan tersebut bicarakan, meskipun pelayan
tersebut tidak berbicara bahasa ibu atau bahasa asli, pemahaman akan
terjadi secara kurang otomatis dan dibutuhkan banyak usaha mental
(mental effort). Jumlah usaha mental yang dibutuhkan untuk mengerjakan
suatu tugas juga ditentukan oleh perbedaan-perbedaan individu.
Bagian berikutnya dari bab ini mendiskusikan teori kapasitas,
perhatian yang mencoba untuk menentukan seberapa besar kapasitas atau
usaha mental dialokasikan untuk aktivitas-aktivitas yang berbeda. Teori
tersebut menyatakan bahwa perhatian memiliki kapasitas yang terbatas dan
ketika kita mencoba untuk mengikuti lebih dari satu kejadian, misalnya
belajar sambil melihat televisi. Menurut model Rumelhart merupakan teori
yang berasumsi adanya kapasitas terbatas, menurut model ini pengenalan
ciri melambat sejalan dengan meningkatnya jumlah item karena jumlah
perhatian yang terbatas harus didistribusikan kelebih banyak pola.
Dua karakteristik perhatian adalah selektivitas dan usaha mental.
Selektivitas perlu untuk menjaga kita dari kelebihan beban dengan
banyak informasi. Teori pendahuluan dikembangkan melalui pemrosesan
informasi yang menyatakan bahwa selektivitas terjadi pada fase leher
botol-tahap dimana hanya dapat memroses satu pesan dalam satu waktu.
Teori kapasitas menekankan pada jumlah usaha mental yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu tugas dan menaruh perhatian pada bagaimana usaha
tersebut dialokasikan untuk aktivitas-aktivitas yang berbeda. Teori
kapasitas melengkapi teori leher botol dengan menyatakan bahwa kemampuan
kita terbatas dalam melakukan aktivitas secara bersamaan ketika
aktivitas tersebut membutuhkan usaha mental lebih dari yang tersedia.
Maka Atensi adalah pemprosesan secara sadar sejumlah kecil
informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi
didapatkan dari pengindraan, dan proses kognitif lainya, dan kesadaran
meliputi perasaan sadar maupun hal yang disadari yang mungkin merupakan
focus dari perhatian / atensi.
2. Persepsi
Secara etimologi, persepsi berasal dari bahasa latin percepti; dari
percipere, yang artinya menerima atau mengambil. Persepsi dalam arti
sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu,
sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian, yaitu
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavit, 1978).
Pareek (1996 :13) memberikan definisi yang lebih luas tentang
persepsi ; dikatakan persepsi dapat di definisikan sebagai peroses
menerima, menyeleksi, mengorganisai, mengartikan, menguji, dan
memberikan reaksi kepada rangsangan panca indra. Persepsi juga disebut
inti komunikasi karna jika persepsi tidak akurat, kita tisak bias
berkolunikasi dengan efektip.
Persepsi adalah ringkasan proses pada saat mengenali, mengatur dan
memahami sensasi dari paca indra yang diterima dari rangsangan
lingkungan. Dalam kognisi rangsangan visual memegang peranan penting
dalam membemtuk persepsi. Proses kognitif dimulai dari persepsi yang
menyediakan data untuk diolah oleh kognisi
Proses persepsi, Salah satu pandangan yang di anut secara luas
menyatakan bahwa psikologi, sebagai telaah ilmiah, berhubungan dengan
unsur dan psoses yang merupakan prantara ransangan diluar organisme
dengan tanggapan fisik organisme yang dapat di amati terhadap
rangsangan. Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang
merupakan pungsi dari cara ia memandang oleh kanra itu untum mengubah
tingkahlaku harus merubah prsepsinya. Dalam proses persepsi terdapat 3
komponen utan sebagai berikut : seleksi,interpretasi dan persepsi
kemudian di terjemahkan dalam bentuk tingkah laku.
