BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu Hadits banyak sekali bahasan dalam ilmu Hadits ilmu Hadits yang yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, dipelajari, terutama masalah ilmu Hadits ilmu Hadits.. Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian Hadits Hadits yang banyak dan beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian Hadits Hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya segi pandangan saja. Misalnya Hadits Hadits ditinjau dari segi kuantitas jumlah perawinya, Hadits ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan. Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian Hadits Hadits maka pada bahasan ini hanya akan membahas pembagian Hadits pembagian Hadits dari dari segi kuantitas B. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalahnya, yaitu: 1. Bagaimana Hadits Bagaimana Hadits jika jika diinjau dari segi kuantitasnya?
C. Tujuan Masalah
Dari dua masalah tersebut, maka makalah ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui Hadits Mengetahui Hadits jika jika diinjau dari segi kuantitasnya.
1|Taqsim Hadits
BAB II TAQSIM HADITS
A. Kaidah Taqsim Kualifikasi
Kaidah taqsim menentukan jenis dan kualifikasi Hadits Hadits dari segi jumlah rawi, sanad dan matan.
1. Taqsim H adi ts Berdasarkan Kuantitas Rawi
Ulama berbeda pendapat tentang pembagian Hadits Hadits ditinjau dari segi kuantitasnya ini. Maksud dari tinjauan dari segi kuantitas disini adalah dengan menelusuri jumlah para perawi yang menjadi sumber adanya suatu Hadits. Hadits. Para ahli ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni Hadits mutawātir, masyhūr, dan āhad . Dan ada juga yang membaginya hanya menjadi dua, yakni Hadits yakni Hadits mutawātir dan āhad.1 Pendapat pertama, yang menjadikan Hadits Hadits mahsyur berdiri sendiri, tidak termasuk bagian dari Hadits āhad , dianut oleh sebagian ulama ushul, diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jassas (305-370 H). Sedang ulama golongan kedua diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ulama kalam. Menurut mereka Hadits mahsyur bukan merupakan Hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya bagian dari Hadits dari Hadits āhad . a. H adi ts Muta Mutawattir
1) Pengertian Hadits Mutawattir Mutawattir menurut bahasa adalah isim fa’il musytaq dari AtTawatur artinya At-Tatabu’ (berturut-turut).2 Sedangkan menurut pendapat yang lain, mutawattir menurut bahasa berarti mutatabi yakni
Pendapat pertama, yang menjadikan hadits masyhūr berdiri sendiri, dianut oleh ulama ushul diantaranya adalah Abu Bakar Al-Jassas (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ulama kalam. Menurut mereka, hadits masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya bagian dari hadits āhad.. Lihat buku karya Munzier Suparta, Ilmu Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 95 2 Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 129 1
2|Taqsim Hadits
yang datang berikutnya atau beriiring-iring yang antara satu dengan yang lain tidak ada jaraknya.3 Sedangkan menurut istilah, terdapat beberapa definisi, antara lain sebagai berikut: Menurut Mahmud Thahan dalam buku Ulumul Haidts karya Agus Solahudin dan Agus Suyadi mendefinisikan Hadits mutawattir adalah:
“khabar yang didasarkan pada pancaindra yang dikabarkan oleh sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka bersepakat untuk
mengkabarkan berita itu dengan dusta.” 4 Pendapat lain, seperti menurut Nuruddin ‘Itr dalam bukunya mengatakan :
“ Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad)
sampai akhir sanad dengan didasarkan pada pancaindra.” 5 Sementara menurut Prof. Dr. H. Endang Soetari dalam bukunya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Hadits mutawattir adalah “ Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dalam berjumlah yang banyak, yakni 4 orang atau lebih per-thabaqah.”6 Sedangkan Hadits Mutawatir menurut Wahab Kholaf:
:
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 96 Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 130 5 Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 97 6 Endang Soetari, Syarah dan Kritik Hadits dengan Metode Takhrij (Teori dan Aplikasi), (Gombong Layang: Yayasan Amal Bakti, 2015), Cet. II, h. 14. 4
3|Taqsim Hadits
. “ Hadis mutawatir ialah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW oleh sekelompok orang yang secara adat mustahil setiap individunya bersekongkol melakukan kebohongan, karena banyaknya mereka, amanat, serta berbeda-beda asal muasal dan lingkungan mereka. Dan meriwayatkan juga atas Hadits tersebut dari kelompok tadi oleh kelompok lain yang setara sehingga sampai kepada kita dengan sanad setiap thabaqah para perawinya. Sekelompok orang tersebut yang tidak sepakat di atas kebohongan, sejak awal menerimanya dari Rasulullah SAW sampai puncaknya diterima oleh kita. ”7 Jadi, dapat disimpulkan bahwa Hadits mutawattir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dalam jumlah yang banyak yang mustahil menurut adat mereka bersepakat untuk berdusta didasarkan pada panca indra. 2) Syarat-Syarat Hadits Mutawattir
Mengenai syarat-syarat Hadits Mutawattir, yang terlebih dahulu merincikannya adalah ulama ushul. Sementara para ahli Hadits tidak begitu banyak merinci pembahasan tentang Hadits mutawattir dan syarat-syaratnya tersebut. Karena menurut ulama ahli Hadits, Hadits mutawattir mutawattir yang sedemikian sifatnya, tidak termasuk ke dalam pembahasan “ilmu al -Isnad, yaitu sebuah disiplin ilmu yang membicarakan tentang sahih atau tidaknya suatu Hadits, diamalkan atau tidaknya, dan juga memberikan sifat-sifat rijal nya yakni para pihak yang berkecimpung dalam periwayatan Hadits, dan tata cara penyampaiannya. padahal dalam pembahasannya Hadits mutawattir tidak membahas mengenai materi-materi tersebut. Karena bila telah diketahui statusnya sebagai Hadits
7
mutawattir,
maka wajib diyakini kebenarannya,
Abdul Wahâb Khalaf, Ilmu Ushûl al-Fiqh, (Indonesia: Al-Haromain li An-Nasyri wa attauzî’, 2004), h. 41
4|Taqsim Hadits
diamalkan kandungannya, dan tidak boleh ada keraguan, sekalipun diantara perawinya adalah orang kafir.8 Syarat-syarat Hadits Mutawattir, adalah sebagai berikut: a) Berdasarkan Tangkapan Pancaindra Beritanya mahsus (indrawi) yakni yang terlihat, terdengar dan sebagainya, bukan perkiraan atau hasil analisis.9 Artinya bahwa berita yang mereka sampaikan itu benar-benar hasil pendengaran atau penglihatannya sendiri. Oleh karena itu, bila berita itu hasil dari renungan, pemikiran atau rangkuman dari suatu peristiwa maka berita tersebut tidak dikatakan Hadits mutawattir.10 b) Diriwayatkan oleh Sejumlah Besar Perawi Hadits mutawattir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang membawa kepada keyakinan bahwa tidak ada terkesan dusta, secara adat mustahil rawi bersepakat dusta; c) Adanya Keseimbangan Perawi ada Thabaqah Pertama dengan Thabaqah Berikutnya. Jumlah perawinya minimal 4 meliputi setiap thabaqah, mulai dari sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in dan selanjutnya sampai mudawin.
