LAPORAN PRAKTIKUM KONTROL “Level Kontrol, PSV dan Solenoid Valve”
DISUSUN OLEH NAMA / NIM
: Afifah Daroini
(14 644 057)
Ahmad Faizal K
(14 644 058)
Endang Sri U Sirait
(14 644 059)
Aditya Rivan P
(14 644 061)
KELOMPOK
: VI (Enam)
KELAS
: IV A S-I Terapan
DOSEN PEMBIMBING
: Ibnu Eka Rahayu, S.ST.,M.T.
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Tujuan Percobaan
1.1.1 Mengetahui cara kerja PCT 40 Level 40 Level Control 1.1.2 Mempelajari karakter kerja float kerja float switch sensor 1.1.3 Mempelajari karakter Proportional karakter Proportional Band sensor padan control level dengan mode PID 1.1.4 Mempelajari karakter PSV untuk control level pada control manual 1.1.5 Membandingkan respon pengendalian antara mode direct action dan control action 1.1.6 Mempelajari sistem kontrol level mode on/off dengan dengan menggunakan selenoid menggunakan selenoid valve (sol 1) 1.1.7 Mempelajari karakter prportional Pressure prportional Pressure sensor pada sensor pada control level dengan mode on/off P, P, I, dan D 1.1.8 Mempelajari respon terhadap gangguan dengan mode on/off dan proporsional
1.2
Dasar Teori
1.2.1
Penggunaan level control di industry System pengendalian merupakan hal yang penting di bidang teknologi dan industri.Dalam bidang industri, setiap mesin mesin yang terdapat pada pabrik tersebuttentunya membutuhkan tangki minyak untuk cadangan.Begitupula halnya dengan persediaan air minum pada PDAM.Selama ini untuk mengontrol tingkat kekosongan dantingkat kepenuhan saat pengisian masih dilakuakn secara manual, hal ini sudah tentu sangat tidak efisian dan membutuhkan banyak waktu. Untuk itu perlu dibuat suatu alat yang dapat melakukan pengisian , pengosongan dan mengontrol tingkat cairan yang terdapat pada tangki-tangki tersebut secara otomatis.Liquid Level indicator &Liquid Level controlleradalah jawaban dari semua itu. Alat ini menggunakan PC sebagaipusat dari keseluruhan system dan memanfaatkan sensor sensor untuk mengetahui tingkat ketinggian cairan yang berada di dalam tangki. Data dari sensor akan dikirimkan ke PC untuk diolah sehingga dengan adanya alat ini volume atau isi dari tangki tersebutdapatdipantau dan diketahui dengan mudah tanpa harus melihat langsung ke dalam tangki
tersebut, karena isi dari tangki sudah dapat dilihat pada monitor PC. Selain itu dapat mengisi dan mengosongkan tangki secara otomatis karena pada alat juga dilengkapidengan pompa. Diharapkan dengan adanya alat ini proses pemantauan isi dari tangkitangki tersebut dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus melihat langsung ke lapangan.
Gambar 1.1 penggunaan level control di industry PDAM
1.2.2
Jenis valve dan sensor pada pengendalian level Control Valve
Sebelumnya sudah sedikit dibahas mengenai valve dan actuator-nya. Pada seri ini akan dibahas lebih lanjut tentang jenis-jenis control valve, aplikasi dan instalasinya, serta berbagai aksesori yang berkaitan dengan penggunaannya. Secara umum control valve terbagi valve terbagi atas dua tipe berdasarkan gerakan buka tutupnya, yaitu:
Sli di ng Ste Stem, dikenal karena gerakan (buka-tutup) stem 1. Slid (buka-tutup) stem secara secara linear . Contoh: control valve jenis valve jenis globe globe.. 2. Rotary , dikenal karena gerakan (buka-tutup) stem stem memuntir 90o. Contoh: control valve jenis valve jenis ball dan butterfly. dan butterfly. Semua control valve yang valve yang akan kita bahas di sini dipergunakan pada aplikasi on/off dan throttling. dan throttling. On/off artinya artinya valve hanya bekerja pada kondisi membuka atau menutup
( fully open atau fully closed ). Sedangkan throttling adalah gerakan valve mengikuti kebutuhan proses yang dikontrolnya (modulating ). 1. Sliding stem valve
Globe valve adalah jenis control valve yang bekerja secara sliding stem. Aplikasi globe valve umumnya untuk liquida bersih (tidak berpasir), gas, dan steam pada temperatur dan tekanan moderat.
Jenis sliding stem valve adalah:
Globe valve dengan trim cage Dipakai secara luas pada pengaturan laju alir. Mudah dalam perawatan dan pemilihan flow characteristic dengan banyak pilihan cage.
Globe valve dengan single atau double port trim Dipakai pada aplikasi mengandung padatan (solid) atau abrasif.
Globe valve dengan angle body Dipakai pada tekanan drop yang tinggi seperti pada pressure control. Juga sekaligus berfungsi sebagai elbow pada piping system.
Globe Valve 3-way Digunakan sebagai selector untuk mengalihkan/mencampur aliran.
Gambar 1.2 jenis globe valve
Table 1.1 Keuntungan dan Kekurangan globe valve Keuntungan
Kekurangan
Kemampuan throttling yang bagus Bobot yang berat untuk size yang sama (bahkan pada flow rate rendah)
dengan valve jenis lain
Kemampuan menahan kebocoran
Harga mahal
( shut off ) yang bagus Aplikasi luas (air, steam, dan gas)
Pressure
drop
yang
tinggi
(juga
cenderung noisy)
Pilihan karakteristik aliran (pada enis cage trim)
2. Rotary valve
Valve yang bekerja secara rotary umumnya berukuran lebih kecil dan ringan.Jarak membuka/menutup (travel ) yang pendek dan hanya sedikit gesekan di permukaan, membuatnya lebih tahan terhadap kebocoran internal.
Ball valve Ball valve menggunakan sejenis bola berongga untuk mengatur laju alir
fluida.Tersedia dalam jenis vee-ball ( dengan karakteristik equal percentage) dan complete sphere ball.Pada jenis 3-way valve dapat digunakan sebagai pengalih dan pencampur aliran. Caranya dengan merubah posisi ball terhadap portinlet dan outlet sesuai kebutuhan ( Dibawah hanya memperlihatkan 2 konfigurasi yang umum). Pemakaian 3-way valve di lapangan terutama pada automatic well testing.
