BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekologi berasal dari bahasa Yunani; Oikos = rumah , Logos = ilmu. Secara umum Ekologi sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi atau hubungan pengaruh mempengaruhi dan saling ketergantungan antara organisme dengan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan makhluk hidup itu. Lingkungan tersebut artinya segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup yaitu lingkungan biotik maupun abiotik.
Ekologi hewan adalah cabang biologi yang khusus mempelajari interaksi antara hewan dengan lingkungannya yang menentukan sebaran (distribusi) dan kemelimpahan hewan-hewan tersebut.
Perubahan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap hewan. Hewan mengadakan respon terhadap perubahan kondisi lingkungannya tersebut. Respon hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkungannya denyatakan sebagai respon hewan terhadap lingkungannya. Respon tersebut berupa perubahan fisik, fisiologis, dan tingkah laku.
Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan. Tujuan akhir dari respon adalah untuk mempertahankan hidupnya. Apabila kondisi lingkungan menjadi sangat tidak baik, maka yang terjadi adalah pertama : hewan meninggalkan tempat itu dan mencari tempat dengan kondisi yang lebih baik. Kedua : hewan memberikan respon tertentu yang mampu mengatasi efek negative perubahan tersebut. Ketiga : hewan itu akan mati.
Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian makhluk hidup terhadap lingkungannya. Respon dan Adaptasi Perilaku hewan merupakan aktivitas terarah berupa respon terhadap kondisi dan sumber daya lingkungan. Terjadinya suatu perilaku melibatkan peranan reseptor dan efektor serta koordinasi saraf dan hormon.
Berdasarkan hal tersebut, sehingga melatarbelakangi kami dalam pembuatan makalah ini, dengan judul makalah " Respon dan Adaptasi ".
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah dikemukakan, rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
Bagaimana konsep respon dan adaptasi ?
Apa saja jenis-jenis respon pada hewan ?
Bagaimana mekanisme terjadinya adaptasi ?
Apa prinsip-prinsip adaptasi ?
Apa saja bentuk-bentuk adaptasi ?
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui konsep respon dan adaptasi
Untuk mengetahui jenis-jenis respon pada hewan
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya adaptasi
Untuk mengetahui prinsip-prinsip adaptasi
Untuk mengetahui bentuk-bentuk adaptasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Respon dan Adaptasi
Pengertian Respon
Interaksi hewan dan lingkunganya menunjukan adanya hubungan timbal balik antara hewan dengan lingkungannya. Dalam hubungan itu kondisi dan perubahan kondisi lingkungan yang berpengaruh pada hewan, dan hewan mengadakan reaksi terhadap kondisi atau perubahan kondisi lingkunganya.
Respon dan Adaptasi Perilaku hewan merupakan aktivitas terarah berupa respon terhadap kondisi dan sumber daya lingkungan. Terjadinya suatu perilaku melibatkan peranan reseptor dan efektor serta koordinasi saraf dan hormon. Jenis efektor yang paling berperan adalah otot-otot tubuh. Perilaku pada hewan rendah seluruhnya ditentukan secara genetic, bersifat khas,terjadi secara otomatis. Pada hewan tinggi banyak mengandung komponen yang tidak bersifat herediter, melainkan proses belajar yang dipengaruhi faktor lingkungan.
Reaksi hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkunganya dinyatakan sebagai respons hewan terhadap lingkunganya. Respons hewan terhadap linkungan dapat berupa perubahan fisik, fisiologis dan tingkah laku. Respons hewan terhadap kondisi dan perubahan linkungan ada yang bersifat reaktif, artinya respons itu terbentuk dan berlaku pada saat pengaruh kondisi dan perubahan lingkungan berlaku. Missalnya, ayam mencari tempat yang teduh ketika hujan turun. Respons-respons seperti itu merupakan respons yang tuntuk semua anggota spesies.respons itu merupakan perubahan pada hewan yang bersifat reaktif terhadap lingkunganya.
Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan. Tujuan akhir dari respon adalah untuk mempertahankan hidupnya. Respon heawan terhadap lingkungannya bervariasi tergantung dari jenis dan intensitas stimulus, jenis spesies, stadium perkembangan, umur, kondisi fisiologis dan kisaran toleransi terhadap lingkungannya.
Apabila kondisi lingkungan menjadi sangat tidak baik, maka yang terjadi adalah pertama, hewan meninggalkan tempat itu dan mencari tempat dengan kondisi yang lebihbaik. Kedua, hewan memberikan respon tertentu yang mampu mengatasi efek negative perubahan tersebut. Ketiga, hewan itu akan mati.
Respon Dasar Hewan
Selama periode ontogeny pada hewan dikenal tiga macam respon dasar yaitu respon pengaturan, respon penyesuaian, dan respon perkembangan. Mekanisme ketiga respon itu berdasarkan sistem umpan balik negatif. Agar mekanisme itu berhasil maka respon yang dihasilkan harus sesuai besarnya, waktu tepat dan berlangsung cukup cepat.
Respon Reversibel
Tipe respon dasar hewan yang reversible dan paling sederhana adalah respon pengaturan (regulatori). Respon fisiologi terjadi sangat cepat (refleks). Contoh: perubahan pupil mata terhadap intensitas cahaya. Tipe respon lain yang bersifat reversible adalah respon penyesuaian (aklimatori), berlangsung lebih lama dari respon regulatori karena proses yang fisiologi yang melandasinya melibatkan perubahan struktur dan morfologi hewan. Contoh: di lingkuan bertekanan parsial oksigen rendah, terjadi proliferasi dan pengingkatkan jumlah eritrosit, tubuh terdedah pada kondisi kemarau terik, kulit mengalami peningkatan pigmentasi. Respon aklimatori umum terdapat pada hewan berumur panjang, yang menghadapi perubahan kondisi musiman. Reversibilitas respon penting sekali karena tiap tahun kondisi khas musimana selalu berulang.
2) Respon Tak-reversibel
Tipe respon tak-reversibel selama ontogeny adalah respon perkembangan. Respon berlangsung lama karena melibatkan banyak proses yang menghasilkan perkembangan beraneka ragam macam struktur tubuh. Hasilnya bersifat permanen dantak reversible. Contoh : perubahan jumlah mata facet pada Drosophila yang dipelihara pada suhu tinggi, atau terbentuknya keturunan cacat akibat respon perkembangan embrio terhadap senyawa teratogenik dalam lingkungannya.
Pengertian Adaptasi
Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi menunjukkan kesesuaian organisme dengan lingkungannya yang merupakan produk masa lalu. Organisme yang ada kini dapat hidup pada lingkungannya karena kondisi lingkungan itu secara kebetulan sama dengan kondisi lingkungan nenek moyangnya.
2.2. Mekanisme Adaptasi
Sifat yang similiki oleh suatu populasi yang ada sekarang merupakan sifat yang di turunkan dari generasi ke generasi. Nenek moyang dari populasi yang bersangkutan telah berhasil mempertahankan hidup dan berkembang biak karena memiliki sifat tersebut. Dengan kata lain, populasi yang ada sekarang merupakan populasi yang lolos dari seleksi alam. Penjelasan ini merupakan ringkasan dari seleksi alam yang di kemukakan oleh Darwin.
Dalam organisme terkumpul dalam kelompok-kelompok populasi yang diantara anggotanya terjadi hubungan kawin. Setiap kelompok di sebut deme. Kelompok besar yang terbentuk dari banyak deme disebut organisme. Deme-deme dari setiap organisme ada yang menempati daerah-daerah geografis yang berbeda, misalnya banteng yang saat ini masih ada di P jawa ada yang hidup di Taman Nasional Baluran (jawa timur) dan Taman Nasional Ujung Kulon (jawa barat). Daerah-daerah geografis itu dapat merupakan lingkungan hidup yang sempit dan bersifat khas dibandingkan dengan daerah penyebaran jenis organisme. Deme yang menempati daerah geografis khusus itu biasa mempunyai sifat genetic yang berbeda dengan deme yang menempati daerah lain. Jika diantara deme-deme itu terjadi isolasi geografis sehingga antar deme tidak dapat terjadi pertukaran imformasi genetik . kelompok yang terisolasi itu di sebut klin (cline), dan merupakan sub jenis organisme atau subpopulasi. Perbedaan sifat genetic dari suatu klin dengan klin yang lain terbentuk dari perbedaan perubahan lingkungan dalam suatu rentang tertantu, yang disebut dengan gredien ekologis (ecological gradients). Variasi sifat individu pada landaian ekologis yang berbeda di sebut ekotif. Perbedaan sifat itu dapat dalam hal bentuk, warna dan lain-lain. Contoh yang terkenal adalah fenomena melanisme industrial. Kupu Biston betulana yang hidup dihutan yang jauh dari daerah industri berwarna abu-abu keputihan sesuai dengan warna batang pohong yang mempunyai substratnya, tetapi kupu-kupu yang hidup di daerah industri di bratania raya mempunyai warna di daerah industri gelap. Di daerah industri, pohon- pohonan menjadi warna hitam karena tertutup oleh asap dan jelaga pabrik . kupu-kupu yang terang menjadi mangsa buruan yang mudah dilihat oleh burung predator, tetapi kupu-kupu yang berwarna hitam lebih selamat dari serangan predator. Kejadian inilah yang disebut fenomena melanisme industrial.
Kesesuaian antara sifat-sifat organisme dengan lingkunganya sehingga menimbulkan sifat yang bervariasi antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Baik jenis organisme sama maupun berbeda telah digeneralisasikan dalam berapa hukum , antara lain : Hukum Bergman, Hukum Allen, dan Hukum Gloger. Hukum Bregman menyatakan bahwa hewan-hewan yang hidup didaerah panas mempunyai tubuh kecil, sedangkan yang hidup didaerah dingin bertubuh besar. Rasionalnya adalah untuk bertahan pada suhu dingin tubuh yang besar tidak cepat kehilangan panas , sedangkan untuk bertahan pada lingkungan panas hewan yan g bertubuh kecil lebih cepat memancarkan panas . hewan homeoterm, yaitu burung dan mamalia yang hidup didaerah dingin mempunyai tubuh yang lebih besar dari pada yang hidup didaerah panas. Namun hewan-hewan poikiloterm didaerah dingin cenderung bertubuh kecil.
