PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
LOW VI SI ON
Disusun oleh:
MUHAMMAD LUTHFI 120100145
Supervisor: dr. Aryani A. Amra, M.Ked (Oph), Sp.M (K)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2017
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia- Nya Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Low Low Vision” Vision” ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Aryani A. Amra, M. Ked (Oph), Sp.M (K) selaku supervisor pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini. Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Low Vision. Vision. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2017
Penulis
i
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar ...............................................................................................................i Daftar Isi .......................................................................................................................ii Daftar Gambar .............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................... ..................................................1 1.2. Tujuan .............................................. ........................................................ ..........................................................2 ..2 1.3. Manfaat ............................................... ..................................................... .......................................................2 ..2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definsi .......................................... .................................................. ............3 2.2. Epidemiologi .......................................... .................................................. ..3 2.3. Etiologi .................................................. ................................................... ..4 2.4. Klasifikasi ................................................... ...............................................8 2.5. Gejala Klinis .................................................. .............................................9 2.6. Penegakan Diagnosis ................................. .................................................9 2.6.1. Anamnesis ................................................. .....................................9 2.6.2. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan ................................. .................11 2.6.3. Tes Melakukan Aktivitas Visual ........................................... ........14 2.7. Penatalaksanaan ............................................... ........................................14 2.7.1. Alat Bantu Low Bantu Low Vision ..................................................................15
BAB 3 KESIMPULAN KESIMPULAN .................................................................. ............................21
DAFTAR PUSTAKA PUSTAKA .................................................................... ............................23
LAMPIRAN
ii
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan Gambar
Halaman
Gambar 1.
Gambaran buram pada penderita katarak.
6
Gambar 2.
Degenerasi makular yang mempengaruhi area sentral
7
dari retina, umumnya menyebabkan kehilangan penglihatan area sentral secara progresif. Gambar 3.
Glaukoma umumnya dihubungkan dengan peningkatan
7
tekanan di dalam bola mata yang menyebabkan adanya titik buta dan konstriksi penglihatan perifer. Gambar 4.
Penilaian ketajaman penglihatan dengan kartu ETDRS
12
pada jarak 1 meter. Gambar 5.
Kartu pemeriksaan sensitivitas kontras.
12
Gambar 6.
Gambaran macular perimetry pada perimetry pada skotoma parasentral
13
Gambar 7.
Kacamata bantu penglihatan kurang. Pasien
16
memperlihatkan jarak membaca yang dekat (dengan kacamata lentikular), tetapi dengan kedua tangan bebas memegang bahan bacaan. Gambar 8.
Jenis-jenis kaca pembesar.
17
Gambar 9.
Teleskop untuk penglihatan kurang.
18
iii
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Low vision adalah vision adalah salah satu gangguan penglihatan berat selain dari kebutaan. Menurut versi terakhir dari World Health Organization (WHO) International Classification of Diseases, Diseases, ICD-10 tahun 2015, istilah low vision digolongkan vision digolongkan sebagai gangguan penglihatan kategori 1 atau 2 yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana ketajaman penglihatan terbaik seseorang lebih rendah dari 6/18 dan lebih baik atau sama dengan 3/60 dengan keadaan kedua mata terbuka setelah pemberian koreksi.1 Walaupun tidak sepenuhnya kehilangan kemampuan penglihatannya, orang dengan low vision akan vision akan mengalami gangguan yang cukup bermakna dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti membaca dan mengemudi.2 Di seluruh dunia, angka prevalensi kasus low vision diperkirakan vision diperkirakan mencapai 2% dari total penduduk atau sekitar 124 juta kasus. Di Amerika Serikat pada tahun 2010 terdapat 2,9 juta kasus low vision vision dengan 63% kasus ditemukan pada pasien perempuan. Angka ini mengalami peningkatan dari 2,4 juta kasus pada tahun 2000. Di Indonesia sendiri setidaknya terdapat 2,1 juta kasus severe kasus severe low vision pada vision pada tahun 2013. Kasus ini dapat dijumpai pada hampir semua rentang usia, walaupun prevalensi tertinggi diketahui terdapat pada rentang usia lanjut yaitu 65-74 tahun.3-5 Penatalaksanaan low vision yang vision yang efektif dimulai segera setelah pasien mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Rencana penatalaksanaan harus mempertimbangkan tingkat fungsi penglihatan, tujuan -tujuan intervensi yang realistis, dan beragam alat yang dapat membantu. Pasien harus menghadapi kenyataan bahwa penurunan penglihatan biasanya bersifat progresif. Semakin c epat mereka beradaptasi dengan alat bantu low vision, vision, semakin cepat mereka dapat menyesuaikan diri dengan teknik-teknik baru untuk menggunakan penglihatan tersebut. Evaluasi pasien low vision tidak pernah boleh ditunda kecuali jika seseorang sedang berada dalam fase aktif tindakan medis atau bedah.6 1
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan teori-teori tentang low vision, vision, mulai dari definisi sampai diagnosis dan penatalaksanaannya. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelakasanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami tentang low vision, vision, dan mampu melaksanakan diagnosis serta penatalaksanaan terhadap gangguan ini sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
2
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO) Organization (WHO) pada tahun 1992, seseorang dengan low vision vision merupakan orang yang mengalami kerusakan fungsi penglihatan setelah penatalaksanaan dan/atau koreksi refraksi standar, dan mempunyai mempun yai tajam penglihatan p englihatan kurang dari 6/18 (20/60) terhadap persepsi cahaya, atau lapangan pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi, tetapi masih dapat menggunakan, atau masih berpotensi untuk dapat menggunakan penglihatannya dalam merencanakan atau melakukan akitivitas. Namun dalam versi terakhir dari WHO International Classification of Diseases, Diseases, ICD-10 tahun 2015, istilah low vision vision digolongkan sebagai gangguan penglihatan binokular kategori 1 atau 2, yaitu ketajaman penglihatan terbaik lebih rendah dari 6/18 dan lebih baik atau sama dengan 3/60 dengan kedua mata terbuka setelah pemberian koreksi.1,7 Istilah low vision mencakup vision mencakup suatu kisaran yang luas. Seseorang dengan tahap dini penyakit mata mungkin memiliki penglihatan mendekati normal, sisanya mungkin mengalami penurunan penglihatan yang sedang hingga berat. Semua pasien dengan low vision vision memiliki penglihatan yang berfungsi hingga derajat tertentu walaupun penurunan penglihatannya mungkin bermakna. Mereka hendaknya tidak dianggap “buta”, kecuali jika mereka tak lagi mempunyai penglihatan yang berfungsi. Kinerja penglihatan bervariasi pada setiap individu.6
2.2.
