DUKUNGAN SISTEM IRIGASI IRIGASI DALAM DALAM PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN SRI
Oleh; Dr. Ir. Eri Gas Ekaputra,MS 2
1. Latar Belakang Sumberdaya air merupakan bagian dari sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan, kehidupan, baik manusia manusia dan untuk mahluk mahluk hidup lainnya. lainnya. Pada akhir-akhir akhir-akhir ini peningkatan peningkatan kebutu kebutuhan han terhad terhadap ap sumber sumberday dayaa air semaki semakin n dirasa dirasakan kan,, k ompeti ompetisi si dalam dalam pemanf pemanfaata aatan n
sumberdaya air selalu meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan perubahan perubahan fisik, sosial dan ekonomi yang terjadi sebagai konsekuensi pembangunan Nasional. Dalam keruangan wilayah sungai, kompetisi dimaksud semakin tanpak, seperti untuk untuk keperlu keperluan an pertan pertanian ian beriri beririgas gasii dan berbag berbagai ai keperl keperluan uan non-pe non-pertan rtanian ian seperti seperti industri, turisme, dan termasuk keperluan rumahtangga sehari-hari. Terjadinya pergeseran iklim global dan perubahan tuntutan terhadap pemanfaatan sumberdaya air serta kerusakan lingkungan pada kawasan wilayah sungai, telah berakibat kepada perubahan prilaku sumberdaya air seperti kekeringan dan banjir. Untuk menyikapi perubahan – perubahan tersebut dalam upaya pengembangan sumberdaya air yang berkelanjutan seyogyanya diselenggarakan dengan hampiran antisipasi berupa antisipasi terhadap kemungkinan yang akan terjadi dari perubahan tersebut. Di sisi lain salah satu misi dari pembangunan dibidang sumberdaya air dalam menunjang ketahanan pangan, adalah melalui peningkatan fungsi jaringan irigasi yang memilik memilikii potens potensii yang yang cukup cukup besar besar dalam dalam penyed penyediaan iaan pangan pangan secara secara Nasiona Nasionall serta serta pengembangan usaha ekonomi masyarakat petani. Sejalan Sejalan dengan dengan pelaksa pelaksanaa naan n progra program m tersebu tersebut, t, pada pada awal awal tahun tahun 2000 2000 telah telah dikembangkan sistem pertanian SRI ( System of Rice Intensification) merupakan teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah 1
Makalah disampaikan dalam rangka Dies Natalis Fakultas Pertanian yang ke 53 “ Strategi dan Dukungan Kajian Akademis Penerapan SRI di Indonesia, Padang 15 Januari 2008.
2
- Staf Dosen Fakultas Pertanian Program Studi Teknik Pertanian Universitas Andalas Padang. - Kepala Laboratorium Teknik Sumberdaya Air dan Lahan Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. - Staf Peneliti Pusat Studi Irigasi Sumberdaya Air Lahan dan Pembangunan (PSI-SDALP) Universitas Andalas Padang.
pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. Metode ini terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50%, bahkan di beberapa tempat mencapai lebih seperti di Sukamandi pada musim tanam 1999-2000 dengan hasil 9,5 ton/ha, sedangkan pada petani hasil padi konvensional sekitar 5,9 sampai 6,9 ton/ha Pemberian air pada sistem pertanian SRI diberikan tidak digenangi, tapi sampai batas macak-macak batas bawah retak rambut (untuk tanah bertekstur liat)3, sehingga sistem pertanian SRI memerlukan air jauh lebih sedikit dari sistem usaha tani padi sawah secara konvensional. Menurut Dedi K (2007), budidaya padi konvensional keperluan air sekitar (i) 150 mm untuk pengolahan tanah dan (ii) 1.000 mm untuk tanaman. Sehingga total kebutuhan sekitar 1.150 mm (11.500 m 3 air per hektar per musim). Sementara untuk sistem pertanian SRI perubahan terjadi pada kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman sekitar 600 mm, sehingga total sekitar 750 mm (7.500 m 3 air per hekar per musim). Jika menggunakan pompa harga air sekitar Rp 1.000/m 3. Dengan demikian nilai air irigasi pada konvensional sekitar Rp 11,5 juta dan pada SRI sekitar Rp 7,5 juta/ha/musim. Jadi, dengan menggunakan sistem pertanian SRI terjadi penghematan air 4.000 m 3 air per hektar atau 34,7 %. Dengan adanya peluang penghematan air irigasi melalui sistem pertanian SRI, sekitar 34,7 % (lihat, Dedi K 2007) maka akan terjadi pergeseran pola pemanfaatan sumberdaya air yang selama ini pertanian beririgasi merupakan pemakai air dalam proporsi yang sangat besar dibandingkan dengan sektor-sektor pemanfaatan air lainnya, menjadi pola pemanfaatan air irigasi atas dasar kebutuhan air tanaman tepat waktu, jumlah dan ruang. Untuk mendukung kebijakan tersebut memerlukan dukungan perubahan manajemen irigasi yang mendasar, mulai dari aspek teknis yang dikaitkan dengan konsep teknologi sepadan, sampai pada aspek sosial-kultural yang berkaitan dengan perubahan sikap para pelaku (petani) yang terkait. Perubahan ini tidak mungkin dilaksanakan secara mendadak dan waktu yang singkat, tetapi harus dipertimbangkan secara arif dengan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup matang. Untuk mencirikan masalah tersebut berikut ini akan dijelaskan konsep sistem irigasi di indonesia sekarang ini.
3
Pada tanah bertekstur pasir retak rambut sulit terjadi, walaupun tanah cukup kering
2. Sistem irigasi di Indonesia. Sistem irigasi yang berkembang di Indonesia sekarang ini, semuanya berakar dari teknologi irigasi yang dibangun di era kolonial Belanda dengan tujuan untuk peningkatan sumber pendapatan penguasa kolonial. Pada saat itu jenis tanaman yang di usahakan adalah tanaman tebu merupakan tanaman niaga, disamping itu pemerintah kolonial juga harus mempertimbangkan pasok air untuk tanaman padi yang secara tradisional diusahakan penduduk (Pusposutardjo, 1997). Seperti
yang diutarakan
Pusposutarjo
(1997) bahwa
dalam
pelaksanan
pengelolaan sistem irigasi dari era kolonial hingga saat sekarang hampir tidak ada perubahan secara mendasar, seperti dalam perencanaan irigasi berdasarkan buku KP-01 tahun 1966, yang mana layanan irigasi diperhitungkan berdasarkan pasok air dari sungai dan curah hujan dengan peluang kejadian 80 %, dengan memakai data series 20 tahunan atau lebih. Asumsi yang digunakan dalam sistem ini adalah dalam kurun waktu lima tahun terjadi kegagalan satu tahun, maka kondisi ini dianggap suatu kejadian yang wajar. Permasalahan yang muncul adalah kapan satu kali gagal tersebut, apakah awal tahun dari tahun kelima, tengah-tengah atau akhir atau terdistribusi sepanjang tahun (hal ini tidak bisa dipastikan). Akibat dari perencanaan tersebut tidak dapat digunakan untuk menilai kebenaran dan kejituan kinerja dari manajemen irigasi, bahkan sering sekali terjadi penyimpangan kinerja manajemen irigasi terutama dalam penyediaan dan pendistribusian. Seperti contoh pada saat terjadi kekeringan atau banjir, pihak manajemen hanya memakai pembenaran dengan menyatakan sebagai penyebab penyimpangan iklim. Jadi persoalan utama dalam perencanaan irigasi adalah akibat dari kesalahan data baku yang dipakai untuk membuat asumsi, sehingga berakibat pada penurunan jaminan hak penggunaan air karena ketidak pastian pola ulangan kejadian ketersediaan air di bendung. Persoalan dalam sistem manajemen irigasi sekarang ini juga tampak dalam penyediaan data sumberdaya air yang berasal dari alat ukur cuaca, hidrometri karena alat tersebut sudah banyak yang rusak, tidak pernah ditera ulang atau letak posisi dari alat tersebut secara hidrolika tidak tepat, ataupun rasa tanggung jawab petugas yang rendah sehingga data sumberdaya air yang digunakan pihak manajemen irigasi sangat lemah dan tidak menggambarkan keadaan nyata. Sehingga sistem manajemen irigasi seperti ini tidak akan memberikan jaminan air.
