MAKALAH
FALSAFAH PAJAK, FUNGSI PAJAK, DAN NETRALITAS PAJAK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengantar Hukum Pajak
Dosen Pengampu Dr. Richard Eddy Tampubolon S.E., Ak., M.B.A., M.M.
Disusun Oleh:
Nama : Putri Asmelia
Kelas : 1-47
No. Absen : 30
PROGRAM STUDI DIPLOMA I PAJAK
JURUSAN PAJAK
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Falsafah Pajak, Fungsi Pajak, dan Netralitas
Pajak.
Kami sadar bahwa selesainya makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa,
2. Bapak Richard Eddy selaku Dosen Pembimbing,
3. Teman-teman.
Kami menyadari, bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh
dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini maupun makalah yang lain.
DAFTAR ISI
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
BAB II 5
ISI 5
A. Falsafah Pajak 5
B. Fungsi Pajak 6
C. Pajak dan Pancasila 8
D. Pemungutan Pajak Sebagai Cara Mencapai Politik, Ekonomi, dan Sosial
11
E. Netralitas Pajak 13
BAB III 15
PENUTUP 15
A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak sebagai salah satu sumber kas negara memainkan peranan
penting dalam kesejahteraan masyarakatnya. Sebagai hal yang serius,
tentunya pajak itu sendiri memiliki aturan serta batas-batas
pelaksanannya. Pancasila merupakan sumber hukum dasar nasional yang
menjiwai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pancasila
merupakan tolak ukur untuk menentukan kebenaran substansi hukum yang
terkandung dalam setiap undang-undang pajak. Selain itu, pajak juga
memberikan fungsi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
perekonomian dan pembangunan di Indonesia. Semakin besar jumlah pajak
yang didapatkan, semakin cepat dan efisien lah pembangunan dan
perkembangan perekonomian di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah
membuat kebijakan dalam sistem pemungutan pajak yang sedemikian rupa
untuk mempermudah masyarakat dalam melaksanakan kewajiban membayar
pajak, salah satunya adalah Self Assessmet yang selain mempermudah
masyarakat namun juga mempermudah pelayanan pajak itu sendiri.
Direktorat Jenderal Pajak terus berusaha meningkatkan jumlah
penerimaan pajak setiap tahunnya dengan melakukan penyempurnaan
peraturan perundang-undangan perpajakan serta melakukan modernisasi
sistem administrasi perpajakan agar dapat melaksanakan sistem
perpajakan yang efektif dan efisien. Untuk melaksanakan sistem
perpajakan yang efektif dan efisien tentunya dibutuhkan sumber daya
manusia yang berkulitas dan berkompeten yang memahami seluk beluk
perpajakan itu sendiri, Direktorat Jenderal Pajak terus berusaha
meningkatkan kualitas pelayanan pajak yang dimulai dengan menempah
sumber daya manusia yang nantinya akan mengabdi kepada negara
khususnya di bidang perpajakan sehingga memberikan kontribusi terbaik
bagi negara. Proses tersebut bisa dimulai dari kegiatan belajar
mengajar yang ada di Politeknik Keuangan Negara STAN. Oleh karena
itulah kami sebagai mahasiswa PKN STAN membuat makalah ini supaya
bermanfaat sebagai bahan pembelajaran bagi kami selaku calon punggawa
keuangan negara yang nantinya akan mengabdi dan memberikan kontribusi
terbaik kami bagi negara melalui Direktorat Jenderal Pajak.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah makna dari falsafah pajak?
2. Apakah fungsi dari pajak?
3. Bagaimana hubungan antara pajak dengan pancasila?
4. Bagaimana pemungutan pajak sebagai cara mencapai politik, ekonomi
dan sosial?
5. Apakah yang dimaksud dengan netralitas pajak?
C. Tujuan
Pada Makalah ini mahasiswa diharuskan mampu:
1. Memahami falsafah pajak
2. Memahami fungsi pajak
3. Memahami hubungan pajak dengan pancasila
4. Memahami pemungutan pajak sebagai cara mencapai politik, ekonomi,
dan sosial.
