Makalah Biologi Molekuler CL 1 – Asam Nukleat
Disusun oleh: Home Group 4 Angela Susanti
/ 1206247303
Farandy Haris
/ 1206261251
Gandhi Alamsyah
/ 1206242896
Indra Saputra
/ 1206242132
Kevin Stevanus S.
/ 1206244075
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014
DAFTAR ISI Daftar Daftar Isi .................................. .................................................. ................................. ................................. ................................. ................................. ........................... ........... 1 Struktur Asam Nukleat ................ ....... .................. .................. ................... ................... ................... ................... .................. ................... ................... ............... ...... 2 - 7 Fungsi Asam Nukleat ............................................................................................................. 8 - 12 Sintesis Asam Nukleat ................ ....... .................. .................. ................... ................... ................... ................... .................. ................... ................... ............... ...... 13 - 20 Analisis Kualitatif Kualitatif dan Kuantitatif Kuantitatif Asam Nukleat Nukleat .................. ......... ................... ................... ................... ................... .................. ............ ... 21 - 28 Aplikasi Asam Nukleat Nukleat ................... .......... ................... ................... .................. .................. ................... ................... ................... ................... .................. ............ ... 29 - 38
Halaman | 1
DAFTAR ISI Daftar Daftar Isi .................................. .................................................. ................................. ................................. ................................. ................................. ........................... ........... 1 Struktur Asam Nukleat ................ ....... .................. .................. ................... ................... ................... ................... .................. ................... ................... ............... ...... 2 - 7 Fungsi Asam Nukleat ............................................................................................................. 8 - 12 Sintesis Asam Nukleat ................ ....... .................. .................. ................... ................... ................... ................... .................. ................... ................... ............... ...... 13 - 20 Analisis Kualitatif Kualitatif dan Kuantitatif Kuantitatif Asam Nukleat Nukleat .................. ......... ................... ................... ................... ................... .................. ............ ... 21 - 28 Aplikasi Asam Nukleat Nukleat ................... .......... ................... ................... .................. .................. ................... ................... ................... ................... .................. ............ ... 29 - 38
Halaman | 1
Struktur Asam Nukleat Oleh Kevin S. Sembiring / Teknik Kimia / 1206244075
Abstrak Asam nukleat termasuk dalam makromolekul dengan monomer mononukleotida mononukleotida yang terdapat pada semua makhluk hidup. Asam nukleat juga dinamakan polinukleotida karena tersusun dari polimer nukleotida. Setiap nukleotida tersusun atas tiga komponen utama, yaitu basa nitrogen, gugus fosfat, dan gula pentosa. Asam nukleat terbagi menjadi dua jenis, yaitu DNA(deoxyribonucleid DNA( deoxyribonucleid acid ) dan RNA(ribonucleid RNA(ribonucleid acid ). ). Perbedaan struktur yang menonjol dari kedua jenis asam nukleat ini terdapat pada komponen gula pentosanya. Perbedaan lainnya terdapat pada basa N-nya. Basa N pada DNA dan RNA memiliki struktur cincin aromatik heterosiklik (mengandung C dan N) yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu basa purin dan pirimidin. Pada basa purin terdpat dua cincin, sedangkan pada pirimidin hanya terdapat cincin tunggal. DNA dan RNA memiliki basa purin yang sama, yaitu adenin dan guanin,tetapi memiliki perbedaan pada basa pirimidinnya. Pada DNA, basa pirimidin penyusunnya adalah sitosin dan guanin, sedangkan pada RNA, basa pirimidin penyusunnya adalah sitosin dan urasil. Kata kunci : asam nukleat, RNA, DNA, ikatan, gugus, basa nitrogen
Asam Nukleat Asam nukleat adalah makromolekul yang sering juga dinamakn polinukleotida, polinukleotida, karena tersusun dari sejumlah molekul nukleotida sebagai monomernya. Setiap nukleotida terdapat tiga struktur, yaitu basa nitrogen, gugus fosfat, dan gugus gula. Apabila ketiga gugus tersebut berikatan akan membentuk nukleotida, sedangkan apabila gugus basa nitrogen dan gugus gula saja akan membentuk nukleosida.
(a)
(b) (b)Nukleosida Gambar 1. (a) Nukleotida. (b)Nukleosida
Basa Nitrogen Terdapat dua jenis nasa nitrogen, yaitu purin dan pirimidin. Basa purin adenin dan guanin terdapat dalam DNA dan RNA. Basa pirimidin pada DNA, yaitu timin dan sitosin, sedangk an pada RNA, yaitu urasil dan sitosin. A. Adenin (A) Adenin adalah molekul organik yang dapat ditemukan dalam DNA, RNA, dan adenosine trifosfat, atau yang lebih umum dikenal sebagai ATP. Adenin memiliki cincin 6 anggota yang membentuk ikatan dengan 5 anggota cincin pirimidin. Dalam DNA, ikatan yang terjadi antara adenin dengan timin membentuk struktur akrab yang disebut double helix. B. Guanin (G) Guanin adalah basa purin yang ditemukan dalam RNA dan DNA yang berikatan dengan sitosin membentuk ribonukleosida disebut deoksiribosa dan kemudian membentuk deoxyguanosine . Senyawa tersebut dapat ditemukan pada struktur membran sitoplasma.
Halaman | 2
C. Sitosin (C) Sitosin adalah basa nitrogen berbentuk piramida yang berikatan dengan guanin dalam DNA dan RNA sebagai nukleotida dan berfungsi sebagai bagian dari kode genetik. D. Timin (T) Timin adalah basa pirimidin yang dapat ditemukan dalam DNA yang berikatan dengan adenin. Ketika berkombinasi dengan deoksiribosa akan terbentuk thymadine nukleosida, yang terlibat dalam transfer serta preservasi informasi genetik. Timin juga dapat berikatan dengan senyawa fosfat menjadi monofosfat, difosfat, atau trifosfat. Purin dan pirimidin berikatan dengan deoksiribosa membentuk nukleosida atau deoksiribonukleosida. Basa nitrogen yang terdapat dalam DNA memiliki jumlah yang tidak sama, namun jumlah adenin(A) dan timin(T) sama, begitu pula dengan jumlah guanin(G) dan sitosin(C). Persamaan jumlah ini sesuai dengan ketentuan Chargaff, yaitu adenin(A) akan berpasangan dengan timin(T) membentuk dua ikatan hidrogen, sedangkan sitosin(C) berpasangan dengan guanin(G) membentuk tiga ikatan hidrogen.
Gambar 2. Basa Purin
Gambar 3. Basa Pirimidin Gugus Fosfat Gugus fosfat merupakan gugus yang dapat menentukan sifat keasaman pada asam nukleat. Pada pH netral, adanya gugus fosfat yang berikatan menyebabkan asam nukleat bermuatan negatif karena gugus tersebut mudah untuk melepaskan protonnya. Pada asam nukleat juga terdapat ikatan kovalen yang menhubungkan gugus fosfat dengan gugus hidroksil (OH) pada C5 dan C3 gula pentosa nukleotida selanjutnya. Ikatan inilah yang dinamakan ikatan fosfodiester.
Gambar 4. Gugus Fosfat Halaman | 3
Gula Pentosa Asam nukleat juga tersusun atas ribosa (b-D-furanosa), yaitu gula pentosa (jumlah karbon lima). Gula ribosa yang berikatan dengan basa nitrogen disebut nukleosida, dan apabila berikatan lagi dengan satu atau lebih gugus fosfat, disebut nukleotida.
Gambar 5. Struktur Aldehid dan Beta-Furanose Ikatan Fosfodiester Nukleotida yang berurutan pada DNA dan RNA dihubungkan dengan ikatan kovalen melalui gugus fosfat di mana gugu fosfat yang bernomor 5‟ pada satu nukleotida bergabung dengan gugus hidroksil 3‟ pada nukleotid a selanjutnya membentuk ikatan fosfodiester.
Gambar 6. Ikatan Fosfodiester pada DNA dan RNA DNA(d e o x y r i b o n u c l e i d a c i d ) DNA adalah makromolekul polinukleotida yang tersusun atas polimer nukleotida yang berulang, tersusun rangkap dan membentuk DNA helix ganda dan berpilin. DNA tersusun oleh nukleotida yang terdiri dari tiga gugus molekul, yaitu gugus gula, gugus fosfat, dan basa nitrogen.
Halaman | 4
Gambar 7. (a) Gambaran Skematik Bentuk dari Helix. (b) Gambaran batang, menunjukkan struktur dan kumpulan basa. (c) Model Space-Filling DNA tersusun atas basa purin, yaitu timin dan adenin yang dihubungkan dengan dua ikatan hidrogen, dan basa pirimidin, yaitu guanin dan sitosin yang dihubungkan dengan tiga ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen antara guanin dan sitosin lebih banyak, sehingga mengakibatkan ikatan G-C akan lebih sulit mengalami denaturasi dibandingkan dengan ikatan A-T.
Gambar 8. Ikatan A-T dan G-C Struktur DNA terdiri dari 2 utas polinukleotida yang saling melingkar membentuk heliks ganda dengan arah putar ke kanan. Dilihat dari strukturnya, DNA terbagi atas tiga bentuk yang berbeda, yaitu A-DNA, B-DNA, dan Z-DNA. Pada ketiga tampilan DNA tersebut, kedua untai polinukleotida anti paralel tersebut dihubungkan berdasarkan prinsip pasangan basa Watson Crick.
Gambar 9. Struktur A-DNA, B-DNA, dan Z-DNA Halaman | 5
Tabel 1. Perbandingan A-DNA, B-DNA, dan Z-DNA Helical sense Diameter Base pairs per helical turn Helix rise per base pair Base tilt normal to the helix axis Sugar pucker conformation Glycosyl bond conformation
RNA (R i b o n u c l ei d
A-DNA
B-DNA
Z-DNA
Right handed 26 Å 11
Right handed 20 Å 10.5
Left handed 18 Å 12
2.6 A
3.4 A
3.7 A
20o
6o
7o
C-3‟ endo
C-2‟ endo
Anti
Anti
C-2‟ endo for pyrimidines; C-3’ endo for purines Anti fir pyrimidines; syn for purines
) Acid
RNA (ribonucleid acid ) merupakan asam ribonukleat yang berfungsi sebagai tempat penyimpan dan pentransfer informasi genetik. RNA juga dapat berfungsi sebagai enzim yang dapat mengkalis molekul RNA lainnya atau formasi RNAnya sendiri. Setiap RNA tersusun atas rantai tunggal polinukleotida. Setiap nukleotida tersebut tersusun atas tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, basa nitrogen, dan gugus gula. Pada gugus nitrogen, purin dan pirimidin yang berikatan dengan ribosa akan membentuk suatu molekul yang dinamakan nukleosida. Nukleosida yang berikatan dengan gugus fosfat disebut juga nukleotida. Tipe RNA terbagi atas tiga, yaitu mRNA ( messenger RNA), tRNA (transfer RNA), dan rRNA (ribosomonal RNA). mRNA merupakan RNA yang membawa pesan atau kode genetik dari kromosom menuju ke ribosom. Kode-kode yang dibawa RNA tersebut kemudian akan dibuat menjadi cetakan untuk menentukan spesifitas urutan asam amino pada rantai polipeptida. tRNA kemudian datang membawa asam amino yang sesuai dengan kode yang dibawa oleh mRNA. tRNA akan tergabung dengan mRNA sesuai dengan kode pasangan basa N-nya yang seharusnya. Kemudian, asam amino akan berjajar sesuai urutan dengan kode sehingga terbentuklah protein yang diharapkan.
Gambar 10. Struktur Tiga Dimensi dari RNA Halaman | 6
Referensi Anonim. Asam Nukleat. Tersedia pada : http://fpk.unair.ac.id/webo/kuliahpdf/ASAM%20NUKLEAT-6%20%5Bcompatibility%20Mode%5D.pdf (diakses Sabtu,15 Februari 2014). Koolman, J. dan Roehm, K.H.(2005) Color Atlas of Biochemistry . Stuttgart: Thieme. Murray, R.K., Granner,D.K., dan Rodwell,V.W.(2006) Harper’s Illustrated Biochemistry . 27th edition. Colombus: The McGraw-Hill Companies. Sridianti (2013) Mengenal Empat Jenis Basa Nitrogen. Tersedia pada : http://sridianti.com/mengenal-empat-jenis-basa-nitrogen.html (diakses Sabtu,15 Februari 2014). Sutarno (2012) Struktur Materi Genetik. Tersedia pada : http://sutarno.staff.uns.ac.id/files/2012/10/Genet-lanjut-3-materi-genetik-struktur.ppsx (diakses Sabtu, 15 Februari 2014).
Halaman | 7
Fungsi Asam Nukleat Oleh Gandhi Alamsyah / Teknik Kimia / 1206242896
Abstrak Asam nukleat merupakan sebuah substansi kimia yang membawa informasi genetik sel. Dalam DNA sel tersimpan informasi yang akan menentukan sifat dari suatu sel, mengatur pertumbuhan dan pembelahan sel, mengarahkan proses biosintesis dari enzim-enzim dan berbagai protein lain yang diperlukan untuk menjalankan fungsi sel. Salah satu fungsi utama DNA adalah menjaga informasi – informasi yang akan diberikan dari sel induk kepada turunannya. Kata kunci : sintesis protein, autokatalis, heterokatalis, transfer kode genetik, katalisator, miRNA, RNAi
I. Asam Nukleat Asam nukleat merupakan makromolekul yang tersusun dari polimer nukleotida. Asam nukleat memiliki fungsi utama dalam tubuh yaitu antara lain sebagai materi genetik, koenzim serta energi. Asam nukleat yang berperan sebagai materi genetik adalah DNA dan RNA, sedangkan yang berperan sebagai koenzim dan energi antara lain adalah adalah ATP atau Adenosine Triphospate dan NAD atau Nicotinamide-adenine Dinucleotide. NAD adalah asam nukleat yang berfungsi sebagai koenzim. NAD atau disebut Nicotinamide-adenine Dinucleotide terdiri dari dua nukleotida yang dihubungkan dengan dua gugus fosfat dan mengandung basa nitrogen adenin dan yang lain adalah nikotinamida. NAD dapat berubah menjadi NADH. Jika NAD berfungsi sebagai oksidator, maka NADH berfungsi sebagai reduktor. ATP atau Adenosin Triphospate adalah asam nukleat yang berperan sebagai energi. ATP tersusun dari tiga gugus fosfat, satu gula pentosa, dan satu basa nitrogen adenin. ATP berasal dari sintesis senyawa AMP yang kemudian menjadi ADP. ATP inilah yang bisa digunakan sebagai energi bagi tubuh kita.