Persoalan selanjutnya dalam sistem manajemen irigasi adalah kesenjangan antara teknologi yang digunakan dengan penguasaan know how atau perangkat lunak sangat rendah, seperti dalam manajemen penyediaan air dan pendistribusiannya sangat canggih untuk ukuran di dunia, sementara kemampuan know how tidak mendukung sehingga apa yang ingin di capai dalam manajemen irigasi akan jauh dari sasaran nya. Persoalan lain dalam manajemen irigasi terutama dalam perencanaan penyediaan air dan bagai mana cara pendistribusiannya tidak melibatkan petani secara langsung, petani hanya diberi tahu baik secara perorangan maupun kelompok hanya diberi tahu pola tanam yang harus di ikuti berikut jadwal tanam dan debit air yang dijatahkan. Dari persoalan tersebut diatas tampak dengan jelas bahwa konsep sistem irigasi di Indonesia tidak selaras dengan situasi kelangkaan air dan juga tidak bisa diandalkan untuk mendukung pola pertanian beririgasi yang dinamis, seperti dalam pengembangan sistem usaha tani SRI. Sistem usaha tani SRI memerlukan air dari irigasi secara terputus-putus untuk memenuhi kebutuhan air sehingga dapat; (i) menciptakan aerasi tanah yang baik, akibatnya dapat mencegah pembentukan racun, (ii) menghemat air sehingga ada peluang untuk memperluas areal irigasi atau dimanfaatkan bagi kebutuhan non pertanian, (iii) mengurangi masalah drainase, dan (iv) untuk mendapat air akan lebih terjamin baik pada musim kemarau, sepanjang air tersedia di sumbernya. Sebagai dampak positif dari program SRI maka, dukungan sistem irigasi terutama pelaksanaan O dan P jaringan irigasi dalam pengembangan sistem pertanian SRI akan berbeda dengan sistem usaha tani konvensional. Untuk itu dibutuhkan keandalan prasarana irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan peningkatan, dan pengelolaan jaringan irigasi untuk menunjang program pertanian SRI di perlukan peningkatan manajemen irigasi melalui (i) perencanaan(Planning) (ii) rancang bangun (design) (iii) perbaikan data dasar (iv) penyempurnaan konstrusi dan kalibrasi alat ukur (v) meningkatkan rasa tanggung jawab yang disertai penghargaan terhadap petugas pengairan yang bertugas mengukur debit dan pengumpulan data cuaca (vi) operasi, (vii) pemeliharaan, (viii) rehabilitasi jaringan irigasi dan (ix) perlu dilakukan perubahan institusi manajemen irigasi sehingga petani mempunyai jangkauan
dalam
pendistribusiannya..
