MAKALAH ANALISIS SENYAWA KIMIA ARGENTOMETRI
Disusun oleh kelompok 2: 1. 2. 3. 4.
Rafika Febrianti W. Biyan Munita Dewi Rizki Sukintasari Khazanah Fitra Nugraha Tama
NIM. 12315244001 NIM. 12315244007 NIM. 12315244014 NIM. 12315244026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA JURUSAN PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul “Argentometri“. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Analisi Senyawa Kimia. Makalah ini berisi tentang titrasi argentometri . Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pemakalah mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata kuliah Analisi Senyawa Kimia yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan makalah ini. Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………….................... i DAFTAR ISI ………………………………………………................................ ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang………………………………………………............. 1 B. Rumusan masalah……………………………………….......………. 1 C. Tujuan…………………………………………….............................. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Argentometri.........………………………………………. 2 B. Metode-metode dalam Titrasi Argentometri....................................... . 6 C. Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengendapan ………............... 11 D. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengendapan ............................ 12 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………................................. 14 B. Saran …………………......…............................................................ 14 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………........................ 15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analitnya. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida ( Cl-, I-, Br- ) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai argentometri. Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri didasarkan pada pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titrant dan analitnya. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut.
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan titrasi argentometri? 2. Apa saja metode-metode yang ada dalam titrasi argentometri? 3. Bagaimanakah penetapan titik akhir dalam reaksi pengendapan?
C. Tujuan 1. Mengetahui pemgertian titrasi argentometri. 2. Mengetahui metode-metode yang ada dalam titrasi argentometri. 3. Mengetahui penetapan titik akhir dalam reaksi pengendapan.
BAB II PENDAHULUAN
A. Pengertian Argentometri
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri, yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+ (Underwood, 2001). Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi argentometri ini adalah ion halida (Cl-, Br-, dan I-) (Khopkar, 1990). Tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida saja, tetapi dapat juga dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak
adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati. Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl. Ag(NO3) (aq) + NaCl (aq) AgCl (s) + NaNO3 (aq) Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO4- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu: 1. Indikator 2. Amperometri 3. Indikator kimia Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu : 1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit. 2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)
B. Metode-metode dalam Titrasi Argentometri Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai, maka titrasi argentometri dapat dibedakan menjadi beberapa metode. Metode-metode dalam titrasi argentometri, antaralain: 1. Metode Mohr Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral (contoh air, misalnya air sungai, air laut, air sumur, air hasil
pengolahan industri sabun, dan sebgainya) dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode Mohr adalah Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 10. Oleh sebab itu jika pH dibawah 6,5 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sagat asam konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersbut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan natrium hydrogen karbonat. Disebabkan kelarutan AgCl dan Ag2CrO4 dipengaruhi oleh suhu maka semua titrasi dilakukan pada temperature yang sama. Pengadukan/ pengocokan selama larutan standar ditambahkan sangat dianjurkan disebabkan hal ini dapat mempermudah pengamatan pencapaian titik akhir titrasi dan perak kromat yang terbentuk sebelum titik akhir titrasi dicapai dapat dipecah sehingga terlarut kembali. Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam adalah dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan yang alkalis, diasamkan dulu dengan asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebihan CaCO3. Kerugian metode Mohr adalah : a. Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap. b. Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer. c. Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga penggonjongan yang kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi. Titrasi langsung iodide dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan
hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning dari endapan perak iodida (AgI) akan muncul. Reaksi argentometri adalah : Ag(NO3) + K2CrO4 Ag2CrO4 + 2KNO3 (coklat kemerahan) NaCl + AgNO3 AgCl + NaNO3 (endapan putih) Baku standar pada titrasi argentometri dengan metode mohr adalah AgNO3. Baku primernya adalah NaCl dan indikator yang digunakan adalah K2CrO4.
2. MetodeVolhard Pada prinsipnya, penentuan titik akhir ditandai dengan pembentukan senyawa berwarna yang larut. Perak (Ag) dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau ammonium tiosianat (NH4SCN) yang mempunyai hasil kali kelarutan 7,1 x 10-13. Selama titrasi Ag(SCN) terbentuk, sedangkan titik akhir dicapai bila NH4SCN berlebih bereaksi dengan membentuk larutan berwarna merah gelap yaitu [Fe(SCN)]2+. Dengan jumlah tiosianat yang menghasilkan warna harus sedikit. Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode volhard adalah sebagai berikut: Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih) Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (endapan putih) Fe3+(aq) + SCN(aq) Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah) Pada metode ini menggunakan titrasi balik karena AgNO3 berlebih yang ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan tersebut dititrasi balik dengan besi (III) amonium sulfat sebagai indikator. Cara ini kurang akurat karena endapan yang dihasilkan yaitu AgSCN kurang larut dibanding AgCl. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai indikator yang akan membentuk warna merah dari kompleks besi (III) – tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Pada metode ini, saat menentukan kadar klorida harus dalam susana asam karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis dan diendapkan menjadi Fe(OH)3, sehingga titik
akhirnya tidak dapat ditunjukkan. pH larutan harus berada di bawah 3. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna 0,7-1% sebelum titik ekuivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik akhir, titrasi dikocok kuat-kuat supaya ion perak yang diadsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat. Titrasi dengan cara ini disebut sebagai titrasi balik atau titrasi kembali. Mol analit diperoleh dari pegurangan mol perak mula-mula yang ditambahkan dengan mol larutan standar tiosianat. Karena perbandingan mol dari reaksi adalah 1:1 semua maka semua hasil diatas dapat langsung dikurangi. Mol analit = mol Ag+ total – mol SCN Aplikasi dari argentometri dengan metode Volhard ini adalah penentuan konsentrasi ion halide. Kondisi titrasi denga metode Volhard harus dijaga dalam kondisi asam disebabkan jika laruran analit bersifat basa maka akan terbentuk endapat Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah basa atau netral maka sebaiknya titrasi dilakukan dengan metode Mohr atau fajans.