Hukum Allen menyatakan bahwa bagian tubuh (ekor, telinga, tangan kaki dan lain-lain) yang hidup didaerah yang beriklim dingin lebih pendek dari pada hewan yang tinggal di daerah yang briklim panas. Contohnya, tikus yang hidup di lingkungan yang bertemperatur 31-33,5oC berekor lebih panjang daripada strain yang hidup ditemperatur 15,5-20oC (Anathan kristah,1976).
Hukum gloger berbunyi : pada lingkungan yang panas dan lembab hewan mempunyai pigmen lebih gelap dari pada hewan yang hidup didaerah beriklim dingin dan kering. Di daerah arid (beriklim kering) pigmen yang muncul kebanyakan merah dan kuning kecoklatan. Contoh ; belalang kayu carausius menjadi berwarna hitam pada temperature 15oC dan berwarna coklat pada temperature 25oC.
Hukum – hukum yang menanyakan hubungan antara lingkungan dengan sifat hewan antara lain berbunyi : burung yang hidup di daerah yang beriklim dingin mempunyai kemampuan bermigrasi lebih besar, rentangan sayap lebih lebar, bertelur lebih banyak, dan saluran pencemaran makan dapat menyerap sari makanan lebih banyak dari pada burung yang hidup di daerah yang beriklim panas.katak Hyla dan kecebong bertanduk phrynosoma bermakna makin gelap jika temperatur lingkungan turun ( Anathakrishnan,1976).
Deme-deme sering kali terisolasi secara geografis, menyebabkan kelompok-kelompok populasi tidak dapat terbaur lagi untuk melakukan hubungan perkawinan. Isolasi itu disebut isolasi geografis. Jika isolasi itu bersifat tetap maka populasi yang terpisah dari populasi yang hidup di habitat asli dapat berubah menjadi jenis organism baru. Isolasi geografis dapat terjadi pada jenis organism yang bermigrasi. Isolasi habitat itu disebut isolasi ekologis.
Populasi dapat terisolasi di tempat yang berbeda tetapi masih dalam kawasan habitat yang sama , tetapi tidak dapat melakukan hubungan perkawinan dengan populasi lain . isolasi itu disebut isolasi spatial .jenis organisme yang menduduki daerah yang geografis yang berbeda disebut jenis organism allopatrik, sedangka yang hidup di tempat secara biologis terpisah dari yang lain disebut jenis organism simpatrik .contoh terkenal tentang isolasi-isolasi tersebut adalah kelompok-kelompok burung Finch Darwin yang tersebar secara terpisah-pisah dipulau-pulau yang berbeda. Burung- burung itu menentukan habitat-habitat yang berbeda ketika bermigrasi dari daratan Amerika ke kepulauan Galapagos. Itu merupakan contoh allopatrik yang arahnya ditentukan oleh terjadinya perubahan frekuensi gen sebagai akibat dari seleksi alam dan pemisah genetik. Begitu organisme terisolasi ketika pindah ke daerah baru yang kondisi lingkungannya berbeda jenis organisme itu akan merubah menjadi jenis organisme baru seiring dengan perjalanan waktu. Hal ini yang mengisyaratkan bahwa jenis organisme merupakan ekspresi dari kombinasi dari beberapa factor lingkungan. Kejadian itu merupakan proses adaptasi yang mengarah pada pengisian nisia yang kosong dan mengarah pada pemanfaatan lingkungan secara efesien dan lengkap.
2.3. Prinsip-Prinsip Adaptasi
Sifat adaptasi penting bagi hewan dan organisme lain untuk bertahan hidup pada lingkungan baru atau jika ada perubahan dilingkungan di habitatnya. Namun kemampuan hewan untuk adaptasi dengan lingkungannya berbeda-beda.
Kemampuan hewan dan kahluk hidup lain untuk beradaptasi di pengaruhi oleh beberapa faktor.
Adaptasi ditentukan oleh sifat genetik. Di atas telah disebut bahwa organisme yang sekarang hidup dan teradaptasi dengaan lingkungan habitatnya adalah jenis organism yang sifat-sifatnya diwarisi dari nenek moyangnya. Ciri-ciri habitat itu secara kebutulan sama dengan ciri-ciri habitat di lingkungan yang dihuni oleh nenek moyang. Sifat yang diturunkan itu adalah sifat genetik. Sifat-sifat genetik itu memancarkan fenotip yang sesuai dengan kondisi factor-faktor lingkunganya. Kupu Biston bitularia yang saat ini hidup di daerah industry adalah kelompok yang mempunyai variasi gen yang memancarkan warna hitam pada tubuhnya, dan sifat ini menurun sehingga keturunanya tetap berwarna hitam, meskipun kerabatnya yang hidup diluar daerah industry berwarna terang.
Kemampuan adaptasi di pengaruhi oleh kemampuan berkembang biak populasi yang anggotanya mampu menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak lebih mampu bertahan hidup. Banyaknya anak memunculkan banyak variasi sifat yang di timbulkan dari perkawinan antara anggota populasi.
Adaptasi Struktural
Adaptasi struktural adalah sifat adaptasi yang muncul dalam wujud sifat-sifat morfologi tubuh, meliputi bentuk dan susunan alat-alat tubuh, ukuran tubuh, serta warna tubuh (kulit dan bulu).
Bentuk Dan Ukuran Tubuh
Bentuk tubuh yang dimaksud disini adalah pola tubuh yang menyangkut perbandingan antara lebar dan panjang tubuh. Hewan-hewan yang hidup di daerah dinggin mempunyai bentuk bulat dan besar sedangkan yang hidup di daerah panas tubuhnya lebih kecil dan ramping. Pada hewan yang hidup di daerah dingin perbandingan antara lebar dan panjang tubuh kecil, sehingga tubuhnya cenderung berbentuk bulat. Bentuk tubuh seperti ini tidak mudah melepaskan panas, atau lebih bersifat menyimpan panas jika suhu berubah menjadi lebih dingin. Pada tubuh yang bulat dan berukuran besar proporsi luas permukaan tubuh yang berhubungan dengan udara luar kecil. Prinsip ini dapat dijelaskan dengan gambar 3.1. pada gambar 3.1A seluh permukaan tubuh berhubungan dengan udara luar. Pada gambar 3.1B tidak semua permukaan pada ke empat kubus yang menyusun bentuk tersebut berhubungan dengan udara luar. Jika ada banyak kubus kecil seukuran kubus pada Gambar 3.1A disusun menjadi bentuk kubus yang lebih besar, maka kubus yang berada ditengah tidak berhubungan dengan lingkungan luar, dan yang berhubungan dengan dunia luar hanya kubus yang berada di bagian tepi.
( A)( B )
( A)
( B )
Gambar 3.1. perbandinga antara volume dan luas permukaan tubuh yang berhubungan dengan udara luar.
Bentuk tubuh lain yang ada kaitannya dengan penyusaian diri dengan lingkungan adalah bentuk streamline pada ikan. Bentuk seperti itu memudahkan gerak air, karena bentuk tubuh yang pipih serta meruncing di depan dan di belakang menguranggi tahanan air.
Bagian-Bagian Tubuh
Dalam hal ukuran dari bagian-bagian tubuh telah di uraikan sesuai dengan hokum Allen. Hewan yang hidup di daerah panas mempunyai bagian-bagian tubuh yang lebih panjang dari pada hewan yang hidup di daerah dingin.
Aspek lain pada bagian- bagian tubh hewan yang mempunyai kesesuaian dengan lingkungan adalah bentuk-bentuk bagain-bagian tubuh yang bersifat homolog dan analog, sifat homolog dapat diamati pada anggota tubuh hewan-hewan vertebrata. Pada dasarnya semua hewan vertebrata mempunyai dua pasang anggota tubuh belakang. Pada hewan mamalia kedua pasang anggota tubuh berfungsi sebagai kaki. Pada burung anggota tubun depan berubah bentuk menjadi sayap. Pada bebrapa jenis reptil misalnya kadal dan biawak kedua pasang anggota tubuh berfungsi sebagai kaki, sedangkan bagi reptil yang lain kedua pasang anggota tubuh berfungsi sebagai alat renang (kura-kura dan penyu). Pada fenomena lain, burung dan belalang mempunyai sayap untuk bergerak di udara, tetapi kedua alat gerak itu berasal dari jaringan embrional yang berbeda. Keadaan itu disebut analog.
Adaptasi alat-alat gerak pada hewan darat sesuai dengan sifat-sifat substrat yang ada di habitatnya. Anggota gerak depan hewan-hewan mamalia yang tergolong ordo primata kebanyakan dapat digunakan untuk memegang. Hewan-hewan yang tergolong primata hampir semua dapat memanjat pohon.
Adaptasi struktural juga terjadi pada mulut dari hewan-hewan vertebrata dan avertebrata. Bentuk mulut mamalia pada umumnya hampir sama. Perbedaanya terutama terdapat pada bentuk dan susunan gigi. Hewan pemakan daging, seperti harimau mempunyai taring yang tajam dan kuat untuk mencabik daging hewan yang dimangsa. Hewan-hewan pengerat (Rodentia) kebanyakan mempunyai gigi seri panjang dan runcing. Hewan-hewan pemakan rumput dan pemekan segala mempunyai geraham yang bentuknya cocok untuk mengunyah makanan sampai halus.
Penutup tubuh (kulit dan bulu)
Penutup tubuh pada hewan berbeda-beda. Sebagian besar hewan-hewan arthropoda mempunyai kulit tebal yang tersusun oleh khitin. Kulit seperti itu sangat beguna untuk menahan hilangnya air dari dalam tubuh, karena hewan-hewan arthropoda itu kebanyakan hidup di lingkungan udara yang kelembabannya lebih rendah dari pada lingkungan hidup lain yaitu di dalam tanah dan air. Kulit yang tebal juga dimiliki oleh beberapa jenis organisme hewan yang tergolong Moluska, misalnya: siput, siput bahkan dapat menutup seluruh permukaan tuubuhnya jika lingkungan hidupnya sangat kering. Siput air biasanya mempunyai tutup cangkang yang dapat dibuka dan ditutup. Siput kebun tidak mempunyai tutup cangkang seperti itu, tetapi pada musim kering hewan itu membentuk epifragma untuk menutup lubang cangkangnya selama musim kering. Epifragma itu adalah selaput yang terbuat dari cairan yang disekresikan oleh tubuh siput.