Gambar 1.3 ball valve
Gambar 1.4 three-way ball valve configuration Table 1.2 Keuntungan dan Kekurangan ball valve Keuntungan
Kekurangan
Harga dan perawatan murah
Aplikasi tekanan dan temperatur tinggi
Ball dapat terkikis oleh media abrasif dan laju alir yang tinggi Kurang
bagus
untuk
aplikasi
throttling pada karakteristik aliran tertentu
Kapasitas besar Menggunakan actuator dengan torsi kecil
Butterfly Valve Butterfly valve memanfaatkan sebuah disc (cakram) sebagai alat pengatur aliran
fluida. Valve ini membutuhkan actuator yang lebih kuat karena letak disc tepat menghalangi laju alir fluida.
Gambar 1.5 butterfly valve
Table 1.2 Keuntungan dan Kekurangan butterfly valve Keuntungan
Kekurangan
Kompak, ringan
Disc dapat terkikis oleh media abrasive
Harga paling murah dan mudah Posisi disc berada pada aliran fluida, dalam perawatan
tidak cocok untuk aliran full flow atau ketika melakukan pigging
Bagus untuk throttling pada kapasitas tinggi Shut
off
bagus
(pada
jenis
resilientseat )
Actuator
Pada seri sebelumnya kita sudah mengenal jenis-jenis actuator, yaitu: pneumatic (diaphragm & piston), electric, dan hydraulic. Fungsinya adalah memberikan daya dorong untuk menggerakkan valve serta memastikan posisi valve tetap pada posisinya ketika dalam keadaan terbuka atau tertutup ( shut off ). Berikut akan dibahas lebih detail mengenai masing-masing actuator tersebut.
Jenis – jenis penggerak valve
Solenoid valve
Solenoid valve adalah katup yang digerakkan oleh energy listrik, mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakkan plunger yang dapat digerakkan oleh arus AC maupun DC.Solenoid valve atau katup solenoid mempunyai lubang masuk, lubang keluaran, lubang jebakan udara (exhaust) dan lubang inlet main. Lubang inlet main berfungsi sebagai terminal atau tempat udara bertekanan masuk atau supply ( service unit), lalu lubang keluaran (outlet port) berfungsi sebagai terminal atau tempat tekanan angin keluar yang dihubungkan ke pneumatic, sedangkan lubang jebakan udara (exhaust ) berfungsi untuk mengeluuarkan udara bertekanan yang terjebak saat plunger bergerak atau pindah posisi ketika solenoid valve bekerja.
Gambar 1.6 solenoid valve
Prinsip kerja dari selonoid valve yaitu katup listrik yang mempunyai koil sebagai penggeraknya dimana ketika koil mendapat supply tegangan makan koil tersebut akan berubah menjadi medan magnet sehingga menggerakkan plunger pada bagian dalamnya ketika plunger berpindah posisi maka pada lubang keluaran dari solenoid valve akan keluar udara bertekanan yang berasal dari supply (service unit).
Pneumatic Valve
Pneumatik adalah sebuah sistem penggerak yang menggunakan tekanan udara sebagai tenaga penggeraknya. Cara kerja Pneumatik sama saja dengan hidrolik yang membedakannya hanyalah tenaga penggeraknya. Jika pneumatik menggunakan udara sebagai tenaga penggeraknya, dan sedangkan hidrolik menggunakan cairan oli sebagai tenaga penggeraknya. Dalam pneumatik tekanan udara inilah yang berfungsi untuk menggerakkan sebuah cylinder kerja. Cylinder kerja inilah yang nantinya mengubah tenaga/tekanan udara tersebut menjadi tenaga mekanik (gerakan maju mundur pada cylinder).
Gambar 1.7 Pneumatic valve
Udara disedot oleh kompresor dan disimpan pada reservoir air ( tabung udara) hingga mencapai tekanan kira-kira sekitar 6 – 9 bar. Kenapa harus 6 – 9 bar?? Karena bila tekanan hanya dibawah 6 bar akan menurunkan daya mekanik dari cylinder kerja pneumatik dan sedangkan bila bertekanan diatas 9 bar akan berbahaya pada sistem perpipaan atau kompresor. Baca berapa standar tekanan maksimal yang terdapat pada nameplate reservoir air dari kompresor. Selanjutnya udara bertekanan itu disalurkan ke sirkuit dari pneumatik dengan pertama kali harus melewati air dryer (pengering udara) untuk menghilangkan kandungan air pada udara. Dan dilanjutkan menuju ke katup udara (shut up valve), regulator, selenoid valve dan menuju ke cylinder kerja. gerakan air cylinder ini tergantung dari selenoid. Bila selenoid valve menyalurkan udara bertekanan menuju ke inlet dari air cylinder maka piston akan bergerak maju sedangkan bila selenoid valve menyalurkan udara bertekanan menuju ke outlet dari air cylinder maka piston akan bergerak mundur. Jadi dari selenoid valve inilah penggunaan aplikasi pneumatik bisa juga di kombinasikan dengan elektrik, seperti PLC ataupun rangkaian kontrol listrik lainnya. Sehingga mempermudah dalam pengaplikasiannya.
Bagian bagian Peumatik a. Kompresor
Kompresor adalah suatu alat mekanikal yang bertujuan untuk menaikkan tekanan suatu gas dengan cara menurunkan volumenya. Komponen inilah yabg mensupply udara bertekanan untuk sistem pneumatik, serta menjaga tekanan sistem agar tetap berada pada tekanan kerjanya.
Gambar 1.8 Kompresor
b. Regulator & Gauge
Kedua alat tersebut menjadi komponen wajib di setiap sistem pneumatik. Regulator adalah komponen yang berfungsi untuk mengatur supply udara terkompresi masuk kesisstem pneumatik. Sedangkan gauge berfungsi sebagai penunjuk besar tekanan udara di dalam sistem. Keduanya dapat berupa sistem mekanis maupun elektrik.