II. Asam Deoksiribonukleat (Deoxyribonu cleic
, DNA) acid
DNA, Deoxyribose Nucleic Acid adalah asam nukleotida, biasanya dalam bentuk heliks ganda yang mengandung instruksi genetik yang menentukan perkembangan biologis dari seluruh bentuk kehidupan sel. DNA berbentuk polimer panjang nukleotida, yang mengkode barisan residu asam amino dalam protein dengan menggunakan kode genetik, sebuah kode nukleotida triplet. DNA seringkali dirujuk sebagai molekul hereditas karena ia bertanggung jawab dalam penurunan sifat genetika dari kebanyakan ciri yang diwariskan. DNA adalah material genetik yang organisme warisi dari orang tua mereka. Setiap kromosom mengandung satu molekul DNA yang panjang, yang umumnya membawa beberapa ratus atau lebih gen. Beberapa fungsi penting dari DNA antara lain : sebagai pembawa materi genetika dari generasi ke generasi berikutnya, untuk mengontrol aktivitas hidup secara langsung maupun tidak langsung, melakukan sintesis protein, sebagai autokatalis (yaitu kemampuan DNA untuk menggandakan diri / replikasi), dan sebagai heterokatalis (yaitu kemampuan DNA untuk dapat mensintesis senyawa lain). II. 1 Peran Asam Deoksiribonu kleat dalam Sintesis Protein
Pada replikasi DNA, rantai DNA baru dibentuk berdasarkan urutan nukleotida pada DNA yang digandakan. Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi ini diperlukan ketika sel akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus disertai dengan replikasi DNA supaya semua sel turunan memiliki informasi genetik yang sama. Pada dasarnya, proses replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri dari dua rantai dan rantai yang satu merupakan "konjugat" dari rantai pasangannya. Dengan kata lain, dengan mengetahui susunan satu rantai, maka susunan rantai pasangan dapat dengan mudah dibentuk.
Halaman | 8
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana proses replikasi DNA ini terjadi. Salah satu teori yang paling populer menyatakan bahwa pada masing-masing DNA baru yang diperoleh pada akhir proses replikasi; satu rantai tunggal merupakan rantai DNA dari rantai DNA sebelumnya, sedangkan rantai pasangannya merupakan rantai yang baru disintesis. Rantai tunggal yang diperoleh dari DNA sebelumnya tersebut bertindak sebagai "cetakan" untuk membuat rantai pasangannya. Proses replikasi memerlukan protein atau enzim pembantu; salah satu yang terpenting dikenal dengan nama DNA polimerase, yang merupakan enzim pembantu pembentukan rantai DNA baru yang merupakan suatu polimer. Proses replikasi diawali dengan pembukaan untaian ganda DNA pada titik-titik tertentu di sepanjang rantai DNA. Proses pembukaan rantai DNA ini dibantu oleh enzim helikase yang dapat mengenali titiktitik tersebut, dan enzim girase yang mampu membuka pilinan rantai DNA. Setelah cukup ruang terbentuk akibat pembukaan untaian ganda ini, DNA polimerase masuk dan mengikat diri pada kedua rantai DNA yang sudah terbuka secara lokal tersebut. Proses pembukaan rantai ganda tersebut berlangsung disertai dengan pergeseran DNA polimerase mengikuti arah membukanya rantai ganda. Monomer DNA ditambahkan di kedua sisi rantai yang membuka setiap kali DNA polimerase bergeser. Hal ini berlanjut sampai seluruh rantai telah benar-benar terpisah. Proses replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti. Proses sintesis rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah terjadinya kesalahan pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena mekanisme inilah kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil. II.2 Asam Deoksiribonuk leat s ebagai Penyimpan Materi Genetik
Pada masing-masing basa nitrogen terdapat informasi genetik yang disimpan oleh DNA. Oleh karena itu, basa nitrogen pada DNA disebut juga sebagai kode genetik atau kodon. Basa nitrogen yang dikenal terdapat 2 jenis, purin dan pirimidin. Purin (adenin dan guanin) serta pirimidin ( sitosin dan timin atau urasil pada RNA) berpasangan satu sama lain pada masingmasing untaian pada DNA. Pasangan yang terbentuk sesuai dengan aturan bahwa adenin berpasangan (A) dengan timin (T), sedangkan guanin (G) dengan sitosin (C). Pada proses pembentukan protein, dimana salah satu untaian akan ditranskripsi menjadi mRNA, basa nitrogen ini akan diterjemahkan tiap 3 buah basa nitrogen. Dari t iap 3 basa nitrogen akan disintesis sebuah asam amino yang nantinya menyusun protein yang dibutuhkan.
III. Asam Ribonukleat (ribon ucleic
acid, RNA )
Asam ribonukleat (ribonucleic acid , RNA) memiliki peran sebagai senyawa yang merupakan bahan genetik dan memainkan peran utama dalam ekspresi genetik. Dalam dogma genetika molekular, RNA menjadi perantara antara informasi yang dibawa DNA dan ekspresi fenotipik yang diwujudkan dalam bentuk protein. Tugas utama dari RNA adalah untuk mentransfer kode genetik guna pembentukan protein dari inti ke ribosom. Proses ini mencegah DNA harus meninggalkan inti. Hal ini membuat DNA dan kode genetik yang dilindungi terhindar dari kerusakan. Tanpa RNA, protein dapat tidak pernah dibuat. Pengaturan kodon pada RNA juga akan mempengaruhi protein yang disintesis. Tugas lain dari RNA adalah sebagai katalisator. Pada tahun 1967, Carl Woese, Francis Crick dan Leslie Orgel adalah yang pertama untuk menyarankan bahwa RNA dapat bertindak sebagai katalis. Ide ini didasarkan pada penemuan bahwa RNA dapat membentuk struktur sekunder yang kompleks. Ribozyme adalah molekul RNA yang mengkatalis suatu reaksi kimia. Selama proses sintesis protein dalam ribosom, rRNA-lah yang bertugas sebagai ribozyme. rRNA akan bertugas sebagai katalisator dalam proses pembuatan ikatan peptida.
Messenger RNA) III.1 RNA Du ta ( RNA duta adalah sebuah molekul RNA tunggal yang panjang, yang melengkapi salah satu untaian DNA dari gen. mRNA adalah versi RNA dari gen yang meninggalkan inti sel dan bergerak ke sitoplasma dimana protein dibuat. Selama sintesis protein, organel yang disebut ribosom bergerak sepanjang mRNA, membaca urutan basisnya, dan menggunakan kode genetik untuk menerjemahkan setiap triplet, atau kodon, menjadi asam amino yang sesuai. III.2 Trans fer RNA
RNA transfer merupakan pembawa asam amino spesifik. RNA transfer adalah molekul yang menginterpretasikan pesan genetik berupa serangkaian kodon di sepanjang molekul mRNA
Halaman | 9
dengan cara mentransfer asam-asam amino ke ribosom dalam proses translasi. RNA transfer memiliki antikodon triplet yang komplemen dengan kodon yang terdapat pada mRNA. Dengan adanya komplementasi antara kodon dengan antikodon, maka urutan asam amino akan didikte oleh urutan kodon mRNA. III.3 Ribos om al RNA
RNA Ribosom adalah molekul utama penyusun ribosom. RNA ini berupa pita tunggal, tidak bercabang, dan fleksibel. rRNA dan protein secara bersama membangun subunit-subunit ribosom yang terdiri dari subunit kecil dan subunit besar untuk kemudian bergabung membentuk ribosom fungsional ketika dua subunit terikat pada mRNA saat translasi. rRNA berfungsi sebagai tempat translasi kode genetik karena seperti yang telah disebutkan bahwa rRNA adalah komponen utama penyusun organel ribosom. III.4 Mik ro RNA
miRNA dibentuk dari sebuah RNA precursor yang membentuk satu atau lebih struktur hairpin double-stranded, dimana keduanya diikat oleh ikatan hidrogen. Setelah dipotong-potong, maka salah satunya disebut sebagai miRNA. miRNA akan membentuk molekul kompleks dengan satu atau lebih protein dan selanjutnya akan mendegradasi mRNA yang menjadi target atau menghentikan translasinya. Gambar di bawah menjelaskan mekanisme dari miRNA dalam mendegradasi mRNA yang menjadi target. Jika mRNA dengan miRNA komplementer sepanjang untaian mRNA, maka mRNA nantinya akan terdegradasi. Sedangkan bila mRNA dengan miRNA tidak komplementer, maka translasi mRNA akan dihentikan.
Gambar 1. Aturan Ekspresi Gen oleh miRNA Halaman | 10
III.4
Interference RNA
Suatu gejala yang baru ditemukan pada penghujung abad ke-20 adalah adanya mekanisme peredaman (silencing ) dalam ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa RNA tidak diterjemahkan (translasi) menjadi protein oleh tRNA. Ini terjadi karena sebelum sempat ditranslasi, mRNA dicerna/dihancurkan oleh suatu mekanisme yang disebut sebagai “RNAi”. RNA Interferen (RNAi) adalah teknologi yang relatif baru yang merevolusi cara para peneliti mempelajari ekspresi gen dari mamalia. RNAi telah memiliki dampak yang signifikan terhadap kemudahan, kecepatan, dan spesifisitas dengan analisis penghambat fungsi gen dalam model sel mamalia dan hewan. Hal ini bermula saat RNA untai ganda ditemukan ( double strand RNA) yang ternyata menunjukkan kemampuan menghambat ekspresi gen. Prinsip dasar dari RNA Interferen adalah masuknya dsRNA ke dalam sitoplasma yang akhirnya membungkam ekspresi gen ditingkat antara transkripsi dan translasi protein.
Gambar 2. Mekanisme Kerja RNA Interferen Mekanisme kerja RNA Interferen adalah sebagai berikut : Untaian panjang dsRNA dipotong oleh enzim RNA-se III melalui mekanisme dicer menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil, disebut juga small interfering RNA (siRNA) yang selanjutnya akan memicu terjadinya RNAi pada sel target Beberapa fragmen siRNA akan berikatan dengan protein kompleks RISC (RNA-induced silencing complex ) yang akan memandu mengenal mRNA yang berisi sekuen homolog yang dimana kedua sekuen ini akan berkomplemen. Setelah berkomplemen maka enzim nuklease yang ada pada komplek RISC akan mendegradasi mRNA Setelah mRNA terdegradasi maka ekspresi gen yang tidak diinginkan secara spesifik menjadi inaktif.
Halaman | 11
Referensi Bryce,C.F.A. dan Pacini, D. (1998) The Structure and Function of Nucleic Acids. UK : Hoolbrooks Printers Ltd. Duchaine,T.F. dan Slack F.J. (2009) „RNA Interference and Micro-RNA –Oriented Therapy in Cancer: Rationales, Promises, and Challenges‟ Current Oncology , 16 (4): 61 –66. Enger, E., Ross, F., dan Bailey, D. (2005) Concepts in Biology . New York: McGraw-Hill.
Halaman | 12
Sintetis Asam Nukleat Oleh Indra Saputra / Teknik Kimia / 1206242132
Abstrak Asam Nukleat merupakan salah satu bentuk makromolekul polimerik protein yang sering ditemukan di dalam sel makhluk hidup. Bentuk asam nukleat yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari ialah DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) dan juga RNS (Ribo Nucleic Acid). Asam nukleat terdiri dari monomer-monomer yang sering disebut nukleotida yang terdiri dari pentose, grup basa nitrogen dan grup fosfat. Di dalam tubuh makhluk hidup, asam-asam nukleat akan saling berikatan dan bersintesis membentuk deret asam nukleat yang berguna untuk memberi dan mentransfer kode genetik serta mengekspresikan informasi genetik suatu makhluk hidup. Kata kunci : leading strand , lagging strand , transkripsi, translasi, excision repair
I. Replikasi DNA Replikasi DNA ialah suatu proses untuk menciptakan dua replika identik dari satu molekul DNA. Biasanya Replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel pada makhluk hidup. Terdapat beberapa perbedaan antara proses replikasi DNA pada sel eukaruiotik dan prokariotik. Pada selsel prokariotik, replikasi DNA dapat terjadi terus menerus sedangkan pada sel eukariotik, replikasi DNA terjadi secara teratur melalui fase-fase tertentu. Enzim yang terlibat pada Replikasi DNA ialah DNA polymerase berfungsi mengkatalisasi reaksi polimerisasi deoksiribonukleotida menjadi rantai DNA, dengan kata lain enzim ini mengkatalisasi reaksi pembentukan DNA. Enzim Helikase berfingsi memutuskan ikatan-ikatan hydrogen (double helix) pada Garpu Replikasi Enzim Ligase berfungsi menghubungkan / melekatkan fragment-fragment okazaki Enzim topoisomerase berfungsi untuk membantu helikase untuk memotong untaian DNA dengan mengurangi tegangan untaian DNA. Enzim Primerase Enzim yang memungkinkan akses pembentukan RNA primer. Pada umumnya,replikasi DNA dimulai oleh suatu RNA primer yang selanjutnya akan diperpanjang oleh DNA polimerase untuk membentuk leading dan lagging strand . Proses replikasi DNA merupakan suatu masalah yang kompleks, dan melibatkan set protein dan enzim yang secara kolektif merakit nukleotida dalam urutan yang telah ditentukan. Dalam menanggapi isyarat molekul yang diterima selama pembelahan sel, molekul-molekul ini melakukan replikasi DNA dan mensintesis dua untai baru menggunakan helai yang ada sebagai template atau „cetakan‟. Masing-masing dua resultan, molekul DNA yang identik terdiri dari satu untai baru lama dan salah satu DNA. Oleh karena itu, proses replikasi DNA disebut sebagai semikonservatif. Rangkaian peristiwa yang terjadi selama replikasi DNA prokariotik telah dijelaskan di bawah ini. Proses Replikasi DNA terdiri dari :
Inisiasi Replikasi DNA dimulai pada lokasi spesifik disebut inisiator DnaA. Inisiator DnaA mengikat molekul DNA di tempat asal, untuk docking protein lain dan enzim penting untuk replikasi DNA. Sebuah enzim yang disebut Helikase direkrut ke lokasi untuk unwinding (proses penguraian) heliks dalam alur tunggal. Helikase melepaskan ikatan hidrogen antara pasangan basa yang tergantung energi. Titik ini merupakan wilayah DNA yang sekarang dikenal sebagai garpu replikasi (garpu replikasi atau cabang replikasi adalah struktur yang terbentuk ketika DNA bereplikasi). Setelah heliks terurai, protein yang disebut SSB mengikat daerah unwound , dan mencegah mereka untuk melakukan proses annealing (penempelan). Proses replikasi pada garpu replikasi dilanjutkan dalam dua arah yang berlawanan sepanjang molekul DNA.