pengambilan
keputusan
terutama
dalam
penyediaan
air
dan
3. Perkembangan Pemikiran Dalam Pengembangan Sistem Usaha tani SRI yang Berbasis Hemat Air. System of Rice Intensification (SRI) dikembangkan pertama kali secara tidak
sengaja di Madagaskar antara tahun 1983-1984 oleh biarawan Yesuit asal Perancis bernama FR. Henri de Laulani, S.J. Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Perancis dinamakan Le Syst me de Riziculture Intensive disingkat RSI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI. (Uphoff, 2000, dalam Rozen; 2006). Sebelum tahun 1999 SRI hanya dikenal dan dipraktekkan di Madagaskar saja. Sekarang ini dicobakan di hampir 30 negara dengan hasil produksi SRI sekitar 7 – 10 ton gabah kering panen (GKP)/ ha. Budidaya padi metode SRI dikembangkan di propinsi Jawa Barat sejak tahun 1999. Sampai tahun 2007 telah dipraktekkan oleh 5000 petani pada lahan seluas 650 Ha setelah dilakukan pelatihan sebanyak 125 angkatan. Menurut Soekrasno (2007), keuntungan kegiatan SRI di Indonesia selain mencakup budaya hemat air irigasi dan naiknya produksi padi, juga mencakup keuntungan lain dalam metode SRI: 1).hemat benih 80%; 2).hemat bahan kimia 100%; 3).kualitas beras lebih baik; 4).umur padi lebih singkat; 5).ekologi lebih baik; 6).kehidupan sosial lebih harmonis (tidak ada konflik air); 7).pembuatan MOL (mikro organisme lokal) oleh petani; 8).pembuatan pupuk organik. Selanjutnya yang menjadi pemikiran dari kelompok praktisi irigasi seperti Direktur Irigasi Dirjen Sumberdaya Air Departemen Pekerjaan Umum M. Hasan (2007) yaitu, dibandingkan dengan pembangunan irigasi yang membutuhkan dana sebesar Rp20-30 juta per hektar, peningkatan produksi Padi melalui intensifikasi pertanian metode SRI jauh lebih murah, tinggal bagaimana kita merubah perilaku dan budaya petani. Sistem usaha tani SRI memang cukup unik, yaitu dapat mengupayakan hemat air irigasi dan juga menghasilkan produksi padi lebih tinggi sampai menghasilkan efisiensi manfaat air (EMA) sekitar 200-300% dari padi konvensional. Cara pemberikan air secara terputus-putus pada sistem usaha tani SRI bertujuan untuk menciptakan sirkulasi aerase pada kawasan perakaran, sehingga kondisi ini akan memungkinkan kehidupan bakteri didaerah akar meningkat cara ini akan membantu perbaikan ekologi tanah. Akibatnya
pertumbuhan tunas jauh lebih banyak dan menghasilkan peningkatan jumlah malai. Namun metode SRI memang memerlukan upaya lebih intensif dibandingkan dengan konvensional, misal frekuensi dan interval pemberian air irigasi, frekuensi penyiangan rumput, pembuatan pupuk organik, pembuatan micro organisme lokal (Soekrasno, 2007). Disamping keuntungan metode SRI seperti tersebut di atas, menurut Soekrasno (2007) sistem usaha tani SRI memiliki nilai minusnya, yaitu dibutuhkannya tenaga yang banyak, tanam tunggal menyebabkan rawan terhadap hama, kesulitan mendapatkan bahan untuk pembuatan pupuk organik, dan keharusan tanam serentak dalam satu blok kuarter. Selanjutnya menurut Dedi. K (2007), dari hasil penelitian lapangan berada di Kelompok Tani Jembar Karya I, desa Margahayu, kecamatan Manonjaya, kabupaten Tasikmalaya dalam implementasi SRI di daerah irigasi merupakan kegiatan lintas sektor, terpadu antara: (a) konservasi DAS melalui GERHAN
(dinas Kehutanan), (b)
infrastruktur jaringan irigasi dan drainase (dinas PSDA dan Pertanian), (c) jaringan jalan pertanian (dinas PU dan Pertanian), (d) pengembangan peternakan (termasuk cacing) dan areal tanaman rumput pakan ternak (dinas Peternakan), (e) intalasi bio-gas di areal peternakan (dinas Peternakan), (f) sistem penyediaan kredit lunak (dinas Koperasi), (g) lokasi pasar penyedia limbah organik pasar (dinas Lingkungan Hidup), (h) mesin pencacah rumput/jerami (dinas Pertanian), (i) mesin pencampur (dinas Pertanian), (j) mesin penyiang (dinas Pertanian), (k) mesin penyebar kompos (dinas Pertanian). Ini semua merupakan tantangan buat ahli irigasi, peternakan, teknik pertanian, kehutanan, perikanan dalam suatu program payung pengembangan wilayah. Dari beberapa perkembangan pemikiran tentang usaha tani SRI di lapangan, yang menjadi pokok persoalan dalam penerapan metode SRI di lapangan adalah diperluka cara atau metode dalam rangka penyesuaian terhadap tingkat penerimaan petani. Disamping itu dari beberapa praktisi meragukan keberhasilan SRI yang dapat menghasilkan peningkatan produksi sekaligus dapat menghemat air irigasi.