3. Metode K. Fajans Pada metode ini digunakan indicator adsorbsi, senyawa yang biasa digunakan adalah fluoresein dan eosin. Pada titik ekivalen, indicator terabsorpsi oleh endapan, bukan bereaksi dengan titran. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Jadi titik akhir dari metode ini dilihat dari perubahan warna endapan yang terbentuk. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini, endapan harus dijaga tepat dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indicator tidak jelas. Ion indicator harus bermuatan berlawanan dengan ion pengendap. Ion indicator harus tidak terabsorpsi lebih dulu sebelum titik ekuivalen tercapai. Contoh pada titrasi ion klorida dengan larutan standart Ag+. Dimana hasil reaksi dari kedua zat tersebut adalah:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih) Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid. Sebelum titik ekuivalen dicapai maka endapat akan bermuatan negative disebakkan teradsorbsinya Cl- di seluruh permukaan endapan. Dan terdapat counter ion bermuatan positif dari Ag+ yang teradsorbsi dengan gaya elektrostatis pada endapat. Setelah titik ekuivalen dicapai maka tidak terdapat lagi ion Cl- yang teradsorbsi pada endapan sehingga endapat sekarang bersifat netral. Kelebihan ion Ag+ yang diberikan untuk mencapai titik akhir titrasi menyebabkan ion-ion Ag+ ini teradsorbsi pada endapan sehingga endapan bermuatan positif dan beberapa ion negative teradsorbsi dengan gaya elektrostatis sebagai counter ion. Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam larutan titrasi akan teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan yang bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka warna indicator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi berwarna merah muda. 4. Metode Liebig Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan dengan larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati ititk akhir Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan
metode
potensiometri
untuk
menentukan
titik
ekuivalen.
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titran. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.
C. Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengendapan 1. Pembentukan suatu endapan berwarna Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk membentuk perak kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini hendaknya dilakukan dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni dalam jangkauan pH 6,59. (Bassett, 1994) 2. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak dengan adanya asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat standar. Indikatornya adalah larutan besi(III) ammonium sulfat. Penambahan larutan tiosianat menghasilkan mula-mula endapan perak klorida. Kelebihan tiosianat yang paling sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan coklat kemerahan, disebabkan oleh terbentuknya suatu ion kompleks. Ag+ + SCN- AgSCN Fe3+ + SCN- [FeSCN]2+ Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan iodide dalam larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih ditambahkan dan kelebihannya dititrasi balik dengan larutan tiosianat standar. (Bassett, 1994) Ag+ + Cl- AgCl Ag+ + SCN- AgSCN 3. Penggunaan indikator adsorpsi Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada titik ekuivalen, indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses adsorpsi terjadi suatu perubahan dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna berbeda, maka dinamakan indikator adsorpsi.Zat-zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna deret flouresein misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai garam natriumnya.
Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak klorida dititrasi dengan larutan perak nitrat, perak klorida yang mengendap mengadsorpsi ion-ion klorida. Ion flouresein akan membentuk suatu kompleks dari perak yang merah jambu. (Bassett, 1994)
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan Keberhasilan proses pengendapan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya temperatur, sifat alami pelarut, pengaruh ion lain, pH, hidrolisis,dan pembentukan kompleks. Pengaruh ini dapat kita jadikan sebagai dasar untuk memahami titrasi argentometri dan gravimetri. 1. Temperatur Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya. 2. Sifat alami pelarut Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu. 3. Pengaruh ion sejenis Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
4. Pengaruh pH Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI. 5. Pengaruh hidrolisis Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut. 6. Pengaruh ion kompleks Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). 2. Metode-metode dalam titrasi argentometri, antaralain: a. metode Mohr b. metode Volhard c. metode K. Fajans, d. dan metode Leibig. 3. Penetapan titik akhir dalam reaksi pengendapan a. Pembentukan suatu endapan berwarna b. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut c. Penggunaan indikator adsorpsi
B. Saran Dalam melakukan titrasi argentometri haruslah memperhatikan metode apa yang kita gunakan dalam titrasi argentometri tersebut dan memperhatikan apa titrasi akhir yang seharusnya terjadi saat melakukan titrasi argentometri.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press. Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka. Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid II. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.