KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa atas segala curahan dan kasih sayang-Nya, nikmat, petunjuk, danhidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang berjudul “Cukai atas Plastik Kemasan Air Minum”. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan sebagai Mahasiswa yang memprogram Mata Kuliah Perpajakan Lanjutan. Diharapkan dalam makalah ini, kami dapat mengerti serta memahami hal-hal tentang Perpajakan Lanjutan terutama tentang “Cukai atas Plastik Kemasan Air Minum”. Segala kritikan dan saran sangat dibutuhkan demi perkembangan keutuhan makalah ini, sehingga akan lahir makalah yang lebih baik lagi dimasa yang akandatang. Serta ucapan terima kasih kepada Dosen mata kuliah yang telah membimbing kami, dan teman-teman yang membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan juga penulis pada khususnya.
Palembang, Mei 2016
Penulis
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan
otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali atas UU No.34 Tahun 2000 dan UU No.18 Tahun 1997. UU No.28 Tahun 2009 yang baru disahkan oleh DPR pada 18 Agustus 2009 lalu diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Dalam UU tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah sehingga terdapat perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah serta adanya pemberian diskresi (keleluasaan) dalam penerapan tarif. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah untuk kemudian dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Pasca pembaharuan UU No.34 Tahun 2000 menjadi UU No.28 Tahun 2009, Pajak Propinsi kemudian ditetapkan sebanyak 5 (lima) jenis pajak, yaitu : (i) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air (PKB & KAA); (ii) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air (BBNKB & KAA); (iii) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB); (iv) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (P3ABT & AP); (v) Pajak Rokok. Salah satu jenis pajak baru yang akan atau berkemungkinan diterbitkan dalam UU PDRD adalah cukai minuman berkemasan plastik. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah sehingga terdapat perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah serta adanya pemberian diskresi (keleluasaan) dalam penerapan tarif. Dimana Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktoral Jenderal Pajak mengeluarkan surat edaran dengan Nomor SE – 30/ PJ. 51/2003 tentang Penjelasan Mengenai Pengenaa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Produk Minuman Ringan, yang mana salah satu isi dari surat edaran tersebut adalah “Untuk minuman ringan yang menggunakan kemasan sekali pakai (Non Returnable Container), Dasar Pengenaan Pajak (PPN dan PPn BM) adalah Harga Jual termasuk kemasan dan karton dan dikenakan pada tingkat pabrikan”. 2
1.2
Rumusan masalah Masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini yaitu: 1) Apa alasan pemerintah membuat peraturan tentang pengenaan cukai minuman berkemasan plastik? 2) Apakah dampak dari pengenaan cukai minuman berkemasan plastik? 3) Bagaimana reaksi pengusaha terhadap pengenaan cukai minuman berkemasan plastik?
1.3 Tujuan penelitian Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan ini adalah 1) Untuk mengetahui alasan pemerintah membuat peraturan tentang pengenaan cukai minuman berkemasan plastik. 2) Untuk mengkaji apa saja dampak yang timbul dari pengenaan cukai minuman berkemasan plastik. 3) Untuk mengetahui bagaimana reaksi pengusaha terhadap pengenaan cukai minuman berkemasan plastik?