3) Jumlah Perawi H adits Mutawattir
Batasan jumlah sanad mutawatir sebagaimana ditulis oleh alJalâl al-Mahallî dalam Hâsyiah al- Bannâni ‘A’lâ Matni Jam’il Jawâmi: a. Menurut Abu Bakar al-Baqilani: minimal 5 orang. b. Menurut al-Idhthahari: minimal 10 orang. c. Sebagian ulama: 1. 12 orang berdasarkan jumlah nuqoba di dalam Alquran:
8
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 97 Endang Soetari, Syarah dan Kritik Hadits..., h. 14 10 Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 100 9
5|Taqsim Hadits
Artinya: “Dan sungguh Allah benar-benar telah mengambil perjanjian teguh dengan Bani Israil dan Kami telah mengutus dua belas orang naqib (pelaku spionase) dan Allah berfirman:
Sesungguhnya Aku bersama kalian.” 11 2. 20 orang berdasarkan jumlah para mujahidin yang sabar sehingga mampu mengalahkan 200 orang musuh sebagaimana disebutkan di dalam Alquran:
Artinya: “Wahai Nabi, giringlah orang-orang yang beriman untuk berperang! Jika diantara kalian ada dua puluh orang yang bersabar, maka mereka aka n mengalahkan dua ratus orang.”12 3. 70 orang berdasarkan jumlah Sahabat Nabi Musa AS yang dipilih untuk beribadah bersamanya seperti diabadikan di dalam Alquran: Artinya : “Dan Musa telah memilih dari kaumnya tujuh puluh
orang lelaki pada waktu yang telah Kami tentukan.”13 4. 300 dan belasan orang
(
) berdasarkan
jumlah kaum muslimin yang ikut perang Badar. 14
4) Pembagian Hadits Mutawattir
Menurut sebagian ulama, Hadits mutawattir itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu Hadits mutawattir lafdzi, dan Hadits mutawattir
ma’nawi. Sedangkan menurut pendapat lain Hadits mutawattir dibagi menjadi tiga, yakni ditambah dengan Hadits mutawattir ‘amali.15
11
Qs, Al-Maidah [4]: 12 Qs. Al-Anfal [8]: 65 13 QS. Al-A’raf [7]: 155 14 Jam’ul Jawami juz: 2, hal: 122. 15 Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 101 12
6|Taqsim Hadits
a) H adits Mutawattir L afdzi
Yang dimaksud Hadits mutawattir lafdzi adalah;
“ Hadits yang mutawattir periwayatannya dalam satu lafadz”. Sedangkan menurut Fatchur Rahman dalam bukunya Ikhtisar Mushthalah Hadits, mengatakan bahwa Hadits mutawattir lafdzi adalah Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya, 16 yakni:
/ “ Hadits yang sama bunyi lafadz, hukum dan maknanya.” 17 Contoh Hadits mutawattir lafdzi,
“Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, hendaklah ia bersiap- siap menduduki tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari) Menurut
Abu
Bakar
Al-Bazzar,
Hadits
tersebut
diriwayatkan oleh 40 orang sahabat. Sebagian ulama mengatakan bahwa Hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafadz dan maknanya sama.18 Hadits tersebut terdapat pada sepuluh kitab Hadits, yaitu Al-Bukhari, Muslim, Ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn Majjah, At-Tirmidzi, At-Thayalisi, Abu Hanifah, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim. 19
b) H adits Mutawattir Ma’nawi
Hadits mutawattir ma’nawi adalah:
16
Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalah Hadits, (Bandung: Al-Ma’arif, 1974) h. 80 Endang Soetari, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2005), h. 121 18 Menurut Abu Bakar Al-Sairi, bahwa hadits ini diriwayatkan secara marfu’ oleh 60 sahabat. Menurut Ibnu Al-Shalah, hadits ini diriwayatkan oleh 62 sahabat, termasuk 10 sahabat yang telah diakui akan masuk syurga. Yang dimaksud adalah: Abu Bakar Al-Shiddiq, ‘Umar bin 17
Khattab, ‘Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’id bin Malik, Sa’id bin Zaid, Ubaidillah bin Zarrah, Abdurrahman bin ‘Auf, dll. Menurut sebagian pendapat lain menyatakan, hadits ini diriwayatkan oleh hampir dua ratus sahabat. 19 Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 131
7|Taqsim Hadits
“ Hadits yang maknanya mutawattir, tapi lafadznya tidak.”20 Ada juga yang mengatakan,
“ Hadits yang dinukilkan oleh sejumlah orang yang mustahil mereka sepakat berdusta atau karena kebetulan, mereka menukilkan dalam berbagai bentuk, tetapi dalam satu masalah
atau mempunya titik persamaan.” Sedangkan menurut Prof. Dr. Endang Soetari dalam bukunya menyatakan bahwa Hadits mutawattir ma’nawi adalah Hadits yang lafadz dan maknanya berlainan antara satu riwa yat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat penyesuaian makna secara umum (kulli).21 Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kaidah ilmu Hadits:
“ Hadits yang berlainan bunyi dan maknanya, tetapi dapat diambil
makna umum.”22 Contoh Hadits Mutawattir ma’nawi, yaitu:
“ Nabi saw, tidak mengangkat kedua tangannya dalam do’a -do’a beliau, kecuali dalam shalat istisqa, dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-put ih ketiaknya.” (HR. Bukhari) Hadits- Hadits yang sema’na dengan ini terdapat banyak sekali, lebih dari 100 Hadits.