Beberapa jenis organisme hewan vertebrata juga mempunyai kulit yang tebal, terutama hewan-hewan yang tergolong pada Reptilia. Kulit hewan-hewan Reptilia pada umumnya tebal dan tersusun oleh lapisan tanduk. Kulit semacam itu sangat berguna untuk menahan penguapan pada saat hewan itu berada di lingkungan kering. Hewan yang tergolong Amfibia tidak mempunyai kulit yang tebal, tetapi jaringan di bawah kulit selalu mengeluarkan cairan sehingga permukaan kulitnya selalu basah. Burung mempunyai penutup tubuh berupa bulu. Bulu itu berfungsi sebagai isolator suhu, sehingga perubahan suhu ingkungan tidak terlalu banyak mempengaruhi suhu di dalam tubuh. Hewan-hewan mamalia kulitnya dilengkapi dengan pori-pori dan kelenjar keringat. Kelenjar keringat dan pori-pori tubuh itu berguna untuk mengatur keluarnya air dari dalam tubuh baik dalam rangka pengaturan tekanan osmotik maupun temperature tubuh. Kulit hewan-hewan mamalia dilengkapi denga rambut. Rambut itu berfungsi sebagai isolator suhu. Hewan-hewan yang hidup di daerah dingin mempunyai rambut lebih tebal dari pada hewan yang hidup di daerah panas.
Warna tubuh
Selain warna hitam dan putih, hewan-hewan ada yang mempunyai warna merah, hijau dan lain-lain, bahkan ada yang mempunyai beberapa macam warna sekaligus dalam permukaan tubuhnya. Munculnya warna pada permukaan tubuh hewan disebabkan oleh: 1) pigmen-pigmen khusus yang menyerap panjang gelombang tertentu dan memantulkan panjang gelombang yang lain, 2) srtuktur permukaan tubuh yang menyebabkan sinar terserap atau direfraksikan, 3) kombinasi dari pengaruh-pengaruh absorbtif, reflektif atau difraktif (Pearse, 1926: 297). Kenyataan bahwa warna hewan mempunyai hubungan dengan sifat adaptasi terhadap kondisi lingkungannya dapat dijelaskan dengan Hukum Gloger dan fenomena melanisme industrial, seperti yang telah diuraikan di atas. Kesesuaian antara warna dengan kondisi lingkungan sebagai yang diuraikan dalam Hukum Gloger dan fenomena melanisme industrial berkaitan dengan keberhasilan hewan dalam menghadapi seleksi alam. Warna hewan tampaknya mempunyai manfaat atau fungsi-fungsi khusus untuk menghadapi lingkungannya.
Mimikri
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa warna-warna hewan mempunyai manfaat tertentu bagi dirinya. Sesuai dengan manfaatnya warna-warna itu dapat dibedakan dengan klasifikasi (Poulton, 1926):
Warna apatetik, sama dengan semua atau beberapa bagian dari warna lingkungannya:
Warna kriptik yaitu warna yang sama dengan lingkungan, untuk bersembunyi, yang dibedakan menjadi: 1) warna prokriptik: kesamaan warna untuk berlindung, 2) warna antikripik: kesamaan warna untuk menyerang.
Warna pseudosematik, yaitu warna untuk peringatan atau tanda yang ironik, yang dibedakan atas: 1) warna pseudosematik: mimikri yang bersifat protektif, dan 2) warna pseudepisematik: mimikri yang bersifat agresif dan warna yang bersifat erotik.
Warna semtik, warna untuk memberi peringatan dan sinyal.
Warna aposematic: warna untuk peringatan
Warna episematik: warna untuk memberi sinyal.
Warna epigamik, warna yang ditampilkan untuk kawin.
Kesamaan warna hewan dengan benda-benda lain yang ada di lingkungannya dikenal dengan istilah mimikri. Contoh mimikri yang sering ditunjukkan adalah perubahan warna pada Bunglon. Pada saat Bunglon hinggap di tempat yang dasarnya berwarna cokelat kulitnya berwarna cokelat, dan ketika hinggap di daun yang berwarna hijau kulitnya berubah menjadi hijau. Warna hewan yang bersifat tetap juga ada yang sama atau mirip dengan lingkungannya. Sifat-sifat mimikri ini banyak dijumpai pada hewan-hewan yang tergolong pada serangga, baik yang masih berupa larva (ulat) maupun sudah dewasa (kupu dan belalang). Misalnya: belalang dan ulat yang hidup di daunbanyak yang berwarna hijau, sedangkan belalang dan ulat yang biasa hinggap di batang pohon atau substrat lain yang berwarna cokelat mempunyai sayap dan tubuh berwarna cokelat. Kesamaan warna itu bukan hanya warna dasar, melainkan warna permukaan tubuh hewan itu ada yang bermacam-macam dan polanya juga mirip dengan pola warna substrata tau benda lain yang ada di sekitarnya.
Kejadian mimikri itu juga dapat berupa kemiripan bentuk hewan dengan benda-benda yang ada di lingkungannya. Bentuk tubuh belalang kayu (walking sticks) bersama dengan kakinya mirip dengan cabang dengan ranting-rantingnya. Ada ulat yang jika menempel di suatu cabang atau batang membentuk posisi tubuh sedemikian rupa sehingga menyerupai cabang atau ranting batang yang ditempeli. Karena warnanya mirip dengan kulit kayu.
Kesamaan warna dan bentuk hewan yang telah disebutkan di atas merupakan contoh warna prokriptik, yaitu kesamaan atau kemiripan warna yang menyebabkan hewan tersembunyi atau tidak mudah dilihat oleh musuhnya. Disamping itu ada ulat yang bentuk kepalanya mirip dengan bentuk kepala ular, matanya menonjol dan berwarna menyolok sehingga menunjukkan kesan bahwa hewan itu garang dan sedang menyerang. Itu merupakan contoh dari pseudepisematik.
Kesamaan bentuk, warna dan tingkah laku antara satu jenis organisme hewan dengan jenis organisme hewan lain juga terjadi di alam. Hewan yang bentuk, warna dan tingkah lakunya "meniru" disebut mimik, sedang hewan yang bentuk, warna dan tingkah lakunya "ditiru" disebut model. Kejadian mimikri terhadap bentuk, warna dan tingkah laku itu banyak dijumpai pada serangga. Sifat mmikri mempunyia manfaat untuk terhindar dari serangan preadator. Ada dua macam bentuk mimikri sehubungan dengan kepentingannya untuk mengurangi kemungkinan dapat diserang oleh predator, yaiut mimikri Batesian dan mimikri Mullerian. Pada mimikri Mullerian kedua jenis macam organisme mempunyai pola warna yang sama dan keduanya tidak disukai oleh predator karena rasanya tidak enak, bahkan dapat menyebabkan rasa sakit di lambung. Pada mimikri Batesian hewan mimik mempunyai rasa enak dan disukai oleh predator, tetapi modelnya tidak disukai oleh predator karena rasanya tidak enak dan bersifat racun. Contoh yang terkenal untuk mimikri Batesian adalah antara kupu viceroy (mimik) dan kupu monarch (model). Dengan demikian sifat mimikri itu kupu viceroy dapat mengurangi serangan dari burung predator yang menyukainya, karena ketika melihat burung predator menghubungkan pola warnanya dengan rasa tidak enak ketika memangsa kupu monarch. Namun mimikri Batesian itu masih mengandung resiko. Bagaimanapun dalam kejadian mimikri itu warna mimik dengan model tidak sepenuhnya sama. Berdasarkan pengalamannya, burung predator suatu ketika dapat membedakan mangsa yang rasanya enak (mimik) dengan mangsa yang rasanya tidak enak (model), sehingga burung predator dapat memilih mangsa yang rasanya enak. Mimikri ini merupakan contoh untuk pseudaposemetik.
Bau
Hewan-hewan tertentu mempunyai bau yang khas. Bau yang khas itu merupakan tanda bagi hewan lain yang sejenis, misalnya serangga-serangga tertentu mempunyai hormon yang mempunyai nama feromon yang dapat digunakan untuk menarik lawan jenisnya pada musim kawin. Namun, hewan-hewan lain ada yang mempunyai bau yang tidak disukai oleh hewan lain. Bau seperti itu menyebabkan hewan predator menjauhinya. Contoh yang mudah diamati adalah bau pada walang sangit.
Adaptasi Fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah adaptasi yang menyangkut kesesuaian proses-proses fisiologis hewan dengan kondisi lingkungan dan sumber daya yang ada di habitatnya. Diantara ciri-ciri fisiologi hewan yang teradaptasi ada yang berkaitan dengan adaptasi struktural, terutama pada bagian-bagian dalam tubuh. Adanya keterkaitan antara ciri fisiologis dengan ciri struktural mungkin ada yang tampak jelas jika dilihat dari garis evolusi yang terbentang dari organisme sederhana sampai ke organisme tingkat tinggi. Untuk memberikan gambaran tentang adanya ciri-ciri fisiologis yang teradaptasi pada lingkungan berikut ini hanya akan disajikan beberapa contoh fisiologis yang dapat dengan mudah dilihat hubungannya dengan ciri habitat.
Respirasi
Secara umun, respirasi atau pernapasan dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Lebih khusus respirasi dapat berarti pembongkaran makanan untuk mengambil energy kimia yang tersimpan di dalamnya. Sistem respirasi dan proses fisiologi respirasi berbeda antara hewan satu dengan yang lain berbeda. Secara ekologis perbedaan tersebut disebabkan oleh factor luar terutama konsentrasi oksigen yang ada di habitat. Perbedaan sistem dan proses respirasi juga ada hubungannya denga tingkat kerumitan anotomi tubuh hewan. Hubungan faktor ekologis dan kerumitan anatomi tubuh dengan adaptasi fisiologis respirasi adalah sebagi berikut: "hewan-hewan air yang mengambil oksigen dari gas yang terlarut di dalam air yang berkonsentrasi rendah, hewan dapat mengambil oksigen melalui permukaan tubuh, tetapi hewan besar memerlukan alat khusus untuk mengisap oksigen".