Epidemiologi
Di seluruh dunia, angka prevalensi kasus low vision vision diperkirakan mencakup hingga 2% dari total seluruh penduduk atau sekitar 124 juta kasus. Berdasarkan data dari National dari National Eye Institute, Institute, pada tahun 2010 terdapat 2.909.000 kasus penderita low vision di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut sekitar 80% kasus ditemukan p ada ras kulit putih dan 63% didominasi oleh perempuan. Angka ini mengalami peningkatan dari total sekitar 2,4 juta kasus pada tahun 2000 dan diperkirakan akan terus mengalami 3
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
peningkatan menjadi 5 juta pada tahun tahu n 2030 hingga mencapai 9 juta kasus pada tahun 2050.3,4 Tidak terdapat data pasti yang menggambarkan prevalensi low vision secara keseluruhan di Indonesia. Namun untuk kasus severe kasus severe low vision diketahui vision diketahui memiliki angka prevalensi sebanyak 2,1 juta kasus pada tahun 2013 dengan angka terbanyak didapati pada rentang usia 65-74 tahun dengan 647.511 kasus dan persentase tertinggi didapati pada usia 75+ tahun dengan 13,90%. Penderita severe Penderita severe low vision berjenis kelamin perempuan kelamin perempuan mendominasi dengan menyumbang 1,2% dari seluruh populasi.5 Kelompok Jumlah % Jumlah Umur (tahun) Penduduk Severe Low Vision Severe Low Vision 48.024.776 0,03 14.407 5-14 42.612.927 0,06 25.568 15-24 43.002.751 0,13 55.904 25-34 36.617.212 0,30 109.852 35-44 26.763.141 1,00 267.631 45-54 15.164.793 3,00 454.944 55-64 8.519.877 7,60 647.511 65-74 4.008.635 13,90 557.200 75+ Jumlah 224.714.112 2.133.017 Tabel 1. Perhitungan Jumlah Penduduk dengan Severe Low Vision tahun 2013 (Riskesdas 2013, diolah oleh Pusdatin Kementerian Kesehatan) Jika dilihat berdasarkan provinsi, di Sumatera Utara sendiri kasus severe low vision mencapai 0,9% dari seluruh total penduduk yang berusia ≥ 5 tahun atau sekitar 107 ribu penderita.5
2.3. Etiologi
Low vision vision dapat disebabkan oleh abnormalitas kongenital dari sistem penglihatan, penyakit pada mata atau otak, maupun cedera. Terdapat sejumlah sejumlah penyakit dan kondisi yang diketahui berperan terhadap kelainan ini. Di Amerika Serikat, beberapa penyebab utama low vision pada vision pada anak-anak antara lain:8 a. Gangguan penglihatan kortikal. b. Retinopati yang disebabkan prematuritas.
