BAB I LATAR BELAKANG
Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian
setiap
negara
di
dunia.
Dengan
perdagangan
internasional,perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa. Perdagangan internasional
merupakan
kegiatan
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat suatu negara.Terjadinya perekonomian dalam negeri dan luar negari akan menciptakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara satu negara dengan negara lainnya, salahsatunya adalah berupa pertukaran barang dan jasa antar negara. Berkenaan dengan penjelasan di atas tentang perdagangan internasional Indonesia selalu melakukan ekspor dan impor untuk memanfaatkan sumber daya Indonesia serta meningkatkan pendapatan negara. Banyak komoditi barang yang di ekspor / di impor dari Indonesia. Di antaranya rempah-rempah, tekstil, hasil pangan, dan masih banyak lagi. Pasar komuditas di indonesia masih sangat terbuka.Selain indonesia belum mempunyai teknologi bagus yang dapat mengimbangi produk-produk impor, masyarakat indonesia masih berfikir bahwa komuditas impor itu mempunyai kualitas lebih baik dari pada produk lokal. Produk impor tersebut tidak hanya berbentuk
mesin
atau
spare
part,
tetapi
produk
makanan
seperti
TEMPE.Sedangkan gandum dan kacang kedelai yang pada dasarnya adalah bahan dasar dari TEMPE masih di impor dari Amerika. Dan produk itu semua permintaannya sangat di butuhkan di indonesia karena merupakan salah satu kebutuhan pokok dan mkanan tradisional indonesia. Dalam makalah ini, saya akan membahas mengapa bahan dasar seperti TEMPE harus di Impor dari negara lain dan mengapa semua itu harus di imporr?? apakah bahan dasar di indonesia belum cukup atau kualitasnya buruk sehingga indonesia harus mengimpor bahan-bahan tersebut??
BAB II MASALAH
1. Apa yang menyebabkan mengapa bahan dasar seperti TEMPE harus di Impor dari negara lain dan mengapa semua itu harus di imporr?? apakah bahan dasar di indonesia belum cukup atau kualitasnya buruk sehingga indonesia harus mengimpor bahan-bahan tersebut ?? 2. Landasan Teori -
HUKUM
PERMINTAAN
BARANG:
Semakin
turun
tingkat
HARGA,maka semakin banyak jumlah barang yang tersedia di minta,dan sebaliknya semakin naik tingkat HARGA semakin sedikit jumlah barang yang bersedia di minta. HUKUM PENAWARAN BARANG: Semakin tinggi HARGA,semakin banyak jumlah barang yang bersedia di tawarkan.Sebaliknya,semakin rendah tingkat HARGA semakin sedikit jumlah barang yang bersedia di tawarkan. Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting setelah padi dan jagung. Selain itu kedelai juga merupakan komoditas palawija yang kaya akan protein. Kedelai segar sangat dibutuhkan dalam industri pangan dan bungkil kedelai dibutuhkan untuk industri pakan (Sudaryanto dan Swastika, 2007). Bungkil kedelai merupakan kedelai bubuk yang telah diambil minyaknya dan menjadi komponen terpenting kedua setelah jagung sebagai sumber protein dalam komposisi pakan unggas. Dalam pembuatan pakan (unggas) diperlukan
bungkil kedelai dengan proporsi 15-20 persen dari komposisi bahan (Departemen Pertanian , 2005). Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tapi kontradiktif dalam sistem usahatani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh luas areal tanaman pangan, nanun komoditas ini memegang posisi sentral dalam seluruh kebijaksanaan pangan nasional karena peranannya sangat penting dalam menu pangan penduduk. Kedelai telah dikenal sejak awal sebagai sumber protein nabati bagi penduduk Indonesia
namun komoditas ini tidak
pernah menjadi tanaman pangan utama seperti
padi, jagung atau ubi kayu
(Sumarno et al., 1989). Kedelai merupakan sumber protein dan lemak yang sangat tinggi bagi gizi manusia dan hewan. Kedelai mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan oleh manusia. Biji-bijinya mengandung 30 persen protein kasar dan lemak 16-24 persen (Sastrahidajat dan Sumarno, 1991). Kedelai merupakan komoditas pangan bergizi tinggi dengan harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Beberapa produk pangan yang dihasilkan dari kedelai antara lain tahu, tempe, kecap, es krim, susu kedelai, minyak makan dan tepung kedelai. Produksi sampingan dari minyak kedelai adalah bungkil kedelai yang sangat dibutuhkan untuk pakan ternak (Arsyad dan Syam, 1995). Industri kedelai merupakan usaha hilir yang penting dalam agribisnis kedelai. Selain untuk pangan kedelai juga banyak digunakan untuk pakan dan bahan baku industri (Departemen Pertanian, 2005).