c) H adits Mutawattir ‘Amali
Adapun yang dimaksud Hadits mutawattir ‘Amali adalah:
20
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 131 Endang Soetari, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah, h. 121 22 Endang Soetari, Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah, h. 121 21
8|Taqsim Hadits
“ sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah muttawatir antara umat Islam, bahwa Nabi Muhammad saw, mengerjakannya, menyuruhnya, atau selain dari itu. Dan pengertian ini sesuai dengan ta’rif ‘Ijma.”23 Contoh Hadits mutawattir ‘Amali adalah berita-berita yang menerangkan tentang waktu dan rakaat shalat, sholat jenazah, sholat ‘id, hijab perempuan yang bukan mahram, dan segala bentuk amal yang telah menjadi kesepakatan, ‘ijma. 5) Nilai H adits Mutawattir
Hadits Mutawattir memiliki nilai “ Ilmu Dharuri ( yufid ila
‘ilmi
al -dharuri)
yakni
keharusan
untuk
menerima
dan
mengamalkannya sesuai dengan yang diberikan oleh hadits mutawattir tersebut, hingga membawa kepada keyakinan yang
qath’i (pasti). Ibnu Taimiyah 24 mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawattir oleh sebagian golongan lain dan kadang-kadang telah membawa keyakinan bagi suatu golongan tetapi tidak bagi golongan lain.25 6) Kitab-kitab tentang Hadits Mutawattir
Sebagian
ulama
telah
mengumpulkan
hadits-hadits
mutawattir dalam kitab tersendiri. Diantaranya adalah: 1. Al-Azhar Al-Mutsawatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah, karya As-Suyuti, berurutan berdasarkan bab. 2. Qathf Al-Azhar, karya As-Suyuti, ringkasan dari kitab di atas. 23
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 106 Nama lengkapnya adalah Taqiy Al- Dīn Abu Al-Abbas Ahmad Ibn Abd Al-Halim ibn ‘Abd Salam ibn ‘Abdullah Al-Khidr ibn Muhammad Al-Hidr ibn Ali Ibn Abdillah yang dilahirkan pada tahun 661 H/1263 M do Kota Harran, Mesopotamia Utara (kini masuk wilayah Turki dekat dengan perbatasan Iraq). Adapun tahun wafatnya adalah 728 H. Lihat biografi lengkapnya, AlDzahabi, Syiar al- A’lam Al -Nubala, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t) Juz.7, h, 373. 25 Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 106 24
9|Taqsim Hadits
3. Al- La’ah Al -Mutanatsirah fi Al-Ahadits Al-Mutawatirah, karya Abu Abdillah Muhammad bin Thulun Ad-Dimisyqi. 4. Nazhm Al-Mutanatsirah min al-Hadits al-Mutanatsirah, karya Muhammad bin Jafar Al-Kattani.26
b. H adits Ahad 1. Pengertian H adits Ahad
Al- Ăḫād jama’ dari ahād , menurut bahasa berarti al-wahid atau satu. Dengan demikian khabar wahid adalah satu berita yang disampaikan oleh satu orang. 27 Sedangkan menurut istilah banyak didefimisikan oleh beberapa ulama, diantaranya:
“ Hadits yang tidak sampai jumlah rawinya kepada jumlah hadits mutawattir, baik rawinya itu seorang, dua, tiga, empat, lima atau seterusnya dari bilangan-bilangan yang tidak memberi pengertian bahwa hadits itu dengan bilangan tersebut masuk ke