5. Memahami netralitas pajak
BAB II
ISI
A. Falsafah Pajak
Falsafah berarti anggapan atau gagasan yang paling dasar yang
dimiliki oleh orang atau masyarakat atau bisa disebut juga sebagai
pandangan hidup. Pajak-pajak yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum sudah nyata
berdasarkan kegotongroyongan dan kekeluargaan. Gotong royong yang
mengandung sifat secara bersama melakukan usaha atau membiayai
kepentingan umum, tanpa secara langsung mendapatkan imbalan tersimpul
dalam pengertian pajak. Rasa kekeluargaan menimbulkan pengertian dan
kesukarelaan pada setiap bangsa Indonesia untuk ikut serta dalam
pembiayaan kepentingan umum. Pancasila mendapatkan penjabarannya dalam
pajak-pajak, karena pajak itu tidak lain daripada penjelmaan
kekeluargaan dan kegotongroyongan rakyat, dimana rakyat memberikan
baktinya berupa uang dengan tiada mendapatkan imbalan yang secara
langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum, yang akhirnya mencakup
kepentingan individu.
Dasar hukum pungutan pajak tertuang di dalam Pasal 23A UUD 1945
yang berbunyi Pajak dan dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang – undang. Pajak merupakan
pungutan yang tidak memberikan imbalan secara langsung. Pungutan yang
tidak memberikan imbalan secara langsung bisa dikatakan sebagai
pencurian, perampasan, bahkan perampokan. Padahal, pajak tidak
bermaksud seperti itu, sehingga pungutan berupa pajak harus
mendapatkan persetujuan dari rakyat, yang dalam hal ini diwakili oleh
DPR dengan produk berupa undang-undang. Falsafah yang ada di Pasal 23A
UUD 1945 ternyata dijadikan pula dasar falsafah di negara maju seperti
di Negara Inggris dan Amerika Serikat, yaitu:
Inggris : No Taxation without Representation
Amerika Serikat : Taxation without Representation is Robbery
B. Fungsi Pajak
Hampir di seluruh negara sudah pasti mencanangkan aturan
pemungutan pajak baik kepada individu masyarakat maupun suatu badan.
Adanya pemungutan pajak ini merupakan salah satu cara dari negara
untuk tetap menjaga kemakmuran rakyatnya. Menurut apa yang tertera
jelas di undang-undang yang berlaku, pajak memang sifatnya memaksa.
Bersifat memaksa disini karena pajak itu sendiri memiliki fungsi
penting, sehingga tentunya pemerintah tidak akan mencanangkan aturan
ini bila memang tidak memiliki fungsi penting untuk pembangunan negara
dan juga kemakmuran rakyatnya. Berikut beberapa poin dan uraian dari
Fungsi Pajak.
Pada dasarnya fungsi utama pajak ada dua, yaitu :
1. Fungsi budgeter/ fungsi anggaran
Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya di sector
publik, dan pajak-pajak di sini merupakan suatu sumber pemasukan
keuangan Negara dari wajib pajak ke dalam kas negara yang
nantinya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara untuk
membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran Negara lainnya.
Sehingga fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang
memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan
pendapatan negara.
2. Fungsi reguleren/ fungsi mengatur
Dalam fungsi reguleren ini, pajak digunakan sebagai alat
untuk melaksanakan, mengatur kebijakan Negara dan mencapai
tujuan – tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan,
seperti di lapangan sosial dan ekonomi. Dan fungsi mengatur ini
banyak ditujukkan terhadap sector swasta. Contoh fungsi mengatur
tersebut antara lain:
Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan
ekspor, seperti: pajak ekspor barang.
Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap
barang produksi dari dalam negeri, contohnya: Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang
membantu perekonomian agar semakin produktif.