BAB II 3
TINJAUAN PUSTAKA .1
Landasan Teori .1.1 Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. (2009, h. 1) pajak adalah iuaran rakyat kepada kas negara berdasarkan udang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Adapun definisi pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (2011, h. 3) pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh wajib pajak berupa iuran yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang dimana manfaatnya tidak dapat dirasakan secara langsung, yang gunanya untuk membiayai pembangunan negara. 2.1.2 Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatannegara untuk
membiayai
semua pengeluaran termasuk
pengeluaran
pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Negara masa kolonial maupun modern juga telah menggunakan mendorong produksi menjadi pergerakan ekonomi. Kebanyakan ahli ekonomi, terutama neo-klasik berpendapat bahwa pajak menciptakan distorsi pasar yang mengakibatkan pasar yang tidak efisien. Oleh 4
karenanya, mereka mencari jenis pajak yang dapat meminimalkan pengaruh distorsi tersebut.[8] Pemerintah menggunakan berbagai jenis pajak dan menetapkan berbagai tarif pajak. Tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan beban pajak kepada individu atau kelas populasi yang terlibat dalam kegiatan kena pajak, seperti misalnya bisnis,atau untuk mendistribusi ulang sumber daya di antara individu dan kelas populasi. Pada masa lampai, kebangsawanan ditunjukkan dengan adanya pajak atas yang miskin; sistem jaminan kesejahteraan modern bersifat sebaliknya, ditujukan untuk membantu rakyat miskin, cacat, atau pensiun dengan memajaki rakyat yang masih bekerja. Pajak juga digunakan untuk membiayai bantuan ke negara lain dan ekpedisi militer, untuk mempengaruhi kondisi ekonomi makro (strategi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini disebut kebijakan fiskal), atau untuk mengubah pola konsumsi dan tenaga kerja dalam sistem ekonomi, dengan menjadikan beberapa jenis transaksi kurang menarik. Sistem perpajakan nasional merupakan refleksi dari nilai-nilai bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak yang memang kekuasaan politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah bangsa harus membuat pilihan terkait distribusi beban pajak – siapa yang akan membayar pajak dan seberapa banyak mereka harus membayar – dan bagaimana pajak yang telah dipungut kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi di mana rakyat memilih orang-orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sistem perpajakan, pilihan rakyat menunjukkan jenis komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat. Pada negara yang rakyat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem perpajakan, sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak yang berkuasa. Setiap proses bisnis memakan biaya administrasi saat melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun mengalami hal serupa. Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada jumlah neto yang kemudian dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang didapat dengan yang neto dapat digunakan disebut biaya kepatuhan (compliance cost). Biaya ini termasuk biaya tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang muncul saat proses administrasi pajak yang mematugi hukum dan perundangan di bidang perpajakan. Pemungutan pajak yang penggunaannya telah ditetapkan untuk tujuan tertentu, misalnya pemajakan atas alkohol yang kemudian hasilnya digunakan untuk membiaya pusat rehabilitasi alkohol disebut hipotekasi. Kebijakan ini seringkali tidak dimintasi oleh Menteri Kaungan karena mengurangi kebebasan tindakan atas pasar. 5
Beberapa pihak, seperti Libertarian berpendapat bahwa segala bentuk pajak adalah tidak bermoral karena sifatnya yang memaksa. Pandangan anti-pajak paling ekstrim adalahanarki-kapitalisme di mana setiap pelayanan publlik harus secara suka rela dibiayai oleh orang yang menggunakannya. Beberapa jenis fungsi pajak antara lain: 1) Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaranpengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang,
pemeliharaan,
dan
lain
sebagainya.
Untuk
pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. 2) Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. 3) Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 4) Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka
kesempatan
kerja,
yang
pada
akhirnya
akan
dapat
meningkatkan
pendapatan masyarakat. .1.3
Pengertian Cukai
6
Cukai adalah pemungutan pajak yang dikenakan oleh negara terhadap barangbarang yang memiliki karakteristik dan sifat tertentu, di mana penggunaannya telah diatur di dalam undang-undang yang ditetapkan pemerintah. Contoh cukai rokok, pengertian cukai rokok berarti rokok dikenakan pajak oleh pemerintah dengan tarif tertentu. Secara lebih jelas dan lengkap undang-undang mengenai pengenaan dan ketetapan cukai telah diatur dalam Undang-Undang No 39 Tahun 2007 mengenai perubahan Undang-Undang No 11 Tahun 1995 tentang cukai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengenaan cukai dan penerapannya di dalam beragai barang konsumsi masyarakat telah diatur sedemikian rupa dan memiliki kekuatan hukum yang sah di dalam pengenaannya, sehingga timbulnya pelanggaran di dalam penerapannya akan dikenai sanksi dan ganjaran yang tegas dari pihak pemerintah. Adapun barang-barang yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu yang dikenai cukai oleh pemerintah berdasarkan undang-undang yang telah ditetapkan adalah barang-barang di bawah ini:
Jenis barang konsumsinya yang perlu dikendalikan secara khusus penggunaannya
di dalam masyarakat luas. Barang-barang yang peredarannya di dalam masyarakat perlu diawasi secara
khusus. Barang-barang yang di dalam pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat luas ataupun bagi lingkungan hidup sekitarnya. Barang-barang yang pemakaiannya perlu dilakukan pembebanan pungutan negara, di mana hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan di tengah-tengah masyarakat luas. Barang-baarang yang memiliki sifat dan karakteristik di atas akan dinamakan
sebagai Barang Kena Cukai, yang mana barang-barang tersebut akan menjadi objek cukai dan dipungut cukainya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa contoh barang yang dikenai cukai, antara lain: a. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya; b. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol c. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. 7
Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai.