Organisme bersel satu pada umumnya hidup dilingkungan berair diantaranya ada yang tinggal di tempat yang dalam, da nada yang tinggal di dekat permukaan air. Hewan-hewan yang tinggal di air dalam, banyak yang bersifat anaerobic. Perbedaan itu mungkin ada hubungannya dengan perbedaan konsentrasi larutan oksigen didalam air. Kandungan oksigen di tempat yang dalam sangat kecil. Hewan anaerobic mengadaptasikan diri terhadap lingkungan yang kekeurangan oksigen dengan bernafas tanpa menggunakan oksigen.Pada pernafasan anaerobic karbohidrat dibongkar untuk mengeluarkan energy dengan produk sampingan berupa asam cuka dan alcohol. Hewan-hewan yang hidup didaerah permukaan air berada di lingkungan kaya oksigen. Kondisi itu menyebabkan hewan lebih beradaptasi dengan pernafasan aerobic, yaitu membongkar makanan untuk mengeluarkan energy dengan menggunakan oksigen, dengan produk sampingan berupa karbodioksida dan air. Karena tubuhnya hanya satu sel, oksigen itu diserap langsung melalui seluruh permukaan dinding sel. Hewan-hewan multiselular yang bernafas secara anaerobic antara lain hewan-hewan parasite usus, hewan yang hidup didalam lumpur, dan kerang yang cangkoknya sedang tertutup dalam waktu lama.
Pada organisme tingkat tinggi juga dapat terjadi pernafasan anaerobic, terutama jika pemasukan oksigen dari udara luar tidak mencukupi untuk kebutuhan respirasi. Contoh yang muda diamati adalah yang terjadi pada manusia. Pada saat orang melakukan kerja otot melebihi kapisitas paru-paru untuk menghirup oksigen, pembongkaran bahan bakar karbohidrat ditingkatkan dengan respirasi anaerobic. Adanya reespirasi anaerobic dapat ditandai dengan terbentuknya asam laktat yang tersimpan didalam jaringan otot yang melakukan kerja berat. Timbunan asam laktat itu menyebabkan rasa sakit pada otot yang bersangkutan. Asam laktat itu terbawa oleh aliran darah, dan sampai di hati diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati.
Alat pernafasan khusus menjadi mutlak pada hewan-hewan yang berukuran lebih besar dan permukaan tubuhnya tertutupi oleh kulit yang tidak dapat diresapi oleh gas. Meskipun demikian, ada hewan yang mempunyai alat pernafasan khusus tetapi juga memasukkan oksigen melalui permukaan tubuh, misalnya katak. Permukaan alat pernafasan pada hewan tentunya ada yang melekuk keluar atau mengalami evaginasi, misalnya insang. Alat pernafasan seperti itu kebanyakan dimiliki hewan air.Meskipun insang ikan terletak dirongga mulut, tidak berarti insang merupakan pelekukan permukaan ke arah dalam.Paru-paru pada hewan yang hidup di darat merupakan pelekukan ke dalam dari permukaan tubuh. Alat pernafasan yang terbentuk dalam proses ini disebut paru-paru. Paru-paru yang sederhana terdapat pada siput tanah.Paru-paru yang kompleks terdapat pada vertebrata tingkat tinggi. Serangga merupakan hewan yang mempunyai kemampuan paling besar untuk hidup ditempat yang sangat kering. Untuk mengurangi hilangnya air dalam tubuh-tubuhnya tertutup oleh kulit tebal yang terbentuk oleh lapisan khitin. Maka dari itu difusi oksigen melalui permukaan tubuh tidak dapat berlangsung, sehingga serangga memerlukan pernafasan khusus berupa trakhea.Trakhea juga berfungsi sebagai alat transportasi juga pernafasan.
Hewan yang bernafas dengan insang ada yang menjulurkan insangnya keluar tubuh agar dapat menangkap oksigen lebih banyak, misalnya larva serangga mayfly dari genus Ephemeridae, dan salamandee air dari kelompok reptile. Meskipun insang merupakan alat pernafasan yang cocok untuk pernafasan di dalam air, beberapa jenis ikan mengambil oksigen dari udara.Ikan-ikan itu naik ke permukaan air untuk mengeluarkan moncongnya di atas air.Kejadian ini dapat diamati pada iakn mujair, ikan mas, dan lain-lain.Ketam darat menggunakan insangnya untuk mengambil oksigen dari udara, misalnya ketam pemanjat pohon (Bergus latro) dan ketam-ketam dari genus Cardisoma. Hewan lain yang insangnya dapat digunakan untuk bernafas diatmosfer adalah hewan-hewan dari golongan isopoda darat (S chmidt-Nielsen.1990:26)
Hewan yang hidup di darat sebenarnya mengalami kesulitan untuk menghadapi pertentangan antara kondisi untuk pengambilan oksigen dengan kondisi untuk memenuhi kebutuhan air. Kondisi lingkungan yang baik untuk pengambilan oksigen ternyata merupakan kondisi yang mempercepat hilangnya air dalam tubuh. Organisme yang paling berhasil mengadaptasikan diri pada lingkungan darat adalah serangga.Serangga berkulit keras tidak dapat ditembus oleh air. Pernafasannya tidak dapat berlangsung secara difusi melalui permukaan tubuh, maka serangga mempunyai alat pernafasan khusus yaitu trachea. Trakhea adalah system saluran yang bermula dari lubang yang ada dipermukaan tubuh. Lubang itu disebut spikarel. Spikarel yang mempunyai penutup yang dapat menongkrol pertukaran udara antara bagian dalam trachea dengan udara luar. Lubang itu dilanjutkan oleh saluran-saluran ke arah dalam tubuh, dan saluran itu bercabang-cabang di seluruh jaringan tubuh saluran trachea yang terkecil disebut trakheola. Ujung trakheola berhubung langsung dengan setiap sel tubuh. System trakhea mengambil oksigen dari atmosfer dan mengeluarkan karbondioksida dari dalam tubuh ke atmosfer. Karena itu trachea berhubungan langsung dengan setiap sel tubuh, maka serangga tidak memerlukan system transport untuk mengedarkan udara pernafasan.
Spikarel pada serangga itu berjumlah sedikit, misalnya: larva nyamuk dan kepik air hanya mempunyai satu spirakel, yang terletak dibagian belakang tubuh. Pada waktu mengambil napas, larva nyamuk dan kepik air menungging dan menggantungkan tubuh dipermukaan air, sehingga spikarel berhubungan langsung dengan udara di atas permukaan air. Spikarel itu berhubungan dengan satu ruangan yang dapat menyimpan gas pernafasan.Gas itu digunakan waktu serangga itu masuk ke dalam air.Serangga yang hidup di darat mempunyai spikarel yang terdapat di kedua sisi tubuhnya.
Sistem sirkulasi
Hewan yang tubuhnya besar tidak mungkin mengangkut zat-zat yang ada dalam tubuhnya dengan cara difusi, karena memerlukan waktu lama. Hewan-hewan itu memerlukan sirkulasi untuk mengangkat gas, zat makanan, sisa makanan dan zat-zat lain dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Pengangkutan zat di dalam system sirkulasi menggunakan cairan yang disebut darah.
Mengalirnya darah di saluran pengangkut memerlukan alat khusus berupa pompa. Pompa darah ada yang berupa peristaltic dan pompa yang berbentuk kantong. Pompa peristaltic terdapat pada hewan-hewan avertebrata, dan karena berbentuk pembuluh sering pompa itu disebut jantung pembuluh. Jantung pembuluh itu bergerak secara peristaltic. Gerakan mengkerut (kontraksi) menekan darah keluar dari jantung pembuluh, dan gerakan mengendor (relaksasi) menyebabkan darah dari arah lain masuk ke dalam jantung. Jantung kantong (misalnya: jantung manusia) mempunyai dinding yang tersusun oleh jaringan otot. Kontraksi otot jangtung menyebebkan jantung mengkerut untuk memompa darah keluar dari jantung. Pembuluh darah hewan-hewan yang berjantung kantong memiliki kelep, sehingga darah tidak dapat berbalik arah jika tekanan jantung menjadi kecil. Jantung kantong dimiliki oleh vertebrata.
Makanan dan Pencernaan Makanan
Makanan di perlukan hewan untuk memenuhi kebutuhan 1) energy 2) bahan untuk membangun sel, jaringan, dan organ tubuh, 3) bahan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Makanan yang dibutuhkan diperoleh dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Ada hewan yang memakan tumbuhan saja (herbifora) dan memakan hewan lain (karnifora), memakan tumbuhan da hewan lain (omnivore). Ada yang memakan tumbuhan dan atau hewan yang masih hidup (predator, parasit, parasitoid), dan ada yang memakan bagian tubuh tumbuhan atau hewan yang sudah mati (scavenger, detrifitor, saprobe), hewan –hewan tertentu memakan makanan yang berukuran kecil,dan hewan lain memakan makanan yan berukuran besar. Perbedaan jenis dan ukuran makanan pada hewan memerlukan cara yang berbeda untuk menagmbil makanan (memasukan kedalam mulut), menelan, dan mencerna makanan.
Pengambilan Makanan
Protozoa memakan alga, bakteri, dan bahan yang berukuran mikroskopis. Makanan dimasukan langsung ke dalam sel yaitu kedalam vakuola makanan yang berfungsi sebagai alat mencerna makanan. Sari makanan yang diserap ke dalam sitoplasma, sisa makanan dikeluarkan melalui dinding sel.
Hewan- hewan multiseluler bahkan yang berukuran sangat besar, juga ada memakan makanan kecil. Hewan-hewan itu mempunyai cara tertentu untuk mengambil dan memasukan makanan kedalam mulut. Hewa yang tergolong porifera menggerakan silia unyuk menggalirkan air melalui saluran pori-pori tubuh. Makanan yang terbawa oleh air diserap oleh sel-sel yan menghadap kesaluran pori. Hewan-hewan berongga (coelenterate) memasukan makanan kedalam rongga tubuh dengan cara mengerakan tentatel yang ada disekeliling lubang rongga tubuh.