Prof. Soemitro Djojohadikusumo menjelaskan bahwa kebijakan
fiskal (pajak) sebagai alat pembangunan harus memiliki satu tujuan
yang simultan, yaitu secara langsung dapat menemukan dana-dana untuk
membiayai pembangunan (fungsi budgeter). Selain itu, sebagai alat
pembangunan, kebijakan fiscal harus dilakukan kombinasi antara tariff
yang tinggi dengan fleksibilitas yang lazim ada pada sistem perpajakan
berupa pembebasan dan insentif untuk merangsang sector swasta
berkembang (reguleren).
Terdapat beberapa fungsi tambahan, antara lain:
1. Fungsi Demokrasi
Fungsi demokrasi merupakan penjelmaan atau wujud sistem
gotong royong dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi
kemaslahatan umat. Fungsi demokrasi sekarang dikaitkan dengan
fungsi pelayan dari pemerintah.
2. Fungsi Redistribusi
Fungsi redistribusi, lebih menekankan pada unsur pemerataan
dan keadilan dalam masyarakat, misalnya
pengenaan tarif progresif pada pajak penghasilan orang
pribadi
pengenaan pajak membiayai pembangunan infrastruktur di Negara
ini, seperti jalan raya, jembatan, dll.
Pengenaan pajak dibebankan kepada masyarakat yang mampu
membayar pajak. Fungsi pajak ini juga bertujuan untuk membuka
kesempatan kerja baru bagi masyarakat dan akan semakin
meningkatkan pendapatan masyarakat.
3. Fungsi Stabilitas atau Alat Penjaga Stabilitas Ekonomi
Pajak sangat berpengaruh pada kestabilan ekonomi di
Indonesia, karena pemerintah bisa menggunakan pajak sebagai
sarana untuk tetap menjaga ekonomi di Indonesia tetap stabil.
Misalnya, pemerintah akan mengenakan pajak pada sebagian barang-
barang impor agar hasil produksi dalam negeri bisa tetap
bersaing.
Fungsi ini juga berguna untuk tetap menjaga stabilitas
nilai tukar rupiah dan juga menjaga agar deficit perdagangan di
Indonesia tidak semakin melebar. Pemerintah pun bisa menetapkan
aturan pengenaan pajak PPnBM kepada produksi impor tertentu yang
bersifat barang mewah. Upaya itu dilakukan agar meredam impor
barang mewah yang akan berpengaruh terhadap deficit neraca
perdangan di Indonesia.
C. Pajak dan Pancasila
Pancasila merupakan dasar falsafah segala sesuatu yang hidup di
masyarakat Indonesia, dan semua perangkat hukum berdasarkan Pancasila.
Hukum pajak yang tertuang dalam perundang-undangan pajak dengan
sendirinya harus berlandaskan Pancasila.
Pajak harus berdasarkan Pancasila, karena Pancasila merupakan
landasan Idiil negara untuk mencapai tujuan yaitu kesejahteraan
masyarakatnya. Untuk mencapai tujuan itu diperluakan uang, dan pajak
merupakan sumber keuangan utama untuk mencapai tujuan itu. Pajak yang
merupakan realisasi bakti rakyat kepada pemerintah dalam hidup bersama
mengandung sifat kegotong-royongan dan kekeluargaan yang juga terdapat
dalam Pancasila.
Pajak sebagai sarana utama di samping minyak untuk mencapai
tujuan negara tidak semata-mata digunakan fungsinya yang budgeter,
tetapi juga digunakan fungsinya yang mengatur. Jadi baik Pancasila
maupun pajak merupakan dua unsur yang sangat memegang peranan dalam
pembangunan masyarakat Indonesia.
Pancasila dapat dijabarkan dalam pajak, karena pajak tidak lain
adalah merupakan penjelmaan dari kekeluargaan dan gotong-royong
rakyat, dimana memberikan baktinya berupa uang dengan tidak
mendapatkan imbalan yang secara langsung, yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran untuk kepentingan umum, yang akhirnya mencakup
kepentingan individu. Apa yang berasal dari wajib pajak yang hanya
merupakan sebagian hasil dari masyarakat, digunakan untuk kepentingan
seluruh rakyat, juga untuk kepentingan mereka yang tidak membayar
pajak, sehingga nampak adanya pemerataan.