dalam hadits mutawattir.”28 Sedangkan menurut Prof. Dr. Endang Soetari dalam bukunya mengatakan bahwa hadits ahad adalah “hadits yang diriwayatkan oleh rawi dalam jumlah yang tidak banyak, yakni 3 rawi per-thabaqah (disebut hadits mahsyur), 2 rawi perthabaqah
(disebut hadits ‘Aziz), dan 1 rawi per thabaqah (disebut hadits gharib).”29 Sementara menurut Wahab Al-Khalaf, adalah:
26
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 133 Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 107 28 Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 133 29 Endang Soetari, Syarah dan Kritik Hadits..., h. 15 27
10 | T a q s i m H a d i t s
:
. “ Dan hadis Ahad ialah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Oleh perorangan yang tidak mencapai jumlah mutawatir, yaitu dengan diriwayatkan dari Rasulullah SAW oleh seorang rawi, dua orang atau sekelompok orang yang tidak mencapai batasan mutawatir. Dan diriwayatkan dari rawi tersebut oleh perawi yang setara dan seterusnya sehingga sampai kepada kita dengan sanad yang thabaqohnya perorangan; bukan kelompok-kelompok mutawatir”.30 Jadi, yang dimaksud hadits ahad adalah hadits yang tidak mencapai tingkatan hadits mutawattir . 2. Pembagian Hadits Ahad
Ulama ahli hadits secara garis besar membagi hadits ahad itu menjadi dua bagian, yaitu hadits Mahsyur dan hadits ghair mahsyur. Ghair Mahsyur terbagi menjadi dua yaitu, ‘aziz dan gharib.
a. H adits Mahsyur 1) Pengertian Hadits Mahsyur
Menurut bahasa, mahsyur adalah al-intisyar wa al-dzuyu’ artinya sesuatu yang sudah tersebar dan populer. Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa definisi, antara lain: Menurut ulama ushul:
:
30
Abdul Wahâb Khalaf, Ilmu Ushûl al-Fiqh, h. 41
11 | T a q s i m H a d i t s
“Hadis Masyhuroh ialah hadis yang diriwayatkan dari Rasulallah SAW oleh seorang, dua orang Sahabat atau lebih yang tidak mencapai batasan jumlah mutawatir. Kemudian diriwayatkan dari perawi ini atau para perawi oleh sekelompok orang yang mencapai jumlah mutawatir, dan diriwayatkan dari sekelompok tersebut oleh kelompok yang setara, dan dari kelompok yang setara ini diriwayatkan pula oleh kelompok yang setara sehingga sampai kepada kita. Atau pada satu thobaqoh yang mereka mendengar ucapan Rasulullah SAW, menyaksikan perbuatan beliau oleh seseorang, dua orang atau beberapa orang yang tidak mencapai jumlah mutawatir, sedangkan thabaqoh-thobaqoh lainnya merupakan jumlah mutawatir.” Ada juga pendapat lain yang mendefinisikan secara ringkas, yaitu:
“hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap thabaqah tidak mencapai derajat mutawattir.” Menurut Taj as-Subki, khobar masyhur itu merupakan bagian dari khobar Ahad, dan jumlah perawinya minimal dua orang menurut para ahli fiqih, minimal tiga orang menurut muhaddis,
dan
lebih
dari
tiga
orang
menurut
Ushuli.
Sebagaimana ia paparkan berikut ini:
) )
(
)
(
) )
)
(
) )
( ( (
(. ( .
