Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)
Kromatografi gas-spektrometri massa atau dikenal dengan GC-MS (Gas Chromatography-Mass
Spectroscopy) Spectroscopy)
adalah
metode
kombinasi
antara
kromatografi gas dan spektrometri massa yang memiliki prinsip kerja yang berbeda tetapi dapat melengkapi satu sama lain. Paduan GC-MS bertujuan untuk menganalisis berbagai senyawa dalam suatu sampel. Pada alat GC-MS ini, kedua alat dihubungkan dengan satu interfase. GC berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel sedangkan MS berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem GC.
I.
Sejarah Perkembangan awal kromatografi gas (GC) difokuskan pada kolomnya,
yaitu isi kolom (fasa diam) dan ukuran kolom, sehingga lahirlah kolom kapiler GC. Perkembangan selanjutnya yaitu penggabungan dari kolom kapiler GC dengan berbagai jenis detektor yang spesifik, salah satunya s atunya adalah adal ah penggabungan dengan spektrometri massa, yang dikenal sebagai GC-MS. Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang
dilengkapi dengan struktur molekulnya. Dengan memanfaatkan spektrometer massa sebagai detektor, identifikasi kualitatif menjadi lebih akurat. Hal tersebut karena detektor ini dapat menghasilkan spektrum massa dari puncak kromatogram yang digunakan untuk keperluan konfirmasi puncak. Penggunaan spektrometer massa sebagai detektor dalam kromatografi gas ini dikembangkan selama tahun 1950 yang ditemukan oleh J ames dan Martin pada tahun 1952. Perangkat ini sangat sensitif, karena pada awalnya terbatas pada pengaturan laboratorium. Perkembangan
komputer
pada
masa
itu
juga
membantu
dalam
penyederhanaan penggunaan instrumen ini, serta memungkinkan perbaikan besar dalam jumlah waktu yang diperlukan untuk menganalisis sampel. Pada tahun 1964, Electronic Associates Inc. (EAI), yaitu pemasok terkemuka komputer analog Amerika Serikat, memulai pengembangannya yang dikendalikan oleh komputer spektrometer massa quadrupole di bawah arahan Robert E. Finnigan. Pada tahun 1966, Finnigan yang berkolaborasi dengan divisi Mike Uthe telah menjual lebih dari 500 instrumen quadrupole sisa analisis gas. Pada tahun 1967, Finnigan meninggalkan EAI dan membentuk Finnigan Instrument Corporation bersama Roger Sant, T.Z. Chou, Michael Story, dan William Fies. Pada awal 1968, mereka mengirimkan prototype quadrupole GC-MS instrumen yang pertama kepada Stanford dan Purdue University. Kemudian pada tahun 1990, GC-MS terbukti dapat menganalisis akselerasi api kurang dari 90 detik dimana generasi pertama GC-MS membutuhkan waktu setidaknya 16 menit. Pada tahun 2000 GC-MS yang terkomputerisasi telah menjadi instrumen yang sangat penting dalam bidang kimia analisis khusunya untuk pemisahan dan analisis senyawa organik.
II.
Prinsip Kerja GC-MS terdiri dari dua bagian yaitu gas chromatography (GC) dan mass
spectrometry (MS) yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda. GC berfungsi untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam sampel. Pemisahan terjadi pada bagian kolom. Prinsip pemisahan berdasarkan perbedaan tingkat volatilitas dari senyawa
dan juga berdasarkan interaksi dengan fase diam (stationary phase). Pada kolom diberlakukan gradien suhu dan holding untuk mengoptimalkan proses pemisahan senyawa tersebut. Senyawa-senyawa yang sudah terpisah pada kolom GC, akan memasuki MS. MS terdiri dari tiga bagian yaitu sumber ion, mass analyzer dan detektor. Senyawa yang masuk ke MS akan mengalami ionisasi dan fragmentasi menjadi ionion fragmen. Ionisasi terjadi karena adanya elektron yang berasal dari sum ber ion. Ion-ion fragmen akan memasuki mass analyzer dan akan dipisahkan berdasarkan nilai m/z-nya. Ion fragmen yang mempunyai nilai m/z kecil akan memasuki detektor lebih cepat dibandingkan ion fragmen yang mempunyai nilai m/z besar. Output dari detektor berupa diagram hubungan antara nilai m/z dengan intensitas relatif ion-ion fragmen dari suatu senyawa. Setiap senyawa mempunyai pola m/z yang berbeda-beda, sehingga kita dapat mengidentifikasi suatu senyawa dengan membandingkan dengan pola spektra yang ada pada librar y.