Hewan-hewan avertebrata yang lebih tinggi memakan makanan yang berukuran kecil dengan cara menyaring makanan yan berada dalam lumpur. Lumpur dimasukan kedalam mulut dengan kaki capit. Pada waktu makan ketam memasukan air sebanyak-banyaknya kedalam rongga mulut. Dengan adanya air butir-butir makanan yang kecil terapung, dan butir-butir lumpur yang berukuran besar menghadap. Makanan yang terapung ditelan. Butir-butir lumpur besar tersangkut pada insang kemudian dikeluarkan dari mulut dengan cara menyemburkan airyang ada dalam rongga mulut. Selain memkan makanan dalam bentuk lumpur, ketam darat juga memakan makanan yang berukuran besar, misalnya bangkai siput, buah-buahan busuk. Hewan-hewan vertebrata juga ada yang memakan dengan cara menyaring. Ikan ait tawar menyaring plankton terutama crustacean kecil. Ikan hiu menyaring plankton masuk kemulut bersama air. Paus yang berukuran sangat besar juga memakan plankton dengan cara menyaring. Alat penyaring pada paus berupa sederatan tulang pipih yang melekat pada rahang atas dan menggantung kedalam mulut melalui celah-celah tulan pipih tersebut. Dan plaktonnya terperangkap pada tepi tulang yang berupa serabut. Paus biru yang beratnya lebih dari seratus ton juga memakan plankton dengan cara menyaring seperti itu. Itu merupakan keajaiban, hewan yang besar memakan plankton kecil.
Hewan-hewan selain yang disebutkan di atas memakan makanan yang berukuran besar. Makanan harus dihancurkan dulu sebelum dicerna atau ditelan secara enzimatik. Belalan memotong dan mengunyah makanan dengan maksila dan mandibula. Ketam darat parathelphusa bogorensi mencabik makanan yang berupa daging hewan sebelum dimasukan kedalam mulut. Daging yang ditemukan dipegang dengan "gigi" kemudian ditarik kaki sapit sampai putus. Serpihan daging yan tertiggal di gigi ditelan. Hewan-hewan mamalia kebanyaka mempunyai gigi yang dapat digunakan untuk memotong. Mencabik, dan mengunyah makanan. Makanan yang berukuran sangat besar dipotong denan gigi seri atau dicabik dengan gigi taring, setelah menjadi kecil-kecil dimasukan kedalam mulut dikunyah sebelum ditelan.
Beberapa spesies hewan vertebrata yang tidak mempunyai gigi menelan seluruh makanan yang di dapatkan, tanpa di potong atau dikunya lebih dulu. Misalnya ikan, amfibi, reptile dan burung. Hewan-hewan itu mempunyai cara tertentu untuk menghancurkan makanan. Burung mempunyai lambung penggunya (gizzard). Makanan yang ditelan dilumatkan secara mekanik didalam lambung penggunya. Disamping itu burung mempunyai tembolog yang terletak dibagian atas lambung. Makanan yang disimpan dalam tombolog sebelum dimasukan kedalam lambung untuk dilinakkan.ular sering menelan makanan yang berukuran sangat besar, misalnya menelan seluruh tubuh kambing yang dapat di tangkapnya. Makanan itu dicerna sedikit demi sedikit di dalam saluran pencernaan makanan, sehingga dapat digunakan lama.
Pencernaan Makanan
Makanan yang berasal dari tumbuhan atau hewan menggandung beberapa zat organic yang molekulnya berukuran besar, misalnya: karbohidrat, lemak, dan protein. Makanan yang masuk kedalam saluran pencernaan kebanyakan masih dalam bentuk molekul yang berukuran besar, sehingga tidak dapat diserap oleh dinding usus. Molekul yang masih besar perlu diuraikan menjadi molekul yang lebih kecil dengan enzim yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar pencernaan. Karbohidrat diuraikan oleh enzim-enzim yang tergolong karbohidrase, misalnya amylase, sukrase, dan maltase. Lemak diuraikan oleh enzim-enzim lipase. Protein dicerna oleh enzim-enzim yang tergolong peptidase.: pepsin dan tripsin. Karbohidrat ( polisakarida) diuraikan menjadi glukosa (monosakarida), lemak diuraian menjadi asam lemak dan gliserol, protein ( polipeptida) diuraikan menjadi asam amino (monopeptida).
Hewan-hewan tertentu mempunyai masalah dalam mencerna bahan-bahan organic. Senyawa lemak ada yang berbentuk lilin. Lilin tidak dapat dihidrolisis oleh lipase yang dimiliki oleh kebanyakan hewan. Maka dari itu lilin tidak memiliki nilai sebagai makanan bagi hewan. Namun, ada beberapa hewan yang dapat memanfaatkan lilin. Misalnya larva kupu malam (wax moth) yang menjadi parasit dirumah. Lebah madu dapat mencerna lilin lebah madu. Diafrika selatan ada sejenis burung yang sering disebut pemandu pencari madu (shcmidt-nielsen, 1990). Para pencari madu dapat menemukan sarang lebah madu atas bantuan burung-burung tersebut. Burung itu dapat mencerna lilin atas bantuan bakteri yang hidup sebagai simbion didalam pencernaan makanan. Bakteri itulah yang mencerna lilin.
Lilin sangat penting bagi kehidupan organisme di ekosistem laut. Dilaut terdapat banyak organisme yang tubuhnya menggandung lilin, misalnya dari golongan mollusca cephalopoda, crustacean, anemone laut, hewan karang,dan ikan penghasil lilin yang utama adalah hewan-hewan copepoda. Tubuh dari beberapa hewan copepod menggandung 70% lilin. Ikan haring dan ikan sarden yang memakan hewan copepoda mempunyai enzim lipase yang dapat mencerna lilin (sergeant dan gatten 1976 dalam Schmidt- Nielsen 1990): burung laut, misalnya burung petrel dan auk memaka dan memberi makan anaknya brupa plankton crustacea yang menggandung lilin. Burung-burung itu memetabolismekan lilin secara langsung atau menggubahnya menjadi trigliserida untuk ditimbun.
Hewan-hewan herbifora menghadapi kesukaran dalam mencerna selulosa yang terkandung dalam makanannya. Selulosa hanya dapat dicerna oleh enzim selulase. Enzim itu tidak dipunyai oleh hewan herbivore. Namun beberapa jenis hewan dapat dimanfaatkan selulase atas bantuan mikroorganisme yang hidup sebagai simbion di dalam saluran pencernaan makanan. Hewan-hewan itu antara lain: siput kebun ( helix pomatia ),cacing teredo, kutu buku (ctenolepisme lineate). Dan anai-anai (termopsis). Mikroorganisme yang dapat dicerna selulosa anatara lain flagelata trichomonas termosidis, yang hidup didalam usus anai-anai.
Manusia hebifora mempunyai keistimewaan saluran pencernaan sehubungan dengan pencernaan selulosa. Keistimewaan saluran pencernaani itu dibantu juga oleh pencernaan mikroorganisme yang dapat mencerna selulosa. Hewan-hewan itu antara lain tergolong hewan memamabiak (ruminansia) misalnya sapi, dan domba. Keistimewaan saluran pencernaan hewan ruminansia ada pada lambungnya. Lambungnya terdiri dari beberapa bagian yaitu rumen, reticulum, omasum, abomasums. Rumen merupakan kantong besar untuk memfermentasikan makanan.
Gambar 3.3 lambung hewan ruminansia
Makanan dicampur dengan air liur didalam rumen sehingga dapat terjadi fermentasi secara besar-besaran. Air liur itu berfungsi sebagai zat penahan (buffer). Fermentasi didalam rumen dilakukan oleh bakteri dan protozoa (ciliate) yang hidup didalamnya. Hasil pencernaan sebagian besar berupa asam asetat, asam butiran dan asam propionate, karbondioksida dan metana. Asam asetat asam butiran dan metana dikeluarkan alat tubuh. Bahan-bahan yang belum tercerna secara sempurna dikembalikan kemulut untuk dikunya lagi. Makanan yang masuk lagi ke rumen dicerna lagi oleh mikroorganisme. Makanan yang sudah tercerna dirumrn disalurkan ke reticulum, omasum, dan abomasums. Ketiga kantong yang terakhir itu mengandung enzim pencernaan seperti yang terdapat pada vertebrata lain.
Mamalia verbivora yang tidak tergolong ruminansia juga mempunyai lambung yang terdiri dari beberapa bagian, dan proses pencernaan yang terdiri dilambung sama dengan yang terjadi di dalam lambung ruminansia. Hewan-hewan mamalia lain yang memperoleh bantuan dari mikroorganisme untuk mencerna selulosa adalah kera longer, penyu hijau (chelonia midas) dan iguana (iguana-iguina) penjelaskan lebih banyak tentang pencernaan selulosa pada jenis-jenis hewan tersebut dapat diperoleh dari Schmidt-nielsen, 1990).
Temperatur
Adaptasi fisiologis hewan terhadap temperature lingkungan meliputi tiga hal: 1) adaptasi untuk hidup di lingkungan temperature rendah, 2) adaptasi untuk hidup di lingkungan temperature tingkat tinggi 3) adaptasi untuk mengatasi perubahan temperature tubuh sebagai akibat perubahan temperature lingkungan.
Berdasarkan responya terhadap perubahan temperature lingkungan, hewan dikelompokan menjadi hewan homoitermi dan poikilotermi. Hewan homoitermi bersifat homoitermik adalah mamalia dan burung. Hewan poikilotermi adalah hewan yang temperature tubuhnya berubah-ubah jika temperature lingkungan berubah. Hewan yang bersifat poikilotermik adalah reptile, amfibi, iakan, dan hewan-hewan avertebrata sebagai contoh: temperature tubuh ikan sama dengan temperature air dimana ikan itu berenang, dan temperature.
Hewan yang masih aktif kebanyakan hanya dapat hidup pada rentangan temperatur yang sempit, yaitu antara beberapa derajat di bawah titik beku sampai kira-kira 50'c. rentangan temperatur itu lebih tertuju pada suhu tubuh daripada suhu lingkungan. Artinya hewan menghadapi kematian apabila jika suhu tubuhnya turun sampai di bawah titik beku dan naik di atas suhu 500C. Suhu lingkungan di alam pada umumnya tidak melebihi 50oC, tetapi suhu udara lingkungan daratan dapat turun jauh di bawah 0oC. Rentangan ssuhu lingkungan di air lebih sempit dari daratan. Di perairan perairan tropis temperatur air jarang melebihi 30oC, dan di daerah kutub suhu terendah hanya 1-2o di bawah titik nol.