31
Hadits mahsyur ada yang berstatus shahih, hasan dan da’if. Yang dimaksud dengan hadits mahsyur shahih adalah hadits mahsyur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadits
31
Ghôyat al-Wushûl fî Lubba
12 | T a q s i m H a d i t s
shahih, baik pada matan maupun sanadnya. Sedangkan hadits mahsyur hasan adalah hadits yang telah memenuhi ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad maupun matannya. Seperti sabda Nabi saw,:
“ jangan melakukan perbuatan yang berbahaa (bagi diri
dan orang lain)”. Adapun hadits mahsyur da’if adalah hadits mahsyur yang tidak mempunyai syarat-syarat hadits shahih dan hasan, seperti hadits:
“menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan
perempuan.” b. Hadits ‘Aziz 1) Pengertian Hadits ‘Aziz
‘ Aziz berasal dari kata ‘Azza’ - ya’izzu yang berarti la yakadu yujadu atau qalla wa nadzar (sedikit atau jarang adanya), dan bisa berasal dari azza ya’azzu berarti kuat.32 Sedangkan menurut istilah,
, . “ Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian orang-orang meriwayatkannya.”33 Sedangkan menurut Mahmud Thahan dalam bukunya menjelaskan bahwa sekalipun dalam sebagian thabaqah terdapat perawinya tiga orang atau lebih, tidak ada masalah asalkan dari sekian thabaqah terdapat satu thabaqah yang jumlah perawinya hanya dua orang. Definisi ini mirip dengan definisi Ibnu Hajar. 32 33
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, h. 116 Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 136
13 | T a q s i m H a d i t s
Jadi, yang dimaksud hadits Aziz adalah hadits yang yang diriwayatkan bukan saja oleh dua orang rawi setiap thabaqah yakni dari thabaqah pertama sampai thabaqah terakhir, tetapi selagi thabaqah didapati dua rawi. Contoh hadits Aziz, pada thabaqah pertama, yaitu:
“ Kami adalah orang-orang terakhir di dunia dan terdahulu
pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dan An- Nasa’i) Hadits tersebut diriwayatkan oleh dua orang sahabat pertama, yakni Hudzaifah Ibn Al-Yaman dan Abu Hurairah.
c. H adits Gharib 1) Pengertian H adits Gharib
Gharib menurut bahasa adalah ba’idun ‘anil wathani (yang jauh dari tanah), dan kalimat yang sukar dipahami. 34 Sedangkan menurut istilah, hadits gharib adalah:
“hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu
imamnya maupun selainnya.” 2) Klasifikasi Hadits Gharib
Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi, hadits gharib terbagi menjadi dua macam, yaitu gharib muthlaq dan gharib nisby. a) Gharib Muthlaq Adalah
hadits
yang
rawinya
menyendiri
dalam
meriwayatkan hadits itu. Penyendirian ini berpangkal pada tempat ashlus sanad, yakni tabiin bukan sahabat/ b) Gharib nisby
34
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 137
14 | T a q s i m H a d i t s
Adalah apabila penyendirian ini mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi. Penyendirian itu memiliki beberapa kemungkinan dilihat dari sifat atau keadaan, antara lain: -
Sifat keadilan atau kedhabitan rawi
-
Kota atau tempat tinggal tertentu
-
Meriwayatkannya dari orang tertentu. 35
3. Kedudukan H adits Ahad dan Pendapat Ulama tentang Hadits
Ahad Para ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan hadits ahad, antara lain: a. Segolongan ulama, seperti Al-Qasyayani sebagian ulama Dhahiriyah dan ibnu Dawud, mengatakan bahwa tidak wajib beramal dengan hadits ahad. b. Jumhur ulama ushul menetapkan bahwa hadits ahad memberi faedah dhan. Oleh karena itu, wajib diamalkan sesudah diakui keshahihannya. c. Sebagian ulama menetapkan bahwa boleh diamalkan disegala bidang. d. Sebagian
muhaqiqin
menetapkan
bahwa
hanya
wajib
diamalkan dalam urusan amaliyah, ibadah , kifarat, dan hudud. Namun tidak digunakan dalam urusan aqa’id. e. Imam syafi’i berpendapat bahwa tidak dapat menghapuskan suatu hukum daei hukum Alquran f. Ahlu Zahir (pengikut Daud Ibnu ‘Ali Al-Zhahiri) tidak membolehkan
men-takhsis-kan
umum
ayat-ayat
Alquran
dengan hadits ahad. 36 4. Perbedadan H adits Mutawattir dan H adits Ahad
Hadits ahad adalah hadits yang tidak sampai pada mutawattir:
35 36
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 138-139 Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 140-141
15 | T a q s i m H a d i t s
a. Jumlah rawinya, Mutawattir : 4, sedangkan ahad : 3-1 b. Syaratnya, Hadits Mutawattir dengan 3 syarat, sedangkan hadits ahad tidak mengharuskan syarat seperti itu. c. Kehujjahannya hadits mutawattir memfaidahkan ilmu dharuri yang bersifat qath’i (pasti, yakin, mutlak, absolut) wurud dan dalalahnya, sedangkan hadits ahad bersifat zanni (dugaan, relatif, nisbi) baik wurudnya maupun dilalahnya.37 Perbedaan yang lain antara Hadis Mutawatir dan Ahad
:
. Perbedaan antara hadis mutawatir dan hadis masyhuroh, bahwa sunah mutawatir itu setiap halqah pada silsilah sanadnya merupakan jamak mutawatir mulai diterima dari Rasulullah SAW sehingga sampai kepada kita. Sedangkan hadis masyhuroh itu halqoh pertama di dalam sanadnya bukan jamak mutawatir, namun yang menerimanya dari Rasulullah SAW oleh seorang, dua orang atau beberapa orang yang tidak mencapai jumlah mutawatir, sedangkan halqoh-halqoh lainnya merupakan jumlah mutawatir.”