BAB III PEMBAHASAN MASALAH
Mahalnya
harga
kedelai
impor
dalam
dua
bulan
terakhir
ini
mengakibatkan kalangan perajin tempe kesulitan. Pasalnya, bahan baku tempe memang harus menggunakan kedelai impor dan tidak bisa diganti dengan kedelai lokal. "Kalau menggunakan kedelai lokal hasilnya jelek. Karena kedelai lokal bijinya kecil-kecil dan tidak bisa membesar saat diolah. Beda dengan kedelai impor, bijinya besar dan bagus," Sementara harga kedelai impor saat ini sudah merangkak hingga Rp6.250 per kilogram, dari harga pada dua bulan sebelumnya yang hanya dikisaran Rp5.100 per kilogram. Kenaikan ini menurutnya terjadi secara bertahap sejak dua bulan terakhir dan diperkirakan akan terus merangkak hingga Rp7.000 per kilogram. kondisi yang sama juga sempat terjadi sekitar tahun 2005. Bahkan saat itu, harga kedelai impor mencapai level Rp7.800 per kilogram. Karena pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp1.000 per kilogram, maka perajin tempe menjadi bertahan. "Kami berharap pemerintah bisa menurunkan harganya biar kami tidak kesulitan. Katanya sih sekarang mahalnya harga itu juga dipengaruhi oleh adanya bea masuk (BM) impor kedelai yang tinggi. Itu harusnya dihapus saja biar harganya tidak mahal, bisa mencapai sekitar Rp5.000 per kilogram, seperti sebelumnya," keluhnya perajin tempe.
Hukum permintaan adalah hukum yang menjelaskan tentang adanya hubungan yang bersifat negatif antara tingkat harga dengan jumlah barang yang diminta. Apabila harga naik jumlah barang yang diminta sedikit dan apabila harga rendah jumlah barang yang diminta meningkat. Pada hukum permintaan berlaku asumsi ceteris paribus. Artinya hukum permintaan tersebut berlaku jika keadaan atau faktor-faktor selain harga tidak berubah (dianggap tetap). Intensitas kebutuhan konsumen berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta. Kebutuhan terhadap suatu barang atau jasa yang tidak mendesak, akan menyebabkan permintaan masyarakat terhadap barang atau jasa tersebut rendah. Sebaliknya jika kebutuhan terhadap barang atau jasa sangat mendesak maka permintaan masyarakat terhadap barang atau jasa tersebut menjadi meningkat. Semakin tinggi harga, jumlah barang yang ditawarkan semakin banyak. Sebaliknya semakin rendah harga barang, jumlah barang yang ditawarkan semakin sedikit. Inilah yang disebut hukum penawaran. Hukum penawaran menunjukkan keterkaitan antara jumlah barang yang ditawarkan dengan tingkat harga. Biaya produksi berkaitan dengan biaya yang digunakan dalam proses produksi, seperti biaya untuk membeli bahan baku, biaya untuk gaji pegawai, biaya untuk bahan-bahan penolong, dan sebagainya. Apabila biaya-biaya produksi meningkat, maka harga barang-barang diproduksi akan tinggi. Akibatnya produsen akan menawarkan barang produksinya dalam jumlah yang sedikit. Hal ini disebabkan karena produsen tidak mau rugi. Sebaliknya jika biaya produksi turun, maka produsen akan meningkatkan produksinya. Dengan demikian penawaran juga akan meningkat dan juga Pajak yang merupakan ketetapan
pemerintah terhadap suatu produk sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya harga. Jika suatu barang tersebut menjadi tinggi, akibatnya permintaan akan berkurang, sehingga penawaran juga akan berkurang. DAMPAK TERHADAP KETAHANAN PANGAN -
Kebijakan Tidak Berpihak kepada Petani Minimnya insentif dan sulitnya memasarkan kedelai lokal membuat daya
tarik menanam kedelai di kalangan petani sangat rendah. Apalagi pemerintah lebih suka mengimpor kedelai, ketimbang memberi dukungan kepada petani kedelai lokal, sehingga keadaan ini tidak mampu mendongkrak peningkatan produksi kedelai di dalam negeri. Padahal Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai pada 1992 dengan proteksi. “Menanam kedelai sebenarnya bisa menjadi menarik bagi petani,” ujar ibu Mubayyinah Jauhari, seorang petani organik di Banjarnegara, Jawa Tengah. “Ini jika pemerintah memberi jaminan harga beli kedelai dari petani secara layak”. Menurut ibu Mubayyinah, kedelai tidak membutuhkan penanganan khusus dalam budidayanya, seperti pengairan yang istimewa, pupuk dan pestisida kimia yang intensif. Kedelai justru tidak membutuhkan lahan yang terlalu basah. Apalagi kalau lahan sudah organis, petani tidak memerlukan input banyak seperti kedelai konvensional. Petani bisa membuat sendiri semua input yang dibutuhkan. “Hanya saja, kita perlu menanamnya secara serentak, bersama-sama, sehingga lahan kedelai dapat mencapai luasan yang cukup untuk bisa terhindar sebagai sasaran empuk serangan hama,” imbuh petani beras dan domba organik ini. “Tempe yang berbahan baku kedelai lokal rasanya lebih enak, lebih bergizi,