Halaman | 13
Gambar 1. Tahap Inisiasi Sumber : http://www.sridianti.com/tahap-proses-replikasi-dna-7-langkah.html Pelepasan Untai DNA
Sintesis Primer Sintesis baru, untai komplementer DNA menggunakan untai yang ada sebagai template, yang dibawa oleh enzim yang dikenal sebagai DNA polimerase. Selain replikasi, DNA polimerase berfungsi untuk perbaikan DNA dan rekombinasi. Namun, DNA polimerase tidak dapat memulai sintesis DNA secara independen dan membutuhkan 3′ gugus hidroksil untuk memulai penambahan nukleotida komplementer. Ini disediakan oleh enzim yang disebut DNA primase yang merupakan jenis DNA dependent -RNA polimerase. DNA primase mensintesis bentangan pendek RNA ke untai DNA yang ada. Segmen pendek ini disebut primer, dan terdiri dari 9-12 nukleotida. Hal ini memberikan DNA polimerase platform yang diperlukan untuk mulai menyalin sebuah untai DNA. Setelah primer terbentuk pada kedua untai, DNA polimerase dapat memperpanjang primer ini menjadi untai DNA baru. Unwinding DNA dapat menyebabkan supercoiling (bentukan seperti spiral yang mengganggu ) di wilayah garpu. Superkoil DNA unwinding oleh enzim khusus yang disebut topoisomerase yang mengikat ke bentangan DNA depan garpu replikasi. Ini menciptakan nick di untai DNA untuk meringankan supercoil tersebut.
Gambar 2. Sintesis Primer Sumber : http://www.sridianti.com/tahap-proses-replikasi-dna-7-langkah.html Sintesis DNA Primer
Sintesis Leading
Strand
DNA polimerase dapat menambahkan nukleotida baru hanya untuk ujung 3 „ dari untai yang ada, dan karenanya dapat mensintesis DNA dalam arah 5′ → 3 „saja. Akan tetapi, untai DNA berjalan di arah yang berlawanan, dan karenanya sintesis DNA pada satu untai dapat terjadi terus menerus. Hal ini dikenal sebagai untaian pengawal ( leading strand ). Di sini, DNA polimerase III (DNA pol III) mengenali 3 „OH akhir primer RNA, dan menambahkan nukleotida komplementer baru. Seperti garpu replikasi berlangsung, nukleotida baru ditambahkan secara terus menerus, sehingga menghasilkan untai baru.
Halaman | 14
Gambar 3. Sintesis Leading Strand Sumber : http://www.sridianti.com/tahap-proses-replikasi-dna-7-langkah.html Replikasi DNA untaian pengawal (leading strand)
Sintesis Lagging
(Untai Tertinggal) Strand
Pada untai berlawanan, DNA disintesis secara terputus dengan menghasilkan serangkaian fragmen kecil dari DNA baru dalam arah 5 „→ 3′. Fragmen ini disebut fragmen Okazaki, yang kemudian bergabung untuk membentuk sebuah rantai terus menerus nukleotida. Untai ini dikenal sebagai lagging strand (untai tertinggal) sejak proses sintesis DNA pada untai ini hasil pada tingkat yang lebih rendah. Di sini, primase menambahkan primer di beberapa tempat sepanjang untai unwound . DNA pol III memperpanjang primer dengan menambahkan nukleotida baru, dan jatuh ketika bertemu fragmen yang terbentuk sebelumnya. Dengan demikian, diperlukan untuk pelepasan untai DNA, lalu penggeseran lebih lanjut up-stream untuk memulai perluasan primer RNA lain. Sebuah penjepit geser memegang DNA di tempatnya ketika bergerak melalui proses replikasi.
Gambar 4. Sintesis Lagging Strand Sumber : http://www.sridianti.com/tahap-proses-replikasi-dna-7-langkah.html Sintesis lagging Strand
Penghapusan Primer Meskipun untai DNA baru telah disintesis primer RNA hadir pada untai baru terbentuk harus digantikan oleh DNA. Kegiatan ini dilakukan oleh enzim DNA polimerase I (DNA pol I). Ini khusus menghilangkan primer RNA melalui ‟5→ 3′ aktivitas eksonuklease nya, dan menggantikan mereka dengan deoksiribonukleotida baru oleh 5 „→ 3′ aktivitas polimerase DNA.
Halaman | 15
Gambar 5. Penghapusan Primer Sumber : http://www.sridianti.com/tahap-proses-replikasi-dna-7-langkah.html Menghilangkan primer RNA
Ligasi Setelah penghapusan primer selesai untai tertinggal masih mengandung celah atau nick antara fragmen Okazaki berdekatan. Enzim ligase mengidentifikasi dan menyegel nick tersebut dengan menciptakan ikatan fosfodiester antara 5 „fosfat dan 3′ gugus hidroksil fragmen yang berdekatan.
Gambar 6. Ligasi Sumber : http://www.sridianti.com/tahap-proses-replikasi-dna-7-langkah.html Ligasi
Pemutusan Replikasi DNA diberhentikan di lokasi terminasi khusus yang terdiri dari urutan nukleotida yang unik. Urutan ini diidentifikasi oleh protein khusus yang disebut tus yang mengikat ke situs tersebut, sehingga secara fisik menghalangi jalur helikase. Ketika helikase bertemu protein tus, helikase itu jatuh bersama dengan untai tunggal protein pengikat terdekat.
Gambar 7. Pemutusan Sumber http://www.nature.com/scitable/content/dna-replication-of-the-leading-and-lagging14668888
Halaman | 16
Perbedaan Prokariotik dan Eukariotik Eukariotik -
Memiliki membran inti Lebih kompleks DNA linear DNA memiliki histon Jumlah gen banyak Ribosom terdiri dari 5 jenis rRNA Ribosom memiliki sekitar 20 jenis protein Ukuran sel lebih besar Sintesis protein terjadi dalam inti sel dan sitoplasma Organel sel lebih banyak
Prokariotik -
Tidak memiliki membran inti Lebih sederhana DNA sirkular DNA tidak memiliki histon Jumlah gen sedikit Ribosom terdiri dari 3 jenis rRNA Ribosom memiliki sekitar 10 jenis protein Ukuran sel lebih kecil Sintesis protein hanya terjadi dalam sitoplasma Organel sel lebih sedikit
II. Reparasi dan Rekombinasi DNA Kesalahan pemasangan awal antara nukleotida yang baru masuk dan nukleotida yang sudah ada di untai cetakan 100.000 kali lebih umum terjadi suatu tingkat kesalahan sebesar 1 dalam 10.000 pasangan basa. Salah satu mekanisme perbaikan DNA, perbaikan salah pasang (mismatch repair ), memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi ketika DNA disalin. Selama replikasi DNA, DNA polimerase sendirilah yang melakukan perbaikan salah pasang. Polimerase ini mengoreksi setiap nukleotida terhadap cetakannya begitu nukleotida ditambahkan pada untaian. Selain perbaikan kasalahan replikasi, pemeliharaan informasi genetik yang dikode dalam DNA juga menuntut perbaikan kerusakan pada DNA yang ada. Molekul-molekul DNA selalu terancam oleh agen fisis dan kimiawi yang bisa melukai. Zat-zat kimia reaktif, emisi radioaktif, sinar X, dan cahaya ultraviolet dapat mengubah nukleotida dengan cara yang dapat berpengaruh pada informasi genetik yang terkode, umumnya berpengaruh buruk. Seperti halnya perbaikan salah pasang, kebanyakan mekanisme perbaikan DNA rusak memanfaatkan struktur pasangan basa yang dimiliki DNA. Biasanya, satu segmen dari untai yang mengandung kerusakan dipotong habis dan dibuang (dieksisi, excised ) oleh suatu enzim pemotong DNA yaitu nuklease. Celah yang terbentuk diisi dengan nukleotida-nukleotida yang pasangannya sesuai dengan nukleotida yang terdapat dalam untai yang tidak rusak. Enzim yang terlibat dalam pengisian celah ini adalah DNA polimerase dan DNA ligase. Perbaikan DNA tipe ini disebut perbaikan eksisi (excision repair ).
III. Transkripsi
Gambar 8. Proses Transkripsi dan Translasi Halaman | 17
Transkripsi adalah pembuatan RNA dengan menyalin sebagian berkas DNA. Transkripsi adalah bagian dari rangkaian ekspresi genetik. Transkripsi berlangsung di dalam inti sel atau di dalam matriks mitokondria dan plastida. Transkripsi dapat dipicu oleh rangsangan dari luar maupun tanpa rangsangan. Pada proses tanpa rangsangan, transkripsi berlangsung terusmenerus (gen-gennya disebut gen konstitutif atau "gen pengurus rumah", house-keeping genes). Sementara itu, gen yang memerlukan rangsangan biasanya gen yang hanya diproduksi sewaktuwaktu; gennya disebut gen regulatorik karena biasanya mengatur mekanisme khusus. Rangsangan akan mengaktifkan bagian promoter inti, segmen gen yang berfungsi sebagai pencerap RNA polimerase yang terletak di bagian hulu bagian yang akan disalin (disebut transcription unit ), tidak jauh dari ujung 5' gen. Promoter inti terdiri dari kotak TATA, kotak CCAAT dan kotak GC. Hasil transkripsi adalah berkas RNA yang masih "mentah" yang disebut mRNA primer. Di dalamnya terdapat fragmen berkas untuk protein yang mengatur dan membantu sintesis protein (translasi) selain fragmen untuk dilanjutkan dalam translasi sendiri, ditambah dengan bagian yang nantinya akan dipotong (intron). Berkas RNA ini selanjutnya akan mengalami proses yang disebut sebagai proses pascatranskripsi ( post-transcriptional process). o
Inisiasi Tahapan proses inisiasi transkripsi meliputi 4 langkah yaitu: (1) pembentukan kompleks promoter tertutup (2) pembentukan kompleks promoter terbuka (3) penggabungan beberapa nukleotida awal (sekiatar 10 nukleotida) (4) perubahan konfirmasi RNA polimerase karena subunit σ dilepaskan dari kompleks holoenzim. Subunit σ tersebut selanjutnya dapat digunakan lagi dalam proses inisiasi transkripsi selanjutnya. Bagian DNA yang terbuka setelah RNA polimerase menempel biasanya terjadi pada daerah sekitar -9 sampai +3 sehingga menjadi struktur untai tunggal. Bagian DNA yang berkaitan dengan RNA polimerase membentuk suatu struktur gelembung transkripsi (transcription bubble) sepanjang kurang lebih 17 pasang basa. Setelah struktur promoter terbuka secara stabil, maka selanjutnya RNA polimerase melakukan proses inisiasi transkripsi dengan menggunakan urutan DNA cetakan sebagai panduannya. Dalam proses transkripsi, nukleotida RNA digabungkan sehingga membentuk transkrip RNA. Nukleotida pertama yang digabungkan hampir selalu berupa molekul purin. Kajian pada 88 promoter menunjukkan bahwa 51% molekul RNA diawali dengan basa A, 42% diawali dengan G, 5% diawali dengan C, dan 2% diawali dengan U. pada awalnya basa-basa RNA yang digabungkan membentuk ikatan hidrogen dengan basa DNA cetakan, sehingga jika urutan DNA cetakan adalah ATG, maka basa RNA yang digabungkan adalah UAC. Subunit σ mempunyai peranan dalam menstimulasi inisiasi transkripsi tetapi tidak mempercepat laju pertambahan untaian RNA. Proses inisiasi transkripsi merupakan proses yang menentukan laju transkrpisi. Inisiasi transkripsi dapat dihambat oleh pemberian antibiotik rifampisin, tetapi antibiotik ini tidak menghambat proses pemajangan transkrip. Penelitian yang dilakukan oleh Alfred Heil dan Walter Zilig pada tahun 1970 membuktikan bahwa subunit RNA polimerase yang menentukan kepekaan atau ketahanan terhadap antibiotik rifampisin adalah subunit β. Setelah proses inisiasi transkripsi terjadi, selanjutnya subunit σ terlepas dari enzim inti dan dapat digunakan oleh enzim inti RNA polimerase yang lain.siklus subunit σ tersebut pertama kali diungkapkan oleh Travers dan Burgess pada tahun 1969. Mereka menunjukan bahwa jika transkripsi berlangsung pada kekuatan ionic yang rendah, maka RNA polimerase inti tidak terlepas dari DNA cetakan pada ujung suatu gen. Hal ini menyebabkan inisiasi transkrisi berhenti. Jika ke dalam sistem tersebut dimasukkan RNA polimerase inti yang baru maka, transkripsi kemudian berjalan kembali. Keadaan ini menunjukkan bahwa RNA polimerase inti yang baru tersebut kemudian bergabung dengan subunit σ yang sebelumnya telah dilepaskan dari enzim RNA polimerase inti lainnya.