Ketahanan hewan untuk hidup dalam rentangan suhu lingkungan seperti yang di ebutkan di atas berbeda-beda. Ada hewan yang mempunyai toleransi lebar terhadap perubahan suhu lingkungan (euritermal) dan ada yang bertolerani sempit (stenotermal). Diantara hewan yang bertoleransi sempit ada yang hanya tahan hidup pada suhu rendah, sementara yang lain bertahan hidup pada temperatur tinggi.
Hewan-hewan yang dalam keadaan aktif hampir tidak ada yang dapat bertahan hidup pada suhu di atas 50oC. Hewan-hewan yang tahan pada suhu di atas 50oC antara lain adalah larva lalat Polypodium. Dalam keadaan tubuh yang terdehidrasi larva tresebut dapat bertahan pada temperatur 102oC selama satu menit. Setelah itu lalat tumbuh mengalami metamorfosis dengan sempurna.
Hewan yang hidup di daerah yang sedang dan dingin sering menghadapi temperatur lingkungan yang amat rendah pada musim dingin. Pada musim dingin suhu udara sering mencapai jauh dibawah titik beku air. Hewan-hewan yang hidup di daerah yang sedang dan dimgin itu mempuntai cara-cara yang berbeda menghadapi suhu dingin. Ada hewan yang toleran terhadap pembekuan cairan tubuh (frezze-yolerant), hewan lain tidak toleran jika air di dalam tubuhnya membeku (frezze-intolerant).
Hewan yang tidak toleran terhadap pembekuan cairan tubuhnya akan mati jika air tubuhnya membeku. Untuk mencegah pembekuan pada air tubuhnya, hewan –hewan tersebut harus dapat mecegah pembekuan pembekuan di dalam tubuh jika temperatur lingkunga turun sangat rendah, isalnya sampai -40oC. Suhu udara -40oC atau lebih rendah sering terjadi di daerah beriklim dingin. Bebrapa spesies hewan yang hidup di lingkungan dingin itu mempunyai zat anti beku, mialnya gliserol. Hewan yang tubuhnya mengandung banyak gliserol antara lain lalat Rhabdophaga strobilliroides, yang hidup di alaska.
Air
Masalah yang di hadapi hewan sehubungan dengan ada atau tidaknya air di lingkungan hidup adalah mempertahankan kandungan air tubuh dan konsentrasi larutan garam atautekanan osmotik cairan tubuh. Hewan air menghadapi perubahan atau perbedaan konsntrasi garam di dalam air. Hewan darat lebih menghadapi ancaman kehilangan air dari dalam tubuh karena adanya perubahan kelmbaban udara.
Hewan laut menghadapi air laut yang banyak mengandung banyak garam. Keaadaan garam air laut rata-rat 3,5%. Di beberapa tempat keadaan air laut lebih tinggi misalnya 4% di daerah Mediterania, di daerah tepi pantai kadar garam lebih rendah daripada di tengah laut. Hewan-hewan laut rata-rata mempunytai tekanan osmotik sama dengan tekan osmotik air laut. Dengan kata lain hewan laut bersifat isoosmotik atau isosmotik terhadap mediumnya. Hewan-hewan laut tidak pernah mengatur tekanan osmotik tubuhnya karena sama dengan lingkungannya. Sifat itu di sebut isokonfonmer. Hewan laut yang sering pergi ke air payau, atau ke air tawar harus mengatur tekanan osmotik tubuhnya lebih tinggi daripada tekanan osmotik air. Hewan itu perlu melakukan osmoregulator. Osmoregulasi juga di alami oleh ikan aslmon yang sering pergi ke hulu sungai untuk bertelur. Hewan yang mempunyai toleransi lebih leabar terhadap perubahan kadar air garam di sebut eurihalin, sedang hewan mempunyai tolerandi rendah terhadap kadar garam disebut stenohalin.
Hewan darat menghadapi masalah kekurangan air tubuh jika lingkungan nya kering. Faktor yang berpengaruh adalah kelembaban udara dan temperatur. Air dalam tubuh menguap jika lingkungan menjadi kering dan suhu udara meningkat. Secara umum hewan mengatur keseimbangan air di dalam tubuhnya dengan mengeluarkan atau memasukkan air. Pengeluaran air dari dalam tubuh dilakukan dengan cara penguapan melalui permukaan tubuh dan alat pernafasan, melalui fees dan urin. Pemasukan air ke dalam tubuh di lakukuan dengan cara minum, menghisap air yang ada dalam makanan, menghisap air melalui permukaan tubuh, atau memanfaatkan air yang terbentuk pada metabolisme karbohidrat.
Siput mempunyai permukaan kulit yang terlalu tebal, dan tingkat penguapan air yang tinggi. Maka dari itu siput telanjang aktif pada musim penghujan atau malam hari ketika kelembaban tinggi. Siput darat yang mempunyai cangkakng dapat mengurangi penguapan air berlebih. Namun pada musim kering siput darat mengalami estivasi. Tubuhnya dimasukkan ke dalam cangkang, kemudian lubang cangkang ditutupi selaput, selaput tersebut dibentuk dari lendir tubuhnya dicampur oleh kristal kalsium karbonat.dengan begitu kehilangan air tubuh dapat dicegah.
Serangga merupakan kelompok hewan yang berhasil mengadaptasikan diri pada lingkungan di muka bumi. Tidak adanya air dan rendahnya kelebaban udara tidak menjadi penghalang bagi serangga untuk bertahan hidup. Pencegahan penguapan air terjadi karena kulitnya yang tebal dan berlapis lilin.
Katak dewasa mempunyai kulit yang tipis dan selalu lembab. Pada lingkungan udara yang kering kulit tidak mampu mencegah penguapan air tubuh. Maka dari itu katak selalui mencari tempat yang dekat dengan air atau tempat yang lembab. Kalau masuk ke air, air dari luar masuk kedalam tubuh dengan cara difusi dan garam keluar dari dalam tubuh, sehingga konsentrasi garam dalam tubuh menjadi encer. Untuk mempertahankan tekanan osmotik dalam tubuh katak menggunakan cara seperti hewan air tawar, yaitu mengeluarkan urin encer dan menghirup garam. Pada musim kering yang panjang katak melakukan estivasi dengan mengubur diri dalam tanah. Bila hujan katak keluar ke permukaan tanah. Pada saat itu katak dapat menimpan air di kandungan kencing dalam jumlah yang banyak. Timbunan iar di kandungan ini di gunakan sebagai cadangan air ketika melakukan estivasi pada musim berikutnya. Air kencing yang tersimpan di dalam kandungan kencing itu sangat encer, banyaknya 30% dari berat tubuh.
Reptil mempunyai kulit tebal berbentuk sisik. Meskipun demikian air tubuh banyak yang hilang, sebagian besar di sebabkan oleh penguapan melalui kulit, sebagian kecil melalui pernafasan. Hilangnya air dalam tubuh reptil diimbangi dengan pamasukan air melalui minuman, makanan dan air metabolik.
Tabel 3.1. Hilangnya air dari tubuh reptil melalui penguapan di kulit dan melalui pernafasan
Jenis Hewan
Penguapan per hari (gram/100gram berat tubuh)
Penguapan melaui kulit (%)
Penguapan melalui pernafasan (%)
Ular air
2,9
88
22
Ular gapher
0,9
64
36
Iguana
0,8
72
28
Chuchawalla
66
34
Kura kotak
0,9
76
24
Kura padang pasir
0,9
76
24
Burung dan mamalia mengatur keseimbangan air tidak hanya mempertahankan air dalam tubuh, tetapi mempertahankan suhu tubuh. Keistimewaan pengendalian air pada hewan mamalia dijumpai pada hewan yang hidup di padang pasir. Padang pasir merupakan tempat yang tidak banyak mengandung sumber air, suhunya tinggi, kelembabnnya rendah. Hewan-hewan yang hidup di tempat tersebut harus dapat mempertahankan agar air tubuh tidak habis karena penguapan dan tidak minum untuk mengganti air yang hilang. Hewan-hewan padang pasir pada umumnya memperoleh air dari makanan yaitu daun yang masih segar, batang, buah, akar dan umbu. Hewan predator memperoleh air dari cairan tubuh mangsa.
Onta dapat megatur kelembaban udara pernafasan untuk mengatur pengeluaran dan pemasukan air tubuh. Pada siang hari rongga hidung didinginkan, sehingga udara pernafasan menjadi lembab. Pada malam hari udara pernafasan sangat kering, bisa turun 75% daripada siang hari. Pendinginan dan pelembaban udara pernafasan pada rongga hidung onta dapat mengurangi hilangnya air tubuh sebanyak 60% (Schmid-Nielsen, 1990). Pengaturan kelembaban udara pernafasan pada hidung onta itu tergantung pada sifat higroskopis dari dinding rongga hidung. Jika tubuh onta mengalami dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) selaput hidung menjadi kering, dan tertutup oleh lapisan mukosa kering, sisa sel mati dan garam. Dinding rongga hidung seperti itu mengeluarkan uap air ketika hewan menghembuskan nafas pada udara yang kering, dan menghisap uap air pada saat menarik nafas. Uap air yang tersisa pada saat menarik nafas diuapkan lagi pada saat menghembuskan nafas berikutnya, sehingga menyebabkan rongga hidung menjadoi lembab dan uap air itu terhisap kembali pada waktu menarik nafas. Dengan cara ini onta dapat mengurangi hilangnya air dari dalam tubuh terutama pada saat udara kering.
Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah respon-respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya muncul dalam bentuk gerakan untuk menanggapi ransangan yang mengenai dirinya. Ransangan itu dapat berasal dari lingkungan luar dan dalam tubuhnya sendiri. Diantaranya macam-macam tingkah laku hewan yang biasa muncul sebagai tanggapan terhadap ransangan yang berasal dari lingkungan luar sudah diuraikan pada bab terdahulu, misalnya hibemasi dan estivasi.