Gambar 1.9 regulator gauge pada Pneumatic system
c. Check V alve Check Valve adalah valve atau katup yang berfungsi untuk mencegah adanya aliran balik dari fluida kerja, dalam hal ini udara terkompresi. Terutama adalah apabila pada sebuah sistem pneumatic tersebut dipergunakan tanki akumulator udara, sehingga Check Valve tersebut mencegah adanya udara dari akumulator untuk kembali menuju kompresor namun tetap mengalir kan udara bertekanan dari kompresor untuk masuk kedalam akumulator.
d. TankiAkumulator
Tanki akumulator atau juga disebut buffer tank berfungsi sebagai cadangan ( storage) tekanan udara terkompresi yang digunakan untuk penggerak aktuator. Selain itu tanki ini juga berfungsi untuk mencegah ketidakstabilan supply udara ke aktuator, lebih menstabilkan kerja kompresor agar tidak terlalu sering mematikan dan menyalakannya lagi, serta lebih memudahkan desain sistem dalam menempatkan kompresor jika diharusakan penempatan actuator pneumatic lebih jauh dengan kompresor.
e. SaluranPipa
Pipa-pipa digunakan untuk mendistribusikan udara terkompresi dari kompresor atau tanki akumulator keberbagai sistem aktuator. Diameter pipa yang digunakan pun bermacam-macam tergantung dari desain dan tujuan penggunaan sistem pneumatic tersebut. Pada sebuah sistem pneumatic besar (menggunakan lebih dari dua aktuator), untuk area sistem supply (area kompresor dan tanki) digunakan pipa berdiameter lebih besar dari pada yang digunakan pada area aktuator. Namun jika sistem pneumatik yang ada kecil, missal hanya untuk menggerakkan satu saja aktuator, maka diameter pipa yang digunakan pun akan seragam di semua bagian.
f. Directional Valve Directional valve atau katub pengatur arah yang instalasinya berada tepat sebelum aktuator, adalah berfungsi untuk mengatur kerja actuator dengan cara mengatur arah udara terkompresi yang masuk atau keluar dari aktuator. Satu valve ini didesain untuk dapat mengatur arah aliran fluida kerja di dua atau bahkan lebih arah aliran. Ia bekerja secara mekanis atau elektrik tergantung dari desain yang ada.
Gambar 1.9 way poppet type pneumatic directional control valve
g. I /P Controller Pada actuator pneumatik yang kerjanya dapat bermodulasi diperlukan satu alat kontrol supply udara bertekanan yang khusus bernama I/P Controller . I/P
Controller ini mengubah perintah control dari sistem kontrol yang berupa sinyal arus, menjadi besar tekanan udara yang harus disupply ke aktuator.
Gambar 1.10 I/P Controller h. Aktuator
Pneumatik actuator adalah alat yang melakukan kerja pada sistem pneumatik. Ada berbagai macam jenis pneumatic actuator sesuai dengan penggunaannya. Antara lain adalah silinder pneumatik, diafragma aktuator, serta pneumatik motor. Silinder
pneumatic
merupakan
salah
satu
komponen
pneumatik
yang
banyak dipergunakan sebagai actuator utama dalam suatu rangkaian otomatis, sebab dalam silinder ini dapat difungsikan sebagai pengangkat dan penarik benda, yang mana gaya angkatnya mempunyai perbandingan sebesar tekanan input standar yang dipakai dibagi luas penampang silinder
Gambar 1.11 Silinder pneumatik
Gambar 1.12 Diafragma Aktuator
Actuator menerima sinyal input dari sebuah pengatur (controller), dan memberikan reaksi membuka/menutup valve sesuai sinyal tersebut.Hal yang penting untuk diketahui adalah kondisi fail-safe untuk setiap rangkaian control valve. Fail-safe mode adalah kondisi ketika rangkaian control valve kehilangan sumber dayanya (misalnya: angin dari compressor). Penentuan fail-safe mode ini harus disesuaikan dengan kebutuhan operasi untuk mencegah kecelakaan pekerja dan kerusakan fasilitas.
Ada 2 (dua) kondisi fail-safe mode, yaitu:
Normally Open (NO) = Air to Close (ATC) Jika actuator kehilangan tekanan, pegas mendorong sehingga valve terbuka. Dengan bertambahnya tekanan pada Pneumatic Actuator akan menutup Valve; dengan berkurangnya tekanan pada Pneumatic Actuator, maka spring akan membuka Valve. Hilang/berkurangnya air supply pressure berarti akan membuka valve.
Normally Close (NC) = Air to Open (ATO) Jika actuator kehilangan tekanan, pegas mendorong sehingga valve tertutup. Dengan bertambahnya tekanan pada Pneumatic Actuator akan membuka Valve; dengan berkurangnya tekanan pada Pneumatic Actuator, maka spring akan menutup Valve.
Gambar 1.13 fall-safe mode pada pneumatic Hilang/berkurangnya air supply pressure berarti akan menutup valve. Positioner, I/P Converter dan Controller ada yang mempunyai ‘forward’ action dan ada yang mempunyai ‘reverse’ action; jadi, tidak bisa dikatakan sebagai ‘current’ to open/close, melainkan tergantung dari
konfigurasinya.Untuk proses dimana safe condition terjadi pada Valve tertutup, harus menggunakan ATO Actuator; sedangkan untuk proses dimana safe condition terjadi pada Valve terbuka, harus menggunakan ATC Actuator. Untuk proses dimana safe condition mengharuskan Valve to ‘hold last position’, maka gunakan double acting Pneumatic Actuator atau Electric Actuator (perhatikanadanya force balik dari valve plug karena process pressure).Kondisi fail-safe mode biasanya ditentukan oleh posisi actuator, meski pada jenis valveball dan butterfly, juga dapat diatur dari posisi valve.
Gambar 1.14 pengaturan posisi valve
Jenis jenis dan pemanfaatan pneumatik valve 1. Jenis jenis pneumatik a. Katup Pengarah (Directional Control Valves) b. Katup Satu Arah (Non Return Valves) Katup ini berfungsi untuk mengatur arah aliran udara kempa hanya satu arah aliran saja yaitu bila udara telah melewati katup tersebut udara tidak dapat berbalik arah lagi. Macam – macam katup searah:
Katup satu arah pembalik pegas Katup satu arah hanya bisa mengalirkan udara hanya dari satu sisi saja. Udara dari kiri akan menekan menekan pegas sehingga katup terbuka dan udara akan diteruskan kekanan. Jika udara mengalir dari arah sebaliknya maka katup akan menutup dan udara tidak dapat mnealir kearah kiri.
Shuttle valve Katup ini akan mengalirkan udara dari salah satu sisi, baik sisi kiri saja atau kanan. Katup ini disebut juga OR.
c. Katup dua tekan Katup ini dapat bekerja bila mendapat tekanan dari kedua saluran masuknya secara bersama – sama. Bila udara mengalir pada salah satu sisi saja maka katup akan menutup. d. Katup buang cepat ( Wuick Exhaust Valve) e. Katup pengatur tekan Berfungsi untuk mengatur besar kecilnya tekanan udara yang akan keluar dari service unit dan bekerja pada sistem pneumatik. f.
Katup pembatas tekan Berfungsi untuk membatasi tekanan kerja maksimum pada sistem. Bila terjadi tekanan lebih maka katup out-let akan terbuka dan tekanan lebih akan dibuang.
g. Sequence valve Prinsip kerja hampir sama dengan katup pembatas tekan, hanya fungsinya berbeda yaitu membuat urutan kerja pada sistem. h. Katup tunda waktu Berfungsi untuk menunda aliran udara hingga pada waktu yang telah dit entukan. Udara akan mengalir dahulu ke tabung penyimpanan, bila sudah penuh baru mengalir kesaluran lainnya. i.