Dalam definisi yang dikemukakn oleh Pareek (1996) tecakup beberapa
proses sebagai berikut:
1. Proses menerima rangsangan.
2. Proses penerima rangsangan.
3. Proses penyeleksi rangsangan.
4. Proses pengorganisasian.
3. Bahasa
Salah satu hal yang berpengaruh atas perkembangan kongnitif
psikologi selama kurun tahun 1960-an adalah analisis seorang linguis,
Noam Chomsky. Mengacu pada pengaruh Chomsky dalam psikolinguistik (studi
psikologi bahasa), ahli psikologi telah mengeksplorasi kemungkinan bahwa
manusia dapat mempelajari bahasa dengan mempelajari asosiasi antara
kedekatan kata-kata dalam sebuah kalimat. Berdasarkan pandangan ini,
kita belajar untuk berbicara dengan benar melalui pembelajaran asosiasi
ganda-masing-masing kata dalam kalimat tersaji seperti sebuah stimulus
untuk kata yang mengikutinya. Dalam kalimat "The boy hit the ball" kata
the merupakan stimulus untuk kata boy dan kata boy adalah stimulus untuk
kata hit. Selanjutnya, pembicara tentang bahasa tersebut harus membahas
kata mana yang mengikuti kata lain dalam kalimat tersebut.
Chomsky (1957) berpendapat bahwa terdapat beberapa masalah dengan
sudut pandang asosiasi bahasa. Pertama, terdapat infinite sejumlah
kalimat dalam sebuah bahasa. Kemudian, tidak masuk akal bahwa hal ini
digunakan untuk menerima bahwa manusia dapat mempelajari sebuah bahasa
dengan mempelajari asosiasi di antara semua kedekatan kata-kata. Terkait
dengan kata sederhana seperti the, terdapat banyak kata yang dapat
mengikuti the dan mungkin seseorang tidak pernah mempelajarinya.
Masalah lain dengan sudut pandang asosiasi adalah bahwa tata bahasa
tidak menghitung realitas antara ketidakdekatan kata-kata. Contoh, dalam
kalimat "Anyone who says that is lying" kata ganti orang anyone secara
tata bahasa berhubungan dpada kata kerja lying, tetapi relasi ini tidak
begitu dekat jika kita hanya mengacu pada relasi antara kedekatan kata.
Pandangan asosiasi kenyataannya menolak struktur hierarkikalimat dalam
mengarahkan cara manusia blajar untuk berbicara dengan kalimat yang
benar secara tata bahasa.
1. Makna (Penggabungan kata-kata dan Morfem)
Perbedaan antara sintaksis (tata bahasa) dan sematik (makna) juga
terbukti dalam ketimpangan bahsa yang di sebabkan oleh kerusakan otak
(D.W.Carroll, 1986). Ketimpangan ini di sebut afasia Broca (Broca's
aphasia) yang di temukan dan dinamai oleh seorang ahli organ dalam
Prancis yang memperhatikan tutur bicara beberapa pasien yang lumpuh,
yaitu tutur kata yang rancu di sebabkan oleh penyakit stroke atau
kecelakaan (Broca, 1865). Pasien-pasien ini secara tipikal terbatasi
untuk mengekspresikan diri mereka dengan merangkai kata-kata secara
bersamaan.
2. Bunyi (Memproduksi Fonem)
Selum anak-anak dapat memahami kalimat tulisan dengan belajar
membacanya, mereka harus memahami kata lisan. Tahap pertama untuk
menerapkan pemahaman kalimat lisan adalah kemampuan untuk melakukan
diskriminasi diantara bunyi dasar (fonem) bahasa. Kemampuan ini
merupakan hal luar biasa dalam memperbarui hal-hal yang mampu melakukan
diskriminasi diantara fonem dalam bahasa yang berbeda di dunia (Kuhl,
1993). Akan tetapi, bayi pun perlu untuk merespons kemiripan diantara
bunyi dan untuk mengategorikan bunyi-bunyi kedalam kategori fenomik yang
menciptakan bahasa tertentu mereka.