III.
Instrumentasi
A.
Instrumentasi Kromatografi Gas 1.
Gas Pembawa
Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas sangatlah penting. Gas ini ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Gas yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, bebas oksigen dan sesuai dengan detektor. Hal tersebut dibutuhkan agar gas pembawa tidak bereaksi atau mempengaruhi gas yang akan diidentifikasi. Gas pembawa digunakan untuk mentransportasikan sampel melalui kolom ke detektor, oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan fase gerak gas yang tepat. Gas pembawa yang umumnya digunakan adalah argon, helium, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan karbondioksida. Pemilihan gas pengangkut atau pembawa ditentukan oleh detektor yang digunakan. Tabung gas pembawa dilengkapi dengan pengatur tekanan keluaran dan pengukur tekanan. Sebelum masuk ke kromatografi, terdapat pengukur kecepatan aliran gas serta sistem penapis molekuler untuk memisahkan air dan pengotor gas lainn ya. Pada dasarnya kecepatan alir gas diatur melalui pengatur tekanan dua tingkat yaitu pengatur kasar (coarse) pada tabung gas dan pengatur halus (fine) pada kromatografi. Tekanan gas masuk ke kromatograf (yaitu tekanan dari tabung gas) diatur pada 10-50 psi (di atas tekanan ruangan) untuk memungkinkan aliran gas 25-150 mL/menit pada kolom terpaket dan 1-25mL/menit untuk kolom kapiler. 2.
Tempat Injeksi (I njection Port)
Dalam kromatografi gas, cuplikan harus berupa uap. Gas dan uap dapat dimasukkan secara langsung namun pada umumnya senyawa organik berbentuk cairan dan padatan. Sehingga sampel dalam fase cair maupun fase padat harus diuapkan terlebih dahulu.
Hal tersebut tentunya membutuhkan pemanasan sebelum masuk ke dalam kolom. Tempat injeksi dalam instrumen kromatografi gas selalu dipanaskan. Pada kebanyakan alat, suhu dari tempat inejksi dapat diatur. Suhu diatur menjadi sekitar 50 0 C lebih tinggi dari titik didih tertinggi komponen campuran dalam cuplikan. Bila kita tidak mengetahui titik didih komponen dari cuplikan, maka kita harus mencoba-coba. Sebagai tindak lanjut, suhu dari tempat injeksi dinaikkan. Apabila diperoleh puncak yang lebih baik, hal ini berarti suhu pada percobaan pertama terlalu rendah. Namun demikian suhu tempat injeksi tidak boleh terlalu tinggi, sebab dapat mengakibatkan perubahan karena panas atau penguraian dari senyawa yang akan dianalisa. Cuplikan dimasukkan ke dalam kolom dengan cara menginjeksikan melalui tempat injeksi dengan menggunakan jarum injeksi yang sering disebut a gas tight syringe. Cuplikan yang diinjeksikan tidak boleh terlalu banyak karena GC sangat sensitif. Biasanya jumlah cuplikan yang diinjeksikan untuk analisis sekitar 0,5-50 mL (sampel gas) dan 0,2-20 mL (sampel cair). 3.
Oven
Oven digunakan untuk memanaskan kolom pada suhu tertentu sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sampel. Suhu diatur agar sedikit di bawah titik didih sampel. Jika suhu terlalu tinggi dikhawatirkan fase diam akan teruapkan serta sedikit sampel akan larut sehingga mengalir terlalu cepat dalam kolom. Biasanya oven memiliki jangkauan suhu 30 0-3200 C. 4.