2. Taqsim H adits Berdasarkan Kuantitas Sanad
Taqsim dari segi persambungan sanad, membagi hadits menjadi dua bagian, yaitu muttashil dan munfashil. a. H adits Muttashil adalah hadits yang sanadnya bersambung, yakni rawi murid dan rawi guru dalam sanad bertemu (liqa) karena hidup sezaman dan seprofesi Muhadditsin. Lama sezamannya minimal sekitar 10
37
Endang Soetari, Syarah dan Kritik Hadits..., h. 15
16 | T a q s i m H a d i t s
tahun, artinya pada saat rawi guru meninggal, rawi murid sudah berusia 10 tahun, sudah dalam usia mumayyiz dan baligh. b. H adits Munfashil adalah hadits yang sanadnya terputus (intiqa) karena tidak bertemu. Pada sanad terputus pada rawi pertama disebut hadits Mursal, putus pada rawi mudawin dengan gurunya disebut hadits muallaq, putus satu rawi di thabaqah mana saja dalam sanad disebut hadits munqathi’, dan putus dua rawi dalam dua thabaqah yang berturut-turut disebut hadits mu’dhal. Ittishalnya sanad adalah faktos yang menentukan maqbulnya kualitas hadits, dan inqitha’nya sanad merupakan bagian dari kualitas mardudnya hadits. 38
Taqsim sanad dari segi keadaan sanad, hadits terbagi menjadi: a. Hadits mu’an’an adalah hadits yang ada lafadz ‘an dalam sanad. b. Hadits mu’annan adalah yang ada lafadz anna ta’kid dalam sanad; c. Hadits ‘Ali yang jumlah rawi dalam sanad sedikit, rata-rata per thabaqah satu atau dua orang; d. Hadits nazil, yaitu hadits yang jumlah rawinya dalam sanad banyak, rata-rata perthabaqah tiga lebih; e. Hadits musalsal, yaitu terdapat persamaan sifat rawi dalam sanad; f. Hadits mudabbaj adalah ada dua rawi dalam sanad yang saling meriwayatkan. Kualifikasi hadits dilihat dari keadaan sanad tidak menentukan secara langsung tentang kualitas hadits. 39
3. Taqsim Hadits Berdasarkan Kuantitas Matan
Taqsim hadits dilihat dari segi bentuk matan hadits, meliputi: a. H adits Qauli , adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi saw. Dengan kata lain, hadits tersebut adalah
38 39
Endang Soetari, Syarah dan Kritik Hadits..., h. 16-17 Endang Soetari, Syarah dan Kritik Hadits..., h. 17-18
17 | T a q s i m H a d i t s
hadits berupa perkataan Nabi saw, yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syara’, peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syari’at maupun akhlak. 40 Hadits Qauli maksudnya adalah matannya berbentuk ucapan. b. Hadits fi’li , adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi saw. Dalam hadits ini terdapat berita tentang perbuatan Nabi saw, yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada waktu itu, dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk mengikutinya. Hadits Fi’li maksudnya adalah matannya berbentuk perbuatan; c. Hadits Taqriri , adalah hadits yang berupa ketetapan Nabi saw, terhadap apa yang datang atau dilakukan oleh para sahabatnya. Maksudnya adalah matannya merupakan kesan ketetapan dari suatu peristiwa. Taqsim dilihat dari segi idhafah matan, hadits meliputi: a. Hadits marfu’ adalah perkataan, perbuatan, atau atau taqrir yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw, baik sanad hadits tersebut bersambung-sambung atau terputus, baik yang menyandarkan hadits itu sahabat maupyn yang lainnya. 41 Maksudnya matannya idhafah kepada Nabi Muhammad saw. b. H adits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir. Maksudnya matannya idhafah pada sahabat. Adapun hukum hadits mauquf, pada prinsipnya, tidak dapat dibuat hujjah, kecuali ada qarinah yang menunjukkan (yang menjadikan marfu’).42