Katup pengatur aliran Berfungsi untuk mengontrol besar kecilnya aliran udara kempa atau dikenal dengan katup cekik karena akan mencekik aliran udara hingga akan menghambat aliran udara.
j.
Shut of valve Katup ini berfungsi untuk membuka dan menutup aliran udara.
2. Pemanfaatan pneumatik valve Aplikasi pneumatic didalam industri adalah
Rem
Buka dan tutup Pintu (seperti pintu busway)
Pelepas dan penarik roda-roda pendaratan pesawat.
Pengikat part pada jig machining dan lain lain
Electric Actuator
Digunakan pada aplikasi dimana tidak tersedia air compressor . Komponen utamanya adalah sebuah motor listrik yang memutar gear maju/mundur agar stem bergerak. Dilengkapi dengan handwheel agar operator dapat membuka/menutup valve secara manual.Pada awalnya electric actuator hanya didesain untuk aplikasi on/off. Namun saat ini sudah dilengkapi dengan kontrol motor yang lebih maju, sehingga dapat dipakai pada aplikasi throttling, serta dikombinasikan dengan spring (pegas) hingga mempunyai fail-safe mode.
Gambar 1.15 electric aktuator
Hydraulic Actuator
Actuator jenis ini paling sedikit aplikasinya di lapangan; digunakan untuk menggerakkan valve berukuran sangat besar yang membutuhkan daya dorong besar (misal: valve pada main steam line). Umumnya bekerja menggunakan spring & piston seperti
gambar
berikut:
Gambar 1.16 hydraulic actuator
Sensor Level Jenis Sensor yang digunakan pada alat ini
1. Conductivity/capative level sensor Conductivity/capative level sensor berfungsi sebagai point level continues dengan mengukur impedansi antara dua elektroda direndam dalam cairan atau antara satu elektroda dan dinding tangki electroconductive itu.
Sensor level kapasitif dengan dua (a) atau satu (b) elektroda. L = level, Z = impemedansi, 1 = tank, 2 = cair, 3 dan 4 = elektroda.
2. Float Type Sensor Dalam floattype level sensor menggunakan jenis gaya apung pada permukaan cairan. Float memiliki kopling magneetik dengan elemen transduksi ( coil, magnet reed atau efek Hall switch) yang terpasang pada dinding luar tangki dan dapat digerakkan oleh proximity of the float. Dalam beberapa desain, float mekanis switching melalui penyegelan di dinding ( misalnya bellow). Sistem switching dapat merespon menahan kekuatan yang dikembangkan oleh elemen pegas yang terhubung ke float oleh actuator dari force-balance servo system.
Float-type sensors with magneting coupling (a) or mechanical link (b). L = level, 1 = tank, 2 = liquid, 3 = float, 4 = magnetic armature, 6 = contacts, 7 = bellows, 8 = lever
3. Heat Transfer Level Sensor Heat Transfer Level Sensor yang terbentuk dari pengaruh panas ( biasanya self heated) kawat, termistor atau termokopel yang panas. Transfer mengalami perubahan step ketika transisi dari gas ke cair terjadi. Perubahan ini menyebabkan perubahan resistensi elemen atau gaya gerak listrik.
Heat-transfer level sensor. L = level, R = resistance, 1 = tank, 2 = liquid, 3 = resistive heated element.
4. Inductive Level Transducer Sebuah Inductive Level Transducer menemukan aplikasi dalam pengukuran tingkat logam cair dan lainnya electoconductive cairan.Dalam salah satu desain, kumparan di sekitar tabung berisi cairan. Induktansi coil ini berubah cepat karena bergerak cair dan approaches coil. Dalam desain lain, transduser dikontrol oleh transformator dengan keluaran kumparan primer pada satu bagian dari inti besi twin-berkaki. Bagian lainnya tertutup oleh tabung berisi cairan dan membentuk satu putaran gulungan sekunder.Hambatan efektif gilirannya ini berbanding terbalik dengan ketinggian kolom cairan didalam tabung.Perubahan ketinggian dapat dirasakan oleh mengukur konsumsi daya pada kumparan primer.
Variable-inductance level transducer (a), and transformer-type level transducer (b). L = level, Z = impedance, 1 = tank, 2 = liquid, 3 = coil, 4 = core.
5. Photoelectric Tingkat sensor photoelectric beroperasi di transmisi atau refleksi mode.Dalam modus pengiriman, system penginderaan termasuk sumber sinar dan photodetector, menanggapi gangguan atau pelemahan dari sinar. Ketika cairan istirahat sinar jalur dari sumber ke detector.Dalam modus refleksi sebuah prisma optic dipasang di dalam tangki mengubah pantulan cahaya ketika direndam dalam cairan.Pembangunan transduser diatur sedemikian rupa sehingga sumber cahaya dan photodetektor untuk merasakan perubahan intensitas cahaya adalah dipasang di dinding luar tangki.Sinar cahaya melewaati dan tercermin dari wajah prisma.
Transmittance-mode (a) and reflectance-mode (b) photoelectric level sensors. L = level, 1 = tank, 2 = liquid, 3 = lighsource, 4 = photodetector, 5 = prism.
6. Pressure Type Sebuah pressure type level merupakan jenis transduser jenis tekanan yang dipasang di bgian bawah tangki yang berisi cairan. Transduser merespon tekanan yang dikembangkan oleh berat kolom cairan.Tekanan ini secara langsung sebanding dengan ketinggian diukur dalam perhitungannya.
Pressure-type evel sensing system. L = level, 1 = tank, 2 = liquid, 3 = pressure transducer
7. Ultrasonic sensors Beberapa teknik pembacaan yang digunakan dalam sensor ultrasonic sensors termasuk : a. Oscillations of quartz, keramik atau elemen magnetostrictive pada frekuensi ultrasound memiliki amplitude yang lebih besar dalam gas dari dalam cairan .membasahi elemen menyebabkan penurunan amplitude, menyediakan deteksi ketinggian cairan. b. Point level atau continuous level sensing adalah dengan mengukur selang waktu antara transmisi dan penerimaan pilsa USG yang dihasilkan oleh kristal keramik di bagian bawah tangki. Biasanya satu kristal bekerja, bergantian transmisi dan menerima pulsa yang melewati sepanjang ketinggian cair dan tercermin dari permukaan kembali ke dasar tangki. Beberapa konstruksi mengandung unsure terpisah untuk menghasilkan dan menerima pulsa. c. A point level detection ini juga dilakukan oleh dua kristal piezoceramic berorientasi terhadap satu sama lain diseluruh dalam tangki. Salah satu kristal memancarkan gelombang ultrasonic dan yang lain menerima mereka. Transmisi diintensifkan ketika membashi cairan kristal.