o
Elongasi Pada bagian gelembung transkripsi, basa-basa molekul RNA membentuk hibrid dengan DNA cetakan sepanjang kurang lebih 12 nukleotida. Hibrid RNA-DNA ini bersifat sementara sebab setelah RNA polimerasenya berjalan, maka hibrid tersebut akan terlepas dan bagian DNA yang terbuka tersebut akhirnya akan menutup lagi. RNA polimerase akan berjalan
Halaman | 18
membaca DNA cetakan untuk melakukan proses pemanjangan ( elongation) untaian RNA. Laju pemanjangan maksimum molekul transkrip RNA sekitar anatara 30 samapai 60 nukleotida perdetik, meskipun laju rata-ratanya dapat lebih rendah dari nilai ini. Secara umum, berdasarkan atas nilai laju semacam ini, suatu gen yang mengkode protein akan disalin menjadi RNA dalam waktu sekitar satu menit. Meskipun demikian, laju pemanjangan transkrip dapat menjadi sangat rendah (sekitar 0,1 nekleotida perdetik) jika RNA polimerase melewati sisi jeda (pause site) yang biasanya mengandung banyak basa GC. Proses pemanjangan transkrip dapat dihambat oleh antibiotik streptoligin. Kepekaan atau ketahanan terhadap streptoligin juga ditentukan oleh subunit β pada RNA polimerase. Dalam pemanjangan transkrip, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3‟ molekul RNA yang baru terbentuk. Nukleotida RNA yang ditambah tersebut bersifat komplementer dengan nukleotida pada untaian DNA cetakan. Sebagai contoh, jika nukleotida pada DNA cetakan adalah A, maka nukleotida RNA yang ditambahkan adalah U. Dalam proses pemanjangan transkrip ada dua hipotesis yang diajukan mengenai perubahan topologi DNA. Hipotesis pertama menyatakan bahwa enzim RNA polimerase bergerak melingkari untaian DNA sepanjang perjalananya. Dengan cara demikian maka dapat dihindari terjadinya pelintiran pada stuktur DNA, tetapi untaian RNA hasil transkripnya akan melintir sepanjang untaian DNA. Sebaliknya, hipotesis kedua menyatakan bahwa enzim RNA polimerase bergerak lurus sepanjang untaian DNA sehingga RNA yang terbentuk tidak mengalami pelintiran, tetapi untaian DNA yang ditranskripsi harus mengalami puntiran. Untaian DNA yang ada di depan RNA polymerase akan membuka sedangkan DNA yang berada di belakangnya akan memutir kembali untuk menutup. Dalam proses pemanjangan transkrip RNA, demikian juga pada proses inisiasi sintesis RNA, terjadi pembentukan ikatan fosfodiester antara nukleotida RNA yang satu dengan nukleotida berikutnya. Pembentukan ikatan fosfodiester tersebut ditentukan oleh keberadaan subunit β pada RNA polimerase. Transkripsi akan berakir pada saat RNA polimerase mencapai ujung gen yang disebut terminator. Pada bakteri E. coli ada dua macam terminator yaitu: (1) terminator yang tidak tergantung pada protein rho (rho-dependent terminator), dan (2) terminator yang tergantung pada protein rho( rho-independent terminator ). o
Terminasi Pengakhiran Transkripsi yang Tidak Tidak Tergantung pada Faktor Rho Pengakhiran terminasi yang tidak tergantung pada rho dilakukan tanpa harus melibatkan suatu protein khusus, melainkan ditentukan oleh adanya suatu urutan nukleotida tertentu pada bagian terminator. Sinyal yang akan mengakhiri transkripsi dengan mekanisme semacam ini ditentukan oleh daerah yang mengandung banyak urutan GC yang dapat membentuk struktur batang dan lengkung (stem-and-loop) pada RNA dengan panjang sekitar 20 basa di sebelah hulu dari ujung 3‟ –OH dan diikuti oleh rangkaian 4-8 residu uridin berurutan. Struktur batang lengkung tersebut menyebabkan RNA polimerase berhenti dan merusak bagian 5‟ dari hibrid RNA-DNA. Bagian sisa hibrid RNA-DNA tersebut berupa urutan oligo (rU) yang tidak cukup stabil berpasangan dengan dA. Akibatnya ujung 3 ‟ hibrid tersebut akan terlepas sehingga transkripsi berakhir. Eksperimen yang dilakukan oleh Peggy Farnham dan Terry Platt menunjukkan bahwa pengakhiran transkripsi tanpa melibatkan faktor rho mempunyai 2 ciri utama, yaitu, (1) adanya rangkaian basa berulang-balik ( inverted repeat ) yang dapat membentuk lengkungan, dan (2) adanya rangkaian basa T pada untaian DNA bukan cetakan (nontemplate strand ) sehingga membentuk pasangan basa yang lemah antara rU-dA yang menahan transkrip RNA pada untaian DNA cetakan. Pada waktu lengkungan RNA terbentuk, maka RNA polimerase berhenti dan ikatan basa yang lemah menyebabkan RNA yang baru terbentuk akan lepas. Pengakhiran Transkripsi yang Tergantung pada Faktor Rho Mekanisme pengakhiran transkripsi semacam ini memerlukan protein ρ (rho). Pengakhiran transkripsi yang memerlukan faktor rho hanya terjadi pada daerah jeda yang terletak pada jarak tertentu dari promoter. Dengan demikian jika ada daerah jeda yang t erletak di dekat promoter, maka daerah itu tidak dapat berfungsi sebagai daerah pengakhiran transkripsi. Terminator yang tergantung pada rho terdiri atas suatu urutan berulang-balik yang dapat membentuk lengkungan (loop), tetapi tidak ada rangkaian basa T seperti pada daerah terminator yang tidak melibatkan faktor rho. Faktor rho diduga ikut terikat pada transkip dan mengikuti pergerakan RNA polimerase sampai akhirnya RNA polimerase berhenti pada
Halaman | 19
daerah terminator yaitu sesaat setelah menyintesis lengkungan RNA. Selanjutnya, faktor rho menyebabkan destabilitasasi ikatan RNA-DNA sehingga transkrip RNA terlepas dari DNA cetakan
Eukariotik vs Prokariotik Pada prokariotik, translasi dilakukan sebelum proses transkripsi selesai karena tidak terdapat membran inti sel. Dengan kata lain tidak ada yang memisahkan antara transkripsi dan translasi sehingga translasi dapat segera dilakukan Mekanisme transkripsi secara umum pada organisme eukariotik serupa dengan mekanisme transkripsi pada organisme prokariotik, yaitu melalui tahapan inisiasi, elongasi dan terminasi. Perbedaan antara transkripsi pada eukariotik dengan prokariotik adalah RNA polimerase tidak melekat pada DNA selama proses inisiasi. Inisiasi transkripsi pada eukariot diperantarai oleh faktor-faktor transkripsi yang bersifat spesifik untuk tiap macam RNA polimerase. Segera setelah inisiasi, RNA polimerase langsung berikatan pada DNA. Ketiga macam RNA polimerase pada eukariot membutuhkan prakondisi yang berbeda untuk terlibat dalam transkripsi (Russel, 1992 dalam Corebima, 2002). Tiga macam RNA polimerase mengenali urutan promoter yang berbeda; dan membutuhkan perangkat protein yang berbeda (disebut “faktor transkripsi” atau “ transcription factor ”). Berikut penjelasan dari ketiga RNA polimerase yang bekerja pada eukariot. o
RNA Polimerase I Dalam Gardner (1991), dijelaskan bahwa RNA polimerase I terletak pada nukleolus dan mengkatalis pembentukan rRNA
o
RNA Polimerase II Masih dalam Gardner dkk (1991), dijelaskan bahwa RNA polimerase II mentranskripsikan sebagian besar gen-gen struktural inti. RNA polimerase II ini bertanggungjawab pada pembentukan pra-mRNA.
o
RNA Polimerase III RNA polmerase III, sebagaimana RNA polimerase II, tidak berada di nukleolus, melainkan di nukleoplasma. RNA polimerase III ini mentranskripsikan gen-gen untuk inti kecil RNAs dan tRNAs. Tempat pelekatannya berada di antara gen-gen tersebut (Gardner dkk, 1991).
Sedikit telah disinggung di atas bahwa pada eukariot transkripsi terjadi tidak bersamaan dengan translasi. Dengan adanya membran inti pada eukariot, dapat dibedakan tempat terjadinya transkripsi dan translasi. Transkripsi terjadi di dalam inti sedangkan translasi terjadi di sitoplasma. Waktu untuk masing – masing proses pun tidak dapat terjadi secara bersamaan, sebab sebelum dapat melakukan translasi, proses transkripsi harus dirampungkan terlebih dahulu. Proses transkripsi dan translasi pada eukariot pun lebih kompleks daripada prokariot.
Referensi Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell. L. G.( 2002) Biologi . Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Corebima, A. D.( 2002) Genetika Kerja Gen I Diktat Kuliah Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Malang: Universitas Negeri Malang. Damayanti, E. (2011) Replikasi DNA dan Abnormalitasnya pada Pertumbuhan Sel Tumor . Tersedia pada : http://www.academia.edu/5085250/makalah._Replikasi_DNA (diakses Selasa, 18 Februari 2014). Gardner, E.J., Simmons, M.J. dan Snustad, D.P.(1991) Principles of Genetics. 8th edition. New York: John Wiley & Sons. Lodish,H. dkk. (2004) Molecular Cell Biology.5th edition. NJ : WHFreeman. Sridianti (2013) Tahap Proses Replikasi DNA 7 Langkah. Tersedia pada : http://www.sridianti.com/tahap-proses-replikasi-dna-7-langkah.html (diakses Selasa,18 Februari 2014). Tamarin, R. H.( 2001) Principles of Genetics. 7th edition. USA: The McGraw Hill Companies.
Halaman | 20
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Asam Nukleat Oleh Angela Susanti / 1206247303
Abstrak Asam nukleat merupakan molekul yang sangat penting bagi makhluk hidup. Molekul ini dapat dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Beberapa aspek yang dapat dianalisis secara kualitatif antara lain : urutan basa nitrogen ( Sequencing ), ukuran molekul asam nukleat (Elektroforesis Gel Agarosa), keberadaan asam nukleat dalam sebuah sampel (Staining ), dan kandungan basa nitrogen dalam sampel (Hybridization). Selain aspek kualitatif, aspek kuantitatif yang dapat dianalisis adalah kemurnian dan konsentrasi sampel asam nukleat (Spektrofotometri Visible dan UV-Vis). Untuk menunjang proses analisis masing – masing aspek tersebut, dapat diterapkan metode RT-PCR yang bertujuan untuk memperbanyak (multiplikasi) sampel. Kata kunci : sequencing , elektroforesis gel agarosa, staining , hybridization, spektrofotometri visible, spektrofotometri UV-vis, RT-PCR
I. Pendahuluan Asam nukleat, baik DNA maupun RNA, merupakan bentuk molekul yang sangat fundamental bagi berbagai makhluk hidup. DNA maupun RNA dapat dianalisis dengan dua metode yang berbeda, yaitu secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Beberapa contoh aspek kualitatif dari asam nukleat yang dapat dianalisis adalah keberadaan DNA maupun RNA dalam suatu sampel, urutan DNA (DNA Sequences), kandungan basa nitrogen atau basa nukleotida, ukuran DNA, maupun adanya mutasi. Berbeda dengan metode analisis kualitatif, aspek kuantitatif yang dapat dianalisis antara lain berupa konsentrasi dan kemurnian DNA atau RNA dalam sampel. Pembahasan berikut akan mencakup kedua aspek analisis, yaitu aspek kualitatif dan kuantitatif.