Transformasi pancasila dan pajak dapat dilihat dari hubungan
antara sila-sila Pancasila dengan pajak sendiri, yaitu:
a. Hubungan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa dengan pajak.
Bahwa pajak yang dipungut oleh negara tidaklah bertentangan
dengan Ketuhanan yang Maha Esa, karena dalam Kitab Suci agama yang
diakui di Indonesia, Tuhan juga memerintahkan manusia untuk
membayar zakat atau sepersepuluh untuk digunakan bagi kepentingan
orang miskin atau kepentingan masyarakat umum, tanpa imbalan secara
langsung.
b. Hubungan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab dengan
pajak.
Hubungan ini tersirat dalam segi hukum dari pajak. Pajak
selain harus memenuhi keadilan harus juga sesuai dengan peradaban
manusia, khususnya peradaban yang terdapat di Indonesia. Keadilan
yang merupakan salah satu syarat hukum dari pajak tercermin dalam
prinsip non diskriminasi, prinsip daya pikul, artinya bahwa orang
dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama, dan tidak
dibenarkan mengadakan perlakuan yang berlainan terhadapnya, tidak
memandang bangsa, ideologi, dan aliran lainnya. Kemanusiaan artinya
bahwa perlakuan terhadap wajib pajak harus secara manusiawi.
Perlakuan manusiawi tidak boleh melanggar hak asasi manusia dan
harus layak bagi manusia dan tindakan sewenang-wenangan terhadap
wajib pajak harus dihindarkan. Pungutan yang melampaui batas
sehingga tidak memungkinkan manusia hidup secara layak adalah
melanggar kemanusiaan yang beradab atau dapat dikatakan pajak yang
memenuhi syarat-syarat kemanusiaan yang adil dan beradab tidak saja
tercakup dalam undang-undang saja tetapi juga tersimpul dalam
pelaksanaannya, khususnya mengenai sikap pajabat yang mempunyai
tugas melaksanakan peraturan perpajakan.
c. Hubungan sila ketiga, persatuan Indonesia dengan pajak.
Sila ketiga dijabarkan dalam pajak, karena pajak merupakan
sumber keuangan utama untuk mempertahankan persatuan yang telah
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 yang menjadikan komitmen
bangsa untuk membangun Indonesia, karena hidup suatu bangsa
tergantung pada adanya pendapatan negara yang merupakan jiwa untuk
kelangsungan dan kesinambungan hidup bangsa. Tanpa pendapatan yang
sebagian besar berasal dari Pajak, bangsa Indonesia sebagai
persatuan yang nyata tidak mungkin tetap mandiri dan langsung
hidup. Dengan cara berfikir yang demikian maka pajak merupakan alat
pemersatu bangsa yang mutlak.
d. Hubungan sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dengan pajak.
Hal ini tercermin dalam pasal 23 UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa semua pajak untuk negara berdasarkan undang undang.
Kerakyatan mengandung arti bahwa rakyat dalam ikut menentukan pajak
tidak bertindak secara langsung, melainkan melalui wakilnya dalam
DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat) yang merupakan representatif rakyat
yang dipilih secara langsung dan demokrasi oleh rakyat itu sendiri.
e. Hubungan sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
dengan pajak.
Pajak merupakan suatu alat untuk pembiayaan masyarakat, yaitu
untuk membiayai pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum.
Tidak semua orang bertempat tinggal di Indonesia membayar pajak,
tetapi hanya sebagian saja yang membayar. Akan tetapi hasil yang
diperoleh dari pajak itu digunakan untuk kepentingan bersama, juga
untuk kepentingan rakyat yang tidak membayar pajak. Di sinilah
letak pemerataan dari pajak. Pembangunan yang sebagian besar
dibiayai dari hasil pajak dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia,
tidak pandang apakah rakyat itu ikut memikul beban pajak atau
tidak.