Kolom Kolom merupakan bagian terpenting pada kromatografi gas seperti
halnya jantung pada manusia. Kolom dibuat dalam beberapa bentuk misalnya seperti bentuk V, W, dan kumparan atau spiral. Kolom berisi fase
diam kemudian fase gerak akan lewat di dalam kolom sambil membawa sampel. Secara umum terdapat 2 jenis kolom, yaitu:
a)
Kolom Kemas (Packed Column) Kolom ini umumnya terbuat dari gelas atau stainless steel berisi suatu padatan inert yang dikemas secara rapi. Panjang kolom ini yaitu antara 1-5 m dengan diameter sekitar 5 mm.
b)
Kolom Kapiler (Capillary Column) Kolom ini umumnya terbuat dari gelas silikat murni sehingga tidak mudah patah , berikatan secara silang antara silikon dengan oksigen, dan memiliki panjang 10-100 m serta diameter sekitar 0,3-0,5 m. Kapasitas kolom kapiler dapat dinaikkan dengan melapisi dinding kolom menggunakan bahan porous, yang akan menambah luas permukaan, dan dengan sendirnya menambah volume fase diam cair. Jenis kolom ini disebut SCOT (Support Coated Open Tubular Column). Efisiensi kolom kapiler jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kolom kemas.
5.
Detektor
Detektor berfungsi untuk mendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari kolom secara terus menerus, cepat, akurat, dan dapat melakukan pada suhu yang lebih tinggi. Fungsi umum detektor dalam kromatografi gas ini adalah mengubah sifatsifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke recorder untuk menghasilkan kromatogram. Detektor yang umum digunakan adalah: a. Detektor hantaran panas (Thermal Conductivity Detector, TCD) b. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID) c. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector, ECD) d. Detektor fotometrik nyala (Flame Photometric Detector, FPD)
e. Detektor nyala alkali f.
6.
Detektor spektroskopi massa
Recorder
Recorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melaui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Cara kerja recorder yaitu dengan menggerakkan kertas pada kecepatan tertentu. Di atas kertas tersebut dipasangkan pena yang digerakkan oleh sinyal keluaran detektor sehingga posisinya akan berubah-ubah sesuai dengan dinamika keluaran penguat sinyal detektor. Kromatogram yang dihasilkan berbentuk puncak-puncak dengan pola yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan. Dari kromatogram tersebut maka dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif.
B.
Instrumentasi Spektrometer Massa 1.
Sumber Ion
Setelah melewati rangkaian gas kromatografi, sampel gas yang akan diuji dilanjutkan melalui rangkaian spektroskopi massa. Molekul-molekul yang melewati sumber ion ini diserang oleh elektron dan dipecah menjadi ion-ion positifnya. Tahap ini sangat penting karena untuk melewati filter, partikel sampel haruslah bermuatan. Ionisasi pada spektroskopi massa yang terintegrasi dengan kromatografi gas ada 2, yaitu Electron Impact Ionization (EI) dan Chemical Ionization (CI). a) Chemical Ionization (CI) Merupakan pola ionisasi sampel yang menggunakan gas (misalnya metan, isobutan, atau ammonia) yang diionkan. Energi ionisasi
CI-MS
lebih
kecil
dibandingkan
EI-MS
sehingga
fragmentasinya lebih kecil dan kelimpahan relatif M + tinggi. Dalam
spectra CI, informasi mengenai BM molekul sampel diperoleh dari protonasi molekul sampel dan harga m/z yang diperoleh adalah satu unit lebih besar dibanding BM yang sesungguhnya. b) Electron Impact Ionization (EI) Pola ionisasi sampel ini lebih sering digunakan pada GC-MS. Prinsip kerjanya adalah molekul sampel dalam fase uap dibombardir dengan electron berenergi tinggi (70 eV). Ketika analit keluar dari kolom kapiler, analit akan diionisasi oleh elektron dari filamen tungsten yang diberi tegangan listrik. Ionisasi terjadi bukan karena tumbukkan elektron dan molekul tapi karena adanya interaksi medan elektron dan molekul ketika berdekatan.Hal tersebut menyebabkan satu elektron terlepas. Molekul yang kehilangan satu elektron akan menjadi suatu kation radikal. Disebut kation karena memiliki muatan positif dan radikal karena
jumlah
elektronnya
ganjil.