4
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
c. Hipoplasia nervus optikus. d. Albinisme. e. Atrofi optik. f. Infeksi kongenital. Pada orang dewasa di Amerika Serikat, penyebab utama low vision diantaranya adalah:8 a. Degenerasi makular yang terkait usia. b. Katarak. c. Diabetic eye (retinopati eye (retinopati diabetik). d. Glaukoma. Secara umum di seluruh dunia, faktor-faktor etiologi low vision yang diketahui:8 a. Katarak. b. Glaukoma. c. Degenerasi makular yang terkait usia. d. Opasifikasi kornea. e. Retinopati diabetik. f. Trakoma. Menurut penelitian oleh Wong, dkk tentang low vision vision pada etnis Melayu di Singapura, didapati katarak menjadi penyebab utama low vision (72,1%), vision (72,1%), diikuti oleh retinopati diabetik (5,1%), degenerasi makular terkait usia (3,8%), glaukoma (2,9%) serta penyebab-penyebab lainnya (16,1%) antara lain opasifikasi kapsul posterior, lubang makular, jaringan parut kornea, dan amblyopia. Data yang tidak jauh berbeda juga didapati didap ati dari penelitian tentang etiologi low vision di vision di Indonesia, dimana katarak menjadi faktor penyebab utama dengan 61,3%, diikuti ambl yopia, degenerasi makular, serta penyebab-penyebab lainnya yang tidak diketahui.9,10 a. Katarak Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa sehingga cahaya tidak dapat difokuskan dengan tepat kepada retina. Keluhan penurunan ketajaman penglihatan akibat katarak sering dijumpai dengan mudah pada pasien saat anamnesis karena 5
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
pada umumnya pasien akan menjelaskan aktivitas-aktivitas yang harus dibatasi bahkan ditinggalkannya akibat penyakit ini. Tipe katarak yang berbeda akan memiliki efek yang berbeda pula terhadap perubahan ketajaman penglihatan.11 Efek pada Efek pada Silau Penglihatan Penglihatan Jauh Dekat Kortikal Sedang Sedang Ringan Ringan Nuklear Lambat Ringan Sedang Tidak ada Subkapsular posterior Cepat Bermakna Ringan Bermakna Tabel 2. Katarak dan efeknya terhadap ketajaman penglihatan10 Laju Perkembangan
Gambar 1. Gambaran buram pada penderita katarak 8
b. Retinopati Diabetik Perubahan ketajaman penglihatan akibat retinopati diabetik awalnya disebabkan oleh pembengkakan lensa setelah terpapar kadar gula yang tinggi secara berkepanjangan yang bersifat reversibel maupun ireversibel (menyebabkan katarak). Sedangkan pada kasus diabetes yang kronis, akan terjadi kerusakan pembuluh darah di retina yang pada tahap akhir dapat menyebabkan kebocoran darah ke retina dan vitreous, menyebabkan gangguan penglihatan.8
6
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
c. Degenerasi Makular Terkait Usia Merupakan penyakit yang disebabkan oleh degenerasi fotoreseptor dan epitel pigmen di area makula. Penyakit ini merupakan penyebab utama kehilangan visualisasi sentral pada usia diatas 50 tahun.8
Gambar 2. Degenerasi makular yang mempengaruhi mempen garuhi area sentral dari retina, umumnya menyebabkan kehilangan penglihatan area sentral secara progresif 8 d. Glaukoma Glaukoma adalah sekelompok kondisi yang bermanifestasi pada kerusakan saraf optikus dan hampir selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuli, atau tekanan di dalam bola mata.8
Gambar 3. Glaukoma umumnya dihubungkan dengan peningkatan tekanan di dalam bola mata yang menyebabkan adanya titik buta dan konstriksi penglihatan perifer.8 7
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
Pada glaukoma tipe sudut tertutup, terjadi penyumbatan aliran sistem drainase mata. Hal ini selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan di dalam bola mata secara tiba-tiba, menyebabkan mata merah, mual, dan muntah. Penurunan penglihatan terjadi akibat adanya pembengkakan dari kornea.12
2.4.
Klasifikasi
The
International
Classification
of
Diseases, Diseases,
ICD-10,
membagi
mengelompokkan gangguan penglihatan binokular menjadi 7 kategori sebagai berikut:1 Ketajaman penglihatan berdasarkan jarak Kategori Lebih rendah daripada: Sama atau lebih baik daripada: Ringan atau tanpa 6/18 gangguan penglihatan 3/10 (0,3) 0 20/70 6/18 6/60 Gangguan visual sedang 3/10 (0,3) 1/10 (0,1) 1 20/70 20/200 6/60 3/60 Gangguan visual berat 1/10 (0,1) 1/20 (0,05) 2 20/200 20/400 3/60 1/60* Kebutaan 1/20 (0,05) 1/50 (0,02) 3 20/400 5/300 (20/1200) * 1/60 Kebutaan 1/50 (0,02) Persepsi cahaya 4 5/300 (20/1200) Kebutaan Tidak dijumpai persepsi cahaya 5 9 Tidak dapat ditentukan atau dikategorikan * atau mampu menghitung jari pada jarak 1 meter Tabel 2. Klasifikasi low vision berdasarkan vision berdasarkan ICD-10.1
Istilah low vision yang vision yang terdapat pada edisi revisi sebelumnya telah dirubah dan sekarang low vision vision didefinisikan sebagai gangguan mata kategori 1 dan 2 sesuai dengan tabel di atas.1 8
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
2.5. Gejala Klinis
Gangguan low vision vision umumnya berpotensi mengganggu aktivitas sehari-hari penderitanya. Beberapa tanda yang dapat dijumpai antara lain penderita mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas semisal membaca, menulis, berbelanja, menonton televisi, mengemudikan kendaraan, dan mengenali wajah orang lain.13 Keluhan-keluhan pada penderita low vision ini umunya disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan berikut: a.
Gangguan penglihatan jarak jauh
b.
Gangguan penglihatan jarak dekat
c.
Gangguan penglihatan jarak jauh dan dekat sekaligus
d. Night blindness e.