Peningkatan tegangan keluaran dari
penerima yang Kristal menunjukkan bahwa tingkat telah mencapai titik tertentu.
Ultrasound-level sensors, a, b, and c = level-sensing system with one crystal at side (a), bottom (b), and two crystalsat side (c) of tank; L = level, 1 = tank, 2 = liquid, 3= piezoelectric crystal, 4 = pulse generator, 5 = pulse receiver
8. Vibrating Element Dalam sensor vibrating element, osilasi dari bagian (paddle) yang teredam ketika tenggelam dalam cair. Redaman osilasi menunjukkan bahwa cairan telah mencapai tingkat yang diukur. Osilasi yang dirangsang dan merasakan dengan cara elektronik.
Vibrating-element level sensor. L = level, 1 = tank, 2 = liquid, 3 = vibrating paddle, 4 = excitation coil.
9. Weighing Sebuah system weighing untuk mengukur tingkat menentukan tingkat dengan sel beban ditempatkan di bagian bawah tangki atau terhubung ke tangki dengan link mekanik. Jika berat tangki dan densitas cairan yang diketahui tingkat adalah mudah dihitung menggunakan data yang dipeeroleh dengan sel,
Weighing sensing system for measuring level.. L = level, 1 = tank, 2 = liquid, 3 = load cell
1.2.3
Diagram Blog Diagram blok lengkap sistem pengendalian proses pemanasan digambarkan sebagai berikut : Wr+
e
GC
U
GV
M+
GP
C
yH
Keterangan gambar : r+
=
nilai acuan atau setpoint value (SV)
e
=
sinyal galat (error) dengan e = r – y
y
=
sinyal pengukuran
u
=
sinyal kendali
M+
=
variabel termanipulasi
W-
=
variabel gangguan
C
=
variabel proses
GC =
unit pengendali
GV =
katub pengendali
GP =
sistem proses
H
=
transmiter
Fluida yang keluar dari valve masuk kedalam tangki diukur ketinggiannya dengan sensor level control, ketika tinggi fluida telah sampai yang diingingkan (setpoint) maka sensor akan mengirim sinyal ke transmitter berupa variable proses yang kemudian dikirimkan ke transmitter untuk diteruskan menuju unit
pengendali. Transmitter merupakan alat yang mengubah sinyal sensor menjadi sinyal standar. Kemudian nilai hasil pengukuran variable proses yang diteruskan ke transmitter dibandingkan dengan setpoint dan didapatkan nilai error, nilai error ini kemudian diteruskan kedalam unit pengendali berupa computer. Dari computer ini akan mengirim sinyal kembali ke katup pengendali berupa valve. Dari valve akan dihasilkan manipulasi variable yang mengakibatkan terbuka dan tertutupnya valve untuk mengatasi adanya variable gangguan yang terjadi.
1.2.4
Pengendalian on-off dan kontinyu Untuk mempermudah dalam pemahamannya, dirasakan sangat penting untuk
mempunyai suatu model sistem proses yang dikendalikan. Untuk keperluan tersebut di sini akan dikemukakan sistem kontrol suhu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Pengendalian suhu secara otomatis dapat terdiri dari kerangan, aktuator, pengendali dan sensor yang mendeteksi suhu dalam ruangan.
Gambar 1.Kontrol Suhu
Sistem pengendalian akan seimbang apabila sensor suhu ruangan tidak mendeteksi suhu yang lebih atau kurang yang dibutuhkan oleh sistem. Yang terjadi pada katup kontrol saat sensor mendeteksi perubahan suhu (deviasi suhu) bergantung pada jenis pengendalian yang digunakan. Hubungan antara gerakan katup dan perubahan suhu adalah medium yang dikendalikannya yang dikenal dengan jenis pengendali atau aksi pengendali.
Ada dua jenis dasar pengendali:
o On/Off o
: Katup terbuka atau tertutup penuh, tanpa ada keadaan antara;
Kontinyu: Katup dapat bergerak pada daerah antara tertutup secara penuh dan terbuka
secara penuh atau pada daerah antara.
A. Pengendali On-Off
Pengendali on-off adalah pengendali yang paling dasar dalam sistem kendali. Karena karakteristiknya, pengendali ini dikenal juga dengan sebutan pengendali dua posisi atau dua langkah. Pengendali ini paling sederhana dan paling murah namun mencukupi untuk aplikasi-aplikasi di mana tidak diperlukan ketelitian yang tinggi.Untuk mengetahui bagaimana kerja pengendali ini, marilah kita perhatikan Gambar 1. Tangki air yang ditunjukkan pada Gambar 1, tujuannya adalah memanaskan air di dalam tangki dengan menggunakan energi dari koil uap sederhana. Pada pipa menuju koil dipasang katup 2-port dan aktuator, lengkap dengan termostat yang ditempatkan di air dalam tangki. Misalkan, dalam hal ini, suhu yang diinginkan atau setpoint adalah 60 C dan thermostat sebagai sensor suhu juga diset
pada suhu 60C. Apa yang terjadi bila
thermostat diset pada satu titik seperti ini? Logikanya apabila titik penyakelarannya tepat pada suhu
60C, sistem tidak dapat beroperasi dengan baik, karena katup tidak tahu
apakah harusmembuka atau menutup pada suhu tersebut. Akibatnya katup akan membuka dan menutup pada interval waktu yang sangat pendek (cepat) yang bisa menyebabkan kerusakan. Kerusakan tidak terbatas pada katupnya saja bisa jadi sistem penggeraknya akan rusak juga. Maka dari itu, termostat harus memiliki batas atas dan batas bawah. Hal ini sangat penting untuk mencegah siklus membuka-menutup terlalu cepat seperti yang telah disinggung di atas. Misalnya, dalam hal ini batas atasnya adalah 61 C, yang merupakan titik di mana termostat akan memerintahkan katup untuk menutup dan batas bawahnya 59C, titik di mana thermostat akan memerintah katup untuk membuka. Jadi, ada perbedaan titik penyakelaran yang sudah dibuat pada thermostat sebesar 1C dari 60C sebagai set point.