.1.4
Dasar Hukum Dasar hukum yang mendasari cukai atas plastik kemasan air minum terdapat pada
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-30/ PJ.51/ 2003 Tanggal 17 Desember 2003 tentang penjelasan mengenai pengenaan pajak penjualan atas barang mewah atas produk minuman ringan. Yang berisikan “Untuk minuman ringan yang menggunakan kemasan sekali pakai (Non Returnable Container), Dasar Pengenaan Pajak (PPN dan PPn BM) adalah Harga Jual termasuk kemasan dan karton dan dikenakan pada tingkat pabrikan”. Terlampir.
.1.5
Subjek Cukai Subjek cukai adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas
pungutan cukai, dalam undang-undang cukai subjek yang dimaksud adalah; a. b. c. d. e.
Pengusaha Pabrik Barang Kena Cukai (BKC). Pengusaha Tempat Penyimpanan Etil Alkohol (EA). Importir Barang Kena Cukai (BKC). Penyalur Etil Alkohol/Minuman Mengandung Etil Alkohol. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Etil Alkohol/Minuman Mengandung Etil Alkohol.
.1.6 Objek Cukai a. Etil alkohol atau etanol dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
8
b. Minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat mengandung etil alkohol; c. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Dalam undang-undang cukai dimungkinkan penambahan atau pengurangan jenis BKC yang disampaikan oleh Pemerintah ke DPR yang membidangi Keuangan untuk mendapatkan persetujuan dan dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Alasan Pemerintah Membuat Peraturan Tentang Pengenaan Cukai Minuman Berkemasan Plastik Tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp146,4 triliun dalam APBN 2016. Hingga kuartal I 2016, realisasi setoran cukai baru mencapai Rp7,9 triliun atau
9
5,4 persen dari target. Maka, untuk mencapai target tersebut pemerintah berinisiatif untuk menambah objek baru yang dapat dikenakan cukai. Pemerintah mempertimbangkan untuk mengenakan cukai atas konsumsi botol plastik minuman kemasan sejalan dengan strategi ekstensifikasi objek pungutan. Cukai dikenakan (pada botol minuman plastik) karena alasan menjaga kelestarian lingkungan sebab sampah plastik baru bisa terurai dalam waktu 100 tahun. Pemerintah memperkirakan kebutuhan plastik di Tanah Air pada tahun ini meningkat 6,6 persen, dari 3 juta ton pada 2015 menjadi 3,2 juta ton. Pertumbuhan konsumsinya, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perekonomian. Dari sisi kesehatan pengenaan cukai atas produk kemsan plastik ini juga diharapkan bisa menekan konsumsi minuman manis dalam kemasan. 3.2 Dampak dari pengenaan cukai minuman berkemasan plastik 1) Dampak pengenaan cukai kemasan air minuman terhadap pemerintah Dampak negatif: Akan meningkatkan impor makanan dan minuman dari luar negeri, karena industri
lokal kalah bersaing dengan produk luar. Membuat pertumbuhan PDB turun sehingga penyediaan lapangan kerja pun ikut turun.
Dampak positif:
Pengenaan kemasan plastik botol minuman dinilai dapat meningkatkan penerimaan
cukai selain dari tembakau, etil alkohol, minuman beralkohol dan minuman keras. Akan mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah bekas kemasan air minum. Tetapi alasan ini tidak tepat sasaran, karena plastik kemasan hanya menyumbang 7 persen dari total sampah di Indonesia. Yang harus dilakukan adalah mendisiplinkan masyarakat agar mau membuang sampah pada tempatnya. Beban konsumen juga cukup berat karena sekitar 60 persen biaya produk air minum digunakan untuk kemasannya.
2) Dampak pengenaan cukai kemasan air minuman terhadap pelaku industri Dampak negatif:
Peraturan tersebut akan memperlemah industri makanan minuman, industri
kemasan dan industri pendukungnya. Akan meningkatkan harga pokok penjualan, sehingga daya beli masyarakat akan menurun dan ini akan berdampak pada penurunan penjualan dan penurunan laba. 10
Pengenaan cukai terhadap kemasan botol plastik dapat membuat harga produk naik sehingga secara makroekonomi akan membuat inflasi naik dan pertumbuhan konsumsi turun.