Lapangan pandang terbatas.14,15
2.6. Penegakan Diagnosis
Penatalaksanaan pada kasus low vision vision dimulai dari evaluasi yang meliputi anamnesis dan pengukuran fungsi visual. Berbeda dengan pemeriksaan penyakit mata pada umumnya, dimana fungsi visual dan status okular dinilai dengan tujuan untuk menegakkan diagnosis dan memberikan tatalaksana, evaluasi pada pasien dengan low vision yang vision yang membutuhkan rehabilitasi visual fokus pada penilaian fungsi visual saat digunakan untuk beraktivitas. Hal ini membutuhkan penilaian yang mendalam dari fungsi visual, evaluasi keberhasilan dalam melakukan aktivitas, dan identifikasi pemberian intervensi yang tepat tepat untuk memaksimalkan fungsi independen penderita.13 2.6.1. Anamnesis
Selayaknya pada kasus-kasus klinis lainnya, anamnesis menyediakan informasi penting untuk mengarahkan pemeriksaan selanjutnya. a. Riwayat okular Korelasikan keluhan fungsional pasien dengan perjalanan penyakit dan adanya intervensi medis atau bedah apapun. Terapi miotik dan fotokoagulasi panretina
9
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
merupakan 2 contoh intervensi yang dapat memiliki efek samping mempengaruhi fungsi penglihatan disamping manfaatnya dalam tatalaksana penyakit mata.13 b. Riwayat medis Penyakit sistemik dapat secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan visual pasien dalam melakukan aktivitas selain juga beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi sistem penglihatan. Misalnya pada kasus-kasus ortopedik, arthritis, tremor, atau paralisis akibat stroke dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk memegang buku atau kaca pembesar genggam, sehingga mengganggu aktivitas membaca.13 c. Analisis aktivitas Tujuan dari analisis aktivitas adalah untuk menentukan aktivitas apa saja yang bernilai tetapi pasien mengalami kesulitan atau bahkan tidak dapat melakukannya akibat adanya gangguan penglihatan. Pemeriksa harus menanyakan kepada pasien tentang kesulitan saat melakukan sejumlah aktivitas seperti membaca tulisan-tulisan yang berbeda (misalnya buku, label obat, surat kabar, rambu-rambu jalan) dan aktivitas sehari-hari (misalnya berbelanja, memasak, melakukan panggilan telepon, melihat layar komputer, bercukur, menonton televisi atau even olahraga), dan pasien harus diarahakan untuk menentukan urutan prioritas aktivitas-aktivitas yang sangat penting bagi mereka. Hal ini dilakukan sebagai sasaran rehabilitasi individual bagi pasien tersebut.13 Pertanyaan tentang kesulitan saat bepergian sendiri juga penting untuk ditanyakan, misalnya kesulitan saat menyesuaikan langkah dengan trotoar atau saat mengemudi. Sebagai tambahan, pertanyaan umum tentang adaptasi yang telah dilakukan oleh pasien juga dapat ditanyakan, serta perhatikan perhatikan tingkat cahaya yang dibutuhkan oleh pasien untuk dapat beraktivitas dengan baik.13,16 d. Quality of Life Dalam perjalanan anamesis, kebanyakan pasien akan mendeskripsikan dampak dari kekurangan penglihatan terhadap gaya hidup, keluarga, pekerjaan, serta kegemaran mereka. Ketika ditanyakan secara langsung, pasien dengan low vision vision umumnya 10
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
akan mengeluhkan depresi akibat keterbatasan kemampuan penglihatannya, dan hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemeriksa untuk dapat segera melakukan rujukan kepada dokter spesialis yang sesuai.13,16 Selain itu, riwayat jatuh juga harus ditanyakan, sehingga dapat dilakukan pencegahan agar hal ini tidak terulang.13,16
2.6.2. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Sebagaimana kasus oftalmologi pada umumnya, pemeriksaan ketajaman penglihatan penting dilakukan serta merupakan ukuran penilaian fungsi visual pada tindakan rehabilitasi, karena tentu saja kemampuan untuk melakukan aktivitas pada orang dengan tajam penglihatan 6/21 akan berbeda dibandingkan orang dengan 6/120. Pemeriksaan fungsi penglihatan lainnya yang juga p enting khusunya sensitivas kontras dan lapang pandang tengah.13 a. Ketajaman Penglihatan Pengukuran ketajaman penglihatan yang akurat dapat dimulai dari yang paling rendah. Kartu pemeriksaan dapat diletakkan pada jarak yang lebih dekat daripada standar (misalnya pada jarak 1 m) dibandingkan pada pemeriksaan normal yang dilakukan pada jarak 6 m. Ketika melakukan pemeriksaan pada pasien dengan low vision, vision, kartu Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) umunya diletakkan pada jarak 1-2 m. Pada pasien dengan penglihatan yang sangat rendah, pemeriksaan Berkeley Rudimentary Vision Assessment tersedia untuk menilai ketajaman penglihatan hingga 6/4.800.13,17 Pasien