Hibernasi
Hibernasi adalah tingkah laku hewan untuk mengurangi metabolisme tubuh pada musim dingin. Tingkah laku ini kebanyakan dimiliki oleh hewan-hewan yang hidup di daerah beriklim dingin. Aspek tingkahlaku hibernasi adalah perubahan intensitas gerakan dari gerakan aktif untuk mencari makan menjadi tidak aktif atau istrahat (dormansi). Salah satu hewan yang melakukan hibernasi adalah beruang kutub. Pada musim dingin beruang kutub pada umumnya pergi ketempat-tempat yang terlindung, misalnya goa untuk berlindung dari serangan cuaca dingin.beruang itu berada di dalam goa selama musim dingin, dan tidak melakukan kegiatan apapun. Tingkah laku "bertapa" itu dilakukan untuk menghemat energi tubuh yang diperlukan untuk termoregulasi atau mempertahankan suhu tubuh. Penghematan suhu tubuh itu perlu dilakukan agar ada kesimbangan antara energi yang tersimpan di dalam tubuh dengan pengeluaran untuk respirasi dalam rangka menahan penurunan temperatur tubuh. Jika pada musim dingin itu hewan harus aktif untuk mencari makan, selain udara diluar sangat dingin, makanan yang dicari juga tidak mudah ditemukan. Dalam keadaan itu energi yang diperlukan sangat tidak seimbang denga energi yang diperoleh. Sebaliknya pada musim panas hewan-hewan di daerah dingin mencari makan sebanyak-banyaknya sebagai cadangan makanan di musim dingin.
Aestivasi
Aestivasi merupakan tingkah laku untuk melakukan dormansi pada kondisi temperatur yang tinggi. Tingkah laku ini pada umumnya terjadi pada hewan yang hidup di daerah yang tinggi. Hewan-hewan yang melakukan aestivasi antara lain belut dan siput air. Di indonesia belut dan siput air banyak di jumpai pada rawa atau swah dataran rendah. Aestivasi terjadi bukan hanya berkaitan dengan tingginya temperatur lingkungan, melainkan juga berhubungan dengan rendahnya kelembaban udara. Tingginya temperatur dan rendahnya kelembaban mempercepat hilangnya air dari dalam tubuh. Maka dari itu, belut dan siput yang hidup di indonesia melkaukan aestivasi pada musim kemarau.
Pada musim penghujan swah hampir setiap saat tergenang air. Dalam keadan seperti belut dan siput air setiap hari aktif pada malam hari, dan masuk kedalam tanah pada siang hari. Namun jika temperatur udara tidak terlalu tinggi, pada siang hari sering dijumpai belut dan siput berkeliaran dipermukaan tanah. Pada musim kemarau, selain temperatur tinggi, sawah pada umumnya berada dalam keadaan kering. Dalam keadaan itu, belut dan siput air tidak hanya berada di dalam panah pada malam hari, tetapi boleh dikata selama musim kemarau.
Siput banyak dijumpai di pekarangan atau kebun juga melakukan aestivasi pada musim kemarau. Untuk menghindari udara yang panas dan kering siput masuk ke batu-batuan atau timbunan sampah, dan berada di situ selama musim kemarau. Seringkali dapat dijumpai siput yang tinggal dibawah semak-semak. Siput ini biasanya membentuk epifragma untuk menutup cangkangnya. Siput darat pada umumnya tidak mempunyai penutup cangkang seperti yang dimiliki siput air. Penutup cangkang pada siput air terbentuk dari zat kapur, keras dan permanen, dapat dibuka dan di tutup setiap saat. Epifragma merupakan lapisan tipis yang terbentuk dari lendir yang diekskresikan oleh tubuh menutup cangkang tanpa dapat dibuka dan ditutup.
Diurnal dan Nokturnal
Kebanyakan hewan aktif pada siang hari, dan sebagian kecil ada yang aktif pada malam hari. Hewan yang aktif pada siang hari dinamakan diurnal, dan yang aktif pada malam hari disebut nokturnal. Hewan-hewan yang bersifat nokturnal antara lain burung hantu. Burung hantu melakukan aktivitas mencari makan dan aktivitas lainnya hanya pada malam hari. Salah satu keistimewaan dari burung hantu adalah ketajaman mata, yang terlihat pada intensitas cahaya yang sangat rendah. Hewan-hewan dari kelompok mamalia yang bersifat nokturnal antara lain kukang (Primata), musang, dan kelelawar. Kalau hewan-hewan lain seperti burung hantu, kukang dan musang mempunyai mata yang tajam, hewan-hewan yang segolongan dengan kelelawar mempunyai mata yang tidak terlalu tajam, bahkan dapat dikatakan buta. Namun kelelawar mempunyai alat yang bersifat radar yang terdapat pada sayap. Radar itu dapat menangkap getaran benda-benda yang ada di depannya dan getaran itu dikirim ketelinga untuk dianalisis, sehingga kelelawar dapat mengetahui adanya benda-benda yang ada disekitarnya. Untuk komunikasi dengan sesama jenisnya, kelelawar selalu bersuara. Hewan dari kelompok serangga juga banyak yang bersifat nokturnal, antara lain walang sangit.
Orientasi Terhadap Lingkungan
Hampir semua hewan mempunyai kemampuan untuk berorientasi terhadap lingkungannya sehingga dapat mengetahui posisi dan dapat menentukan arah gerakannya. Orientasi itu dilakukan dengan menggunakan alat-alat indera. Pada hewan bersel satu orientasi terhadap lingkungan dilakukan dengan indera yang berupa kemosensori. Kemosensori Paramecium terletak dibagian belakang tubuhnya. Jika pada waktu bergerak tubuh bagian belakang menyentuh suatu benda, ransangan, itu diterima oleh kemosensori dan paramecium bergerak kearah yang berlawanan membelok kekanan.
Pada hewan-hewan yang bersel banyak orientasinya dapat dilakukan dengan beberapa macam indera, antara lain peraba, pembau, pendengar, penglihat. Respon yang paling sederhana yang dilakukan hewan karena adanya ransangan-ransangan yang menyentuh indranya adalah denga gerakan taksis. Taksis adalah gerakan yang dilakukan untuk medekati atau menjauhi ransangan. Gerakan mendekati ransangan disebut taksis positif dan yang menjauhi ransangan disebut taksis negatif. Beberapa contoh tentang taksis adalah sebagai berikut. Cacing tanah bergerak menghindar jika tubuhnya menyentuh garam. Larva lalat bergerak menjauhi sinar yang dapat dari satu arah tertentu. Pada waktu berjalan menjauhi sinar,larva lalat itu tidak berjalan lurus, tetapi bergerak membelok kekiri dan kekanan secara bergantian. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara kedua "mata" yang ada di kedua sisi kepalanya. Pada waktu kepalanya menghadap kekiri mata kiri terkena cahaya, cacing membelokkan kepalanya kearah kanan. Pada waktu kepalanya menghadap kekanan, mata kanan terkena cahaya, cacing membelokkan kepalanya ke kiri.
Ototomi
Ototomi adalah tingkah laku memutus bagian-bagian tubuh. Ketam darat memutuskan kakinya jika kakinya berada dalam bahaya, misalnya dipatuk oleh burung bangau. Cecak memutuskan ekornya (ototomi) jika diserang oleh hewan lain. Ekor cecak yang terputus dapat tumbuh kembali. Tumbuhnya kembali bagian tubuh yang telah putus, seperti pada ekor cecak itu disebut regenerasi. Hewan lain yang mempunyai kemampuan ototomi dan regenarasi adalah planaria.
Adaptasi mutual
Adaptasi mutual adalah adaptasi untuk hidup bersama atau hidup berdampingan dengan individu atau spesies lain. Hidup bersama atau hidup berdampingan itu ada yang berbentuk kooperasi, simbiosis dan lain-lain.
Tingkah laku sosial
Hewan-hewan ada yang hidup secara soliter dan ada yang berkelompok. Hewan yang bersifat soliter hidup sendiri-sendiri terpisah antara satu individu dengan individu yang lain. Hewan yang berkelompok ada yang jumlahnya sedikit, dan ada yang jumlahnya banyak pada setiap kelompok. Kelompok yang jumlahnya paling sedikit adalah kelompok yang hanya terdiri dari induk dan jantan, betina dan anak. Kelompok yang demikian ada kalanya tidak permanen, karena ananknya memisahkan diri setelah dewasa. Kelompok demikian terbentuk dalam rangka pemeliharaan anak. Contoh dari kelompok yang anggota terdiri dari anggota keluarga adalah banteng. Beberapa jenis burung juga berkelompok dalam rangka pemeliharaan dan menjaga keselamatan induk betina dan anaknya. Induk betina mengerami telur dan menghangatkan tubuh anaknya pada saat udara dingin.
Kelompok sosial yang anggotanya banyak antara lain adalah kerbau liar. Dalam satu kelompok terdiri dari kurang lebih 25 ekor. Di dalam kelompok itu individu yang paling besar biasanya menjadi pemimpin kelompok. Jika pembaca sempat mengunjungi Taman Nasional Baluran Mungkin dapat mengamati beberapa aspek tingkah laku kelompok pada kerbau liar. Pengamatan itu mudah dilakukan. Pada musim kemarau kerbau liar, juga hewan-hewan mamalia lain pergi ke tempat-tempat genangan air di sekitar hutan. Jika pengamat dating ke tempat itu sebelum kerbau datang, biasanya sekitar pukul 21.00 mungkin dapat mengamati seekor kerbau yang kesekitar sumber air. Keebau itu berputar-putar disekitar sumber air beberapa saat kemudian pergi lagi. Beberapa saat kemudian datanglah segerombolan kerbau ke sumber air, dan masing-masing individu minum disumber. Dalam hal itu tampaknya kerbau yang menjadi pemimpin bertanggungjawab atas keselamatan kelompok dengan mengadakan orientasi lebih dahulu terhadap kondisi di sekitar sumber air yang akan dikunjungi. Pada musim kemarau, biasanya semua jenis hewan yang hidup di lingkungan yang sama seperti di Taman Nasional Balura itu menggunakan sumber air yang sama untuk minum, karena pada musim kemarau jumlah sumber air amat terbatas. Aspek tingkahlaku lain dapat diamati ketika kerbau sedang merumput di padang rumput. Jika kelompok kerbau didekati, kelompok itu merapat, hewan-hewan dewasa berada di tepi menunjukkan sikap mempertahankan diri.
Kelompok sosial juga ada pada hewan-hewan serangga, misalnya lebah dan anai-anai. Kelompok social pada kedua jenis serangga itu terorganisasi lebih sistematik. Diantara anggota kelompok, ada satu hewan yang menjadi ratu yang tugasnya hanya bertelur. Anggota yang lain berperan sebagai tentara yang bertugas menjaga keamanan kelompok, dan anggota lainnya lagi mempunya peran untuk mencari makan bagi seluruh anggota kelompok.