II. Analisis Kualitatif Sequencing
DNA Sequencing merupakan sebuah proses penentuan urutan nukleotida dalam sebuah molekul DNA secara tepat. Salah satu aplikasi yang paling signifikan dari teknologi ini adalah dapat ditentukannya urutan keseluruhan genom dari ragi ( Saccharomyces cervisiae), cacing nematoda (Caenorhabditis elegans), Drosophila melanogaster , dan genom manusia. Seluruh urutan (sequence) genom memfasilitasi adanya penelitian terhadap pola ekspresi gen dan membantu adanya pemahaman terhadap evolusi dan penyebab suatu penyakit. Pada akhir tahun 1970, dua metode sequencing DNA untuk molekul DNA dengan ukuran yang lebih panjang dikembangkan. Metode – metode tersebut antara lain adalah : Metode Sanger (dideoxy )
Gambar 1. Metode Sanger Halaman | 21
Untuk menenetukan urutan pada suatu daerah DNA, metode sequencing Sanger terdiri dari beberapa tahap berikut (seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1). Pertama, DNA beruntai dua yang akan diurutkan diambil. DNA ini akan bertindak sebagai DNA template atau rantai awal. DNA template kemudian dilekatkan dengan sebuah primer. Primer merupakan sebuah rantai yang memiliki panjang sekitar 12 – 24 basa yang komplementer dengan ujung 3‟ dari salah satu untai template DNA. Istilah primer didasarkan pada sifatnya yang akan memulai reaksi enzimatik. DNA template kemudian akan mengalami proses denaturasi oleh panas atau alkali ketika primer menempel pada template. Ukuran primer yang tepat dalam proses ini harus ditentukan; primer yang terlalu pendek memiliki kemungkinan untuk menemukan rangkaian komplementernya pada banyak tempat sehingga dapat menempel (annealing : proses penggabungan sehingga terbentuk kembali DNA untai ganda / double stranded ) dengan mudah, sedangkan primer yang terlalu panjang akan mengakibatkan proses penggabungan yang tidak stabil. Primer disintesis secara kimiawi dan proses annealing-nya dipengaruhi oleh pembentukan ikatan hidrogen antara primer dan untai DNA komplementer. Primer yang digunakan telah diradiolabeled (penandaan / pemberian label dengan radioaktif) pada ujung 5‟ dengan 32Pfosfat. Pemberian label pada ujung rantai dilakukan oleh enzim polinukleotida kinase dan adenosine trifosfat (ATP) yang memiliki gamma-fosfat yang berlabel 32P. Ketika primer bergabung dengan DNA template, setiap produk yang terbentuk selama proses ekstensi oleh DNA polimerase akan memiliki label 32P pada ujung 5‟. Larutan yang terbentuk kemudian dibagi ke dalam empat tabung berbeda yang diberi label G, A, T, dan C yang mengandung reagen – reagen berikut : G : keempat dNTP, ddGTP, dan DNA polimerase A : keempat dNTP, ddATP, dan DNA polimerase C : keempat dNTP, ddCTP, dan DNA polimerase T : keempat dNTP, ddTTP, dan DNA polimerase DNA polimerase dalam keempat tabung akan memperpanjang salinan komplementer dari DNA template untai tunggal. dNTP ditambahkan secara berturut – turut pada rantai primer yang terus berkembang, dan basa yang komplementer dengan basa yang terdapat pada untai DNA pun dipilih. Ikatan fosfodiester akan terbentuk antara gugus 3‟ -hidroksil pada ujung primer yang berkembang dan gugus 5‟ -fosfat dari dNTP yang masuk. Ketika ddNTP ditambahkan, ikatan fosfodiester tidak dapat terbentuk sehingga rantai akan terputus. ddNTP yang ditambahkan tidak mengandung gugus OH pada posisi 3‟ dari deoksiribosanya. Pada posisi tersebut hanya terdapat sebuah atom H. Ketidakhadiran gugus hidroksil tidak mengizinkan nukleotida berikutnya untuk bergabung karena 5‟ -fosfat dari nukleotida berikutnya tidak dapat membentuk ikatan dengan 3‟ -H. Dalam metode ini, keempat reaksi dimulai dari nukleotida yang sama tetapi berakhir pada basa yang spesifik, yang berbeda untuk masing – masing tabung. Dalam larutan yang mengandung reaktan, DNA dengan rantai yang sama akan disintesis berulang kali. Akan tetapi, segera setelah ddNTP ditambahkan, rantai yang baru disintesis akan segera terpotong. Karena ddNTP ditambahkan secara acak (tidak teratur), sintesis akan terpotong pada berbagai posisi yang berbeda untuk masing – masing tabung reaksi. Masing – masing ddNTP digunakan pada konsentrasi sekitar 1% dari konsentrasi dNTP. DNA polimerase akan mengintegrasikan dNTP atau ddNTP secara acak. Setelah reaksi selesai berlangsung, produk (fragmen DNA yang baru disintesis dan diberi label) akan mengalami denaturasi oleh panas menjadi molekul DNA tunggal dan akan melalui proses elektroforesis. Proses elektroforesis dilaksanakan dalam tegangan tinggi dengan elektroda positif pada bagian bawah dan elektroda negatif pada bagian atas. Fragmen yang telah ditandai akan melakukan migrasi dari bagian atas menuju bagian bawah sesuai dengan ukuran mereka. Fragmen yang lebih pendek akan bergerak lebih cepat. Hasil dari masing – masing reaksi dipisahkan ke dalam empat jalur berbeda. Metode Maxam – Gilbert (chemical cleavage) Berbeda dengan teknik pemutusan rantai (chain-termination technique) yang melibatkan sintesis enzimatis, metode Maxam – Gilbert melibatkan degradasi kimia dari segmen DNA. Reaksi – reaksi pembelahan tersebut berlangsung dalam dua tahap :
Halaman | 22
Basa spesifik (tipe – tipe basa) mengalami modifikasi kimia Basa yang telah mengalami modifikasi dipisahkan dari gulanya dan ikatan fosfodiester menuju ujung 3‟ ke basa termodifikasi mengalami pembelahan. Untuk proses sequencing skala besar, metode ini lebih jarang digunakan dibandingkan dengan metode dideoxy enzimatik. Metode Maxam – Gilbert tidak mengalami perubahan yang signifikan sejak pengembangan awalnya. Akan tetapi, beberapa reaksi pembelahan kimia tambahan telah disusun oleh para ilmuwan yang sebagian besar bergantung pada empat reaksi awal yang dijelaskan oleh Maxam dan Gilbert. Proses atau reaksi tersebut meliputi beberapa tahap sebagai berikut : DNA rantai ganda yang akan diurutkan diberi tanda dengan cara menempelkan gugus fosfor radioaktif (P 32) pada ujung 5‟. Enzim polinukleotida kinase dan 32P-dATP digunakan untuk proses radiolabeling . Dengan menggunakan dimetil sulfoksida (DMSO) dan pemanasan hingga suhu 90 °C, dua rantai DNA dipisahkan dan dimurnikan. Salah satu sampel rantai dibagi menjadi sampel – sampel terpisah dan masing – masing sampel ditambahkan dengan salah satu reagen pembelahan. Bagian proses ini melibatkan perubahan atau modifikasi dari basa yang diikuti dengan pelepasan basa termodifikasi. Akhirnya, piperidin digunakan untuk proses pembelahan rantai pada saat basa menghilang.
Gambar 2. Metode Sequencing Maxam – Gilbert Elektroforesis Elektroforesis merupakan suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Dalam teknik ini, muatan listrik yang terdapat pada DNA (misalnya yang bermuatan negatif) dimanfaatkan. Apabila molekul yang bermuatan negatif dialirkan melalui suatu medium, misalnya sel gel agarosa, kemudian molekul tersebut dialiri muatan listrik dari satu kutub ke kutub lainnya, molekul akan mengalami pergerakan dari kutub negatif menuju ke kutub positif. Besarnya kecepatan gerak molekul bergantung pada rasio antara muatan dan massanya, serta bergantung pada bentuk molekul tersebut. Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk menganalisis DNA maupun RNA. Salah satu aplikasi dari metode elektroforesis DNA adalah untuk menganalisis fragmen – fragmen DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi. Fragmen DNA yang telah dipotong dapat ditentukan ukurannya dengan cara membuat gel agarosa (medium), yang berupa bahan semi – padat polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Gel agarosa dapat dibuat dengan cara melarutkannya dalam suatu larutan buffer . Agar proses pelarutannya dapat berlangsung dengan baik, proses pelarutan harus dibantu dengan pemanasan. Dalam keadaan panas, gel akan berwujud cair sehingga dapat dipindahkan ke suatu wadah ( plate). Sebelum kembali menjadi padat, ujung gel diberi lubang dengan menggunakan lembaran Perspex tipis yang dibentuk menyerupai sisir. Sisir tersebut ditancapkan pada salah satu ujung gel yang masih cair. Dengan
Halaman | 23
demikian ketika gel memadat dan sisir yang ditancapkan telah dicabut, akan terbentuk lubang – lubang pada gel. Sampel DNA dimasukkan ke dalam lubang – lubang kecil yang telah dibuat tersebut. Gel agarosa yang telah dibentuk kemudian dimasukkan ke dalam suatu tanki yang berisi larutan buffer yang sama dengan larutan yang digunakan untuk membuat gel. Larutan buffer yang digunakan dapat dibuat dari trisasetat-EDTA (TAE) atau trisborat-EDTA (TBE). Setelah sampel DNA dimasukkan ke dalam lubang, arus listrik dialirkan. Kutub yang sejajar dengan lubang pada sampel merupakan kutub negatif sedangkan kutub lainnya adalah kutub positif. Karena DNA bermuatan negatif, DNA akan bergerak menuju ke kutub positif. Setelah beberapa saat, gel direndam dalam larutan yang mengandung etidium bromida. Etidium bromida akan menginterkalasi (menyisip ke dalam) DNA. Penggunaan etidium bromida bertujuan untuk membantu visualisasi karena etidium bromida akan memancarkan sinar UV. Apabila gel disinari dengan sinar UV dari bawa, akan tampak pita – pita pada gel. Pita – pita yang tampak merupakan molekul DNA yang bergerak sepanjang gel selama proses elektroforesis. Molekul RNA dapat dianalisis dengan menggunakan prinsip yang sama. Akan tetapi, untuk menganalisis molekul RNA digunakan larutan buffer yang berbeda yaitu larutan buffer dengan kandungan formaldehid.
Gambar 3. Proses Elektroforesis dengan Medium Gel Agarosa Staining
Staining merupakan sebuah metode yang dapat digunakan untuk memvisualisasikan atau menunjukkan keberadaan DNA maupun RNA, terutama setelah mengalami proses pemisahan (misalnnya dengan elektroforesis gel). Dalam metode ini, dapat digunakan beberapa jenis pewarna spesifik yang bergantung pada jenis substansi yang akan diidentifikasi. Untuk menunjukkan keberadaan DNA atau RNA dalam sampel, dapat digunakan beberapa jenis pewarna berikut : Etidium Bromida, merupakan jenis pewarna umum digunakan untuk memvisualisasikan DNA. Jenis pewarna ini dapat digunakan dalam campuran gel, dalam larutan buffer elektroforesis, atau memberikan warna pada gel yang telah digunakan. Molekul dari pewarna ini dapat melekat pada rantai DNA dan dapat berpendar di bawah sinar UV, sehingga dapat menunjukkan pita – pita yang terletak dalam gel. Etidium bromida merupakan substansi karsinogen potensial, sehingga penggunaannya harus dilakukan secara hati –hati. SYBR Gold (Emas) merupakan jenis pewarna yang dapat digunakan untuk mewarnai DNA rantai tunggal atau ganda, maupun RNA. Pewarna ini merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan etidium bromida dan dianggap memiliki sensitivitas yang lebih tinggi. Pewarna ini dapat menghasilkan fluoresensi UV 1000 kali lipat lebih besar setelah terikat dengan asam nukleat. SYBR Gold dapat menembus gel
Halaman | 24
agarosa dengan ketebalan dan persentase yang tinggi serta dapat digunakan dalam gel formaldehid. SYBR Green (Hijau) terbagi menjadi dua jenis, yaitu SYBR Green I dan II. Kedua jenis pewarna ini dikembangkan untuk tujuan yang berbeda. SYBR Green I lebih sensitif terhadap penggunaan DNA rantai-ganda, sedangkan SYBR Green II paling baik digunakan untuk DNA rantai-tunggal atau RNA. Seperti sifat etidium bromida, kedua jenis pewarna yang sangat sensitif ini akan berpendar di bawah sinar UV. SYBR Safe merupakan jenis pewarna yang dirancang sebagai sebuah alternatif yang lebih aman dibandingkan dengan etidium bromida maupun jenis pewarna SYBR lainnya. SYBR Safe dapat dikategorikan sebagai pewarna yang tidak berbahaya dan umumnya dapat dibuang melalui sistem saluran pembuangan biasa. Eva Green merupakan jenis pewarna fluoresensi hijau yang dapat dimanfaatkan dalam metode RT-PCR. Jenis pewarna ini baik digunakan untuk gel dengan titik lebur yang rendah. Eva Green sangat stabil dalam suhu tinggi dan memiliki fluoresensi yang rendah, akan tetapi tingkat fluoresensinya menjadi sangat tinggi setelah berikatan dengan DNA. Pewarna ini juga memiliki tingkat toksisitas yang rendah seperti SYBR Safe. Acrid ine Orange merupakan pewarna kationik selektif asam nukleat yang berguna untuk menentukan siklus sel. Jenis pewarna ini bersifat sel-permeabel dan dapat berinteraksi dengan DNA maupun RNA melalui interkalasi atau gaya tarik elektrostatik. Ketika berikatan dengan DNA, akan dihasilkan spektrum yang serupa dengan spektrum fluorescent .
Hybridization
Hibridisasi asam nukleat merupakan sebuah alat yang fundamental dalam genetik molekular yang memanfaatkan kemampuan molekul asam nukleat untai-tunggal untuk membentuk molekul untai-ganda. Agar hal ini dapat terjadi, molekul DNA untai-tunggal yang berinteraksi harus memiliki basa komplementer dalam derajat yang cukup tinggi. Metode hibridisasi asam nukleat standar melibatkan penggunaan probe asam nukleat berlabel untuk mengidentifikasi molekul DNA atau RNA terkait (molekul dengan tingkat kesamaan urutan / sequence yang tinggi) dalam campuran kompleks yang terdiri dari molekul asam nukleat yang tidak berlabel (asam nukleat target).
Persiapan
Probe Asam
Nuk leat
Dalam uji hibridisasi asam nukleat standar, probe ditandai dengan beberapa cara. Probe asam nukleat dapat berupa molekul untai tunggal maupun untai ganda. Akan tetapi, probe yang bekerja harus berupa molekul untai tunggal. Probe DNA konvensional diisolasi melalui kloning DNA berbasis sel atau melalui metode PCR. DNA awal dapat memiliki kisaran ukuran mulai dari 0,1 kb hingga ratusan kilobasa dalam segi panjang. Biasanya (meskipun tidak selalu), DNA tersebut awalnya merupakan molekul untaiganda. Probe DNA yang dihasilkan melalui metode PCR biasanya memiliki panjang kurang dari 10 kb dan beruntai ganda. Probe DNA konvensional biasanya diberi label dengan menggabungkan beberapa dNTP berlabel selama reaksi sintesis DNA in vitro. Probe RNA dapat diperoleh dari DNA yang telah dikloning dalam vektor plasmid khusus. Reaksi sintesis RNA dilakukan dengan menggunakan fag RNA polimerase yang relevan beserta keempat rNTP, yang paling tidak salah satunya memiliki label.
Prinsip Hibridisasi Asam Nukleat
Hibridisasi asam nukleat melibatkan proses pencampuran dua sumber asam nukleat untaitunggal, yang merupakan sebuah probe yang biasanya terdiri dari populasi homogen dari molekul yang telah teridentifikasi dan sebuah target yang biasanya mengandung populasi molekul asam nukleat yang heterogen dan kompleks. Apabila tidak ada satupun probe atau target yang awalnya beruntai ganda, masing – masing untai harus dipisahkan, umumnya dengan cara pemanasan. Setelah menggabungkan probe untai tunggal dengan target untai tunggal, untai dengan urutan basa komplementer dapat kembali bergabung.
Blotting
Blotting pada dasarnya merupakan sebuah metode yang digunakan untuk melakukan transfer protein, DNA, atau RNA pada carrier . Beberapa jenis metode blotting tampak pada tabel berikut :
Halaman | 25
Tipe B l o t t i n g Southern blotting Northern blotting Western blotting South-Western blotting
Tabel 1. Beberapa Tipe Blotting Molekul Membran Molekul Probe DNA RNA Protein Protein
DNA DNA Antibodi dsDNA
Southern blotting merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi gen pada berbagai organisme. Dalam teknik ini, satu sampel DNA dihibridisasi dengan sampel DNA lain.
Gambar 4. Southern blotting
Northern blotting merupakan metode yang mengacu pada teknik hibridisasi yang menggunakan RNA sebagai molekul target dan DNA sebagai molekul probe. Sebagai contohnya, probe DNA dapat digunakan untuk menentukan lokasi dari molekul mRNA yang berhubungan dengan gen yang sama. Campuran dari RNA dimasukkan dalam gel (agarosa) dan dipindahkan menuju filter. Western blotting merupakan metode yang tidak melibatkan hibridisasi asam nukleat. Dalam metode ini, protein dipisahkan dengan medium gel, yang kemudian dipindahkan menuju membran dan dideteksi oleh antibodi maupun dengan metode lainnya.