Dampak positif:
Bisa memicu inovasi dari pelaku industri, dengan dikenakannya cukai kemasan air minum maka pelaku industri akan merubah bentuk kemasannya, dengan menggunakan kemasan yang bisa di daur ulang, atau membuat mesin air siap minum yang di tempatkan ditempat-tempat umum.
3) Dampak pengenaan cukai kemasan air minuman terhadap konsumen Dampak negatif:
Membebani konsumen karena harga air minum berkemasan plastik akan naik.
3.3 Reaksi pengusaha terhadap pengenaan cukai minuman berkemasan plastik Sebanyak 16 asosiasi industri yang tergabung dalam Forum Lintas Asosiasi Produsen dan Pengguna Plastik Indonesia menolak rencana pengenaan cukai terhadap plastik kemasan air minum. Mereka menilai pengenaan cukai kemasan plastik akan berdampak negatif terhadap kinerja industri dalam negeri. Pelaku industri menilai kajian pengenaan cukai pada plastik kemasan air minum yang dilakukan Badan Kebijakan Fiskal salah sasaran dan berpotensi semakin menurunkan penerimaan negara. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin), mengatakan dibutuhkan kajian yang komprehensif untuk mengenakan cukai pada plastik kemasan air minum, mengingat pelaku usaha ini di Indonesia mencapai 700 unit dengan 2.000 merek dagang. Pelaku industri meminta pemerintah mengkaji wacana pengenaan cukai terhadap plastik kemasan air minum di Indonesia. Pengenaan cukai dinilai menghambat daya saing industri plastik. Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo menyatakan, pengenaan cukai akan berdampak pada naiknya harga jual air minum dalam kemasan. “Cukainya pasti dibebankan kepada konsumen. Padahal, produk ini bukan kebutuhan primer yang cukup sensitif terhadap kenaikan harga”. Kenaikan harga juga dinilai berdampak terhadap penurunan konsumsi minuman dalam kemasan. 11
Pengurus Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) mengaku belum mendengar resmi soal wacana itu. Tapi, Aspadin sudah siap menolak, jika wacana tersebut direalisasikan pemerintah. "AMDK kan tidak membebani lingkungan. Bahkan, produknya saja sudah bisa didaur ulang dan jadi harta berharga bagi para pemulung," tutur Rachmat Hidayat, Ketua Umum Aspadin kepada KONTAN, Senin (28/3).
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Internet :
https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perpajakan/ http://www.beacukai.go.id/arsip/cuk/cukai.html http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=cukai http://kanwiljogja.pajak.go.id/ppajak.php?id=7462 http://www.beacukai.go.id/arsip/cuk/cukai.html http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160412170709-92-123413/kemenkeu-kajikenakan-pajak-dosa-atas-botol-minuman-plastik/ 12
http://industri.bisnis.com/read/20160331/257/532913/wacana-cukai-plastik-kemasan-
air-minum-dinilai-salah-sasaran http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/04/12/512517/gapmmi-tolak-pengenaan-
cukai-plastik-botol-minuman https://m.tempo.co/read/news/2016/04/12/092762096/kemenkeu-kaji-pengenaan-
cukai-pada-kemasan-plastik http://industri.kontan.co.id/news/aspadin-tolak-pengenaan-cukai-air-minum-kemasa
http://radartegal.com/news/4579-rencana-cukai-plastik-diprotes
http://pajaktaxes.blogspot.co.id/2015/07/penjualan-air-minum-dibebaskan-dari.html
LAMPIRAN I
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK NOMOR SE-30/PJ.51/2003 TANGGAL 17 DESEMBER 2003 TENTANG PENJELASAN MENGENAI PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PRODUK MINUMAN RINGAN
13
Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan Wajib Pajak tentang pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas produk minuman ringan dalam kemasan yang dapat dikembalikan (contoh : botol dan krat), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: A. Ketentuan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 1. Minuman ringan yang merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, antara lain : Air buah dan air sayuran yang belum meragi dan tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aroma maupun tidak, yang dibotolkan/dikemas untuk penjualan eceran, yang dapat berupa air jeruk, air grapefruit, air buah jeruk lainnya, air nenas, air tomat, air buah anggur (termasuk air buah belum meragi), air apel, air buah atau sari sayuran lainnya, dari satu jenis buah atau sayuran, dan campuran air buah atau campuran air sayuran. Air soda, mengandung tambahan gula atau bahan pemanis lainnya atau aroma, yang dibotolkan/dikemas untuk penjualan eceran. Minuman yang tidak mengadung alkohol lainnya, selain air, air mineral, air soda, minuman yang terbuat dari susu, dan teh, yang dikemas untuk penjualan eceran. 