Tingkah laku perkembangbiakan
Tingkahl aku kawin dapat dipandang sebagai suatu bentuk adaptasi, karena hewan-hewan tertentu hanya berkembang biak pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, beberapa jenis burung yang hidup di belahan bumi utara di daerah beriklim dingin bertelur dan memelihara anak dimusim panas di belahan bumi selatan. Burung-burung itu bermigrasi ke selatan pada saat di utara mengalami musim dingin. Jika kegiatan bertelur dan memelihara anak dilakukan di habitat aslinya, maka induk-induk burung kesulitan untuk mencari makanan untuk anaknya karena pada musim dingin tumbuh-tumbuhan menggurkan daunnya. Tingkahlaku perkembangbiakan seperti itu sangat penting untuk kelestarian anak-anak yang dilahirkan. Hewan-hewan lain yang melakukan perkembangbiakan di tempat lain dari habitatnya antara lain ikan salmon dan ketam air tawar, ikan salmon hidup di laut tetapi melakukan perkawinan dan bertelur di hulu sungai. Sedangakn ketam pergi ke laut untuk bertelur.
Tingkah laku bekelahi
Tingkah laku berkelahi merupakan adaptasi hewan untuk mempertahankan hidupnya dari serangan hewan lain. Serangan hewan lain dapat berasal dari individu sesame spesies dan individu dari spesies lain. Tingkah laku berkelahi ada yang menyerang dan ada yang mempertahankan diri. Tingkah laku menyerang umumnya dilakukan oleh hewan predator dan tingkahlaku mempertahankan diri dilakukan oleh hewan mangsa. Diantara sesame spesies perkelahian dapat terjadi karena terjadi persaingan, misalnya untuk memperebutkan makanan, territorial, pasangan kawin. Tingkah laku perkelahian dinyatakan sebagai adaptasi karena pola-pola tingkah laku perkelahian sangat khas pada satu jenis hewan yaitu dalam cara menyerang, cara mempertahankan diri. Misalnya: burung elang menyerang dengan cara menyambar, harimau menyerang dengan cara menerkam, banteng dengan cara menanduk. Sifat adaptasi tingkah laku berkelahi itu lebih nyata jika dihubungkan dengan alat-alat yang dimiliki hewan untuk berkelahi, misalnya kerbau bertanduk, ayam bertaji, ular berbisa.
Mekanisme terjadinya tingkah laku
Tinbergen (1969) menjelaskan bahwa tingkah laku adalah reaksi terhadap keadaan tertentu yang faktor penyebabnya dapat berasal dari luar dan dari dalam tubuh. Faktor dari dalam tubuh dinyatakan sebagai faktor motivasional yang menetukan arah intensitas dari penampilan tingkah laku.
Reaksi dari suatu hewan ditentukan oleh kemampuan potensial indera. Potensi alat indera itu menyangkut beberapa aspek: 1) kepekaan, 2) diskriminasi, dan 3) lokalisasi. Kepekaan adalah kekuatan untuk menangkap rangsangan, misalnya penglihatan burung hantu sangat peka karena dapat melihat pada cahaya yang tidak terang., sedangkan penglihatan kelelawar tidak peka karena tidak dapat melihat meskipun pada siang hari yang terang. Deskriminasi adalah kemampuan untuk membedakan rangsangan, baik kekuatan maupun macamnya. Kemampuan untuk membedakan kekuatan ransangan penting untuk menentukan perlu atau tidaknya respons dan tinggi rendahnya respons. Ransangan yang mengenai hewan dalam satu waktu lebih satu macam. Dengan kemampuan deskriminasi hewan dapat menentukan rangsangan mana yang perlu direspons lebih dulu, dan ransangan mana yang tidak perlu direspons atau direspons kemudian. Lokalisasi adalah kemampuan untuk menempatkan/menentukan sumber rangsang dalam ruang. Lokalisasi meliputi aspek arah dan jarak. Dalam aspek arah, hewan dapat menentukan asal ransangan yang mengenai dirinya. Aspek jarak menentuka kekuatan ransangan, misalnya seekor kijang mendengar auman harimau, dengan mengadahkan kepalanya kijang tersebut dapat memperkirakan arah dabn jarak harimau terhadap dirinya, sehingga dapapat mempersiapkan diri untuk menghindari datangnya harimau tersebut.
Tingkah laku refleks
Tingkah laku hewan dapat dibedakan menjadi tingkah laku refleks, tingkah laku insting, dan tingkah laku belajar. Pavlov membedakan tingkah laku reflex dengan tingkah laku insting. Sebagai gamabaran kecenderungan manusia untuk mengumpulkan uang adalah suatu insting bukan reflex. Gerakan taksis pada hewan-hewan invertebrate pada umumnya merupakan gerakan repleks. Tingkah laku reflex tampak pada gerakan-gerakan tubuh yang tidak dikendalikan oleh system saraf sadar. Gerakan terjadi secara spontan sebagai tanggapan terhadap rangsangan yang mengenai tubuh.
Tingkah laku insting
Gerakan insting adalah gerakan-gerakan yang tidak memerlukan pengalaman khusus. Gerakan itu pada umumnya bersifat bawaan, dan pola gerakannya sama pada semua individu dalam satu spesies. Permunculan gerakan itu terkendali oleh kekuatan dari dalam tubuh, atau dikendalikan oleh system saraf pusat. Contoh :
Anak bebek baru menetas mengikuti hewan apa yang dijumpai pertama kali.
Burung Robin menyerang benda-benda yang berbentuk burung. Tingkah laku seperti itu di sebut tingkah laku stereotip, artinya hewan berekasi terhadap cirri-ciri khusus organism lain atau lingkungannya.
Burung camar haring yang diberi dua macam rangsangan berupa benda berbentuk telur dan benda berwarna merah akan mengambil benda berwarna merah dan tubuhnya mengambil posisi duduk mengerami benda berbentuk telur. Tingkah laku seperti ini dikenal dengan tingkah laku ambivalen, artinya tingkahlaku yang memunculkan dua macam stimulus yang berbeda.
Tingkah laku belajar
Belajar adalah modifikasi tingkah laku yang relative permanen dan terbentuk melalui latihan dan pengalaman (Drickamer, 1982). Tinbergen (1969) menyatakan bahwa belajar merupakan proses di dalam system saraf pusat yang menyebabkan terjadinya perubahan mekanisme tingkah laku insting sebagai tanggapan terhadap ransangan dari luar. Sementara W.H Thorpe (1963) berpendapat bahwa belajar merupakan manifestasi perubahan tingkah laku yang bersifat adaptif sebagai akibat adanya pengalaman pengalaman. Pola tingkah laku belajar dikendalikan oleh faktor internal disebut motivasi. Tingkah laku belajar dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu habituasi, trial-and error, pemahaman dan belajar laten.
Habituasi adalah suatu penurunan amplitude dan probabilitas suatu respons secara gradual sebagai akibat dari hadirnya stimulus tertentu-secara berulang-ulang. Penurunan respons itu bersifat persisten dan tidak diikuti oleh berbagai macam penguatan. Tingkah laku yang bersifat habituasi antara lain adalah tingkah laku melarikan diri, menyerang, seksual, dan frekuensi ejakulasi.
Trial-and-Error adalah tingkah laku yang tampak bila seekor hewan menampilkan tingkah laku appetitive atau searching yang sering kali diperkuat oleh kejadian-kejadian yang muncul secara tidak terencana.
Belajar pemahaman adalah tingkah laku yang terbentuk melalui asosiasi kejadian-kejadian atau kegiatan-kegiatan yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkah laku yang terbentuk adalah tingkah laku yang dapat memecah masalah baru yang sedang dihadapi. Misalnya seekor sinpanse dimasukkan kedalam suatu ruang. Di dalam ruang itu digantungkan sebuah pisang pada langit-langit , dan disediakan sebatang tongkat. Sinpanse tidak dapat mengambil pisang dengan menggunakan tangannya, maka ketika melihat ada sebuah tongkat yang ada di dekatnya, sinpanse tersebut mengambil dan menggunakannya untuk menjolok pisang. Berdasarkan fakta tersebut diambil kesimpulan bahwa simpanse dapat mengasosiasikan panjang tongkat dengfan tinggi pisang. Berdasarkan asosiasinya simpanse menampilkan tingkah laku untuk memecahkan kesulitan untuk mengambil pisang.
Belajar laten yaitu pembuatan asosiasi tanpa adanyan penguatan atau tanpa adanya bukti dari perbuatan yang terbentuk pada saat kegiatan belajar berlangsung. Kegiatan belajar itu muncul sebagai akibat dari dorongan atau motivasi dari dalam, sehingga tidak perlu ada penguatan yang berasal dari akibat hasil kegiatan belajar yang pernah dialami. Sifat belajar seperti ini mungkin lebih banyak terjadi pada manusia. Manusia mempunyai semua sifat belajar yang disebutkan diata, yaitu reflex, insting, trial-and-error, pemahaman, selain belajar laten.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini ialah:
Respon adalah reaksi yang dilakukan hewan terhadap adanya perubahan kondisi lingkungan sehingga hewan tersebut akan melakukan adaptasi untuk menyesuaikan diri dari pengaruh lingkungannya.
Jenis-jenis respon hewan terhadap lingkungannya ada dua macam, yaitu respon yang Reversibel dan respon yang tidak-refersibel
Mekanisme adaptasi berawal dari nenek moyang populasi hewan yang hidup pada saat ini serta memiliki struktur tubuh yang sesuai dengan lingkungannya sehingga dapat bertahan hidup dan menurusnkan sifat-sifat unggul yang dimiliki hewan tersebut dari generasi kegenerasi.
Ada dua factor yang mendukung suatu sehingga mahluk hidup dapat bertahan hidup hingga kini, yaitu adaptasi ditentukan oleh sifat genetik. Serta memiliki kemampuan untuk menghasilkanketurunan yang banyak.
Bentuk-bentuk adaptasi terdiri dari adaptasi structural, adaptasi fisiologis, serta adaptasi tingkah laku.
Saran
Makalah ini membahas tentang teori-teori tentang terjadinya peristiwa adaptasi pada hewan yang disertai dengan contoh-contohnya. Maka dari itu, penulismenyarankan agar dilakukan pengamatan langsung dilapangan agar semua teori yang terdapat dalam makalah ini dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada sekarang ini.