D. Pemungutan Pajak Sebagai Cara Mencapai Politik, Ekonomi, dan Sosial
Pada suatu waktu, pajak tidak hanya ditujukan kepada maksud
"budgeter", tetapi lebih kepada bagaimana pajak tersebut digunakan
untuk mencapai maksud yang lain, yaitu untuk politik, ekonomi, maupun
sosial. Tujuannya sendiri jelas untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Fungsi "reguleren" dari pajak memiliki peranan yang
penting di sini.
Dipelopori oleh ajaran dari Adolf Wagner yang selalu
mengedepankan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan ekonomis
tertentu. Hasil dari pungutan pajak bukan menjadi tujuan utama dalam
pemungutan pajak suatu negara. Bahkan, ada kalanya negara sama sekali
tidak mengharapkan tentang hasil pajaknya. Pembuat undang-undang dan
fiskus bertugas turut serta dalam usaha melakukan pemerataan dan
perbaikan keadaan sosial. Fungsi dari pajak yang semata-mata mengatur
ini dapat dibagi dalam:
a. Tugas Ekonomis, seperti mencegah ups and downs yang terlalu besar
dan membantu usaha pembangunan setelah perang. Diubahnya sistem
pemungutan pajak yang pada awalnya menggunkan sistem Official
Assasment, menjadi sistem Self Assessment untuk mempermudah
pemungutan pajak dikarenakan bertambahnya sumber daya manusia dan
keterbatasan pemungut pajak. Pemberlakuan bea masuk tinggi bagi
barang-barang import dengan tujuan untuk melindungi (proteksi)
terhadap produsen dalam negeri, sehingga mendorong perkembangan
industri dalam negeri. Contoh lainnya yaitu dengan menaikkan tarif
pajak ketika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan negara atau
menambah jenis pajak baru serta membasmi korupsi dalam lingkup
perpajakan.
b. Tugas berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosial seperti
menciptakan jaminan sosial untuk golongan yang berpenghasilan kecil
dan mengusahakan pembagian yang lebih merata dalam penghasilan dan
kekayaan nasional. Dapat juga melalui pembiayaan melalui yayasan
bagi anak yatim atau kurang mampu dalam membiayai biaya pendidikan
dan kehidupannya, dan bisa juga melalui asuransi-asuransi seperti
BPJS untuk kesehatan, dll.
c. Tugas politik, yaitu bertugas dalam hal mengatur produksi dalam
negeri agar tidak kalah dengan produk-produk luar negeri. Bagaimana
cara menarik perhatian dan minat para investor baik dalam maupun
luar negeri terhadap kekayaan dan potensi alam yang dimiliki oleh
negeri sendiri.
Bentuk penyelenggaraan fungsi yang mengatur yang ada pada fiskus
biasanya diselenggarakan:
a. Dengan cara-cara umum, yaitu terutama dengan mengadakan perubahan-
perubahan tarif yang bersifat umum. Contohnya adalah penurunan Tarif
PPh Pribadi dan Badan, Berdasarkan UU No 36 Tahun 2008 tentang PPh
yang berlaku 1 Januari 2009, tarif PPh perorangan turun dari 35%
menjadi 30%, sedangkan tarif PPh badan turun dari 30% ke 28% sejak 1
Januari 2009. Stimulus fiskal ini sangat berpengaruh untuk konsumsi,
karena secara efektif penghasilan orang naik sekitar 11% yang juga
mengakibatkan konsumsi dan ekonomi meningkat.Stimulus fiskal ini
terlebih dahulu diberikan kepada perusahaan. Agar perusahaan dapat
berproduksi lebih baik dan pasti akan menyerap tenaga kerja. Untuk
kebijakan ini pada 2009, pemerintah mengalokasikan dana stimulus
fiskal Rp 73,3 triliun, yang terdiri dua bagian besar. Pertama,
pemotongan pajak Rp 61.1 triliun yang telah tercantum dalam belanja
APBN 2009. Kedua, tambahan belanja infrastruktur yang
didistribusikan kepada 12 kementerian/lembaga (K/L) se-nilai Rp 12,2
triliun. Hingga 22 Juli, penyerapan stimulus infrastruktur
terealisasi Rp 554,7 miliar atau 4,55%.
b. Dengan cara memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-
keringanan, atau sebaliknya pemberatan-pemberatan yang khusus
ditujukan kepada suatu hal. Pengecualian yang diberikan kepada uang-
uang yang diberikan sebagai derma kepada badan sosial, masjid, atau
gereja dari pengenaan pajak.