meski harganya sedikit lebih mahal daripada tempe berbahan baku kedelai impor. Tetapi konsumen mendapatkan pangan yang lebih sehat”. Ketergantungan Indonesia pada impor kedelai, yang makin meningkat baik volume maupun nilainya, sangat membahayakan terhadap ketahanan pangan nasional. Bukti empiris adanya lonjakan harga kedelai di atas ambang batas psikologis telah membuat susah banyak orang karena adanya “multiplier effect” dari adanya gejolak ini. Adanya impor kedelai yang sebenarnya dapat diproduksi petani dalam negeri, membuat turunnya semangat petani untuk meningkatkan produksi. Dalam hal ini pemerintah harus berani dan mampu memberikan perlindungan harga kepada petani sehingga petani akan terdorong untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Peningkatan produksi kedelai dalam negeri menjadi amat penting guna memperkuat ketahanan pangan. Terus merosotnya produksi kedelai dalam negeri dengan konsekuensi mengimpor kedelai dalam jumlah yang sangat besar telah mengancam ketahanan pangan nasional. Diperlukan perluasan areal yang disertai peningkatan produktivitas (terutama mengatasi senjang hasil antara petani dengan hasil riset), stabilitas hasil, pengurangan kehilangan hasil panen dan pasca panen. Upaya lain yang perlu mendapat prioritas adalah perbaikan infrastruktur (fisik dan kelembagaan) dan mengefektifkan kerja penyuluhan yang dikaitkan dengan
penelitian serta melibatkan pihak swasta untuk menjalin kemitraan
dengan petani
atau kelompok tani yang didukung kebijakan makro yang
kondusif. Langkah komplemen yang sangat penting adalah penekanan tingkat
pertumbuhan penduduk
dengan menggencarkan kembali Program Keluarga
Berencana. Terjadinya lonjakan harga kedelai akhir-akhir ini memunculkan peluang untuk dihidupkannya kembali sistem tata niaga dan dikembalikannya fungsi Bulog seperti masa lalu. Pemulihan peran Bulog tersebut hendaknya disertai dengan
transparansi dan mekanisme kontrol yang ketat terhadap Bulog.
Pemberian izin impor kepada swasta (importir umum) perlu dikaji ulang. Impor kedelai hanya dilakukan pemerintah saja lewat Bulog. Dengan kata lain dalam persoalan kedelai
yang sangat strategis ini pemerintah harus melakukan
pengendalian agar masyarakat tidak menjadi objek mencari keuntungan. Ditinjau dari semangat untuk membangun perekonomian Indonesia dengan kekuatan sendiri, terutama untuk mencukupi kebutuhan pangan sendiri, hal
ini sangat sejalan dengan catatan historis keberadaan dan kelangsungan
masyarakat Indonesia karena kedelai bagi bangsa Indonesia bukan semata-mata sebagai komoditas bernilai ekonomi juga sekaligus mengandung nilai sosial, psikologis dan politik. Dalam hal ini Indonesia tidak perlu memperluas dan memperdalam liberalisasi perdagangan pangan, terutama untuk melindungi petani dari persaingan yang tidak adil dalam perdagangan kedelai dunia. Upaya Mengatasi Ketergantungan terhadap Impor Kedelai Produksi
dalam
negeri
harus
dipakai
sebagai
kekuatan
untuk
memperkokoh ketahanan pangan dan pembangunan perdesaan serta memperkecil risiko impor. Menurut Pakpahan (2003) promosi impor adalah bertentangan dengan jaminan keberlanjutan kehidupan bangsa dan negara mengingat promosi
impor adalah akan mematikan kehidupan petani dan karenanya mematikan kehidupan bangsa dan negara. Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan dari ancaman globalisasi, terdapat dua pilihan (Ohga, 1999 dalam Sawit dan Rusastra, 2005) yaitu: 1) pencapaian swasembada artinya memenuhi pangan dari produksi dalam negeri dengan minimal tergantung pada perdagangan luar negeri; 2) pencapaian kemandirian dalam pangan yaitu berusaha menyediakan minimal pangan per kapita untuk melindungi dari ketergantungan. Produksi pangan dalam negeri berperan sebagai hedging untuk memenuhi kebutuhan karena: 1) menghemat devisa; 2)menstimulasi investasi pembangunan
perdesaan; 3) mendorong
industri, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan akses terhadap pangan.