dengan
penglihatan
normal
akan
memfiksasikan
bayangan
kartu
pemeriksaan pada fovea. Pasien dengan penyakit makular akan memfiksasikan bayangan pada bagian lain dari retina, sehingga ketajaman penglihatan akan bervariasi tergantung lokasi fiksasi, karena area yang berbeda pad a retina memiliki sensitivitas yang berbeda. Pada retinopati diabetik, tingkat ketajaman penglihatan dapat berfluktuasi dari hari ke hari. Beberapa pasien juga akan memiliki fungsi penglihatan yang berbeda secara signifikan tergantung pada kondisi pencahayaan.13 11
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
Gambar 4. Penilaian ketajaman penglihatan dengan kartu ETDRS pada jarak 1 meter.13
Gambar 5. Kartu pemeriksaan sensitivitas kontras. A, kartu Vistech. Frekuensi spasial meningkat dari atas ke bawah; kontras k ontras menurun pada setiap baris dari kiri ke k anan. Pasien harus dapat mendeteksi pola pada gambar apakah miring ke kiri, kanan, atau tersusun vertical; perhatikan contoh pada baris paling bawah. B, kartu Pelli-Robson. Kontras pada huruf-huruf yang tertera semakin menurun dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan di setiap barisnya.13 b. Sensitivitas Kontras Kemampuan untuk membedakan kontras merupakan fungsi penglihatan yang terpisah dari tajam penglihatan. Walaupun ketajaman penglihatan dan sensitivitas 12
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
kontras sering diasosiasikan, namun hal ini bisa tidak terjadi pada beberapa penyakit (misalnya neuropati optik, atrofi geografik). Pasien dengan sensitivitas kontras yang rendah akan mengalami kesulitan saat membaca tulisan berwarna, mengemudi saat kabut atau bersalju, dan mengenali wajah. Pemeriksaan formal untuk sensitivitas kontras dilakukan mengguakan kartu Vistech dan kartu Pelli-Robson.13
c. Lapang pandang tengah Kelompok pasien terbesar yang dirujuk untuk menjalani rehabilitasi penglihatan adalah pasien dengan gangguan lapang pandang tengah akibat degenerasi makular. Alat paling optimal untuk melakukan evaluasi penglihatan pada pasien dengan gangguan lapang pandang tengah adalah macular perimeter yang yang memonitor lokasi fundus dan selanjutnya menentukan arah tatapan pasien sebelum diberikan target. Macular perimetry mendokumentasikan perimetry mendokumentasikan titik fiksasi retina pasien, adanya skotoma pada lapang pandang tengah, serta hubungan antara titik fiksasi dengan skotoma tersebut.13
Gambar 6. Gambaran macular perimetry pada perimetry pada skotoma parasentral: titik-titik hijau menunjukkan target yang terlihat oleh pasien; titik-titik merah menunjukkan target yang terabaikan oleh pasien.13
13
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
d. Silau Rasa silau adalah ketidaknyamanan atau gangguan penglihatan yang disebabkan oleh adanya berkas sinar yang tersebar. Beberapa kondisi umum yang dapat menyebabkan timbulnya rasa silau meliputi edema kornea, katarak, distrofi sel batang-kerucut, dan albinisme. Selain itu, degenerasi makular atau glaukoma juga dapat menyebabkan rasa silau. Pasien dengan penurunan sensitivitas kontras sering membutuhkan tingkat pencahayaan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat memicu timbulnya rasa silau.13 Cara termudah untuk menilai adanya rasa silau adalah melalui anamnesis; namun pemeriksa dapat juga melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan dan sensitivitas kontras, dengan atau tanpa sumber cahaya di dekat kartu pemeriksaan yang diposisikan ke arah pasien.13,17
2.6.3. Tes Melakukan Aktivitas Visual
Sebagai tambahan dari penilaian fungsi penglihatan yang formal, evaluasi pada pasien dengan gangguan penglihatan seharusnya meliputi penilaian saat melakukan aktivitas yang membutuhkan indera penglihatan, misalnya membaca. Kartu pemeriksaan (reading (reading chart ) tersedia untuk menilai pembacaan teks singkat, kalimat, atau paragraf. Variabel yang dinilai antara lain ukuran minimal tulisan yang dapat dibaca tanpa alat bantu, kesalahan pembacaan, dan kecepatan membaca. Pengamatan tambahan terhadap material yang sering dibaca oleh pasien – pasien – misalnya misalnya surat kabar, label obat, label yang terdapat pada kemasan – juga bermanfaat untuk menilai adanya adaptasi yang telah dilakukan pasien seperti manipulasi postur kepala atau cara lainnya untuk dapat membaca.13
2.6.