Kesimpulannya, bayi-bayi dilahirkan dengan kemampuan untuk melakukan
diskriminasi antara fonem dalam berbagai bahasa, tetapi mempelajari
bunyi tutur bicara prototypic dalam bahasa mereka sendiri. Apabila
sekali lagi bunyi tutur kata prototypic diperlukan, hal ini menjadi
lebih sulit untuk melakukan diskriminasi diantara prototipe dan variasi
prototipe. Dengan kata lain, variasi fonem disebabkan oleh perbedann
bunyi pengucapan yang lebih serupa. Hal ini membuat kita memicingkan
mata pada bunyin fonem yang lebih serupa dengan kategori prototipe
mereka.
4. Pemecahan Masalah dan Kreativitas
1. Mengklasifikasikan Masalah
a. Penyusunan
Masalah penyusunan menyajikan beberapa benda dan membutuhkan
pemecah masalah untuk mengaturnya dengan cara yang memenuhi
beberapa kriteria. Biasanya objek dapat disusun dalam berbagai
cara, tetapi hanya satu atau sedikit penyusunan yang membentuk
sebuah solusi. Sebuah contoh yang bagus adalah penyusunan ulang
huruf-huruf anagram untuk membentuk sebuah kata seperti menata
ulang huruf-huruf KEROJ untuk mengeja JOKER dan RWAET menjadi
WATER. Memecahkan sebuah masalah penyusunan sering melibatkan
banyak uji coba dan kesalahan, selama solusi parsial dan
dievaluasi.
b. Menstimulasi Struktur
Masalah penyusunan memerlukan penyusunan ulang objek untuk
membentuk suatu hubungan baru diantara objek-objek tersebut.
Sebaliknya, dalam masalah menstimulasi strktur, hubungan bersifat
tetap dan masalahnya adalah untuk menemukannya. Beberapa benda
diberikan, dan tugasnya adlah untuk menemukan bagaimana angka-angka
tersebut saling berhubungan.
c. Transformasi
Masalah transformasi terdiri atas sebuah keadaan awal, keadaan
yang menjadi tujuan, dan urutan proses untuk mengubah keadaan awal
ke keadaan yang menjadi tujuan. Masalah transformasi berbeda dari
masalah menstimulasi struktur dan penyusunan dengan memberikan
keadaan yang menjadi tujuan daripada membutuhkan pemecah masalah
untuk menghasilkannya. Masalah anagram membutuhkan penemuan kata
yang memecahkan anagram, dan masalah lilin Duncker memerlukan
penemuan susunan yan g benar dari bagian-bagian yang mendukung
lilin. Sebaliknya, masalah transformasi seperti keadaan yang
menjadi tujuan dari masalah misionaris dan kanibal.
2. Teori Newell dan Simon
a. Tujuan dan Metode
Langkah oertama adalah menggunakan semua bukti-bukti mengenai
pemecahan masalah manusia untuk proses-proses program yang mirip
dengan yang digunakan oleh manusia. Langkah kedua adalah untuk
mengumpulkian data terperinci mengenai bagaimana manusia memecahkan
masalah yang sama seperti yang diselesaikan oleh komputer. Program
ini kemudian dapat diubah untuk memberikan pendekatan lebih dekat
terhadap perilaku manusia. Setelah kesuksesan dicapai dalam
menstimulasi tugas tertentu, para peneliti dapat menguji tugas-
tugas yang lebih kuas, mencoba menggunakan serangkaian proses
informasi dasar dan penyusunan yang sama disemua program stimulasi.
Tujuan jangka panjang akan mengilustrasikan implikasi dari teori-
teori untuk meningkiatkan kinerja manusia.
b. Asumsi Teoritis
Komponen terpenting dari teori Newell dan Simon adalah
identifikasi karakteristik dasar pemrosesan informasi manusia yang
memengaruhi pemecahan masalah. Performa tugas pemecdahan maslah
dipengaruhi oleh kapasitas, waktu oenyimpanan, dan waktu
oengambilan memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Kapasitas memori jangka pendek yang terbatas menjadi kendala pada
jumlah oprasi yang berurutan yang dpaat dilakukan secara mental.
Memori janhka panjang tidak memiliki keterbatasan kapasitas, namun
membutuhkan waktu masukinya informasi baru kedalam memori jangka
panjang. Dengan demikian, baik kapasita memori jangka pendek yang
terbatas dan waktu yang diperlukan untuk menyimpan informasi baru
dimemori jangka panjang dapat sangatb memengaruhi efisiensi pemecah
masalah manusia (atwood dan Polson, 1976).