40
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, h. 21 Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalah Hadits, h. 160 42 Mahmud thahan, Taisir Musthalah Hadits, (Bairut: Dar Al-Qur’an Al-Karim, 1979). H. 41
107
18 | T a q s i m H a d i t s
c. H adits Maqthu adalah hadits yang disandarkan kepada tabiin atau orang yang dibawahnya, baik perkataan, atau perbuatan. 43 Maksudnya matannya idhafah pada tabiin.
BAB III PENUTUP
43
Mahmud thahan, Taisir Musthalah Hadits, h. 109
19 | T a q s i m H a d i t s
A. Kesimpulan
Pembagian hadis dilihat dari segi kuantitas rawi terbagi menjadi dua bagian yaitu hadits mutawatir , dan ahad . Pendapat lain, mengatakan bahwa hadits dibagi menjadi tiga, yaitu hadits mutawattir, mahsyur, dan ahad. Pendapat ini dikemukakan oleh ulama ushul. Adapun hadtis mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dalam jumlah yang banyak yang mustahil menurut adat mereka bersepakat untuk berdusta didasarkan pada panca indra. Hadits ahad adalah hadits yang tidak mencapai tingkatan hadits mutawattir . Hadits ahad dibagi menjadi tiga, yaitu hadits mahsyur, hadits aziz dan hadits gharib. Sehingga inilah alasan para ulama kalam dan ulama lainnya mengelompokkan hadits mahsyur ke dalam hadits ahad. Sedangkan pengertin hadits mahsyur hadits yang diriwayatkan dari Rasulallah SAW oleh seorang, dua orang Sahabat atau lebih yang tidak mencapai batasan jumlah mutawatir. Sedangkan hadits dilihat dari segi kuantitas sanad dibagi menjadi dua yaitu muttashil dan munfashil. Pembagian itu dilihat dari persambungan sanad. Dan yang terakhir dilihat dari kuantitas bentuk matan dibagi menjadi tiga, yaitu hadits marfu’. Mauquf, dan maqhtu.
DAFTAR PUSTAKA
‘Itr, Nuruddin. Ulumul Hadis. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya. 2012 Al-Dzahabi, Husain. Syiar al- A’lam Al -Nubala. Beirut: Dar Al-Fikr. t.t. 20 | T a q s i m H a d i t s
Ghôyat al-Wushûl fî Lubb al-Ushûl juz 1 hal 89 al-Maktabah as-Syamilah Jam’ul Jawami juz: 2, Khalaf, Abdul Wahâb. Ilmu Ushûl al-Fiqh. Indonesia: Al-Haromain li An Nasyri wa at-tauzî. 2004 Khon , Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amazon. 2010 Rahman, Fatchur. Ikhtishar Mushthalah Hadits. Bandung: Al-Ma’arif. 1974 Soetari, Endang. Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar Pustaka. 2005. _____________ . Syarah dan Kritik Hadits dengan Metode Takhrij . Gombong Layang: Yayasan Amal Bakti. 2015. Solahudin, Agus dan Agus Suyadi. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2008 Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. Jakarta: Rajawali Pers. 2011 Thahan, Mahmud. Taisir Musthalah Hadits. Bairut: Dar Al-Qur’an Al-Karim. 1979.
21 | T a q s i m H a d i t s