Penatalaksanaan
Tujuan dilakukan penatalaksanaan adalah untuk mengeliminasi kasus low vision (ketajaman penglihatan dibawah 6/18) akibat gangguan refraksi ataupun penyebab-
14
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
penyebab lainnya. Strategi yang direkomendasikan berdasarkan kampanye ”Vision 2020” 2020” termasuk: a. Penapisan untuk mengidentifikasi individu dengan low vision yang vision yang dapat dibantu dengan pemakaian kacamata atau alat optik lainnya. b. Ketersediaan layanan refraksi untuk individu yang teridentifikasi mengalami gangguan refraksi signifikan. c. Memastikan layanan optik untuk ketersediaan kacamata yang terjangkau untuk individu dengan gangguan refraksi signifikan. d. Layanan tentang low vision bagi vision bagi masyarakat yang membutuhkan.18 2.6.1. Alat Bantu L ow V i sion
Terdapat lima jenis alat bantu low vision: vision: (1) alat bantu lensa konveks, seperti kacamata, kaca pembesar genggam, dan kaca pembesar berdiri; (2) sistem teleskop, dapat dipasang di kacamata atau digenggam; (3) alat-alat non-optis (adaptif), seperti huruf berukuran besar, perbaikan pencahayaan, penyangga baca, alat penanda, alat yang dapat bersuara (jam, pengatur waktum dan timbangan); (4) pewarnaan dan filter, termasuk lensa antipantul; dan (5) sistem membaca elektronik yang mencakup mesin pembaca closed-circuit television, television, optical print scanners, scanners, komputer yang mampu mencetak tulisan dalam ukuran besar, dan komputer yang dilengkapi dengan perintah suara untuk mengakses program.6 a. Alat Bantu Lensa Konveks Kacamata dan kaca pembesar genggam maupun maup un berdiri diresepkan untuk lebih dari 90% pasien. Berbagai alat tambahan memiliki kelebihan dan kekurangan. Apabila pasien menggunakan kacamata, bahan bacaan harus dipegang pada jarak fokus lensa, misalnya 10 cm untuk lensa 10-dioptri. Semakin kuat lensanya, semakin dekat jarak bacanya – sehingga sehingga cenderung menghalangi cahaya. Keuntungan memakai kacamata adalah kedua tangan tetap bebas untuk memegang bahan bacaan. Lampu dengan gagang fleksibel dapat disesuaikan untuk menghasilkan penerangan yang seragam.6
15
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
Pasien dengan kemampuan binokular dapat menggunakan kacamata berkekuatan 4 sampai 14 dioptri dengan prisma base-in untuk membantu konvergensi. Diatas 14 dioptri, diperlukan lensa monokular pada mata yang lebih baik.6
Gambar 7. Kacamata bantu penglihatan kurang. Pasien memperlihatkan jarak membaca yang dekat (dengan kacamata lentikular), tetapi dengan kedua tangan bebas memegang bahan bacaan.6 Terdapat 2 jenis kaca pembesar yang sering digunakan, yaitu kaca pembesar genggam dan kaca pembesar jenis stand jenis stand magnifiers magnifiers (model berdiri/diletakkan di atas bacaan). Kaca pembesar digunakan untuk membantu orang dengan penglihatan kurang untuk melakukan aktivitas dengan posisi diam di tempat, seperti membaca surat kabar atau buku, memeriksa pesan masuk, nomor telepon dan alamat di telepon genggam. Kekuatan lensa kaca pembesar genggam bervariasi dari +10 hingga +24 dioptri. Alat ini relatif murah dan mudah didapatkan. Namun keterbatasan lapangan pandang dan penggunaan yang harus menggunakan tangan menyebabkan penggunaanya kurang kuran g popular dibandingkan diband ingkan kacamata. Kaca pembesar jenis stand jenis stand magnifiers magnifiers lebih dapat diterima karena penggunaanya tidak perlu menggunakan tangan sehingga cocok untuk pasien lanjut usia dengan disertai keluhan tremor. Kekurangannya adalah kurang nyaman saat dibawa-bawa dan juga lapangan pandang yang terbatas.2
16
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
Gambar 8. Jenis-jenis kaca pembesar. (1) Kaca pembesar genggam yang dapat dilipat; (2) Kaca pembesar genggam biasa; (3) Kaca pembesar stand pembesar stand magnifiers. magnifiers.2
b. Sistem Teleskop Sistem teleskop adalah satu-satunya alat yang dapa t difokuskan dari jarak tak hingga ke jarak dekat. Bagi individu berpenglihatan kurang, alat yang paling sederhana adalah teleskop monokular-genggam untuk melihat dalam waktu singkat, khususnya untuk melihat papan petunjuk. Bagi pasien dengan kegemaran atau hobi tertentu, supaya praktis digunakan teleskop Galilean atau Keplerian (sistem prisma internal) dalam sebuah bingkai kacamata.Yang baru-baru ini dikembangkan adalah teleskop autofokus monokular. Rentang kekuatan untuk alat-alat genggam adalah 28x. Teleskop kacamata sulit digunakan dengan kekuatan di atas 6x. Kerugian yang dimiliki seluruh teleskop adalah diameter lapangan pandang yang kecil dan dangkalnya bagian tengah lapangan pandangnya.2,6
17
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
Gambar 9. Teleskop untuk penglihatan kurang. Kiri: teleskop monokular genggam. Tengah: teleskop Galilean yang menempel pada kacamata dan dapat diatur fokusnya. Kanan: kacamata dengan lensa autofokus.2,6
c. Alat Non-Optis (Adaptif) Banyak alat-alat praktis yang meningkatkan atau menggantikan fungsi alat-alat bantu. Alat-alat ini dulu disebut “alat nonnon-optis”, tetapi “alat adaptif” mungkin merupakan istilah yang lebih sesuai. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah penggunaan ukuran tulisan yang lebih besar pada pad a media cetak (misalnya majalah, buku, kalender, dan lain-lain), arloji dan jam yang lebih besar dan mengeluarkan cahaya, instrumen yang dapat memberikan instruksi suara (misalnya komputer) dan sebagainya.2 d. Pewarnaan dan Pelapisan Banyak pasien berpenglihatan kurang mengeluhkan kurangnya kontras dan silau ( glare), glare), yang mencegah mereka bepergian sendiri. Prinsip dasarnya adalah mempertimbangkan efek sinar matahari pada media buram yang menimbulkan silau dan mengingat bahwa kontras juga dipengaruhi oleh waktu, cuaca, serta tekstur dan warna lingkungan sekeliling. Biasanya diresepkan lensa abu-abu cerah atau agak gelap untuk mengurangi intensitas cahaya. Untuk meningkatkan kontras dan mengurangi efek berkas cahaya gelombang pendek ( short-wave), short-wave), disarankan penggunaan lensa kuning atau kuning kecoklatan k ecoklatan (amber ). ). Perlu dipertimbangkan