Beberapa petani juga
menolak budidaya padi metode SRI. Bahkan polemik yang berkembang di Amerika menyebutkan metode SRI adalah UFO, Unconfirmed Field Observation. Keadaan ini perlu dilakukan penelitian di laboratorium dan lapangan untuk mencari solusi kompromi metode SRI yang dapat distandarkan di Indonesia dan diterima semua pihak. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk konfirmasi keberhasilan SRI yang dapat diterima secara internasional.
4. Dukungan Sistem Irigasi dalam Pengembangan SRI Beberapa perkembangan pemikiran dalam budidaya padi metode SRI dengan hasil produksi padi lebih meningkat dan dapat menghemat air irigasi memang logis dan dapat dijelaskan secara ilmiah.
Namun dalam implementasi dari kajian tersebut perlu
diperhatikan bahwa dalam perubahan teknologi bisa terjadi apabila teknologi yang ada diartikan secara berbeda dengan makna sebelumnya. Artinya, teknologi yang sudah diterima oleh masyarakat selama bertahun-tahun atau secara turun temurun merupakan teknologi yang dianggap sudah mapan dan sudah tidak diragukan lagi bagi si pemanfaat teknologi tersebut. Jadi untuk menjelaskan teknologi yang baru maka diperlukan peninjauan sistem teknologi yang telah dianggap mapan dan disesuaikan dengan konsep pemaknaan yang baru. Dalam hal ini bagaimana sistem usaha tani SRI yang merupakan sistem teknologi kemanfaatan sumberdaya air di transformasikan kedalam sistem irigasi yang telah di fahami oleh masyarakat selama ini. Menurut Small and Svendsen (1992) sistem irigasi diartikan sebagai suatu set elemen-elemen fisik dan sosial yang dipergunakan untuk mendapatkan air dari sumber terkonsentrasi alami, memfasilitasi dan mengendalikan gerakan air dari suatu sumber ke lahan atau lahan lain yang diusahakan untuk produksi pertanian atau tanaman lain, dan menyebarkan ke (zone) perakaran lahan yang diairi. Sedangkan menurut Pusposutardjo (1996), sistem irigasi merupakan sistem sosio kultural masyarakat, yang terdiri atas beberapa sub sitem yaitu sub sistem pola pikir atau budaya, subsistem sosial ekonomi, sub sistem artefak (termasuk teknologi) dan sub sistem bukan manusia. Sementara itu, sistem usaha tani SRI dapat disebutkan sebagai suatu sistem dengan wujud yang peningkatan hasil dan dapat menghemat air yang merupakan konsep teknologi sepadan 4 maka sistem usaha tani SRI harus mengacu kepada elemenelemen penyusun sistem teknologi5 seperti technoware, humanware, orgaware dan infoware. Dengan demikian, akan diperoleh sistem usaha tani SRI yang sepadan dengan sistem irigasi yang sepadan pula. Artinya teknologi yang seluruh elemen penyusunnya 4
5
Teknologi Sepadan : dapat dilihat dari kelengkapan dan kesesuaian seluruh elemen penyusun teknologi itu sendiri seperti Tecknoware (mencakup seluruh perangkat keras maupunperangkat lunak), humanware (mencakup seluruh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki manusia untukmemanfaatkan dan mengembangkan teknologi tersebut. Orgaware (seluruh organisasi dan kelembagaan yang diperlukan untukmengoperasiakan teknologi dengan baik), serta infoware (seluruh data dan informasi yang diperlukan untuk mengoperasikan teknologi dengan baik. Dalam pemahaman yang lebih mendasar teknologi sepadan ini adalah, sebagai teknologi yang dilengkapi dengan komponen-komponen yang dapat menyeterahkan masyarakat secara adil dan bermartabat.