Teori Simon daan Newell (1971) tidak hanya terfokus dengan
orang, tetapi juga dengan tugas. Oleh karena itu, apa yang penting
bukanlah jumlah dari cara yang salah, tetapi bagaimana secarab
efektif seseorang dapat menemukan sebuah rencana yang menghindari
cara yang salah. Untuk menggunakan analogi Newell dan Simon, kita
tidak perlu khawatir seberapa besar tumpukan jerami jika kita dapat
mengidentifikasi bagian kecil yang sangat kita yakini untuk mencari
jarum. Diantara sumber-sumber informasi yang memengaruhi bagaimana
seseorang membangun sebuah ruang masalah adalah sebagai berikut:
1. Petunjuk tugas yang memeberikan gambaran mengenai masalah dan
mungkin berisi informasi yang berguhna
2. Pengalaman sebekumnya dengan tugas yang sama atau yang hampir
identik
3. Pengalaman sebelumnya dengan tugas analogi
4. Perencanaan yang disimpan dalam memori jangika panjang yang
menggeneralisasi tentang tugas
5. Informasi terkumpul sembari memecahkan masalah.
c. Means-End Analysis
Penggunaan Means-End Analysis diilustrasikan oleh program
komputer yang disebut General Problem Solver (Ernst&Newwll, 1969).
Program ini terdiri atas prosedur umum yang harus diterapkan
diberbagai masalah. Sebuah prosedur umum untuk memecahkan masalah
transformasi adalah untuk memilih operator yang dihasilkan dalam
keadaan masalah yang lebih dekat ke keadaan yang menjadi tujuan.
Operator adalah perubahan yang diperboloehkan yang dapat dibuat
untuk memecahkan masalah seperti memindahkan misionaris dan kanibal
dalam perahu. Semakin dekat dengan tujuan dicapai dengan mencoba
mengurangi perbedaan antara keadaan masalah terkini dan keadaan
yang menjadi tujuan.
3. Strategi Umum
Strategi seperti menggunakan Means-end analysis, membentuk
subtujuan, dan bekerja secara berkebalikan disebut Heuristis
(Heuristic) karena sering sukes, namun tidak menjamin kesuksesan,
sebaliknya, sebuah algoritme (algorithm) adalah suatu prosedur
langkah-langkah yang menjamin sebuah solusi jika kita mengikuti
langkah-langkah dengan benar. Aturan untuk perkalian dapat disebut
algoritme karena jawaban yang benar dijamin jika sesorang secara
benar mengikuti aturan. Kami pertama-tama mempertimbangkan tiga
heuristis umum-bentuk subtujuan, menggunakan analogi, dan membangun
diagram dan kemudian mengevaluasi, baik kegunaan potensial mereka
maupun keterbatasan mereka sebagai strategi umum.
a. Subtujuan
Subtujuan adalah pertengahan keadaan masalah antara keadaan awal
dan keadaan yang menjadi tujuan; idealnya, mereka berada dijalur
solusi. Beberapa masalah telah memiliki subtujuan cukup jelas, dan
penelitian telah menunjukan bahwa orang mengambil keuntungan dari
hal tersebut. Menggunakan subtujuan dapat membuat pemecahan maslah
lebih mudah karena mengetahui bahwa sebuah pertengahan keadaan
masalah antara berada pada jalur solusi memungkinkan untuk
menghindari pencarian metode-metode yang tidak menjanjikan.
b. Analogi
Analogi adalah heuristis utama lainnya untuk memecahkan masalah.
Analogi mensyaratkan bahwa pemecah masalah menggunakan solusi dari
masalah yang sama untuk memecahkan masalah saat ini. Keberhasilah
dalam menggunakan analogi bergantung pada, baik mengenali kesamaan
antara dua masalah dan mengingat solusi dari masalah analogi.