Kation
radikal
tersebut
mengandung semua atom-atom dari molekul asal, minus satu elektron dan disebut ion molekular yaitu M + (memiliki massa sama dengan molekul netral, tetapi bermuatan lebih positif). Adapun perbandingan massa fragmen tersebut dengan muatannya disebut mass to charge to ratio dengan symbol m/z. M + e- → M+ + 2eSebagai hasil dari tabrakan dengan elektron berenergi tinggi, ion molekul akan mempunyai energi yang tinggi dan dapat pecah menjadi fragmen yang lebih kecil (kation, radikal atau molekul netral).
M+ → m1+ + m2 atau M+ → m1+ + m2 Ion yang terbentuk akan didorong ke quadropoles (empat electromagnet) atau mass filter .
2.
Filter Pada quadropoles, ion-ion dikelompokkan menurut m/z dengan
kombinasi frekuensi radio yang bergantian dan tegangan DC. Hanya ion yang memiliki m/z tertentu saja yang kemudian akan dilewatkan oleh quadroples menuju ke detektor. Ion molekul, ion fragmen, dan ion radikal fragmen dipisahkan dengan menggunakan medan magnet yang dapat divariasi sesuai dengan perbandingan massa dengan muatannya (m/z) dan menghasilkan arus listrik (arus ion) pada kolektor atau detektor yang sebanding dengan kelimpahan relatifnya. Fragmen dengan m/z yang besar akan turun terlebih dahulu diikuti fragmen dengan m/z yang lebih kecil.
3.
Detektor Detektor terdiri atas High Energy Dynodes (HED) dan Electron
Multiplier (EM). Ion positif yang menuju HED, menyebabkan elektron terlepas. Elektron kemudian menuju kutub yang lebih positif, yakni ujung tanduk EM. Ketika elektron menyinggung sisi EM, maka akan menyebabkan elektron terlepas lebih banyak lagi dan menghasilkan suatu arus atau aliran. Detektor akan mengubah sinyal arus menjadi proporsional terhadap jumlah ion yang menuju ke detektor.
4.
Recorder Recorder berfungsi merekam sinyal dari detektor sebagai puncak-
puncak. Setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor.
5.
Komputer Data dari spektrometer massa dikirim ke komputer dan diplot
dalam sebuah grafik yang disebut spektrum massa.
IV.
Cara Pengolahan Data GC-MS dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.
Identifikasi komponen dengan analisis kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan kromatogram dengan senyawa-senyawa referensi standar. Yaitu pola fragmentasi spektra massa dengan pola fragmentasi spektra sta ndar. Senyawa yang dipilih adalah senyawa hasil penelusuran pustaka yang memiliki SI (Similarity Index) lebih besar atau sama dengan 90 dan mempertimbangkan kesesuaian senyawa tersebut dengan komposisi serta sifat sampel asal. Sehingga hasil senyawa yang kemungkinan sifatnya tidak sesuai dengan sampel asal dapat diabaikan. Untuk analisis kuantitatif dalam GC-MS dilakukan dengan menentukan jumlah persen dari komponen-komponen yang terpisah dari suatu sampel. Jumlah tersebut dapat dihitung dari luas puncak kromatogram.
V.
Resume Jurnal A.
Judul
Identifikasi Senyawa Penyusun Minyak Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Menggunakan GC-MS B.
Pendahuluan
Kayu manis atau cinnamon termasuk dalam anggota genus Cinnamomum. Beberapa spesies kayu manis yang penting dalam perdagangan dunia adalah C. cassia, C. zeylanicum, dan C. camphora. Kayu manis jenis Cinnamomum cassia merupakan tumbuhan yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan dimanfaatkan sebagai bumbu masakan maupun diolah untuk diambil minyaknya dengan cara distilasi uap. Akan tetapi informasi mengenai kandungan senyawa jenis Cinnamomum cassia ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai komposisi senyawa penyusun minyak pada kulit batang kayu manis jenis Cinnamomumm cassia dengan menggunakan instrumen GC-MS.