Teknologi adalah alat untuk mencapau tujuan secara lebih efektif dan efisien (Gie, l982). Sebagai suatu alat, maka teknologi tentu memerlukan persyaratan tertentu untuk dapat dimanfaatkan secara optimal.
saling berkesesuaian untuk beroperasi secara selaras dengan batasan-batasan lingkungan biofisik setiap kawasan dan lingkungan sosial sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat serta berkelanjutan. Jadi sistem usaha tani SRI yang akan ditransformasikan, adalah hubungan antara elemen-elemen yang ada di dalam sistem SRI
yang merupakan sistem teknologi
kemanfaatan sumberdaya air sangat komplek. Sebagian diantaranya mengandung nilainilai kuantitatif, misalnya pada elemen-elemen yang bersifat fisik atau kebendaan, dan sebagian lainnya mengandung nilai-nilai kualitatif, misalnya, pada elemen-elemen yang bersifat pola pikir prilaku petani dan sosial. Untuk melihat hubungan sistem sistem SRI yang merupakan sistem teknologi kemanfaatan sumberdaya air dan sistem teknologi irigasi, seperti dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan antara sistem SRI yang merupakan sistem teknologi kemanfaatan sumberdaya air dan sistem teknologi irigasi. Sistem SRI (sistem kemanfaatan) Teknoware Sumberdaya Air Software Hardware 1 2 3 Energi Head Bangunan Debit pemecah energi - Jaringan irigasi - Bangunan pelengkap - Lahan pertanian - Saluran drainase
Sistem Teknologi Humanware 4 memiliki pemahaman dan keterampilan dalam mengelola energi tersebut yang dapat merusak bagunan irigasi sehingga dapat dimanfaatkan.
Organoware
Infoware
5 6 Kelembagaan Informasi yang atau organisasi berkaitan yang dapat dengan energi mengelolaa yang memiliki energi dan watak merusak mengoperasik dapat dikelola annya sehingga dapat dimanfaatkan, yang dibatasi oleh tinggi tempat, bentuk topografi Bagaimana Resiko ketidak dapat pastian, karena mengatur air Indonesia yanag ada memiliki iklim dapat moson tropis memadai basah
Masa (materi)
Kuantitas: aliran sesuai dengan pola pemberian air secara terputus putus
- Lahan Keterampilan dalam mengatur Pertanian - Bangunan bagi jumlah dan agihan tingkat kuarter yang sumberdaya air sesuai dengan terkontrol sesuai kebutuhan kebutuhan
Waktu
-
Magnitud Frekuensi Pola Tanam - JadwalTanam
Bangunan pengendal untuk irigasi dan beradaptasi dengan kondisi Iklim
Keterampilan dalam menentukan kebutuhan air
Koordinasi antar sistem
Efisiensi dan optimasi
Perlu adanya storage, sebagai antisipasi kekeringan dimusim kemarau
Keterampilan dalam mengupayakan air yang ada, untuk mengalirkannya ke lahan pertanian
Bagaimana dapat menyediakan air sesuai dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Ingenuous knowledge dalam upaya membawa air ke lahan pertanian sesuai dengan kebutuhannya
Kolam mina padi surjan
Keterampilan dan Mengatur pengetahuan yang dalam menyangkut hak- pemanfaatan hak air air
Penanaman serentak ditingkat kuarter
Pemahaman Masyarakat tentang SRI, yang dapat mensejahterakan Nya.