Karena ingat suatu solusi diperlukan, analogi lebih bergantung pada
memori jangka panjang daripada means-end analysis dan subtujuan.
c. Diagram
Diagram dapat membantu kita mewakili masalah dalam suatu cara
yang memungkinkan kita untuk mencari solusi efisien. Pentingnya
representasi diilustrasikan oleh fakta bahwa dua masalah dengan
solusi yang identik, tetapi berbeda isi cerita (problem isomorphs)
dapat sangat berbeda dalam cara bagaimana masalah tersebut
diselesaikan dengan cara yang mudah. Satu cerita dapat menyebabkan
pemecah masalah merepresentasikan masalah dalam suatu cara yang
mengarah ke solusi yang mudah, dan cerita lain dapat menyebabkan
sebuah representasi yang menghambat mencari solusi. Lebih jauh
lagi, seseorang yang memecahkan masalah kedua mungkin tidak
mengenali kesamaan diantara kedua masalah tersebut (Hayes & Simon,
1997).
d. Transfer Representatif
Novick (1990) mengacu pada transfer metode umum untuk memecahkan
masalah sebagai representasi transfer untuk membedakannya dengan
transfer analog dari solusi spesifik. Dalam transfer analog, kami
tertarik dengan transfer solusi tertentu seperti menggunakan solusi
militer untuk memecahkan masalah radiasi. Dalam transfer
representatif, kami tertarik dengan transfer metode umum, misalnya
menggunakan diagram matriks.
1. KREATIVITAS
Keahlian menyiratkan bahwa orang-orang merupakan pemecah masalah
yang baik dalam bidang keahlian mereka, tetapi tidak selalu berarti
bahwa mereka kreatif. Kita berfikir pemecah masalah yang kreatif lebih
baik dari pada sekedar pemecah masalah yang baik. Kreativitas
menyiratkan bahwa solusi tidak hanya benar, tetapi juga unik dan
berguna. Kita mungkin bahkan mengadakan penghormatan khusus untuk
solusi kreatif, percaya bahwa mereka dihasilkan oleh proses misterius
yang membutuhkan kemampuan jenius untuk menghasilkan mereka. Namun,
karya terkini oleh para ilmuwan kognitif menunjukian bahwa kreativitas
dapat kurang misterius daripada yang kita harapkan. Pada
kenyataannya,dua buku bahkan menyarankan bahwa kita dapat menerapkan
apa yang telah kita ketahui tentang keahlian untuk menjelaskan
kreativitas.
a. Dampak Yang Menghambat Dari Contoh-Contoh
Desain penelitian eksperimen ini adalah perpanjangan dari
paradigma penelitian sebelumnya dalam psikologi kognitif,
dimodifikasi untuk menekankan hal-hal baru dari kreasi. Ambil kasus
penggunaan contoh-contoh. Contoh merupakan hal yang penting dalam
pemecahan masalah-mereka menyediakan sumber analogis dalam
pemecahan masalah analog dan merupakan sumber penting untuk belajar
aturan produksi di ACT*. Mereka juga dapat menjadi sumber ide-ide
kreatif, tetapi terdapat perbedaan yang halus dalam cara kita
menggunakan contoh untuk menghasilkan solusi kreatif. Ketika kita
mencari sebuah permasalahan analog untuk memecahkan masalah rutin,
kita akan mencoba untuk memaksimalkan kesamaan antara contoh dan
tes masalah untuk meminimalkan perbedaan pada kedua solusi. Ketika
kita menggunakan sebuah contoh untuk menghasilkan sesuatu yang
kreatif, kita juga ingin membuat perubahan dalam contoh untuk
menghasilkan produk atau solusi baru.
b. Menemukan Produk Melalui Imagery
Kasus lain dari sebuah program penelitian baru pada kreativitas
yang tumbuh dari paradigma sebelumnya dari psikologi kognitif
adalah karya Finke (1990). Finke telah menjadi salah satu
kontributor utama teori imagery visual, dan ia menggunakan
keahliannya dalam area ini untuk memperluas paradigma imagery untuk
menliti kreativitas. Tulisan oleh Shepard (1988) dan rekan lainnya
telah menunjukan bahwa banyak penemuan ilmiah terkenal bergantung
pada imagery visual. Sebagai contoh, Einstein melaporkan bahwa
percobaan pemikirannya mengandalkan imagery. Membayangkan
konsekuensi pada perjalanan kecepatan cahaya membantunya untuk
merumuskan teori relativitas khusus miliknya. Faraday mengklaim
telah elektromagnetik. Kekule melaporkan bahwa penemuannya pada
struktur molekul benzena terjadi setelah ia membayangkan seekor
ular melingkar dalam lingkaran.