B. Diferensial penyakelaran
Dengan adanya pengesetan batas atas dan bawah ini memberikan suatu perbedaan sebesar 2C ( 1C).Pada daerah ini pengendali tidak melakukan aksi apa-apa.Daerah 2 C (1C) ini dikenal dengan diferensial - penyakelaran ( switching differential )atau popular juga dengan sebutan zona netral.Zona netral ini berbeda-beda antara thermostat yang satu dan lainnya).Diagram aksi penyakelaran termostat ditunjukkan pada Gambar 2. Suhu dalam tangki akan turun sampai 59 C sebelum katup diperintah untuk membuka dan suhu akan meningkat sampai 61 C sebelum katup diperintah untuk menutup.
Gambar. 2. Aksi penyaklaran On/Off pada termostat
Gambar 2 menunjukkan diagram penyaklaran on-off sebagai fungsi waktu.
C. Overshoot dan undershoot
Walaupun sudah ada penyakelaran tetapi efek penukaran panas dari koil ke air tidak terjadi seketika. Hal tersebut memerlukan waktu. Oleh karena itu ketika pada saat suhu mencapai 61C dan katup menutup, namun, suhu air tidak langsung turun tapi akan naik di atas 61C sampai puncak atas, dan kemudian turun di bawah 59 C yang merupakan batas bawah. Perhatikan Gambar 2 dan 3. Pada titik A (59C, Gambar 3) termostat akan On dan memerintah katup untuk terbuka. Dibutuhkan waktu untuk menukar panas dari koil ke air, seperti yang ditunjukkan pada grafik suhu air dalam Gambar 3.Pada titik B (61C) termostat akanOff dan memerintahkan katup untuk menutup. Namun koil masih penuh dengan uap, yang akan terus mengembun dan melepas panasnya. Maka dari itu suhu air akan terus meningkat di atas batas atas, dan terjadi overshoot pada titik C, sebelum akhirnya akan menurun.
Gambar. 3 Suhu air versus waktu
Mulai dari titik ini, suhu dalam tangki akan terus menurun, hingga titik D (59C), dan termostat akan memerintahkan katup untuk membuka. Uap masuk kembali dalam koil, dibutuhkan waktu untuk terjadi pertukaran panas sehingga suhu air masih terus menurun untuk sementara waktu, hingga mengalami undershoot pada titik E.
D. Diferensial operasi
Perbedaan antara puncak atas dan bawah dikenal dengan diferensial operasi (operating differential).Diferensial penyaklaran sebuah thermostat tergantung pada jenis thermostat yang digunakan. Diferensial operasi tergantung pada karakteristik proses (tangki, isinya, karakteristik pertukaran panas koil, laju panas yang ditransfer ke thermostat, dan lain-lain). Intinya dengan pengendali on/off, ada batas atas dan batas bawah panyeklaran, dan katup terbuka penuh atau tertutup penuh, tidak ada daerah antara.Namun, tersedia pengendali-pengendali yang menyediakan waktu pengendalian secara proporsional, di mana dimungkinkan untuk mengganti rasio waktu on dan off untuk mengendalikan kondisi/variabel yang dikendalikan. Aksi proporsional ini terjadi di sekitar set point dan set point kemudian menjadi batas tengahnya. Apabila kondisi yang dikendalikan di luar kisaran, sinyal output dari pengendali akan penuh atau mati, berfungsi seperti saklar on/off. Apabila kondisi yang dikendalikan ada di dalam kisaran, output pengendali akanon atau off sesuai dengan deviasi antara kondisi yang dikendalikan dan set point. Dengan variabel yang dikendalikan pada set point, rasio waktu ‘on’ dan ‘off’ adalah 1 : 1, sehingga waktu saat ‘on’ dan ‘off’ akan seimb ang. Jika kondisi yang
kendalikan di bawah set point, waktu ‘on’ akan lebih lama dibanding waktu ‘off’, demikian sebaliknya, sesuai dengan deviasi yang ada dalam kisaran.
E. Aplikasi
Keuntungan utama pengendalian on/off adalah karena sederhana dan murah. Inilah mengapa banyak ditemukan pada aplikasi domestik seperti boiler pemanas sentral dan kipas pemanas. Kerugian utamanya adalah diferensial operasi dapat terjadi di luar toleransi kontrol yang diinginkan proses. Sebagai contoh, pada produksi makanan, di mana rasa dan keterjagaan rasa ditentukan oleh ketepatan kontrol suhu, pengendalian on/off tidaklah sesuai. Kontrol on-off sangat sesuai digunakan untuk sistem yang berskala besar dengan laju proses yang relatif rendah. Sebagai contoh untuk pemanasan ruan atau pengkondisian udara.Kapasitas sistem seperti ini sangat besar dalam ukuran volume udaranya dan pengaruh pemanasan dan pendinginan adalah relatif lambat.Perubahan secara tiba-tiba pada sistem semacam itu tidaklah umum. Proses dengan kendali on-off harus membolehkan adanya osilasi pada variabel yang dikontrol karena sifatnya yang selalu menghasilkan osilasi semacam itu. Apabila pengendalian on/off tidak sesuai karena dibutuhkan pengendalian suhu yang akurat, maka pilihan selanjutnya adalah pengendali kontinyu.
F. Pengendali Kontinyu
Pengendali kontinyu sering disebut sebagai pengendalian modulasi . Artinya katup dapat bergerak secara kontinyu untuk mengubah tingkat pembukaan atau penutupan katup tidak seperti yang terjadi pada kontrol on-off yang hanya membuka secara penuh atau menutup secara penuh. Ada tiga aksi dasar pengendalian yang sering diaplikasikan dalam pengendali kontinyu: o Proporsional (P) o Integral (I) o Derivatif (D) Kombinasi seperti P + I, P + D, P + I + D merupakan kombinasi-kombinasi kontrol yang sangat penting untuk dimengerti karena kontrol kombinasi ini mampu memberikan
unjuk kerja yang jauh lebih baik dibandingkan dengan yang individual. Perlu diketahui juga bahwa pengendali intergral (I) dan derivative (D) diterapkan sebagai jalan keluar mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh pengendali proporsional (P).
Pengendali Proporsional (P)
Pengendali proporsional (P) merupakan pengembangan dari pengendali dua posisi (On-Off). Pada pengendali dua-posisi, keluaran pengendali adalah 100 % atau 0%, atau On atau Off, atau buka atau tutup seperti yang dicontohkan di atas, tergantung pada sinyal error atau sinyal yang masuk ke pengendali. Jika sinyal error lebih besar dari daerah netral maka keluaran pengendali adalah 100%, sebaliknya bila sinyal error lebih kecil dari daerah netral maka keluaran pengendali 0%. Pengendali P mempunyai keluaran yang bersifat kontinyu, dimana antara masukan dan keluaran mempunyai hubungan satu-satu. Ini berarti bahwa perubahan yang terjadi pada keluarannya akan mengikuti perubahan sinyal errornya. Sudah tentu, perubahan keluaran pengendali, dalam prakteknya selalu dibatasi oleh kondisi saturasi minimum dan maksimum yang telah ditetapkan dari perangkat keras yang digunakan.