18
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
tambahan lapisan antipantul bagi pasien-pasien yang cenderung peka terhadap silau.6 e. Sistem Membaca Elektrik Alat-alat elektronik adalah satu-satunya peralatan saat ini yang mendukung posisi membaca yang alami. Mesin closed circuit television (CCTV) terdiri atas sebuah monitor televisi beresolusi tinggi dengan kamera built-in (sebagian built-in (sebagian model memiliki kamera genggam), sebuah lensa zoom lensa zoom,, sebuah lampu aksesori, dan suatu landasan membaca X-Y. Pasien duduk dengan nyaman di depan layar, menggerakkan teks maju-mundur di atas landasan. Pembesaran dapat berkisar dari 1,5X sampai 45X dengan penyesuaian ukuran huruf, dan latar belakangnya dapat diubah-ubah dari putih sampai abu-abu gelap. Beberapa model mempunyai pilihan warna teks. Perkembangan yang terbaru meliputi sebuah kamera genggam, mouse-cam, mouse-cam, yang dapat dibawa-bawa dan dipasangkan pada televisi mana pun; komputer dengan keluaran suara dan teks yang dapat digeser; dan optical scanner yang dapat membaca teks keras-keras. Komputer rumah standar dapat dimodifikasi dengan mudah agar programnya menggunakan huruf-huruf yang besar. Kontras dan ukuran layar komputer laptop tidak memadai bagi rata-rata pasien dengan low vision sehingga penggunaan laptop untuk kebutuhan ini tidak disarankan.6
Aktifitas
Berbelanja Menyiapkan cemilan
Alat bantu Optis
Alat Bantu Non-Optis
Kaca pembesar genggam
Cahaya, petunjuk warna Petunjuk warna, rencana penyimpanan yang konsisten Senter, lampu meja Menyusun dompet dalam kompartemenkompartemen Cahaya, teks berkontras tinggi, teks berukuran besar, lubang baca (reading slit )
Kacamata bifokus
Makan di luar
Kaca pembesar genggam
Membedakan uang
Kacamata bifokus, kaca pembesar genggam
Membaca tulisan/teks
Kacamata berkekuatan tinggi, kacamata bifokus, kaca pembesar genggam, kaca pembesar berdiri
19
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
( stand stand magnifier ), ), closed circuit television Menulis
Kaca pembesar genggam
Menekan tombol telepon
Teleskop
Menyeberang jalan
Teleskop
Cahaya, pena berujung besar, tinta hitam Angka telepon berukuran besar, catatan dengan tulisan tangan Tongkat, menanyakan arah
Mencari tanda taksi dan bus
Kaca pembesar genggam
Membaca label obat
Kaca pembesar genggam
Kode warna, huruf berukuran besar
Kaca pembesar genggam
Kode warna
Membaca huruf di kompor Menyesuaikan termostat
Model dengan huruf berukuran besar Warna kontras tinggi, Menggunakan Kacamata tambahan program dengan huruf komputer berkekuatan sedang berukuran besar Tabel 2. Aktivitas sehari-hari yang sangat terganggu akibat low vision dan vision dan alat-alat 6 bantu yang disarankan. Kaca pembesar genggam
20
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
BAB 3 KESIMPULAN
Seseorang dikatakan memiliki low vision vision jika ketajaman penglihatan terbaik orang tersebut lebih rendah dari 6/18 dan lebih baik atau sama dengan 3/60 dengan kedua mata terbuka setelah pemberian koreksi. Kasus ini dapat dijumpai hampir pada semua rentang usia, walaupun prevalensi tertinggi diketahui terdapat pada rentan g usia lanjut yaitu 65-74 tahun. Low vision vision dapat disebabkan oleh abnormalitas kongenital dari sistem penglihatan, penyakit pada mata atau otak, maupun cedera. Terdapat sejumlah penyakit dan kondisi yang diketahui berperan terhadap kelainan ini diantaranya katarak seba gai penyebab terbanyak, retinopati diabetik, degenerasi makular, glaukoma, serta penyebab-penyebab lainnya yang lebih jarang. The International Classification of Diseases, Diseases, ICD-10, membagi low vision menjadi 2 kategori: (1) gangguan visual sedang dengan ketajaman pen glihatan diantara 6/18 hingga 6/60; dan (2) gangguan visual berat dengan ketajaman penglihatan diantara 6/60 hingga 3/60. Gejala klinis yang umumnya didapati pada pasien dengan low vision diantaranya: gangguan penglihatan jarak jauh, gangguan penglihatan jarak dekat, gangguan penglihatan jarak jauh dan dekat sekaligus, night blindness, blindness, dan lapangan pandang terbatas. Penegakan diagnosis pada kasus low vision vision dapat dimulai dengan anamnesis berupa riwayat okular, riwayat medis, analisis aktivitas, akt ivitas, serta quality of life penderita life penderita selama ini. Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan fungsi penglihatan diantaranya pemeriksaan ketajaman penglihatan, sensitivitas kontras, lapang pandang tengah, pemeriksaan rasa silau, dan tes melakukan aktivitas yang membutuhkan aktivitas visual. Terdapat beberapa jenis alat bantu untuk pasien low vision: vision: 1. Alat bantu lensa konveks, seperti kacamata, kaca pembesar genggam, dan kaca pembesar berdiri. 21
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
2. Sistem teleskop, dapat dipasang di kacamata atau digenggam. 3. Alat-alat non-optis (adaptif), seperti huruf berukuran besar, perbaikan pencahayaan, penyangga baca, alat penanda, alat yang dapat berbicara b erbicara (jam, pengatur waktu dan timbangan). 4. Pewarnaan dan filter, termasuk lensa antipantul. 5. Sistem membaca elektronik yang mencakup mesin pembaca closed-circuit television, television, optical print scanners, scanners, komputer yang mampu mencetak tulisan dalam ukuran besar, dan komputer yang dilengkapi dengan perintah suara untuk mengakses program.