III. Analisis Kuantitatif Saat ini, terdapat banyak teknologi yang dapat digunakan dalam proses kuantifikasi DNA dan RNA. Perlu diingat bahwa masing – masing teknologi atau metode dikembangkan untuk tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, masing – masing metode memiliki kekurangan dan kelebihan sehingga tidak dapat dibandingkan satu sama lain. Real – Time
PCR
RT-PCR merupakan metode yang umumnya digunakan ketika material awal (sel, jaringan, atau RNA) berada dalam jumlah yang terbatas, atau dibutuhkan hasil analisis dengan tingkat sensitivitas dan akurasi yang tinggi. Proses PCR berlangsung dalam sebuah thermal cycler yang dapat menerangi masing – masing sampel dengan seberkas cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu dan dapat mendeteksi fluoresensi yang dipancarkan oleh fluorofor yang tereksitasi. Thermal cylcer juga dapat melakukan pemanasan dan pendinginan sampel secara cepat, sehingga sifat fisikokimia dari asam nukleat dan DNA polimerase dapat dimanfaatkan. Proses PCR umumnya terdiri dari serangkaian perubahan temperatur berulang (25-40 kali). Siklus – siklus tersebut umumnya terdiri dari tiga tahap : Tahap pertama berlangsung pada suhu sekitar 95°C, yang memungkinkan adanya proses pemisahan rantai ganda asam nukleat. Tahap kedua berlangsung pada suhu sekitar 50-60°C, yang memungkinkan adanya proses pengikatan primer dengan DNA template (rantai yang dikodekan). Tahap ketiga berlangsung pada suhu sekitar 68 - 72°C, yang memungkinkan terjadinya proses polimerisasi yang dilakukan oleh DNA polimerase. Temperatur dan waktu yang dibutuhkan untuk masing – masing siklus bergantung pada berbagai parameter seperti : enzim yang digunakan untuk mensintesis DNA, konsentrasi dari ion divalen dan dNTP (deoxyribonucleotides ) dalam reaksi, dan suhu ikatan primer. Polymerase chain reaction (PCR) sejauh ini merupakan teknik paling sensitif yang dapat digunakan untuk mendeteksi asam nukleat ketika primer – primer yang tepat dalam proses amplifikasi dapat ditentukan. Sensitivitas PCR disebabkan oleh sifat eksponensial dalam prosedur amplifikasi (dinyatakan dalam Persamaan 1)
Halaman | 26
= ( + ) ... (1) dengan Nn menyatakan jumlah molekul DNA setelah n-siklus PCR, N 0 menyatakan jumlah molekul sebelum PCR, dan E merupakan efisiensi dari amplifikasi. Berdasarkan Persamaan 1, tampak bahwa nilai E memiliki peranan yang penting dalam proses amplifikasi. Besarnya nilai E seringkali bergantung pada panjang dan urutan ( sequence) dari DNA yang akan diamplifikasi, bagaimana primer dirancang, konsentrasi larutan buffer dalam reaksi (Mg2+, dNTP, dan lain – lain), serta temperatur dan waktu yang dibutuhkan untuk masing – masing langkah dalam siklus PCR.
Spektrofotometri Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa (sampel) berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi atau menyerap suatu cahaya. Dalam metode ini, digunakan sebuah alat yang disebut sebagai spektrofotometer. Alat tersebut berfungsi untuk mengukur transmitan atau absorban dari suatu sampel sebagai fungsi dari panjang gelombang. Beberapa jenis metode spektrofotometri yang dapat digunakan dalam analisis kuantitatif asam nukleat antara lain :
Spektrofotom etri Visible (Vis)
Dalam metode ini, cahaya tampak (visible) digunakan sebagai sumber cahaya. Cahaya tampak merupakan jenis spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang dari cahaya tampak berkisar antara 380 hingga 750 nanometer (nm). Umumnya, sumber cahaya tampak yang sering digunakan dalam metode ini adalah lampu Tungsten, yang merupakan sebuah senyawa yang memiliki titik didih yang cukup tinggi dibandingkan dengan logam lainnya. Untuk mengukur konsentrasi DNA dalam sampel, digunakan persamaan berikut : = Å ...(2) dengan Å = nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm = larutan dengan nilai absorbansi 1,0 sebanding dengan 50 µg untai ganda DNA per ml (dsDNA) Untuk mengukur konsentrasi RNA dalam sampel, digunakan persamaan berikut : = Å ...(3) dengan = 40µg / ml untai tunggal RNA (ssRNA)
Spektrofotom etri UV-Vis
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan spektrofotometri visible (cahaya tampak). Sinar UV memiliki panjang gelombang sekitar 190 – 380 nm. Berbeda dengan cahaya tampak, sinar UV tidak dapat dideteksi dengan mata, sehingga senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak berwarna atau bening. DNA dapat menyerap sinar UV karena mengandung basa nitrogen (purin dan pirimidin). Pita ganda DNA dapat menyerap sinar UV pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan kontaminan lain berupa protein maupun fenol dapat menyerap sinar UV pada panjang gelombang 280 nm. Adanya perbedaan penyerapan panjang gelombang antara DNA dan kontaminannya, memungkinkan adanya penentuan kemurnian DNA dalam sampel. Kemurnian DNA dapat dihitung dengan persamaan : =
Å ... Å (4)
Nilai kemurnian DNA berkisar antara 1.8 – 2.0. Jika nilai melebihi 2.0, hal ini menandakan bahwa larutan yang diuji masih mengandung kontaminan berupa protein / senyawa lain sehingga kadar DNA yang terdapat didalamnya belum cukup murni. Jika nilai kemurnian yang diperoleh kurang dari 1.8 hal ini menandakan bahwa ddH 2O yang diambil terlalu banyak sehingga DNA yang diambil dalam sampel terlalu sedikit. Hukum
Beer-Lambert
Intensitas cahaya yang ditransmisikan melalui sampel bergantung pada konsentrasi dan pathlength (panjang) dari sampel. Absorbsi cahaya oleh larutan sampel dapat ditunjukkan dalam Hukum Beer-Lambert yang menyatakan bahwa absorbansi A dari larutan berbanding lurus dengan konsentrasi c , dari spesies yang mengabsorbsi, dan path-length (panjang) b, dari radiasi pada medium absorbsi. Secara matematis, hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan :
Halaman | 27
=
= ...(5)
Dalam persamaan di atas, a menyatakan absorptivitas molar atau sering pula disebut sebagai koefisien absorbsi molar.
IV.Kesimpulan Hingga saat ini, berbagai teknologi dan metode analisis molekul seperti asam nukleat telah banyak berkembang, baik analisis dalam aspek kuantitatif maupun analisis dalam aspek kualitatif. Setiap metode dikembangkan berdasarkan tujuannya masing – masing seperti menentukan urutan basa nitrogen, mengidentifikasi adanya DNA atau RNA, menentukan konsentrasi dan kemurnian sampel yang mengandung basa nitrogen, dan berbagai tujuan lainnya. Oleh karena itu, setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing – masing sehingga masing – masing metode tidak dapat dibandingkan satu sama lain.
Referensi Chaudhuri, K. (2013) Recombinant DNA Technology . New Delhi : TERI. Clark, D.P. (2010) Academic Cell Molecular Biology . Californa : Academic Press. David, G.L. (2001) Analytical Chemistry . India : Universities Press. Ding, C. dan Cantor, C.R. (2004) „Quantitative Analysis of Nucleic Acids – the Last Few Years of Progress‟. Journal of Biochemistry and Molecular Biology , 37(1) : 1-10. Hindley, J. (1983) Laboratory Techniques in Biochemistry and Molecular Biology Volume 10 : DNA Sequencing . Amsterdam : Elsevier Biomedical Press. O‟ Meara, D. (2001) Molecular Tools for Nucleic Acid Analysis. Department of Biotechnology, Royal Institute of Technology, KTH, SCFAB, Stockholm, Swedia. Phillips, T. (2014) DNA Sequencing Methods. Tersedia pada : http://biotech.about.com/od/pcr/a/sequencing.htm (diakses Selasa, 18 Februari 2014). Phillips, T. (2014) Visualizing DNA : Dyes for DNA Staining . Tersedia pada : http://biotech.about.com/od/buffersandmedia/tp/DNAStains.htm (diakses Selasa, 18 Februari 2014). Rychlik, W., Spencer, W.J., dan Rhoads, R.E. (1990) „Optimization of the Annealing Temperature for DNA Amplification In Vitro‟. Nucl Acids Res, 18(21) : 6409 -6412. Sambrook, J. dan Russel, D.W. (2001) Molecular Cloning : A Laboratory Manual. 3rd edition. New York : Cold Spring Harbor Laboratory Press. Saputra, Y.K. (2009) Spektrofotometri . Tersedia pada : http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/kimia_analisis/spektrofotometri/ (diakses Selasa, 18 Februari 2014). Siwach, P. dan Singh, N. (2007) Molecular Biology : Principles and Practices. New Delhi : Laxmi Publications (P) LTD. Wells, J. (1988) „A Technique for Staining the Superficial Cells of Plucked Hair Follicles and Other Solid Tissues ’ , Stain Technology , 63(3) : 89 – 90. Yuwono, T. (2011) Biologi Molekular . Jakarta : Penerbit Erlangga.
Halaman | 28
Pengaplikasian Asam Nukleat dalam Bidang Kehidupan oleh Farandy Haris / Teknik Kimia / 1206261251
Abstrak Asam nukleat terbagi menjadi dua berdasarkan jenis selnya, yaitu asam ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat (DNA). Pemanfaatan dari asam nukleat dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang kehidupan yang meliputi bidang rekayasa genetika, medis, hukum, terapan kimia, dan pertanian. Metode yang dilakukan meliputi transfer gen, RFCP - Restriction Fragment Lenght Polymorphism dan PCR - Polymerase Chain Reaction. Metode yang digunakan tersebut menghasilkan produk berupa produk rekayasa genetik (kloning dan pembuatan insulin), terapi gen, diagnosis, analisis STR dalam transplantasi, analisis fingerprint , sertifikasi makanan, katalis natural (Rybozime), antisense-RNA, Tissue Plasminogen Activator (TPA), dan transgenik. Kata kunci : asam nukleat, transplantasi, RFCP-Restriction Fragment Lenght Polymorphism, PCRPolymerase Chain Reaction, katalis natural, rekayasa genetika, terapi gen RNA.
Asam nukleat pada umumnya memiliki fungsi menyimpan, mentransmisi, dan mentranslasi informasi genetik. Berdasarkan jenis selnya, asam nukleat terbagi menjadi dua jenis, yaitu asam ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat (DNA). Baik DNA maupun RNA merupakan anion dan pada umumnya terikat oleh protein dan bersifat basa. Asam nukleat baik DNA maupun RNA tersusun dari monomer nukleotida. Nukleotida tersusun dari gugus f osfat, basa nitrogen, dan gula pentosa. Basa nitrogen berasal dari kelompok purin dan pirimidin. Purin utama asam nukleat adalah adenin dan guanin, sedangkan pirimidin asam nukleat, yaitu sitosin, timin, dan urasil. Kombinasi antara basa nitrogen dengan ribosa dapat menghasilkan nukleosida sebagai penyusun nukleotida. Masing-masing kombinasi antara nukleosida tersebut memiliki nama trivial yang beragam serta menghasilkan sifat komplementer yang berbeda-beda pula. Dengan adanya perbedaan yang dihasilkan, asam nukleat baik DNA maupun RNA dapat diaplikasikan langsung ke berbagai bidang yang terdapat dalam kehidupan manusia dan banyak memberikan manfaat di beberapa sektor kehidupan manusia. Aplikasi yang dapat diterapkan oleh asam nukleat terbagi ke dalam dua jenis berdasarkan jenis selnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu sebagai berikut:
I. Aplikasi DNA dalam Berbagai Bidang Kehidupan Jenis aplikasi DNA yang dapat diterapkan dapat meliputi berbagai bidang dalam kehidupan di bawah ini:
a. Bidang Rekayasa Genetika 1. Kloning Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkomendasikan. Selanjutnya DNA tersebut Gambar 1. Domba Dolly akan mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara Sumber: www.news.bbc.co.uk turun-temurun. Ilmu terapan ini dapat dianggap sebagai cabang biologi maupun sebagai ilmu-ilmu rekayasa (keteknikan). Dapat dianggap, awal mulanya adalah dari usaha-usaha yang dilakukan untuk menyingkap material yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Ketika orang mengetahui bahwa kromosom adalah material yang membawa bahan terwariskan itu
Halaman | 29
(disebut gen) maka itulah awal mula ilmu ini. Tentu saja, penemuan struktur DNA menjadi titik yang paling pokok karena dari sinilah orang kemudian dapat menentukan bagaimana sifat dapat diubah dengan mengubah komposisi DNA, yang adalah suatu polimer bervariasi. Salah satu aplikasi di bidang rekayasa genetika adalah metode kloning. Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama (populasi) yang identik secara genetik. Kloning merupakan proses reproduksi aseksual yang biasa terjadi di alam dan dialami oleh banyak bakteria, serangga, atau tumbuhan. Dalam bioteknologi, kloning merujuk pada berbagai usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk menghasilkan salinan berkas DNA atau gen, sel, atau organisme. Salah satu pemanfaatan kloning yang telah berhasil dilakukan terhadap mamalia adalah pengkloningan domba dolly yang berasal dari sel dewasa. Namun usia hidupnya hanya berusia selama enam tahun. Penelitian menjelaskan bahwa ketika Dolly lahir, ternyata usianya sudah sama dengan donor sel yang diperolehnya. Dalam tataran aplikasi, rentetan proses kloning dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini: 1. Mempersiapkan sel stem : suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi berbagai sel tubuh. Sel ini diambil dari manusia yang hendak dikloning. 2. Sel stem diambil inti selnya yang mengandung informasi genetik kemudian dipisahkan dari sel. 3. Mempersiapkan sel telur : suatu sel yang diambil dari sukarelawan perempuan kemudian intinya dipisahkan. 4. Inti sel dari sel stem diimplantasikan ke sel telur 5. Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan. Setelah membelah (hari kedua) menjadi sel embrio. 6. Sel embrio yang terus membelah (blastosis) mulai memisahkan diri (hari ke lima) dan siap diimplantasikan ke dalam Rahim. 7. Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik sama persis dengan sel stem donor.