- Intensitas Tanam Ruang
Keanekaan (Diversitas)
Nilai Ekonomi
Air grafitasi (dipermukaan tanah) dan dibawah permukaan tanah serta kesesuaian lahan -Keamanan -Transfer -akuntabilitas terhadap Hak-hak air dalam rangka diversifikasi Suplus dalam produktivitas, Efisien dalam pemanfaatan sumberdaya air
Akuntabilitas
Keseimbangan pemanfaatan
Informasi Pasar
Jadi, berdasarkan matrik hubungan antara sistem SRI yang merupakan sistem teknologi kemanfaatan sumberdaya air dan sistem teknologi irigasi berbasis pada sistem agro-sosio-teknis. Bentuk perubahan proses transformasi
pembelajaran
ini dapat dijadikan suatu
dalam penyesuaian rancang bangun dari salah satu unsur transformasi
teknis, serta penyesuaian manajemen irigasi sebagai proses kemanusiaan, finansial dan informasi dalam mendukung kesejahteraan masyarakat dan berkelanjutan. Untuk itu keberadaan informasi tentang proses transformasi tersebut serta pengaruhnya terhadap daya dukung sistem irigasi, baik secara eksternal maupun internal perlu diteliti lebih lanjut. Makalah ini telah mendiskusikan perkembangan pemikiran dan mendiskripsikan dukungan sistem irigasi dalam pengembangan sistem usaha tani SRI.
Dari penjelasan
tersebut bisa ditarik secara konkrit beberapa pembelajaran yang berkaitan dengan transformasi sistem usaha tani SRI kedalam sistem irigasi antara lain; 1. Perbaikan data dasar untuk perencanaan dan rancang bangun sistem irigasi. 2. Perlu adanya penyesuaian rancang bangun sistem teknologi irigasi yang hemat air melalui budidaya tanaman padi dengan metode SRI serta menselaraskan dengan budidaya tanaman palawija dan holtikultura. 3. Perlu adanya penyesuaian sistem manajemen irigasi terhadap program usaha tani SRI di petak tersier. 4. Dukungan hukum, perundang-undangan dan kebijakan terhadap penyesuaian rancang bangun dan manajemen irigasi 5. Perlu adanya kajian tingkat adopsi masyarakat tani terhadap penyesuaian rancang bangun sistem irigasi yang baru. 6. perubahan sikap para pelaksana manajemen irigasi dalam usaha tani SRI tidak akan munkin terpenuhi tanpa adanya peningkatan kemampuan para pelaksana (capacity building ) melalui kegiatan pelatihan-pelatihan. Dengan adanya teknologi irigasi hemat air melalui budidaya tanaman padi dengan sistem SRI , maka persoalan irigasi sebagai pengguna air terbesar yaitu hampir 85 % dan tingkat efisiensi hanya berkisar 40 sampai 60 persen dapat diatasi. Sebab dari hasil penelitian terdahulu dengan menggunakan sistem SRI maka peluang penghematan air
irigasi sekitar 34,7 % (lihat, Dedi K 2007). Maka, persoalan kelangkaan air akan dapat diatasi, kalau dilihat dalam konteks disepanjang aliran sungai yang memiliki beberapa daerah irigasi yang memiliki teknologi hemat air, maka air yang selama ini dipakai berlebihan lalu digunakanuntuk apa, dimana dan kapan ??? Berdasarkan hal tersebut di atas perlu ditindak-lanjuti dengan mewujudkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya air dalam lingkup wilayah sungai secara efisien dan berkelanjutan.
Sehubungan dengan itu, peningkatan kemampuan masyarakat
( stakeholders), dalam pengelola dan pemanfaat sumberdaya air
adalah suatu keharusan
agar aspek keefisienan dan aspek keberlanjutan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air bisa dijamin (certain).