22
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
DAFTAR PUSTAKA
1.
World Health Organization. International statistical classification of diseases and related health problems 10th revision. Available at: apps.who.int/classification/icd10/browse/2015/en (Accessed 9 October 2017)
2.
Arya, S. K., Kalia, A., Pant, K., Sood, S. Low vision devices. Nep devices. Nep J Oph. Oph. 2010. 2(3):74-77.
3.
Final Report: Anec Report “New Standard for the Visual Accessibility of Signs and Signage for People with Low Vision”. Universitair Ziekenhuis Gent. 2010.
4.
National Eye Institute. Low Vision. Available at: https://www.nei.nih.gov/eyedata/lowvision#1 at: https://www.nei.nih.gov/eyedata/lowvision#1 (Accessed 9 October 2017)
5.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI.
Situasi
Gangguan
Penglihatan
dan
Kebutaan.
Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 6.
Faye E. E. 2010. Penglihatan Kurang. Dalam: Riordan-Eva, P., Whitcher, J. P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
7.
Thomas, R., Barker, L., Rubin, G., Dahlmann-Noor, A. Assistive technology for children and young people with low vision. Cochrane Database of Systematic Reviews 2015, Issue 6.
8.
Schwartz, T. L. Causes of Visual Impairment: Pathology and Its Complications. Dalam: Corn, A. L., Erin, J. N. Foundations of Low Vision, Clinical and Functional Perspectives Second Edition. 2010. New York: AFB Press.
9.
Wong, T. Y., Chong, E. W., Wong, W., Rosman, M., Aung, T., Loo, J., dkk. Prevalence and Causes of Low Vision and Blindness in an Urban Malay Population. Arch Population. Arch Ophthalmol . 2008. 126(8):1091-9.
23
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
10.
NAMA : MUHAMMAD MUHAMMAD LUTHFI NIM : 120100145
Saw, S-M., Husain, R., Gazzard, G. M., Koh, D., Widjaja, D., Tan, D. T. Causes of low vision and blindness in rural Indonesia. Br Indonesia. Br J Ophthalmol . 2003. 87:10758.
11.
American Academy of Ophthalmology. Lens and Cataract – Cataract – Basic Basic and Clinical Science Course, Section 11. 2014-2015. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology.
12.
Chan, E. C., Chiang P. P., Liao, J., Rees, G., Wong, T. W., Lam, J. S. Glaucoma and Associated Visual Acuity and Field Loss Significantly Affect GlaucomaSpecific Psychosocial Functioning. American Functioning. American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology. 2015. 122:494-501.
13.
American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics – Basic and Clinical Science Course, Section 3. 2014-2015. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology.
14.
Olusanya, B., Onoja, G., Ibraheem, W., Bekibele, C. Profile of patients presenting at a low vision clinic in a developing country. BMC country. BMC Ophthalmology. Ophthalmology. 2012. 12:31.
15.
Thapa, H. B., Gautam, P., Mahotra, N. B., Bajracharya, K. Clinical Profile of Patients to Low Vision Clinic of a Tertiary Center in Western Region of Nepal. Journal of Universal College of Medical Sciences. Sciences. 2014. 2(6):35-39.
16.
Hamade, N., Hodge, W. G., Rakibuz-Zaman, M., Malvankar-Mehta, M. S. The Effects of Low-Vision Rehabilitation on Reading Speed and Depression in Age Related Macular Degeneration: A Meta-Analysis. PLoS Meta-Analysis. PLoS ONE . 2016. 11(7):1-15.
17.
Keeffe, J. Vision Assessment and Prescription of Low Vision Devices. Community Eve Health. Health. 2004. 17(49).
18.
Khurana, A. K. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. 2007. New Delhi: New Age International (P) Ltd., Publishers.
24