Gambar 2. Tahapan Kloning Sumber : prosesbayitabung.com
2. Pembuatan Insulin Insulin pertama kali di ekstraksi dari jaringan pankreas anjing pada tahun 1921 oleh para ahli fisiologi asal kanada Sir Federick Glant Banting dan Charles Hebert Best serta ahli fisiologi asal Inggris John James Richard Macleod. Seorang ahli biokimia James Betram Collip kemudian memproduksi insulin dengan tingkat kemurnian yang cukup baik untuk digunakan sebagai obat pada manusia. Pada tahun 1965 insulin manusia telah berhasil disintesis secara kimia. Insulin merupakan protein manusia pertama yang disintesis secara kimia. Secara tradisional, insulin untuk pengobatan pada manusia diisolasi dari pankreas sapi atau babi. Pada tahun 1981 telah terjadi perbaikan secara berarti cara produksi insulin melalui rekayasa genetika. Insulin yang diperoleh dengan cara ini mempunyai struktur mirip dengan insulin manusia. Melalui teknologi DNA rekombinan, insulin diproduksi menggunakan sel mikroba yang tidak patogen. Karena kedua hal tersebut di atas, insulin hasil rekayasa genetika ini mempunyai efek samping yang relatif sangat rendah dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari ekstrak pankreas hewan, tidak menimbulkan efek alergi serta tidak mengandung kontaminan berbahaya. Gambar di bawah adalah rekayasa genetika pada
Halaman | 30
bakteria guna menghasilkan hormon insulin yang penting untung pengendalian gula darah pada penderita diabetes. Tahaptahapnya adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama dalam membuat bakteria yang bisa menghasilkan insulin adalah dengan mengisolasi plasmid pada bakteri tersebut yang akan direkayasa. Plasmid adalah materi genetik berupa DNA yang terdapat pada bakteria namun tidak tergantung pada kromosom karena tidak berada di dalam kromosom. 2. Kemudian plasmid tersebut dipotong dengan menggunakan enzim di tempat tertentu sebagai calon tempat gen baru yang nantinya dapat membuat insulin. 3. Gen yang dapat mengatur sekresi (pembuatan) insulin diambil dari kromosom yang berasal dari sel manusia. 4. Gen yang telah dipotong dari kromosom sel manusia itu kemudian „direkatkan‟ di plasmid tadi tepatnya di tempat bolong yang tersedia setelah dipotong tadi. Gambar 3. Pengkloningan pada Plasmid 5. Plasmid yang sudah disisipi gen Sumber : http://aguskrisnoblog.wordpress.com/ manusia itu kemudian dimasukkan kembali ke dalam bakteria. 6. Bakteria yang telah mengandung gen manusia itu selanjutnya berkembang biak dan menghasilkan insulin yang dibutuhkan. Dengan begitu diharapkan insulin dapat diproduksi dalam jumlah yang tidak terbatas di pabrik-pabrik. b. Bidang Medis Dalam bidang medis, aplikasi terhadap pemanfaatan DNA dibagi ke dalam tiga jenis sebagai berikut: 1. Terapi Gen Terapi gen adalah suatu teknik yang dapat digunakan untuk memperbaiki gen yang cacat atau rusak yang dapat menimbulkan penyakit. Penyakit-penyakit metabolik bawaan biasanya akibat tidak terdapatnya suatu gen dalam tubuh manusia atau karena cacatnya gen tersebut. Prinsip kerja yang dimiliki oleh terapi gen adalah dengan memberikan gen yang tepat sehingga tubuh mampu Gambar 4. Mekanisme Terapi Gen memproduksi enzim atau protein yang Sumber : http://history.nih.gov/ diperlukan sehingga penyakit yang berada di dalam tubuh manusia dapat disembuhkan. Dalam terapi gen ini kita memerlukan satu molekul yang berfungsi sebagai karier yang disebut sebagai vektor. Vektor inilah yang membawa gen / DNA yang normal ke sel target pasien , dan yang biasa dipakai sebagai vektor adalah virus yang telah diubah secara genetik. Terapi gen dapat dilakukan dengan empat cara, yakni dengan melakukan
Halaman | 31
penambahan kopi gen fungsional ke dalam sel penderita agar dapat menggantikan sel yang rusak atau kurang berfungsi/hilang guna menormalkan ekspresi gen yang cacat tersebut (Penambahan Gen). Cara berikutnya dengan penghambatan gen pada otosomal dominan, alel yang sakit menghasilkan protein yang dapat berfungsi sebagai racun atau mengganggu produksi alel yang normal. Untuk menghambat ekspresi gen yang sakit, dimasukan RNA atau asam nukleat sintetik yang dapat mengikat dRNA sehingga tidak terjadi translasi. Tahap selanjutnya adalah dengan reparasi gen dengan cara memasukan sekuens gen DNA normal sebagai suatu cetakan yang akan memperbaiki DNA yang cacat dan yang terakhir adalah dengan memusnahkan sel sak it dengan cara memasukan gen tertentu yang menghasilkan produk yang dapat mematikan sel yang sakit.Biasanya untuk pengobatan sel kanker. Teknik yang dapat diterapkan dalam terapi gen, yaitu transfer gen, transfer liposom, kimiawi, elektroporasi, mikro injeksi, bombardir partikel, chimeraplasti. 2. Deteksi dan Pemetaan Penyakit (Diagnosis) Diagnosis penyakit dengan teknologi DNA memanfaatkan teknik PCR atau Polymerase Chain Reaction dan probe asam nukleat berlabel untuk menelusuri patogen tertentu. Sebagai contoh, apabila kita telah mengetahui urutan DNA HIV, PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi dan mendeteksi DNA HIV dalam sampel darah atau jaringan. Teknologi DNA dapat mengidentifiaksi penyakit yang tidak tampak, bahkan sebelum individu tersebut lahir. Gen-gen penyakit yang telah diklon antara lain hemofilia, feniketouria, fibrosis, dan distrofi otot. Alel yang abnormal dapat didagnosis dengan akurasi yang masuk akal jika penanda RFLP yang berhubungan dekat telah dtemukan. Jika gen dipetakan dengan lebih tepat, gen dapat di klon dan dikaji. Sekalipun jika alel penyebab penyakit belum diketahui lokusnya, keberadaannya dapat dideteksi dengan akurasi tinggi. dengan menguji keberadaan penanda RFLP yang dekat dengan gen tersebut. Tujuan dari proses PCR adalah untuk mengkopi gen dalam jumlah banyak. Langkah-langkahnya, yaitu Denaturasi pada suhu 94 derajat celcius untuk membuka ikatan rantai ganda dan menghentikan reaksi enzimatik Pemijaran terjadi pada suhu 54 derajat celcius rantai utama jiggling . ikatan ion terbentuk dan terurai secara konstan diantara rantai tunggal primer dan template. Tetapi masih ada yang stabil di ujung polinerase akan menempel dengan rantai dan mulai mengkopi template dan menjadi rantai ganda baru. Pemanjangan pada suhu 72 derajat celcius ideal untuk polymerase, rantai terbuka kembali lagi karena temperatur tinggi dan pada akhirnya terpisah. SNP atau single nucleotide polymorphism adalah variasi genetik yang paling sering ditemui. Setiap SNP merepresentasikan perbedaan di satu nukleotida. Sebagai contoh, SNP dapat menggantikan nukleotide sitosin dengan nukleosida timin pada DNA. SNP normal terdapat di DNA manusia, yang muncul setiap 300 nukleotida rata-rata dan paling sering ditemukan di DNA diantara gen-gen. SNP dapat menjadi penanda biologis gen yang berhubungan dengan penyakit. Ketika SNP muncul pada gen atau pada daerah pengatur yang terletak di dekat gen, mereka memiliki peran kunci terhadap terjadinya penyakit dengan mempengaruhi fungsi gen. Umumnya SNP tidak memiliki efek terhadap kesehatan atau perkembangan, tetapi perbedaan genetik ini telah terbukti sangat penting dalam penelitian terkait kesehatan manusia. Peneliti telah menemukan bahwa SNP dapat membantu memprediksi respon individu terhadap obat dan faktor lingkungan seperti racun, dan bahkan risiko terdapatnya penyakit tertentu. SNP juga dapat digunakan untuk menelusuri penyakit turunan dalam keluarga. SNP dilihat dengan menggunakan software.
3. Analisis STR dalam Transplantasi Analisis STR merupakan interpretasi hasil tes DNA melalui analisis pola DNA. STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel DNA terduga lainnya. Halaman | 32
Transplantasi berarti pemindahan dan pada umumnya terdapat beberapa jenis transplantasi, yaitu transplantasi organ dan transplantasi inti. Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah meninggal. Transplantasi inti adalah pemindahan inti dari suatu sel ke sel yang lain agar didapatkan individu baru dengan sifat sesuai dengan inti yang diterimanya. Transplantasi inti pernah dilakukan terhadap sel katak. Inti sel yang dipindahkan adalah inti dari sel-sel usus katak yang bersifat diploid. Inti sel tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti, sehingga terbentuk ovum dengan inti diploid. Setelah diberi inti baru, ovum membelah secara mitosis berkali-kali sehingga terbentuklah morula yang berkembang menjadi blastula. Blastula tersebut selanjutnya dipotong-potong menjadi banyak sel dan diambil intinya. Kemudian inti-inti tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti yang lain. Pada akhirnya terbentuk ovum berinti diploid dalam jumlah banyak. Masing-masing ovum akan berkembang menjadi individu baru dengan sifat dan jenis kelamin yang sama. Dengan memanfaatkan analisis STR terhadap hasil tes DNA, maka hasil transplantasi yang telah dilakukan dalam tubuh manusia dapat /diketahui karena setiap orang memiliki ciri khas DNA nya masing-masing. c. Bidang Hukum Aplikasi dari DNA yang dapat diterapkan di bidang forensik, yaitu fingerprint dan DNA 1. Fingerprint Bentuk sidik jari dari satu individu ke individu yang lainnya yang tak pernah sama walau kembar sekalipun. Hal ini disebabkan karena DNA yang terdapat dari masingmasing individu yang berbeda-beda susunannya. Hal inilah yang mendukung dikembangkannya suatu terobosan identifikasi melalui sidik jari yang biasanya timbul untuk kasus kriminal, seperti perampokan, pemerkosaan, pencurian, dan tindakan kriminal lainnya. Prinsipnya adalah pengenalan bentuk sidik jari manusia dimana untuk memberikan keakuratan dalam forensik untuk suatu tindakan kriminal sehingga tersangka dapat teridentifikasi. Instrumentasi utama yang dibutuhkan adalah berkas sidik jari, namun hal ini hanya dapat diaplikasikan untuk manusia saja. Sidik jari setiap orang terbentuk pada saat di embrio yang berasal dari DNA dalam gen. Pemeriksaan forensik dilakukan dengan mengambil sidik jari seorang individu kemudian dicocokan dengan data sidik jari yang dimiliki negara. Karena tak ada sidik jari yang sama, maka dapat pemiliki sidik jari tersebut dapat diidentifikasi. 2. DNA Pada kasus kriminal dengan kekerasan, darah atau jaringan lain dalam jumlah kecil dapat tertinggal di tempat kejadian perkara (TKP) atau pada pakaian atau barang-barang lain milik korban atau penyerangnya. Akan tetapi, pengujian membutuhkan jaringan dalam jumlah yang banyak dan segera diidentifikasi. Selain itu, karena terdapat banyak orang dalam populasi dengan jenis datah atau jaringan yang sama. Pendekatan ini tidak dapat memberikan bukti kuat untuk pelakunya, sehingga semakin dibutuhkan metode lain untuk membuat bukti yang akurat yaitu melalui asam nukleatnya. Selain itu, asam nukleat juga berguna untuk mengidentifikasi identitas seorang anak yang tidak mengetahui keberadaan orang tuanya. Analisis DNA dapat digunakan dengan menggunakan metode analisis RFLP dengan Southern Blotting . Metode ini mengkombinasikan lima teknik laboratorium dan memungkinkan para peneliti untuk dapat mendeteksi dan menganalisis urutan DNA tertentu. Dasar pendekatan urutan spesifik ini adalah hibridisasi asam nukleat. Hasilnya dapat meunujukkan tidak hanya apakah urutan tertentu itu ada dalam sampel yang berbeda, tetapi juga jumlah urutan tersebut di dalam suatu genom dan ukuran fragmen restriksi yang mengandungnya. Dengan metode ini, dapat dilakukan proses pembandingan DNA dari individu atau bahkan spesies yang berbeda. Karena keketatan
Halaman | 33
selektif dari hibridisasi asam nukleat, materi awal untuk analisis dapat berupa seluruh genom organismenya. Seluruh prosedur hibridisasi dikenal sebagai Southern Blotting , diambil dari nama E. M. Southern yang mengembangkan prosedur hibridisasi ini pada tahun 1975. Pengujian DNA dapat mengidentifikasi pelaku dengan derajat kepastian yang jauh lebih tinggi, karena urutan DNA setiap orang itu unik (kecuali untuk kembar identik). Selian itu, pengujian DNA juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi keaslian keturunan. Darah dapat digunakan sebagai sampel pengujian atau jaringan tertentu yang memiliki DNA. Pengujian DNA juga dapat diapliaksikan untuk semua makhluk hidup yang memiliki darah atau jaringan tertentu. Analisis RFLP dengan Southern Blotting merupakan metode ampuh untuk mendeteksi kemiripan dan perbedaan sampel DNA dan hanya membutuhkan darah atau jaringan lain dalam jumlah yang sangat sediki (kira-kira 1000 sel). Salah satu contohnya, dalam kasus pembunuhan metode ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel DNA tersangka, korban, dan sedikit darah yang dijumpai di TKP. Probe radioaktif menandai pita elektroforesis yang mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya ilmuwan forensik akan menguji kira-kira lima penanda. Dengan kata lain hanya beberapa bagian DNA yang diuji. Akan tetapi, rangkaian penanda dari suatu individu yang demikian sedikit pun sudah dapat memberikan sidikjari DNA, atau pola pita spesifik yang berguna untuk forensik. Pola pita untuk sampel sidikjari DNA dari kasus pembunuhan. d. Industri Makanan Pemanfaatan DNA dalam industri makanan adalah untuk mendeteksi kandungan dari jenis bahan makanan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kasus yang belakangan ini marak terjadi yaitu penggunaan daging babi pada bakso yang dijajakan di lingkungan masyarakat. Untuk mengetahui kandungan daging babi yang terdapat dalam bakso, dapat dilakukan pengujian dengan menggunakan teknik PCR atau Polymerase Chain Reaction.