1.2.5
Karakter dan pengaruh pengendalian P, PI, PID Pengendalian proportional Pengendalian proportional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya sebanding dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan lancar antara variabel proses (PV) dan posisi elemen kendali akhir. Gain pengendali proportional adalah perubahan posisi katub dibagi dengan perubahan tekanan. Dikalangan praktisi industri besaran gain kurang kurang popular. Sebagai gantinya dipakai besaran Proportional Band (PB) yaitu perubahan galat/ variabel proses yang dapat menghasilkan perubahan sinyal kendali sebesar 100 %. Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan pengendalian dibandingkan gain proportional. Lebar
proportional
band
menentukan
kestabilan
system
pengendalian.Semakin kecil nilai PB pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat). Offset yang terjadi semkain kecil tetapi system menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka dan offset besar. Pada PB sama dengan nol maka perilaku pengendali proportional menjadi sama dengan pengendalia on-off. Satu-satunya kendala pengendalin proportional adalah selalu menghasilkan galat sisa ( residual
error atau offset) yang disebabkan perubahan beban, sebab dengan perubahan beban memerlukan nilai sinyal kendali (U) yang berbeda. Dengan demikian offset memang diperlukan untuk menjaga nilai sinyal kendali baru (U) yang berbeda dengan Uo,untuk menjaga keseimbangan massa atau energy yang baru. Sifat-sifat pengendalian proportional adalah keluaran sinyal kendali terjadi seketika tanpa ada pergeseran fase (c=0).
Pengendalian Proportional Integral (PI) Penambahan integral pada pengendali proportional dimaksudkan untuk
menghilangkan offset. Mekanismenya mirip dengan kerja operator yaitu dengan membuat nilai bias baru. Sehingga variabel proses sama dengan nilai acuan untuk mengulang aksi proportional. Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ke tidak stabilan system. Pengaturan waktu integral (T) tergantung pada waktu mati system proses. Waktu integral tidak boleh kecil dibandingkan waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendalian terlalu cepat berubah disbanding tenggapan system proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan. Sifat-sifat pengendalian proportional integral (PI) adalah : a) Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat. b) Tidak terjadi offset. c) Tanggapan system lebih lambat dan cenderung kurang stabil.
Pengendali Proportional Integral Derivative (PID) Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan aksi derivatif
pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis pengendalian PID. Aksi derivative bertujuan untuk untuk mempercepat tanggapn sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Namun penambahan derivative menyebabkan system menjadi peka terhadap noise. Selai itu penambahan aksi derivative tidak sesuai untuk proses yang memilika waktu mati dominan ( lebih dari setengah konstanta waktu). Sifat-sifat pengendali proportional integral derivative : a) Tidak terjadi offset dan peka terhadap adanya noise b) Tanggapn cepat dan amplitude osilasi kecil ( lebih stabil).
BAB II METODOLOGI 2.1 Alat dan Bahan
2.1.1
Alat yang digunakan Armfield
PCT 40
2.1.2 Bahan yang digunakan
Air
2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Prosedur Kerja Putaran I
Proportional Band
1. Menghubungkan mulut masuk selang pada compressor dan mulut keluar selang dipasang pada pump 2. Setelah itu menghidupkan computer, lalu mengklik “ start ” 3. Memilih program PCT-40 section 11 lalu “load ” 4. Mengklik tombol “control ” dan mengisi 5. Sampling
: automatic
6. Set point
: 125 mm
7. Proportional band
: 10 %
8. Mengklil apply lalu OK 9. Mengeset program untuk mengambil data setiap detik 5 detik 10. Mengklik ikon GO untuk memulai perekaman / pengambilan data 11. Menunggu sampai 10 menit lallu mengklik STOP untuk menghentikan proses pengambilan data 12. Melakukan prosedur yang sama dengan mengganti “ proportional Band ” sebesar 20 % dan 50 %.
Proportional Integral (PI)
1. Memilih sheet baru dengan mengklik ikon pada menu toolbar 2. Mengklik tombol control dan mengisi:
Sampling
: automatic
Set point
: 125 mm
Proportional band
: 10 %
Integral time
: 10 s
3. Mengklik Apply lalu OK 4. Mengeset program untuk mengambil data setiap detik 5 detik 5. Mengklik ikon GO untuk memulai perekaman / pengambilan data 6. Menunggu sampai 10 menit lallu mengklik STOP untuk menghentikan proses pengambilan data 7. Melakukan prosedur yang sama dengan mengganti “ Integral Time” sebesar 20 s dan 50 s.
Proportional Integral Derivatif (PID)
1. Memilih sheet baru dengan mengklik ikon pada menu toolbar 2. Mengklik tombol control dan mengisi:
Sampling
: automatic
Set point
: 125 mm
Proportional band
: 10 %
Integral time
: 10 s
Derivative time
: 0.1 s
3. Mengklik Apply lalu OK 4. Mengeset program untuk mengambil data setiap detik 5 detik 5. Mengklik ikon GO untuk memulai perekaman / pengambilan data 6. Menunggu sampai 10 menit lalu mengklik STOP untuk menghentikan proses pengambilan data 7. Melakukan prosedur yang sama dengan mengganti “ Derivative Time” sebesar 0.5 s dan 1 s.