c. Model Geneplore
Akan tetapi, bahkan dalam kondisi yang kurang menghambat, banyak
subjek yang menyatakan bahwa mereka lebih suka menggunakan strategi
produksi dalam membayangkan kombinasi antarbagian yang menarik,
diikuti dengan strategi eksplorasi ketika mereka menemukan
bagaimana menggunakan benda temuannya. Finke, Ward, dan Smith
(1992) menjelaskan dua tahap tersebut dalam model geneplore.
Dalam tahap awal, penemu membentuk struktur preinventive yang
kemudian dieksplorasi dan diinterpretasikan selama tahap kedua.
Struktur preinventive adalah pertanda ke final, produk kreatif dan
akan dihasilkan, diregenerasi, dan di modifikasi sepanjang siklus
penemuan. Finke dkk. (1992) merekomendaikan bahwa orang-orang
sebaiknya lebih menekankan pada menghasilkan struktur preinventive
dan kemudian memikirkan kemungkinan menggunakannya. Perhatikanlah
bahwa cara ini kontras dengan uruta yang biasa kita mulai dengan
penggunaan tertentu didalam pikiran-sebuah dompet yang cocok dalam
saku baju atau sebuah pakaian yang memungkinkan kita untuk
menginterpretasikan berganti pakaian dipantai-dan kemudian mencoba
untuk menciptakan sesuatu untuk mencapai tujuan kita.
d. Penalaran Asosiatif versus Penalaran Berdasarkan Aturan
Penalaran asosiatif menggunakan asosiasi seperti salah satu yang
telah dihadirkan di jaringan semantik. Banyak dari asosiasi ini
dipelajari melalui pengalaman pribadi daripada melalui intuisi
budaya seperti sekolah. Sebaliknya, kausal dan aturan logis
mendukung penalaran strategis. Penerapan yang benar pada aturan
seringkali ditentukan oleh hubungan antara simbol-simbol bukan oleh
makna dari simbol-simbol (Sloman, 2002).
5. Pengambilan Keputusan dan Penalaran
Dalam melakukan pengambilan keputusan manusia selalu
mempertimbangkan penilaian yang dimilkinya. Misalnya seseorang membeli
motor berwarna merah karena kepentingan mobilitasnya dan kesenangannya
terhadap warna merah.
Proses dari pengambilan keputusan ini melibatkan banyak pilihan.
Untuk itu manusia menggunakan penalaran untuk mengambil keptusan.
Penalaran adalah proses evaluasi dengan menggunakan pembayangan dari
prinsip-prinsip yang ada dan fakta-fakta yang tersedia. Penalaran
dibagi menjadi dua jenis yaitu penalaran dedukatif dan penalaran
induktif.
1. Penalaran Dedukatif
Penalaran Deduktif adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan
informasi baru berdasarkan informasi lama (yang tersimpan di dalam
ingatan).Bertujuan untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang
shahih, atau konklusi-konklusi yang benar berdasarkan premis atau
pengamatan yang mendahuluinya (Johnson-Laird,Byrne dan Tabossi, 1988).
a. Teori Penarikan Kesimpulan
Menurut Johnson-Laird,Byrne, dan Tabossi (1989) terdapat tiga
pandangan pokok yang diajukan baik dalam psikologi kognitif maupun
intelegensi buatan. Meakanisme penalaran tergantung pada aturan formal
dari penarikan kesimpulan, namun tergantung pada aturan isi khusus
dari penarikan kesimpulan, dan juga pada tata cara kebahasaan yang
mencapai interpretasi atau model premis yang merupakan perlawanan
contoh untuk kesimpulan.