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan Dari penjelasan di atas mengenai Apa yang menyebabkan mengapa bahan dasar seperti TEMPE harus di Impor dari negara lain dan mengapa semua itu harus di impor? Bisa dijawab indonesia belum mempunyai teknologi bagus yang dapat mengimbangi produk-produk impor, masyarakat indonesia masih berfikir bahwa komuditas impor itu mempunyai kualitas lebih baik dari pada produk lokal. Mahalnya harga kedelai impor dalam dua bulan terakhir ini mengakibatkan kalangan perajin tempe kesulitan. Pasalnya, bahan baku tempe memang harus menggunakan kedelai impor dan tidak bisa diganti dengan kedelai lokal. "Kalau menggunakan kedelai lokal hasilnya jelek. Karena kedelai lokal bijinya kecil-kecil dan tidak bisa membesar saat diolah. Beda dengan kedelai impor, bijinya besar dan bagus,". b. Saran Upaya Pemerintah harus segera turun tangan menekan harga kedelai impor yang selama ini digunakan sebagai bahan baku berbagai produk olahan. Jika tidak, ribuan usaha rumah tangga pembuat tahu dan tempe dikhawatirkan terancam. kondisi itu sangat memungkinkan sebab dalam satu bulan terakhir, harga kedelai terus mengalami peningkatan. Kenaikan tersebut ditengarai berkaitan dengan wacana penerapan bea impor untuk sejumlah komoditas,
termasuk kedelai menjadi 5 persen. Namun, kebijakan itu urung dilaksanakan. Sementara harga yang sudah telanjur naik tidak kunjung turun.Sebagai solusi jangka panjang,Indonesia harus melepaskan ketergantungan kepada produk kedelai asing. Produksi kedelai lokal perlu kembali digalakkan untuk memenuhi kebutuhan. Terlebih karena kedelai yang selama ini diimpor bukan kualitas yang tergolong baik. Namun untuk solusi darurat, tata niaga kedelai perlu dibenahi agar penguasaan harga tidak berada sepenuhnya di tangan importir.
DAFTAR PUSTAKA
Alimoeso, S. 2008. Produksi Kedelai Belum Akan Menolong. Kompas, 26 Januari 2008. Arifin, B. 2007. Krisis Pangan Dapat Dihindari. Bisnis Indonesia 30 November 2007. Arsyad, MA dan M. Syam. 1995. Kedelai Sumber Pertumbuhan Produksi dan Teknik Budidaya. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Baharsjah, S. 2004. Orientasi Kebijakan Pangan Harus ke Arah Swasembada. Kompas 14 Januari 2004. Lembaran Bisnis dan Investasi. Departemen Pertanian, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Departemen Pertanian, 2006. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta. Fagi, A.M., I. Las dan M. Syam. 2002. Penelitian Padi Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. Balai Penelitian Padi. Badan Litbang Pertanian. Husodo, SY. 2008. Krisis Pangan Gejala Dunia. Kompas 25 Januari 2008. Kompas. 2008. Krisis Pangan, Krisis Bangsa Agraris. Kompas 19 Januari 2008. Maksum, M. 2008. Krisis Pangan, Krisis Bangsa Agraris. Kompas 19 Januari 2008. Pakpahan, A. 2003. Hak Hidup Petani dan Impor Produk Pertanian. Seminar Puslit Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. 12 November 2003. Pakpahan, A. 2004. Undang-undang Perlindungan Petani. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor 18 Maret 2004.