C.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah kulit batang kayu manis C. cassia, akuades dan natrium sulfat anhidrat. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah satu set alat destilasi uap, GC-MS dan peralatan gelas yang biasa digunakan dalam laboratorium.
D.
Metode 1.
Isolasi Minyak Kulit Batang Kayu Senyawa volatil minyak kayu manis diisolasi dengan
menggunakan distilasi uap selama 4 jam. 2.
Pemurnian Sampel Minyak Pemurnian dilakukan dengan menggunakan natrium sulfat
anhidrat untuk menghilangkan kandungan air dalam minyak. 3.
Analisis Minyak dengan GC-MS Minyak kulit batang kayu manis bebas air dianalisis dengan
menggunakan GC-MS Shimadzu QP 5000. Sampel sebanyak 1 µL diinjeksikan ke GC-MS yang dioperasikan menggunakan: a. Panjang kolom
: 25 m
b. Diameter kolom
: 0,25 mm
c. Tebal kolom
: 0,25 µm
d. Fase diam
: CP-Sil 5CB
e. Fase gerak
: Gas Helium
f. Tekanan gas
: 12 kPa
g. Suhu oven
: 70 0-2700C
h. Laju kenaikan suhu : 10 0C/menit i. Total laju
: 30 mL/menit
j. Split ratio
: 1:50
E.
Hasil dan Pembahasan
Minyak kulit batang kayu manis hasil destilasi berwarna kuning dengan aroma pedas serta berbau wangi kayu manis yang semerbak dan tajam. Dari data kromatogram minyak kulit batang kayu manis diperoleh data 3 puncak senyawa dengan kelimpahan paling besar ditunjukkan oleh senyawa puncak pertama.
Dari data spektrogram didapatkan pola fragmentasi dari masingmasing senyawa. Berdasarkan pola fragmentasi dan puncak dasar yang khas maka struktur dari masing-masing senyawa dapat diketahui. Dari pola fragmentasi masing-masing senyawa menunjukkan bahwa ketiga senyawa mengandung gugus aromatis yang terlihat dengan munculnya puncak ion fenil (m/z 77). Hal ini diperkuat dengan pelepasan lebih lanjut HC CH
menghasilkan ion C 4H3+ dengan m/z 51 pada senyawa 1 dan senyawa 3.
Pada senyawa 1 menunjukkan puncak M-1 (m/z 131) yang menunjukkan
puncak
khas
senyawa
aldehid
aromatis
dari
Ar-
CH=CH CO+. Selain itu keberadaan senyawa aldehid ditunjukkan dengan
pelepasan lebih lanjut CHCHCO menghasilkan puncak ion fenil (m/z 77).
Pada senyawa 2 dengan berat molekul 164 menunjukkan adanya gugus eter yang dideteksi dari pelepasan CH 3 dari eter menghasilkan puncak M-15 (m/z 149). Terdeteksi pula gugus hidroksil dengan pelepasan lebih lanjut H2O menghasilkan puncak m/z 131. selain itu diketahui adanya rantai samping alkena dengan lepasnya gugus H 2C=CH2 menghasilkan puncak m/z 103.
Pada senyawa 3 muncul puncak dasar m/z 43 yang merupakan puncak khas dari ester aromatis oleh ion CH2=C=O+. Keberadaan gugus asetat dideteksi dengan lepasnya CH3COOH menghasilkan puncak M-61 (m/z 115) dalam jumlah yang cukup besar.
VI.
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan adanya tiga senyawa penyusun minyak kulit
batang kayu manis, yaitu sinamaldehid dengan kelimpahan 91,18 %, eugenol dengan kelimpahan 7,64 % dan sinamil asetat dengan kelimpahan 1,18 %.