2. Atas penyerahan minuman ringan tersebut di atas yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut di Dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan minuman ringan tersebut oleh Pengusaha yang Menghasilkan. 4. Yang termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah kegiatan membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu, dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu, atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. 2. Praktek Bisnis Industri Minuman Ringan yang Berlaku. 1. Dalam industri minuman ringan, umumnya terdapat pemisahan antara kegiatan pabrikasi dan kegiatan distribusi. Pabrikan (manufacturing) hanya berfungsi untuk memproduksi minumannya saja. Sedangkan Distributor berfungsi untuk menyalurkan dan memasarkan produk minuman ringan tersebut. 2. Cara pengemasan untuk produk minuman tersebut, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 14
a. Pengemasan dengan menggunakan kemasan yang dapat dikembalikan/returnable container, diantaranya botol gelas (Returnable Glass Bottle - RGB) beserta kratnya. Sudah menjadi praktek bisnis yang berlaku umum di Indonesia bahwa botol RGB selalu dimiliki oleh perusahaan industri (Distributor). Hal ini berkaitan dengan pemungutan uang jaminan atas botol RGB dalam rangka memastikan hubungan bisnis yang efektif antara penjual (dalam hal ini Distributor) dengan toko/warung/retailer yang membeli minuman ringan tersebut. b. Pengemasan dengan menggunakan kemasan sekali pakai/non returnable container, diantaranya kemasan kotak tetra pack, kaleng, ataupun plastik. 3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pengenaan PPn BM untuk produk minuman ringan dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam rangka konsistensi serta untuk memberikan kepastian hukum, maka yang dimaksud dengan Pengusaha yang menghasilkan (Pabrikan) minuman ringan adalah pengusaha yang menghasilkan/memproduksi isi minuman ringan tersebut dan bukan pengusaha yang mendistribusikannya (Distributor). 2. Untuk minuman ringan yang menggunakan kemasan yang dapat dikembalikan (Returnable Container) : a. Penyerahan botol dan krat oleh Sole Distributor kepada pabrikan minuman ringan dalam rangka tataniaga minuman sebagai sarana untuk distribusi dan pemasaran minuman yang oleh pembeli harus dikembalikan (returnable containers) adalah bukan penyerahan Barang Kena Pajak. b. Mengingat botol dan krat yang digunakan dalam tataniaga minuman ringan harus dikembalikan, maka pada dasarnya yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah isinya saja. c. Dalam botol dan krat disediakan oleh Sole Distributor dan proses pembotolan dan pengemasan dilakukan oleh Pabrikan, maka Harga Jual yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (PPN dan PPn BM) atas penyerahan minuman kepada Sole Distributor adalah meliputi harga isi minuman ditambah dengan biaya pembotolan dan pengemasannya. 3. Untuk minuman ringan yang menggunakan kemasan sekali pakai (Non Returnable Container), Dasar Pengenaan Pajak (PPN dan PPn BM) adalah Harga Jual termasuk kemasan dan karton dan dikenakan pada tingkat pabrikan.
15
4. Surat-surat Direktur Jenderal Pajak yang diterbitkan sebelum berlakunya surat edaran ini, yang isinya bertentangan dengan isi surat edaran ini, dinyatakan tidak berlaku. Demikian untuk mendapat perhatian dan disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.
DIREKTUR JENDERAL, ttd HADI POERNOMO
http://bisnis.liputan6.com/read/488074/menkeu-air-minum-kemasan-tak-bisa-sepenuhnya-bebaspajak
PERPAJAKAN LANJUTAN Cukai atas Plastik Kemasan Air Minum
16
Disusun Oleh :
Yenni Ariani H.E. (2013210035) Martia (2013210063)
STIE MULTI DATA PALEMBANG PROGRAM STUDI AKUNTANSI PALEMBANG 2016
17