Pertanyaannya sekarang bagaimana cara
peningkatan kemampuan atau kapasitas (capasity building ) sumberdaya manusia dan kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya air di tingkat wilayah sungai dalam pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Wilayah Sungai dan Irigasi, untuk mendukung SRI. Yang berimplikasi kepada penerapan program SRI dalam kaitannya dengan operasi dan pemeliharaan wilayah sungai dan irigasi serta optimalisasi penghematan sumberdaya Air. Dari gagasan tersebut, Pusat Studi Irigasi Sumberdaya Air Lahan dan Pembangunan Universitas Andalas (PSI-SDALP Unand) telah memulai merancang studi tentang penerapan program sistem pertanian SRI dalam istilah lokalnya ”Padi Sabatang” dalam konteks wilayah sungai dengan fokus studi antara lain; 1.
Mengkaji sistem alokasi air sepanjang aliran sungai si suatu DAS dalam kaitannya dengan penghematan sumberdaya air disepanjang aliran sungai.
2.
Inventarisasi berbagai masalah pemanfaatan sumberdaya air di sepanjang aliran sungai.
3.
Membuat model alokasi air yang optimal dan sistem pengelolaan air sepanjang aliran sungai. Sementara itu Program Studi Teknik Pertanian di bawah koordinasi Laboratorium
Teknik Sumberdaya Air dan Lahan, telah
merancang bangun pintu kuarter dengan
menggunakan sensor untuk menditeksi kelengasan tanah, sehingga dapat memerintahkan kapan pintu air di bukaatau ditutup.
DAFTAR BACAAN Ambler, John. 1989. Adat and Aid, Management of Small Scale Irrigation in West Sumatera. Disertasi Phd. Cornel University. Dedi Kusnadi Kalsim, 2007. Pengelolaan Air Irigasi di Petak Tersier dalam Modul Pelatihan Pemahaman Rancang Bangun Petak Tersier dalam Rangka Penelitian Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi dengan Metode SRI, Tasikmalaya 23~28 Juli 2007. Balai Irigasi, Puslitbang Sumberdaya Air, Balitbang Departemen Pekerjaan Umum Ekaputra, Eri Gas 2007. “Dinamika Hidrologi Daerah Aliran Sungai Ditinjau dari Keberlanjutan Sumberdaya Air untuk Pengembangan Pertanian.” Disertasi. Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Helmi dan John S Ambler, J, 1990 . “ Pengembangan Irigasi Kecil dalam Konteks Wilayah Sungai: Pengalaman Sumatera Barat dan Bali. PSI-Unand, makalah network PSI-Unand Oktober 1990 Martius, 2004. “Rekonstruksi Pengelolaan Sumberdaya Air: Endogenisasi Teknologi Lokal”. Disertasi S3, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Pusposutardjo, 1996 . Hampiran Sosiologi Teknik (engineering sociology) sebagai Pilihan didalam Pembangunan Pengairan. Bahan penataran dalam DIKLAT pengairan wilayah tengah, Bandung 11 Sepetember 1996. Pusposutardjo. S. 1997. Wawasan (Visi) Pengairan Masa Depan Dalam Kaitan Dengan Pengelolaan Sumberdaya Air. Makalah Yang disampaikan pada Lokakarya Pemberdayaan Pengairan Tingkat Regional, Direktorat Jendral Pengairan, Bali. Rozen, N. 2005 . Hasil Percobaan lapangan di Sawah Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Padang. Penelitian Program Doktor Pascasarjana Universitas Andalas Padang Small,L.E. dan Svendsen,M. 1992. A Frame Work for Assessing Irrigation Performance. International Food Policy Research Institute. Wasington DC. Soekrasno, 2007 , Peningkatan Efisiensi Irigasi Melalui Pengembangan Irigasi Hemat Air Dalam Budidaya Padi Metode Sistem Of Rice Intencification (Sri). Seminar KNI-ICID Bandung 23 -24 November 2007. Yanuar 1997. “Studi Hemat Air Melalui Penanaman Gogorancah untuk Tanaman Padi Lahan Sawah Beririgasi. Makalah Seminar Nasional Pengembangan dan pengelolaan Sumberdaya air, Jakarta YPF-INACID.