2.2.1 Prosedur Kerja Putaran II
Proportional Band
1. Menghubungkan mulut masuk selang pada compressor dan mulut keluar selang dipasang pada pump 2. Setelah itu menghidupkan computer, lalu mengklik “ start ” 3. Memilih program PCT-40 section 11 lalu “load ” 4. Mengklik tombol “control ” dan mengisi 5. Sampling
: automatic
6. Set point
: 100 mm
7. Proportional band
: 10 %
8. Mengklil apply lalu OK 9. Klik Selenoid 10. Mengeset program untuk mengambil data setiap detik 30 detik 11. Mengklik ikon GO untuk memulai perekaman / pengambilan data 12. Menunggu sampai 20 menit lallu mengklik STOP untuk menghentikan proses pengambilan data
Proportional Integral (PI)
1. Memilih sheet baru dengan mengklik ikon pada menu toolbar 2. Mengklik tombol control dan mengisi:
Sampling
: automatic
Set point
: 100 mm
Proportional band
: 10 %
Integral time
: 10 s
3. Mengklik Apply lalu OK 4. Klik selenoid 5. Mengeset program untuk mengambil data setiap detik 30 detik 6. Mengklik ikon GO untuk memulai perekaman / pengambilan data
7. Menunggu sampai 20 menit lallu mengklik STOP untuk menghentikan proses pengambilan data
Proportional Integral Derivatif (PID)
1. Memilih sheet baru dengan mengklik ikon pada menu toolbar 2. Mengklik tombol control dan mengisi:
Sampling
: automatic
Set point
: 100 mm
Proportional band
: 10 %
Integral time
: 10 s
Derivative time
: 1s
3. Mengklik Apply lalu OK 4. Klik selenoid 5. Mengeset program untuk mengambil data setiap detik 30 detik 6. Mengklik ikon GO untuk memulai perekaman / pengambilan data 7. Menunggu sampai 20 menit lallu mengklik STOP untuk menghentikan proses pengambilan data
BAB III HASIL dan PEMBAHASAN
3.1 Grafik Pengamatan
300 250 200
) m m ( l 150 e v e l
Floating Sensor Differential Switch Level
100
Setpoint 50 0 00:00
01:26
02:53
04:19
05:46
waktu
Grafik 3.1 level Vs Waktu Floating dan Differential Switch
250
200 ) m150 m ( l e v e 100 L
P = 10% P = 20% P = 50% Setpoint
50
0 00:00
01:26
02:53
04:19
05:46
Waktu
Grafik 3.2 Level Vs Waktu P=10%, 20%, dan 50%
140
135
130 ) m m ( l 125 e v e L
I = 10 s I = 20 s I = 50 s
120
Setpoint 115
110 00:00
01:26
02:53
04:19
05:46
Waktu
Grafik 3.3 Level Vs Waktu I = 10 s, 20 s, dan 50 s
134 132 130 ) 128 m m ( l 126 e v e L 124
D = 0.1 s D = 0.5 s D=1s Setpoint
122 120 118 00:00
01:26
02:53
04:19
05:46
Waktu
Grafik 3.4 Level Vs Waktu D = 0.1 s, 0.5 s, dan 1 s
140 120 100 ) m 80 m ( l e v 60 e L
PSV Pneumatic Setpoint
40 20 0 00:00
02:53
05:46
08:38
11:31
Waktu
Grafik 3.5 Level Vs Waktu P=10%, I=10s, D= 1s PSV dan Pneumatic
3.2 Pembahasan
Pada percobaan pertama menggunakan alat armfield PCT 40 kontrol level. Pada percobaan kali ini lebih pada pengamatan respon alat terhadap variasi mode pengendalian P (Proporsional), I (Integral), D (Derivative), PSV dengan metode on/off dan kontinyu. Pada percobaan kedua menggunakan alat yang sama dengan percobaan pertama dimana variasi nilai pengendalian diambil dari percobaan pertama yang memiliki respon yang terbaik. Pada dasarnya, prinsip percobaan kontrol level kali ini adalah berusaha mengatur laju alir masuk dan laju alir keluar agar level pada tangki operasi tetap pada level atau keadaan yang diinginkan. Dalam praktikum kontrol, diharapkan agar sistem pengendalian tersebut memiliki respon yang cepat, offset yang terjadi kecil, sehingga error nya pun sekecil mungkin. Setpoint pada percobaan pertama dan kedua (ketinggian atau level yang diinginkan) masing-masing adalah 125 mm dan100 mm pada tangki operasi. Sebelum memulai percobaan (dengan memasukkan nilai-nilai Proportional, Integral, Derivatif dengan berbagai variasi), dilakukkan terlebih dahulu kalibrasi dengan menggunakan metode kalibrasi. Pada saat kalibrasi, pompa yang digunakan adalah pompa manual. Kalibrasi ini dimaksudkan agar pembacaan pada alat bisa dilihat keakuratannya antara
nilai actual pada tangki operasi sama dengan yang terbaca pada interface maupun komputer. Pada percobaan pertama dilakukan perbandingan antara penggunaan nilai proportional, integral, dan derivative pada Pneumatic dengan PSV. Dari berbagai macam metode pengendalian yang telah dimasukkan, metode pengendalian Proportional Band 10%, 20% dan 50 %, Integral Time 10 s, 20 s dan 50 s, serta Derivatif Time 0.1 s, 0.5 s, dan 1 s. Dimana didapatkan respon pengendalian terbaik pada nilai Proportional 10%, Integral 10 s, dan Derivatif Time 1 s yang memiliki tingkat keakuratan yang tinggi sehingga nilai tersebut digunakan sebagai perbandingan terhadap Pneumatic dan PSV. Pada percobaan kedua digunakan nilai perngendalian terbaik pada percobaan pertama yakni P=10%, I=10 s dan D=1 s. Jika dilihat digrafik terjadi osilasi kontinyu setiap 30 s selama 20 menit. Pada Pneumatic terjadi osilasi kontinyu dengan nilai offsetnya kecil tetapi nilai level yang dihasilkan tidak berada pada setpoint. Sedangkan pada PSV terjadi osilasi kontinyu dan nilai level belum terjadi konstan pada nilai setpoint (125 mm) dan offsetnya besar. Sehingga penggunaan pengendalian yang paling baik digunakan adalah pada Pneumatic. Hal ini dikarenakan offset yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan PSV dan terjadi respon yang kontinyu meskipun nilai level tidak berada pada nilai yang diinginkan tetapi error yang dihasilkan kecil.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 1. Semakin kecil nilai proportional band maka akan tanggapan akan semakin cepat, sehingga setpoint akan semakin cepat tercapai 2. Semakin kecil nilai integral time maka offsetnya akan semakin kecil, sehingga mendekati setpoint 3. Semakin besar nilai derivative time maka tanggapannya akan semakin cepat dan nilai overshotnya menjadi jauh lebih kecil. 4. Berdasarkan percobaan dilihat dari grafik, dapat disimpulkan bahwa respon pengendalian menggunakan Pneumatic lebih baik dibandingkan menggunakan PSV. 5. Dari hasil pengamatan yang didapat, nilai pengendalian Proporsional band 10 %, Integral 10 s dan Derivatif 1 s pada Pneumatic memiliki offset dan error yang kecil. 6. Kalibrasi bertujuan untuk mengetahui keakuratan suatu alat, tujuan dilakukan kalibrasi adalah agar nilai aktual sama dengan pembacaan pada alat.
4.2 Saran 1. saat melakukan praktikum diharap selalu berhati- hati dengan air yang digunakan agar tidak tercecer diluar bak penampungan yang dapat menyebabkan resiko terjadinya kecelakaan atau rusaknya alat jika terkana rangkaian pc ataupun computer. 2. pastikan semua sumber daya dank ran air untuk dimatikan setelah melakuka praktikum agar keadaan yang tidak diinginkan dapat dihindari