b. Teori Aturan Formal
Menurut teori ini mekanisme penarikan kesimpulan meliputi langkah-
langkah yakni :membuat bentuk, seperti model logika mengenai premis-
premis dan membuat interpretasi di dalam bahasa internal sehingga
melahirkan struktur sinteksis.Teori ini diangkat dari filsafat yang
disebut "deduksi-alami"yang di dalamnya memiliki aturan penghubung
tentang kesimpulan yang akan dihasilkan
c. Teori Aturan Khusus Isi
Gagasan mengenai aturan khusus isi untuk penarikan kesimpulan
pertama kali diajukan di dalam kontek intelegensi buatan atau tiruan,
lalu dikaitkan dengan pengembangan sistem hasil. Aturan ini sudah lama
dipelajari oleh para ahli psikologi guna mencari pengaruh faktor isi
bagi suatu penyimpulan.
d. Teori Model Mental
Teori ini juga disebut sebagai penalaran melalui model mental.
Teori ini telah berhasil diuji oleh Johnson-Laird dkk (1989), baik di
dalam bentuk premis kuantifikasi tunggal, maupun penalaran
proposional. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa penyimpulan
yang meminta konstruksi hanya satu model akan lebih mudah daripada
yang melebihi satu model.
Penalaran deduktif terbagi menjadi 3 jenis, yaitu silogisme
kategorik,silogisme linear, dan penalaran proporsional. Setiap
penalaran memiliki aturan-aturan penyimpulantersendiri yang berbeda
satu dengan yang lainnya.
1) SILOGISME KATEGORIK
Silogisme kategorik adalah suatu bentuk formal dari deduksi
yang terdiri atas proposisi-proposisi kategorik( Soekadijo,
1987). Silogisme kategorik mencakup : premis major, premis minor
dan kesimpulan. Penggunaan bentuk penalaran silogisme guna
menguji kevalidan argumentasi. Kesimpulan-kesimpulan yang tidak
logis dapat ditentukan, kemudian dikeluarkan. Agar lebih mudah
menentukan validitas premis-premis yang digunakan dalam silogisme
kategorik, seseorang dapat menggunakan bantuan diagram lingkaran.
2) SILOGISME LINEAR
Penalaran silogisme linear yan juga disebut transitive
inference problems, oleh Sternberg (1980) didefinisikan sebagai
suatu sistem penarikan kesimpulan melalui dua premis atau lebih
yang menggambarkan adanya hubungan di antara bagian-bagian dari
satu premis dengan premis dengan premis yang lainnya. Penalaran
silogisme linear sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, dan
juga telah menarik minat para ahli psikologi untuk
mempelajarinya. Para ahli menganggap bahwa penalaran ini sangat
penting dan mendasar bagi aspek kognif manusia. Akibatnya
penalaran silogisme linear memainkan peran kunci di dalam teori-
teori psikologi (Sternberg, 1980).
3) PENALARAN PROPOSIONAL
Salah satu jenis penalaran yang cukup banyak dipelajari oleh
para ahli ialah penalaran proposional. Pada penalaran proposional
semua proposisi direpresentasikan melalui simbol. Penalaran ini
juga sering disebut penalaran kondisional atau penalaran
probabilistik karena menggunakan kalimat bersyarat "jika….maka"
Contoh :
Jika saya lapar maka saya makan.
2. Penalaran Induktif
Nisbett, Krantz,Jepson, dan Kunda (1983) beragumentasi bahwa
penalaran induktif merupakan aktivitas manusia dalam pemecahan masalah
yang memiliki arti sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan
berada dimana-mana. Pembentukan konsep, genaralisasi contoh-contoh,
dan tindakan membuat prediksi, semuanya merupakan contoh-contoh
penalaran induktif. Penalaran ini dilakukan melalui proposisi-
proposisi khusus untuk menghasilkan proposisi yang lebih umum.