II. Aplikasi RNA dalam Berbagai Bidang Kehidupan Jenis aplikasi RNA yang dapat diterapkan meliputi berbagai bidang dalam kehidupan di bawah ini: a. Terapan Kimia (Rybozime) Katalis natural yang terbuat dari RNA ditemukan pada awal tahun 1980an. Setelah penemuan ini, mulai dikembangkan enzim buatan dari asam nukleat yang terbuat dari RNA atau DNA. Ribozymes dan deoxyribozymes buatan yang telah teridentifikasi melalu seleksi in vitro dan cakupan katalis asam nukleat saat ini menjadi lebih luas. penelitian terkait ribozymes dan deoxyribozyme buatan dapat menyediakan dasar pemikiran terkait fungsi katalis asam nukleat. Sebagai tambahan, enzim asam nukleat buatan dipakai secara luas baik dalam bidang kimia analitik maupun biologi. Dua enzim ini sudah diaplikasikan untuk menganalisis dalam bidang biologi, biokimia, dan kimia, bidang nanotechnology , dan komputasi molekular. Rekayasa signaling ribozyme secara in vitro digunakan untuk sensor analitik. Latar belakangnya karena deteksi analit adalah motivasi untuk melakukan riset. Banyak usaha yang berfokus untuk menjadikan enzim asam nukleat sebagai sensor. Salah satu usaha yang paling produktif adalah dengan mengkombinasikan in vitro dengan design rasional untuk menciptakan enzim asam nukleat alosterik. Katalis RNA ini mungkin memiliki aplikasi farmasi. Sebagai contoh, ribozyme telah dirancang untuk RNA HIV. Jika ribozyme seperti yang dibuat oleh sel, semua partikel virus masuk akan memiliki genom RNA yang dipegang oleh ribozyme, yang akan mencegah infeksi. b. Bidang Medis 1. Terapi Gen oleh RNA RNA adalah suatu asam ribonukleat yang terdapat dalam alur informasi genetik organisme yang berupa dogma sentral dari DNA > RNA > Protein, yaitu DNA di translasi menjadi RNA, dan selanjutnya RNA ditranslasi menjadi protein. Dari ketiga jenis RNA, jenis RNA yang dapat digunakan dalam terapi gen adalah mRNA. RNA dalam keadaan normal adalah rantai tunggal. Namun dalam kenyataannya, rantai tunggal ini dapat
Halaman | 34
membentuk dupleks dengan membentuk ikatan hidrogen sebagaimana DNA jika terdapat untai yang komplemen dalam urutan basa nukleotidanya. Bentuk dupleks RNA akan mengakibatkan terhalangnya proses translasi sehingga sintesis protein terganggu. Gene silencing adalah suatu proses membungkam ekspresi gen yang pada mulanya diketahui melibatkan mekanisme pertahanan alami tanaman untuk melawan virus. Penghambatan proses ekspresi gen dapat Gambar 5. Mekanisme Kerja Antisense RNA dilakukan pada beberapa tahap, sumber: staff.ui.ac.id/system/files diantaranya adalah tahap translasi, yaitu dengan mengganggu proses translasi dari tersebut pada molekul mRNA. Molekul RNA yang akan ditranslasi mempunyai sequence di bagian hulu sebagai tempat pengenalan ribosom dan proses sintesis protein. Ribosom, sebagai mesin pensintesis polipeptida yang kemudian dimodifikasi menjadi protein, memerlukan situs perkenalan pada mRNA untuk dapat melaksanakan pekerjaannya. Manipulasi pada tahap translasi mRNA bertujuan untuk mengatasi suatu penyakit genetis. Potongan pendek dari dupleks RNA diketahui dapat mengakibatkan degradasi terhadap RNA lainnya yang memiliki sekuens berkesesuaian. 2. Dunia Farmasi Aktivator Plasminogen Jaringan (Tissue Plasminogen Activator-TPA) Aktivator ini muncul secara alamiah ketika terjadi luka yang membuat aliran darah dalam tubuh bermasalah dan memicu untuk mengaktifkan aktivator plasminogen jaringan. Turunan TPA adalah obat trombolitik yang paling sering digunakan terutama untuk gumpalan darah di koroner dan pembuluh darah serebral, karena kekhususannya mengaktifkan plasminogen yang terikat di fibrin. Namun, pengembangan produk ini sangat mahal, pasarnya relatif terbatas, dan harga produk menjadi mahal. Aktivator plasminogen jaringan dikode oleh gen plat yang berlokasi di kromosom 8. Protein yang dihasilkan membantu melarutkan darah yang membeku dan menurunkan risiko serangan jantung berikutnya jika diberikan sesegera mungkin setelah serangan pertama. Dalam sistem pembekuan darah, TPA berfungsi untuk mengkatalis perubahan plasminogen menjadi plasmin. TPA digunakan pada pengobatan penyakitpenyakit yang terdapat penggumpalan darah, seperti emboli paru, infark myocard , dan stroke. Aktivator ini hanya berfungsi untuk daerah peredaran darah dan organ yang memiliki aliran darah. Agar penggunaannya efektif dalam pengobatan stroke iskemia, TPA harus digunakan sesegera mungkin setelah muncul gejala. Menurut pedoman, TPA digunakan secara intravena pada 3 jam pertama setelah muncul gejala, karena lebih dari itu mungkin efek sampingnya akan lebih besar daripada manfaatnya. Mekanisme kerja aktivator ini adalah dengan cara memecah satu rantai plasminogen menjadi dua rantai yang dihubungkan oleh ikatan disulfida dan menghasilkan senyawa yang disebut plasmin. Peningkatan aktivitas enzim ini berakibat hiperfibrinolisis yang manifestasinya adalah pendarahan hebat. Aktivator plasminogen jaringan juga berperan pada migrasi sel dan perubahan jaringan. TPA lebih disukai sebagai agen trombolitik terutama untuk melarutkan gumpalan di koroner dan pembuluh darah serebral. Perlu diingat bahwa efektivitas obat trombolitik bergantung pada umur gumpalan. Gumpalan yang lebih lama memiliki fibrin yang berhubungan silang dan lebih padat. Oleh karena itu, gumpalan lebih sulit dilarutkan.
Halaman | 35
c. Pertanian 1. Meningkatkan Kualitas Pertanian Saat ini, konsumsi dan permintaan manusia akan susu, buah, dan sayur-sayuran yang berkualitas dan dalam jumlah banyak semakin meningkat. Oleh sebab itu, digunakan rekayasa genetik pada tanaman dan hewan agar memenuhi kebutuhan tersebut dalam waktu cepat. Dengan menggunakan metode DNA rekombinan dapat dihasilkan produk berupa vaksin, antibodi dan hormon pertumbuhan yang dapat meningkatkan produksi susu, bobot daging ternak, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Selain itu, hal ini juga dapat dimanfaatkan untuk memperbesar ukuran sayur-sayuran, buah-buahan, hewan ternak ataupun ikan dalam waktu yang singkat. Sapi perah dapat disuntik dengan hormon pertumbuhan sapi (BGH- Bovine Growth Hormone), yang dibuat dari E. coli untuk menaikkan produksi susu (biasanya meningkatkan sekitar 10%) dan bobot daging sapi ataupun ternak yang lain. Tanaman transgenik merupakan tanaman yang mengandung sebuah atau banyak gen yang telah disisipkan secara artifisial (bukan melalui penyerbukan). Sekuen gen yang disisipkan (dikenal sebagai transgen) dapat berasal dari dari jenis tanaman lain yang tidak berhubungan ataupun dari spesies yang sama sekali berbeda, contohnya jagung Bt transgenik yang mengandung gen dari suatu bakteri sehingga mampu menghasilkan insektidanya sendiri. Tanaman-tanaman yang mengandung transgen seringkali disebut sebagai Genetically Modified Crops (GMC). Para breeder tanaman biasanya berusaha untuk mengaplikasikan beberapa macam kombinasi gen pada tanamannya dengan tujuan agar tanamannya tersebut memiliki produktivitas setinggi mungkin. Bergantung pada lokasi dan tujuan dari penanaman tanaman, kombinasi gen yang diinginkan dapat menawarkan berbagai fitur semacam peningkatan produktivitas atau pengingkatan kualitas, ketahanan terhadap hama, ketahanan terhadap suhu tinggi ataupun rendah, dll. Sebelum teknologi tanaman transgenik ini ditemukan, para breeder tanaman harus melakukan penyilangan (penyerbukan silang) terhadap tanaman-tanamannnya secara manual. Salah satu kekurangan dari teknik penyilangan adalah penyilangan tersebut tidak boleh dilakukan secara sembarangan, jenis tanaman yang akan disilangkan haruslah tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan. Hal tersebut tentunya sangat memakan waktu dan tenaga. Pada sekitar tahun 1980an, ditemukanlah teknologi penyisipan gen pada tanaman yang kemudian dikenal dengan sebutan teknologi transgenik. Teknologi transgenik tersebut memungkinkan para breeder tanaman untuk menyisipkan berbagai gen dari berbagai jenis makhluk hidup pada tanamannya. Teknologi transgenik ini dapat dilakukan tidak lain berkat keberadaan DNA yang secara universal ada pada sel seluruh makhluk hidup. Dalam implementasinya, teknologi transgenik pada tanaman ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut. Tahap pertama yang harus adalah mengidentifikasi dan melokasikan gen-gen yang mengekspresikan karakteristik penting bagi tanaman. Proses identifikasi dan pelokasian ini merupakan proses yang cukup sulit karena untuk mengidentifikasi karakteristik yang diekspresikan oleh suatu gen, seorang peneliti harus terlebih dahulu memahami bagaimana regulasi dari gen tersebut, efek yang mungkin ditimbulkan gen tersebut pada tanaman yang akan disisipkan nantinya, dan bagimana gen tersebut berinteraksi dengan gen-gen aktif lainnya. Setelah kita berhasil mengidentifikasi gen yang hendak kita sisipkan, langkah berikutnya adalah mengisolasi dan mengkloning gen tersebut dalam vektor bakteri. Tahap kedua, gen yang tadi telah diisolasi dan dikloning dalam vektor bakteri harus menjalani beberapa tahapan modifikasi sebelum dapat secara efektif disisipkan pada tanaman. Adapun tahapan-tahapan modifikasi tersebut antara lain: tahap insersi sekuen promotor yang ditujukan sebagai tombol on/off yang mengontrol kapan dan pada bagian tumbuhan mana gen akan diekspresikan (promotor yang biasanya digunakan adalah CaMV35S yang berasal dari virus mosaik pada kembang kol), tahap modifikasi lanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan ekspresi gen pada tanaman nantinya, tahap penyisipan sekuen terminasi yang berfungsi mengirimkan sinyal ke cellular machinery bahwa akhir dari transgen telah tercapai, dan tahap penambahan gen penanda yang
Halaman | 36
berfungsi untuk mengidentifikasi sel-sel atau jaringan-jaringan tanaman yang telah berhasil mengintegrasi transgen. Berikut ini adalah ilustrasi transgen (gen yang akan disisipkan) setelah melalui keempat tahapan modifikasi.
Gambar 6. Ilustrasi Transgen yang Telah Dimodifikasi Sumber: http://cls.casa.colostate.edu/transgeniccrops/how.html Tahap ketiga, setelah didapatkan transgen yang telah termodifikasi maka prosedur penyisipan transgen ke dalam tanaman dapat dilaksanakan. Terdapat dua jenis metode yang dapat digunakan dalam prosedur penyisipan transgen ini, yaitu: metode Gene Gun (metode biolistic ) dan metode Agrobacterium. Dari kedua jenis metode tersebut, metode Agrobacterium adalah metode yang paling sering digunakan karena lebih mudah untuk dipantau dan dapat diaplikasikan baik pada tanaman dikotil maupun monokotil. Metode ini memanfaatkan bakteri Agrobacterium tumefaciens, yang merupakan bakteria tanah yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel-sel tanaman dengan sepotong DNAnya, sebagai vektor dari transgen. Dalam sel Agrobacterium tumefaciens, DNA terkandung dalam kromosom bakteri dan juga pada struktur Ti-plasmid. Ti-plasmid mengandung seuntai T-DNA yang akan ditransfer ke sel tanaman melalui proses infeksi dan sederet gen virulens yang berfungsi mengarahkan proses infeksi.
Gambar 7. Ilustrasi Sel dari Agrobacterium tumefaciens Sumber: http://cls.casa.colostate.edu/transgeniccrops/how.html Agrobacterium tumefaciens hanya dapat menginfeksi sel-sel tanaman melalui luka yang terdapat pada bagian tanaman. Luka yang terdapat pada akar atau batang tanaman akan memberikan sinyal kimia tertentu pada Agrobacterium tumefaciens. Sinyal kimia tersebut akan direspon dengan aktifnya gen virulens Agrobacterium tumefaciens kemudian akan mengarahkan proses infeksi untuk mentransfer T-DNA dari Ti-plasmid ke kromosom tanaman. Dalam metode transgenik Agrobacterium, posisi T-DNA ditukar dengan transgen yang hendak disisipkan ke dalam tanaman. Tahap keempat, setelah prosedur penyisipan transgen telah berhasil dilakukan maka selanjutnya dilakukan proses pemilihan jaringan-jaringan tanaman yang berhasil bertransformasi dan berintegrasi dengan transgen. Jaringan-jaringan tanaman tersebut kemudian diletakkan pada medium selektif yang mengandung antibiotik atau herbisida. Kemudian, jaringan-jaringan tanaman tersebut akan melalui tahapan regenerasi untuk menjadi tanaman seutuhnya pada lingkungan laboratorium yang terkontrol. Pada tahapan regenerasi ini, hanya jaringan tanaman yang mampu berintegrasi dengan transgenik lah yang mampu bertahan.
III. Kesimpulan Asam nukleat terbagi menjadi dua, yaitu asam ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat (DNA). Asam nukleat terdiri dari monomer nukleotida yang memiliki komponen penyusun, berupa gugus fosfat, basa nitrogen, dan gula pentosa. Kombinasi antara basa nitrogen dengan ribosa menghasilkan nukleosida yang bervariasi yang dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang rekayasa genetika, medis, hukum,
Halaman | 37