E. Netralitas Pajak
Netralitas pajak berarti bahwa pajak tidak memiliki pengaruh
(atau netral) terhadap keputusan alokasi sumber daya. Dengan kata
lain, keputusan bisnis didorong oleh fundamental ekonomi , seperti
tingkat imbalan, dan bukan pertimbangan pajak.
Kemudian apapun maksud dari pemerintah dalam melakukan
pengundangan pajak baik itu dengan maksud budgeter ataupun reguleren
niscaya akan terasa akibat-akibatnya dalam lapangan ekonomi dan
sosial. Contohnya pengenaan pajak atas pembelian barang mewah,
mungkin sebagian masyarakat ada yang acuh tak acuh akan besarnya pajak
pembelian barang mewah namun ada juga masyarakat yang pada akhirnya
tidak mampu membeli barang tersebut akibat besarnya pajak barang itu .
Contoh selanjutnya kenaikan pajak penghasilan dapat mengakibatkan
menurunnya daya beli masyarakat. Namun ada sebagian masyarakat yang
tak terpengaruh akan kenaikan pajak penghasilan tersebut.
Jadi, terlihat bahwa pajak bisa memiliki akibat yang berbeda-
beda antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.Adanya setiap pajak
yang mengakibatkan perubahan dalam garis permintaan dan penawaran
barang-barang akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap besarnya dan
pembagian pendapatan nasional. Sehingga dapat diakui bahwa tidaklah
mungkin setiap jenis pajak itu bersifat netral.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang sudah disusun dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
latar belakang falsafah yaitu berdasarkan falsafah negara berupa Pancasila.
Pancasila yang berhubungan erat dengan pajak merupakan tolak ukur untuk
menentukan kebenaran substansi hukum yang terkandung dalam setiap undang-
undang pajak sehingga menghasilkan fungsi pajak yang pada tujuan hakikatnya
adalah untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga segala sistem perpajakan
termasuk pemungutan pajak haruslah ramah rakyat dan mudah pelaksanaannya
yang mencapai pada sektor politik, ekonomi dan sosial. Adanya netralitas
pajak juga menunjukkan adanya peran besar dari pemerintah untuk
menyejahterakan rakyatnya.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya falsafah pajak yang berhubungan erat dengan
pancasila, rakyat Indonesia dapat memahami kewajiban seutuhnya dalam
membayar pajak dengan tulus, sebab kembali lagi pada nilai pancasila yang
dipegang teguh demi mewujudkan masyarakat sejahtera. Begitu pun dengan
pajak ramah rakyat yang sistem pelaksanaannya sudah dipermudah pemerintah
demi mencapai target pajak untuk membangun perekonomian pemerintah
diharapkan mampu menyadarkan rakyat Indonesia bahwa sebenarnya manfaat
pajak itu banyak dan penting bagi negara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Zulfina, Susi. 2011. Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak. Tangerang:
Politeknik Keuangan Negara STAN.
2. Zulfina, Susi. 2014. Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak. Tangerang:
Politeknik Keuangan Negara STAN.
3. http://www.infopajak.id/fungsi-dan-peranan-pajak-di-indonesia/,
diakses 12 September 2017
4. https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-
jenisnya, diakses 12 September 2017
5. http://3rp98.blogspot.co.id/2012/03/sedikit-pengetahuan-tentang-pajak-
dan.html, diakses 12 September 2017
6. http://arifrohmawanchandra.blogspot.co.id/2011/02/fungsi-pajak.html,
diakses 12 September 2017