Contoh :
Kucing 1 besar dan lucu berekor panjang
Kucing 2 besar dan lucu berekor panjang
Kucing 3 besar dan lucu berekor panjang
Jadi, semua kucing besar dan lucu berekor panjang
Penalaran induktif dapat menjadi benar jika memenuhi tiga kriteria
: prinsip statistik, generalisasi, dan prediksi (Nisbett,
Krantz,Jepson, dan Kunda (1983)). Penalaran induktif harus memenuhi
prinsip-prinsip statistik tertentu. Dengan demikian penguasaan prinsip-
prinsip statistic tertentu menjadi sangat penting bagi peningkatan
kemampuan berpikir induktif. (Nisbett, Krantz,Jepson, dan Kunda
(1983)) menemukan bahwa pelatihan prinsip-prinsip statistic mempunyai
pengaruh positif yang sangat besar terhadap penalaran induktif
mengenai masalah sehari-hari. Oleh karena itu problem induktif
memiliki sifat ketidakpastian dan memerlukan kesimpulan prediktif,
ketrampilan menalar secara induktif dapat ditingkatkan melalui
pelatihan-pelatihan seperti ini.
Penalaran induktif dibagi menjadi dua, yaitu :
Penalaran Klasifikasi
Penalaran klasifikasi merupakan suatu proses penarikan
kesimpulan umum yang diturunkan dari beberapa contoh objek atau
peristiwa khusus yang serupa. Penalaran ini sering disebut
generalisasi induktif.
Contoh :
Adik saya adalah sarjana Hukum UNESA
Kakak saya adalah sarjana Psikologi UNESA
Saya sendiri adalah sarjana Ekonomi UNESA
Jadi, semua keluarga saya adalah sarjana UNESA
Penalaran ini terutama digunakan untuk menemukan hukum, prinsip,
menyusun teori atau hipotesis
Penalaran Analogi
Penalaran Analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang
bertolak dari dua peristiwakhusus yang mirip satu sama lain
kemudian menyimpulkan bahwa yang berlaku bagi peristiwa yang
satu akan berlaku juga bagi yang lain.
Contoh :
Mandra kebanyakan merokok, lalu terkena penyakit kanker.
Ateng kebanyakan merokok, lalu terkena penyakit kanker.
Tarzan kebanyakan merokok.
Jadi, Tarzan juga terkena penyakit kanker.
Hubungan Kognisi dengan Bidang Lain
Kombinasi bidang kajian yang disebut ilmu kognisi di tandai dengan
adanya komunitas jurnal dan beberapa jurusan di universitas. Ilmu kognisi
(Cognitive science) merupakan kajian mengenai intelegensi manusia, program
computer, dan teori abstrak dengan penekanan pada perilaku cerdas seperti
perhitungan (Simon & Kaplan, 1989). Ada juga keinginan untuk menggabungkan
pemikiran-pemikiran tersebut yang di bangun oleh kajian mengenai psikologi,
linguistik, antropologi, filsafat, kecerdasan buatan, dan neurosains (
Hunt, 1989).
BAB III PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan
bahwa Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan
dari proses berpikir tentang seseorang ataupun sesuatu. Proses yang
dilakukan adalah pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktifitas
mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar dan berbahasa. Kognisi
bisa diartikan sebagai intelegensi, kognisi juga dipahami sebagai proses
mental karena kognisi mencerminkan pemikiran dan tidak dapat diamati secara
langsung, oleh karena itu kognisi tidak dapat diukur secara langsung namun
melalui perilaku yang nampak dan dapat diamati.
DAFTAR PUSTAKA
Definisi Pengertian Kognisi Dalam Psikologi Menurut Para Ahli. (2014,
Oktober 14). Dipetik Maret 31, 2016, dari Logos Consulting:
http://wwwpsikologiku.com/definisi-pengertian-kognisi-dalam-psikologi-
menurut-para-ahli/
Mafazi, N. 2014, Oktober 02. Fungsi-Fungsi Kognisi. Dipetik Maret 2016, 30,
dari Kompasiana.com: http://m.kompasiana.com
Rachmat. 2016, Januari 20. Kognisi. Dipetik Maret 30, 2016, dari Wikipedia
Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org/wiki/kognisi
Reed, S. K. 2011. Kognisi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Sobur, A. 2013. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia.