HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP TERJADINYA LEUKOPLAKIA PADA MASYARAKAT DESA KARANG JADI KECAMATAN BELITANG III KABUPATEN OKU TIMUR SECARA CROSS SECTIONAL
SKRIPSI
Oleh: NURDIANA 04081004035
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2013
ABSTRAK Merokok dapat menyebabkan timbulnya lesi precancer dalam rongga mulut, salah satunya leukoplakia. Leukoplakia didefinisikan sebagai plak putih, tebal, pada mukosa mulut yang dihasilkan oleh hiperkeratosis, hiperplasia, infiltrasi inflamasi, dan degenerasi sel epitel. Prevalensi perokok di Sumatera Selatan adalah 25,4%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah kebiasaan merokok mempunyai pengaruh terhadap terjadinya leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur. Penelitian cross sectional telah dilaksanakan di Desa Karang Jadi pada tanggal 21 September sampai dengan 6 Oktober 2012. Subjek pada penelitian ini berjumlah 146 orang yang terdiri dari 101 perokok dan 45 bukan perokok. Subjek penelitian dipilih dengan teknik random sampling. Dilakukan wawancara dan pemeriksaan intraoral pada semua subjek untuk melihat ada atau tidaknya leukoplakia. Leukoplakia ditemukan pada 10 subjek, 9 perokok dan 1 bukan perokok. Berdasarkan perhitungan statistik, tidak didapatkan hasil yang signifikan antara kebiasaan merokok terhadap terjadinya leukoplakia. Hal ini terjadi karena kandungan zat karsinogen lebih sedikit dalam rokok di Indonesia dan subjek penelitian sebagian besar berusia kurang dari 50 tahun. Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok terhadap leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur. Kata kunci : Merokok, Lesi precancer, Leukoplakia
ABSTRACT Smoking was able to cause precancerous lesion of the oral cavity, one of them is leukoplakia. Leukoplakia was defined as a white plaque, a thick, on oral mucosa produced by hyperkeratosis, hyperplasia, inflammatory infiltration, and epithelial cell degeneration. The prevalence of smokers in South Sumatra was 25.4%. This study aimed to see whether smoking having an influence of leukoplakia for the people of Karang Jadi Village Belitang III Subdistrict East OKU Regency. A cross-sectional study has been done in Karang Jadi village on 21th September until 6th October 2012. Total subjects in this study were about 146 which consists of 101 smokers and 45 nonsmokers. Subjects were selected by random sampling technique. Interview and intraoral examination was conducted in all subjects to see whether there is any or not leukoplakia. Leukoplakia was found in 10 subjects, 9 smokers and 1 nonsmokers. Based on statistical calculations, no significant results were obtained between smoking to leukoplakia. This happened because carcinogenic substances in Indonesia cigarettes were fewer and most of the research subjects aged less than 50 years. Based on the results of this research could be concluded that smoking has no effect of leukoplakia for the people of Karang Jadi Village Belitang III Subdistrict East OKU Regency. Keyword: Smoking, Precancerous lesion, Leukoplakia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Merokok merupakan salah satu masalah kesehatan karena dapat menyebabkan
berbagai jenis penyakit dan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya beberapa kelainan rongga mulut.1 Hal ini dikarenakan adanya bahan kimia berbahaya yang terkandung di dalam rokok. Lebih dari enam puluh bahan kimia yang bersifat karsinogen terkandung di dalam rokok. Bahan kimia tersebut diantaranya ialah nikotin, tar, karbon monoksida, dan hidrogen sianida.2 Prevalensi perokok di Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2007 adalah 29,2% dengan rerata jumlah rokok yang dihisap 12 batang setiap hari. Prevalensi perokok penduduk Sumatera Selatan berusia lebih dari 10 tahun yang merokok setiap hari adalah 25,4% , merokok kadang-kadang 6,3%, dan mantan perokok 2,7% dengan rerata jumlah batang rokok yang diisap setiap hari adalah 12,7.3 Penyakit umum yang disebabkan karena merokok adalah kanker, penyakit jantung iskemik, stroke, myocardial infarction, dan penyakit paru-paru kronis.4 Sedangkan efek merokok pada rongga mulut dapat berupa diskolorasi gigi dan restorasi, hairy tongue, smoker’s melanosis, smoker’s palate, karies gigi, oral candidiasis, penyakit periodontal, leukoplakia, dan oral cancer.5 Leukoplakia didefinisikan sebagai plak putih, tebal, pada mukosa mulut yang dihasilkan oleh hiperkeratosis, hiperplasia, infiltrasi inflamasi, dan degenerasi sel 1
epitel.6 Prevalensi leukopalakia menurut WHO berkisar antara 0,1% sampai 10,6%.7 Leukoplakia biasanya terjadi pada orang dewasa yang berusia lebih dari lima puluh tahun. Leukoplakia lebih sering terjadi pada
pria dan meningkat seiring usia.
Leukoplakia dapat terjadi pada mukosa bukal, vermilion border bibir atas, gingiva, palatum, mukosa maksila, daerah retromolar, dasar mulut, dan lidah.8 Leukoplakia dilaporkan dapat berisiko berubah menjadi keganasan.9,10 Salah satu faktor risiko terjadinya leukoplakia adalah merokok.11,12 Adanya hubungan antara merokok dengan leukoplakia
telah dilaporkan dalam beberapa
penelitian.13,14 Menurut Lin et al,15 leukoplakia berhubungan dengan jumlah dan durasi merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Jolan et al16 di negara Eropa juga menunjukkan bahwa prevalensi leukoplakia lebih tinggi pada perokok daripada bukan perokok. Menurut Marija dan Nada,12 timbulnya leukoplakia tidak hanya berhubungan dengan kebiasaan merokok, tetapi ada beberapa faktor lain yang mempengaruhinya, yaitu durasi merokok, jumlah rokok yang diisap setiap hari, dan konsumsi alkohol. Penelitian lain menyebutkan bahwa hubungan langsung antara merokok dengan leukoplakia belum terbukti, tetapi hubungan leukoplakia dengan mengunyah tembakau telah terbukti.17 Sedangkan menurut Fisher dalam Rocio,18 tidak ditemukan hasil yang signifikan antara oral leukoplakia dengan merokok. Penelitian mengenai hubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya leukoplakia belum pernah dilakukan di Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur Provinsi Sumatera Selatan. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tersebut. Hal ini karena daerah tersebut mudah dijangkau dan prevalensi perokok di Provinsi Sumatera Selatan yang cukup tinggi. Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya dalam hal tempat penelitian, subjek yang diteliti, pekerjaan subjek yang diteliti, ras, kebiasaan penyerta lain seperti mengonsumsi alkohol, penelitian yang akan dilakukan dihubungkan dengan lama mengonsumsi rokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi, serta penelitian ini menggunakan metode cross sectional. 1.2.
Rumusan Masalah a.
Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap terjadinya leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur?
b.
Berapa angka kejadian leukoplakia di Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur?
c. 1.3.
Berapa besar faktor risiko perokok terhadap terjadinya leukoplakia?
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap terjadinya leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur.
1.3.2. Tujuan Khusus a.
Mengetahui angka kejadian leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur.
b.
Mengetahui berapa besar faktor risiko perokok terhadap terjadinya leukoplakia.
1.4.
Manfaat Penelitian Dengan mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan leukoplakia,
maka diharapkan: a.
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran gigi khususnya dalam bidang oral medicine.
b.
Memberikan informasi pada masyarakat mengenai efek merokok terhadap kesehatan rongga mulut.
c.
Memberikan informasi bagi dokter gigi maupun tenaga medis lainnya tentang perlunya edukasi pada masyarakat khususnya masyarakat Desa Karang Jadi yang merokok.
d.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi peneliti-peneliti lain untuk menelaah lebih lanjut mengenai hubungan merokok terhadap terjadinya leukoplakia.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Merokok
2.1.1
Definisi Merokok Rokok adalah gulungan tembakau yang bersalut daun nipah, kertas, dan
sebagainya.19 Menurut PP nomor 81 tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan pasal 1 angka 1, rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.20 Menurut Sitepoe dalam Nurhidayati,21 merokok adalah membakar tembakau kemudian diisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Sedangkan menurut Randy,22 merokok didefinisikan sebagai penghirupan dan pengeluaran napas dari asap daun tembakau yang terbakar. 2.1.2
Kandungan Rokok Rokok mengandung berbagai zat toksik yang sangat berbahaya bagi tubuh.
Zat-zat yang terkandung di dalam rokok diantaranya adalah karbon monoksida, tar, nikotin, timah hitam, kadmium, kromium, hidrogen sianida, fenol, benzena, formalin, metil etil keton, timbal, amoniak, arsenik, aseton, asam sulfurik, butana, metanol, naptalen, polonium, toluena, vinil klorida, Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT), dan shellac.23,24
Karbon monoksida adalah gas yang dapat langsung diserap oleh pembuluh darah dan berefek negatif bagi fungsi fisiologis, misalnya mengurangi kapasitas oksigen yang dibawa darah.22 Karbon monoksida memiliki kecenderungan kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Ikatan antara hemoglobin dengan oksigen diperlukan dalam pernapasan sel-sel tubuh.24 Karbon monoksida memiliki afinitas dengan hemoglobin sekitar dua ratus kali lebih kuat dibanding afinitas oksigen terhadap hemoglobin. Akibatnya, hemoglobin berikatan dengan karbon monoksida.1 Kadar karbon monoksida dalam darah non perokok kurang dari satu persen, sedangkan pada perokok mencapai 4-15 persen.24 Tar adalah partikel residu yang terdapat pada asap rokok. Meskipun tar memiliki efek negatif pada kesehatan, tetapi tidak ditemukan aspek adiktif yang mendorong seseorang untuk mengonsumsi rokok.22 Tar merupakan kumpulan ribuan bahan kimia dalam komponen padat asap rokok yang bersifat karsinogen. Ketika rokok diisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin, tar akan berubah menjadi padat dan membentuk endapan coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan, dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 30-40 mg setiap batang rokok. Kadar tar dalam sebatang rokok berkisar antara 24-45 mg.24 Nikotin adalah zat kimia yang terdiri dari unsur kimia C10H14N2 yang berminyak, tidak berwarna, dan merupakan zat kimia utama bersifat aktif yang terkandung dalam tembakau. Nikotin yang masuk ke dalam tubuh individu meskipun dalam jumlah kecil, akan menjadi stimulus saraf, terutama pada sistem saraf otonom. Hal ini dikarenakan nikotin merangsang sekresi adrenalin dan kelenjar lainnya.
Pengonsumsian nikotin dalam jumlah yang besar menyebabkan kelumpuhan pada sistem saraf otonom. Hal ini dikarenakan nikotin mencegah terjadinya transmisi impuls saraf antar sel-sel saraf. Selain itu, kapasitas nikotin yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan kekejangan bahkan kematian. Meskipun demikian, efek dari nikotin pada sistem saraf sangat beragam bentuknya pada masing-masing individu.22 Timah hitam yang dihasilkan dari sebatang rokok adalah sebanyak 0,5 µg. Ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 µg perhari.24 Timah hitam yang masuk ke dalam tubuh lebih dari 30 µg akan mengakibatkan disfungsi susunan syaraf, gangguan motorik dan perubahan perilaku.25 Kadmium merupakan logam berat yang bersifat karsinogen.26 Kandungan kadmium dalam sebatang rokok adalah 1-2 µg. Kadmium yang masuk ke dalam tubuh melalui asap rokok adalah sekitar 40 sampai 60 persen.27 2.1.3
Pengaruh Rokok pada Rongga Mulut Merokok akan meningkatkan risiko terkena semua penyakit dan dapat
berkembang menjadi berbagai kondisi patologik yang menyebabkan kematian.28 Beberapa penyakit yang diakibatkan oleh penggunaan tembakau yang dapat menimbulkan kematian adalah penyakit kanker (pada bibir, mulut, kerongkongan, pankreas, paru-paru, kantung kemih, dan ginjal), penyakit jantung dan pembuluh darah (reumatik jantung, darah tinggi, penyakit pembuluh darah otak, pembengkakan pembuluh aorta, asma, radang paru-paru, bronkitis, dan emfisema), penyakit pediatrik berupa kelahiran bayi berat rendah, bayi susah nafas, dan gangguan janin.20
Merokok menyebabkan perubahan panas pada jaringan mukosa mulut. Iritasi kronis dan panas menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar saliva. Rangsangan asap rokok yang lama dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut yang terkena, yang bervariasi dan penebalan menyeluruh bagian epitel mulut sampai bercak putih keratotik dan kanker mulut.29 Beberapa kelainan rongga mulut yang berhubungan dengan kebiasaan merokok diantaranya kanker mulut, palatal leukokeratosis, smoker melanosis, oral candidiasis, hairy tongue, periodontitis, dan oral precancer.30 Kanker mulut kebanyakan menyerang orang setengah baya atau lanjut usia dan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Perokok memiliki risiko dua sampai lima kali lebih tinggi terserang kanker mulut dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini berkurang dengan penghentian merokok. N-nitrosamin, aromatic amines, dan polycyclic aromatic hidrokarbons yang terkandung dalam asap rokok dianggap sebagai karsinogen utama penyebab kanker mulut karena dapat menyebabkan perubahan DNA.30 Palatal leukokeratosis (smoker’s palate, nicotine stomatitis) adalah suatu respon dari struktur-struktur ektodermal palatum pada orang yang mengisap rokok dengan pipa atau cerutu berkepanjangan. Lesi ini berupa papula-papula keratotik khas dengan tengah yang merah cekung dan berhubungan dengan ductus ekskretorius kelenjar saliva minor yang melebar serta meradang. Papula-papula tersebut membesar jika iritasinya menetap, tetapi tidak bergabung dan membuat palatum tampak seperti berbatu-batu.31
Smoker’s melanosis digambarkan sebagai lesi tanpa gejala, tidak berubah menjadi premaligna, dan pigmentasi bersifat reversibel seiring dengan penghentian kebiasaan merokok. Sebuah penelitian di India menunjukkan bahwa perokok lebih mungkin untuk terkena smoker’s melanosis dibandingkan dengan lesi lainnya.30 Asap rokok dikaitkan dengan berbagai perubahan dalam rongga mulut dan memiliki efek pada bakteri dan jamur komensal mulut, terutama spesies Candida, yang menyebabkan oral candidiasis. Lesi oral lainnya adalah hairy tongue atau black hairy tongue, merupakan lesi jinak yang ditandai dengan hipertrofi dari papila filiformis sehingga memberikan gambaran berbulu pada dorsum lidah. Etiologi hairy tongue masih belum jelas, akan tetapi dikaitkan dengan kebiasaan merokok.30 Merokok berhubungan dengan penyakit periodontal yang terdiri dari peningkatan dan percepatan kerusakan jaringan pendukung gigi, dengan gejala klinis kehilangan tulang, pembentukan soket, dan akhirnya kehilangan gigi. Merokok memiliki pengaruh langsung pada status kesehatan periodontal tanpa dipengaruhi oleh kebersihan mulut, usia, ras, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan frekuensi pemeriksaan gigi. Produk kimia dan racun dalam asap rokok dapat menunda penyembuhan luka. 30 Oral precancer merupakan lesi pada membran mukosa yang berpotensi menjadi keganasan.4 Lesi precancer yang lebih sering ditemukan pada perokok adalah leukoplakia.5 Menurut Johnson et al,4 leukoplakia terjadi enam kali lebih sering pada perokok daripada bukan perokok. Penelitian di Eropa menemukan bahwa merokok menjadi penyebab 56-97% leukoplakia. Salah satu penelitian menemukan
bahwa penderita leukoplakia merokok lebih dari dua puluh batang setiap hari.30 Penelitian lain menyebutkan bahwa prevalensi leukoplakia meningkat sesuai dengan lamanya merokok. Semakin lama orang tersebut memiliki kebiasaan merokok, semakin tinggi risiko untuk terserang leukoplakia.
Risiko tertinggi terserang
leukoplakia adalah lama merokok sepuluh tahun atau lebih.12 2.2
Leukoplakia
2.2.1
Definisi Leukoplakia didefinisikan sebagai plak putih, tebal, pada mukosa mulut yang
dihasilkan oleh hiperkeratosis, hiperplasia, infiltrasi inflamasi, dan degenerasi sel epitel.6 Menurut WHO, leukoplakia didefinisikan sebagai suatu lesi putih pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dan tidak sesuai untuk diagnosis klinis lesi yang lain. Leukoplakia hanya diperuntukkan bagi lesi putih yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai penyakit lainnya.32 2.2.2
Etiologi Leukoplakia dapat disebabkan oleh pengaruh faktor lokal, yakni tembakau,
alkohol, candidiasis, reaksi elektrogalvanik, iritan mekanis dan kemis, dan virus herpes simpleks. Tembakau diidentifikasi sebagai faktor penyebab utama terjadinya laukoplakia berdasarkan observasi klinis dan penyelidikan terhadap leukoplakia yang ditimbulkan secara eksperimental dalam binatang di Laboratorium.32 Penggunaan tembakau, baik dengan mengunyah ataupun merokok dapat menjadi faktor risiko terjadinya leukoplakia.16 Penyakit sifilis tertier, defisiensi vitamin B12, defisiensi
asam folat, anemia siderofenik, defisiensi nutrisi lainnya, dan xerostomia merupakan faktor predisposisi terjadinya leukoplakia.33 2.2.3
Gambaran Klinis Gambaran klinis leukoplakia berupa bercak putih, plak pecah-pecah,
berulserasi, dan papilomatous dengan bentuk yang tidak beraturan, ukuran bervariasi, dan tidak dapat diangkat. Lesi yang terbatas pada daerah yang kecil, biasanya asimtomatis. Lesi yang besar biasanya terasa gatal, rasa terbakar dan rasa kering. Daerah yang biasa terkena adalah mukosa bukal, komisura lidah, dasar mulut, mukosa alveolar, dan gingiva. Lesi ini juga bisa mengenai palatum lunak dan palatum keras. 34 2.2.4 Gambaran Mikroskopis Gambaran
mikroskopis
leukoplakia
bervariasi
tergantung
derajat
keganasannya. Gambaran mikroskopis leukoplakia dapat berupa hiperplasi epitel gepeng berlapis, hiperkeratosis, serbukan sel radang dalam jaringan ikat di bawah epitel, parakeratosis (masih ada sisa-sisa inti), akantosis, diskeratosis (keratinisasi selsel epidermis), displasia (sel-sel bervariasi dalam ukuran, orientasi, dan bentuk) yang merupakan tanda praganas, dan atipia (sel-sel tak teratur yang merupakan tanda ganas). Keadaan displasia dan keganasan ditentukan berdasarkan gambaran inti sel seperti perubahan pada inti sel dalam ukuran (membesar), bentuk (bervariasi atau pleomorfik), warna menjadi lebih gelap (hiperkromatik), perbandingan inti sitoplasma bertambah, dinding inti tidak teratur, anak inti lebih dari satu dan tidak teratur, serta distribusi kromatin yang tidak normal.35
Gambar 1. Hiperkeratosis dan akantosis merupakan gembaran umum leukoplakia yang merupakan karakteristik lesi jinak35
2.2.5
Tipe Leukoplakia Ada empat subtipe leukoplakia yang diungkapkan oleh Martin,8 yakni
homogenous leukoplakia atau “thick leukoplakia”, nodular (speckled) leukoplakia, verrucous leukoplakia, dan proliverative verrucous leukoplakia. Homogenous leukoplakia digambarkan sebagai bercak putih yang jelas, terlokalisir, dengan permukaan sedikit menonjol
dan
berfisur, berkerut, atau bergelombang. Pada
palpasi, lesi ini dapat terasa kasar “dry atau retak seperti lumpur”.8
Gambar 2. Homogenous leukoplakia8
Nodular (speckled) leukoplakia berupa butiran atau non homogen. Nodular leukoplakia digambarkan sebagai suatu lesi campuran merah dan putih, pada bagian eritema atrofik tersebar nodul atau bercak putih keratotik. Tipe leukoplakia ini dikaitkan dengan transformasi keganasan yang lebih tinggi.8
Gambar 3. Nodular leukoplakia8 Verrucous Leukoplakia atau "verruciform leukoplakia" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan lesi putih tebal dengan permukaan papiler pada rongga mulut. Lesi ini biasanya banyak keratin dan paling sering terlihat pada orang dewasa pada dekade keenam sampai kedelapan kehidupan.8
Gambar 4. Verrucous leukoplakia pada perbatasan lateral lidah8
Proliferasi verrucous leukoplakia (PVL) pertama kali dijelaskan pada tahun 1985. Lesi ini merupakan tipe khusus dari leukoplakia yang digambarkan sebagai plak putih papiler atau verrucoid yang luas, cenderung lambat, melibatkan beberapa sisi mukosa di rongga mulut, dan dapat berubah menjadi karsinoma sel skuamosa setelah bertahun-tahun.8
Gambar 5. Proliferasi verrucous leukoplakia pada dasar mulut dan bibir8 PVL berisiko sangat tinggi untuk bertransformasi menjadi displasia, karsinoma sel skuamosa, atau verrucous karsinoma. Verrucous karsinoma merupakan lesi yang hampir selalu tumbuh lambat dan berdiferensiasi dengan baik serta jarang bermetastasis.8 2.2.6
Diagnosa Banding Diagnosa banding dari leukoplakia adalah kandidiasis, white sponge naevus,
leukoedema, verruca vulgaris, verrucous carcinoma, lichen planus, oral lesions of discoid lupus erythematosus, habitual cheek-bitting, dan fordyce’s granules.33 Diagnosa banding dari leukoplakia yang lainnya adalah karsinoma, keratosis, stomatitis nikotina.36
2.3
Gambaran Wilayah Desa Karang Jadi Desa Karang Jadi merupakan sebuah desa yang termasuk dalam wilayah
Kecamatan Belitang III Kabupaten Ogan Komering Ulu TimurP Sumatera Selatan. Batas wilayah Desa Karang Jadi di sebelah utara berbatasan dengan Desa Nusa Bakti, sebelah selatan dengan Desa Sinar Bali, sebelah timur dengan Desa Trikarya, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Nusa Bali. Sebagian besar penduduk Desa Karang Jadi berprofesi sebangai petani. Jumlah penduduk Desa Karang Jadi adalah 1127 orang, yang terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 582 orang dan perempuan 545 orang yang tersebar dalam tiga rukun warga dan sembilan rukun tetangga (RT). Jumlah penduduk RT 1 sebanyak 109 orang yang terdiri dari 59 laki-laki dan 50 perempuan, RT 2 sebanyak 106 orang yang terdiri dari 55 laki-laki dan 51 perempuan, RT 3 sebanyak 178 orang yang terdiri dari 89 laki-laki dan 87 perempuan, RT 4 sebanyak 180 orang yang terdiri dari 93 laki-laki dan 87 perempuan, RT 5 sebanyak 181 orang yang terdiri dari 92 laki-laki dan 89 perempuan, RT 6 sebanyak 94 orang yang terdiri dari 48 laki-laki dan 46 perempuan, RT 7 sebanyak 91 orang yang terdiri dari 46 laki-laki dan 45 perempuan, RT 8 sebanyak 96 orang yang terdiri dari 51 laki-laki dan 45 perempuan, RT 9 sebanyak 96 orang yang terdiri dari 49 laki-laki dan 47 perempuan.37
Gambar 6. Peta Desa Karang Jadi
2.4 Kerangka Konsep
KEBIASAAN MEROKOK
JUMLAH ROKOK
LAMA
YANG
MENGONSUMSI
DIKONSUMSI
ROKOK
PERUBAHAN SEL EPITEL RONGGA MULUT
LEUKOPLAKIA
TIDAK LEUKOPLAKIA
2.5 Kerangka Teori
KEBIASAAN MEROKOK
PANAS AKIBAT MEROKOK
ZAT KARSINOGEN DALAM ROKOK (TAR DAN KADMIUM)
SEL EPITEL MUKOSA PROLIFERASI SEL EPITEL IRITASI KRONIS DISPLASIA SEL EPITEL KERATINISASI SEL EPITEL
LEUKOPLAKIA
2.6
Hipotesis H1 :
Ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap terjadinya leukoplakia.
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1
Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasi dengan studi cross
sectional.38 3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1
Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten
Ogan Komering Ulu Timur Provinsi Sumatera Selatan. 3.2.2
Waktu Penelitian Waktu penelitian selama 1 bulan dari waktu disetujuinya proposal, yaitu
periode bulan Agustus-September 2012. 3.3
Populasi dan Subjek Penelitian
3.3.1
Populasi Penelitian Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Karang
Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Provinsi Sumatera Selatan. 3.3.2
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah subjek yang telah memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi yaitu sebanyak 146 subjek yang diperoleh melalui rumus sebagai berikut39:
19
( (
)
(
)
) (
)
(dengan pembulatan) keterangan : N = besar sampel P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki α = tingkat kemaknaan Besarnya sampel tiap RT, yaitu :
3.3.3
Karakteristik Subjek
3.3.3.1 Kriteria Inklusi a. Warga Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur b. Jenis kelamin laki-laki c. Berusia lebih dari 18 tahun d. Memiliki kebiasaan merokok dan tidak merokok e. Tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol f. Tidak memiliki kebiasaan mengunyah tembakau g. Bersedia diwawancarai dan diperiksa keadaan rongga mulutnya 3.3.3.2 Kriteria Ekslusi a. Bukan warga Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur b. Berusia kurang dari 18 tahun c. Memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol d. Memiliki kebiasaan mengunyah tembakau e. Tidak bersedia diwawancarai dan diperiksa keadaan rongga mulutnya 3.4
Teknik Pengambilan Subjek Teknik pengambilan subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pengambilan random sampling. 3.5
Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya.36 Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah merokok, leukoplakia, umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, dan pekerjaan. Variabel yang diambil dalam penelitian ada dua, yaitu:
3.6 No 1.
a. Variabel bebas atau variabel independent
: merokok
b.
: leukoplakia
Variabel terikat atau variabel dependent Definisi Operasional Variabel
Merokok
Definsi Operasional
Cara Ukur
Membakar
Data primer
tembakau
(kuesioner)
kemudian
Skala
Hasil Ukur
Ukur Nominal
Bukan perokok Perokok
diisap
asapnya
baik
secara langsung maupun menggunakan pipa.22 a. Jumlah rokok Banyaknya rokok Data primer
Ordinal
Merokok <10 batang
yang
yang dikonsumsi (kuesioner)
per
dikonsumsi
dalam satu hari.
ringan)
per hari
hari
(perokok
Merokok batang
10-20 per
hari
(perokok sedang) Merokok >20 batang per
hari
berat).40
(perokok
b. Lama
Waktu
yang Data primer
mengonsumsi
dihitung
sejak (kuesioner)
rokok
pertama memiliki
Ordinal
Merokok < 10 tahun Merokok
>
10
tahun.12
kebiasaan merokok sampai sekarang. 2.
Leukoplakia
Suatu lesi putih Observasi pada
mukosa dengan
Nominal
Ditemukan leukoplakia
(lesi
mulut yang tidak instrumen
berwarna
dapat
dengan bentuk yang
diangkat dasar
putih
dan tidak sesuai
tidak
beraturan,
untuk
ukuran
bervariasi,
diagnosis
klinis lesi yang
dan
lain.32
diangkat).34 Tidak
tidak
dapat
ditemukan
leukoplakia
3.7
Alur Penelitian
3.7.1
Bagan Alur Penelitian Permasalahan
Pengumpulan literatur
Perumusan masalah
Desain penelitian
Pengumpulan data
Analisa data
Pembuktian hipotesis
3.7.2
Cara Kerja Penelitian
3.7.2.1
Wawancara Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada populasi dengan
kuesioner yang telah disiapkan untuk mendapatkan subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selanjutnya peneliti menjelaskan tentang tindakan apa yang akan diterima oleh subjek dan subjek mengisi informed consent yang telah disediakan sebagai tanda persetujuan. Kuesioner dan informed consent terlampir.
3.7.2.2
Pemeriksaan Leukoplakia
3.7.2.2.1 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu alat tulis, nierbeken, pinset gigi, ekskavator, cermin mulut, sonde, kapas, alkohol, masker mulut dan hidung, sarung tangan, dan kamera. 3.7.2.2.2 Persiapan subjek Subjek duduk menghadap cahaya, lalu kepalanya disandarkan dengan sedikit menengadah. Pemeriksa duduk atau berdiri di sebelah kanan subjek agar dapat lebih mudah untuk melihat keadaan mulut subjek. 3.7.2.2.3 Cara pemeriksaan Alat yang telah disterilisasi kita olesi dengan alkohol 70 %. Pemeriksaan dilakukan dengan mencari leukoplakia pada rongga mulut sampel. Deteksi dimulai dari mukosa bibir, mukosa bukal, palatum, orofaring, dan lidah dengan bantuan cermin mulut. Leukoplakia tampil sebagai bercak putih, plak pecah-pecah, berulserasi, dan papilomatous dengan bentuk yang tidak beraturan, ukuran bervariasi, dan tidak dapat diangkat. Lesi yang terbatas pada daerah yang kecil, biasanya asimtomatis. Lesi yang besar biasanya terasa gatal, rasa terbakar dan rasa kering. Setelah dicatat bagian-bagian mana dari mulut subjek yang terdapat leukoplakia, bagian rongga mulut yang terdapat leukoplakia difoto. 3.8
Analisa Data Analisa data menggunakan uji statistik dengan analisis bivariat. Analisis
bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat yaitu dengan menggunakan uji chi-square dan data dianalisa menggunakan SPSS. Rancangan analisa data dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1: Dummy table hubungan antara kebiasaan merokok dengan leukoplakia Merokok
Ditemukan
Tidak ditemukan
Total
a c
b d
a+b c+d
Leukoplakia Perokok Bukan perokok
Nilai Rasio Prevalens (RP)
(
)
(
)
Nilai RP = 1 : merokok tidak terbukti menimbulkan leukoplakia. Nilai PR > 1 : merokok terbukti menimbulkan leukoplakia. Nilai PR < 1 : merokok mengurangi terjadinya leukoplakia.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya
leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur telah dilakukan di Desa Karang Jadi selama enam belas hari, dimulai pada tanggal 21 September sampai dengan tanggal 6 Oktober 2012. Subjek yang diteliti berjumlah 146 orang dan dipilih secara acak. Setiap subjek penelitian diperiksa keadaan rongga mulutnya untuk mengetahui apakah terdapat leukoplakia pada rongga mulut subjek. Hasil penelitian menunjukkan 101 orang memiliki kebiasaan merokok dan 45 orang tidak memiliki kebiasaan merokok. Leukoplakia ditemukan pada subjek yang memiliki kebiasaan merokok dan tidak memiliki kebiasaan merokok. Subjek yang memiliki kebiasaan merokok dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan banyaknya rokok yang dikonsumsi dalam satu hari, yaitu perokok ringan (merokok <10 batang), perokok sedang (merokok 1020 batang), dan perokok berat (merokok >20 batang). Berdasarkan lamanya mengonsumsi rokok, perokok dikelompokkan menjadi dua, yaitu merokok <10 tahun dan merokok >10 tahun. Distribusi ditemukan leukoplakia pada masing-masing kelompok subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi ditemukannya leukoplakia pada subjek penelitian. Tidak Ditemukan CI 95% Jum ditemukan PR/ Kelompok subjek leukoplakia lah leukoplakia OR n (%) Bawah Atas n (%) Kebiasaan merokok 4,304 0,529 35,044 Perokok 101 9 (8,91) 92 (91,09) Bukan perokok 45 1 (2,22) 44 (97,78) Perokok berdasrkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari Perokok ringan Perokok sedang Perokok berat Perokok berdasrkan lama mengonsumsi merokok Merokok < 10 tahun Merokok > 10 tahun
32 44 25
2 (6,25) 4 (9,09) 3 (12)
-
-
-
0,594
0,069
5,085
30 (93,75) 40 (90,91) 22 (88)
17
1 (5,88)
16 (94,12)
84
8 (9,52)
76 (90,48)
Tabel 2 menjelaskan distribusi ditemukannya leukoplakia pada subjek penelitian. Berdasarkan tabel 2, 8,91% dari 101 subjek yang merokok ditemukan leukoplakia yaitu 9 subjek dan 91,09% tidak ditemukan leukoplakia yaitu 92 subjek. Persentase ditemukan leukoplakia pada subjek penelitian yang tidak memiliki kebiasaan merokok adalah 2,22% dari 45 subjek yaitu 1 subjek sedangkan 97,78% tidak ditemukan leukoplakia yaitu 44 subjek. Distribusi ditemukan leukoplakia pada perokok berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari menunjukkan persentase perokok berat yang terkena
leukoplakia lebih tinggi dibandingkan perokok ringan dan perokok sedang, yakni 12%. Distribusi ditemukan leukoplakia pada perokok berdasarkan lama mengonsumsi rokok menunjukkan bahwa persentase terjadinya leukoplakia lebih besar pada perokok yang merokok >10 tahun, yakni 9,52%.
Gambar 7. Subjek penelitian yang merokok dan ditemukan leukoplakia pada mukosa bukal sebelah kiri. Berdasarkan hasil pemeriksaan, leukoplakia ditemukan pada beberapa daerah dalam rongga mulut, seperti pada mukosa bukal, gingiva, dan mukosa alveolar. Gambar 7 diambil dari subjek yang berusia 35 tahun yang memiliki kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun dan rata-rata jumlah rokok yang dikonsumsinya dalam satu hari lebih dari 20 batang. Hasil pemeriksaan yang dilakukan peneliti terlihat adanya lesi berupa plak berwarna putih pada mukosa bukal sebelah kiri. Bentuk lesi tidak beraturan, dan tidak hilang jika diusap yang merupakan leukoplakia.
Gambar 8. Subjek penelitian yang merokok dan ditemukan leukoplakia pada gingiva. Gambar 8 diambil dari subjek yang berusia 44 tahun yang memiliki kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun dan rata-rata jumlah rokok yang dikonsumsinya dalam satu hari adalah 10-20 batang. Hasil pemeriksaan yang dilakukan peneliti terlihat adanya lesi berupa plak berwarna putih pada gingiva sebelah kiri. Bentuk lesi tidak beraturan, meluas dari frenulum labialis superior sampai gingiva sekitar gigi kaninus, dan tidak hilang jika diusap yang merupakan leukoplakia. Hubungan antara kebiasaan merokok terhadap terjadinya leukoplakia dapat dinilai melalui perhitungan statistik. Perhitungan statistik ini dihitung dengan menggunakan uji chi-square. Tabel 3. Hubungan kebiasaan merokok dengan leukoplakia. Merokok Ditemukan Tidak ditemukan Leukoplakia 9 92 Perokok 1 44 Bukan perokok 10 136 Total
Total 101 45 146
Berdasarkan tabel 3, didapatlah nilai sel a yaitu 12, nilai sel b yaitu 89, nilai sel c yaitu 1, nilai sel d yaitu 44. Berdasarkan nilai ini, dapat dihitung nilai Rasio Prevalensi (RP) dengan rumus sebagai berikut:
RP
=
(
)
(
)
RP
=
RP
= 4,01
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh nilai RP sebesar 4,01 dengan interval kepercayaan 95% antara 0,529 sampai 35,044. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk terkena leukoplakia daripada yang tidak merokok pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur. Pada uji chi-square didapatkan nilai x2 hitung adalah sebesar 2,183 dengan nilai x2 tabel sebesar 3,841 dan nilai Asympt. Sig hubungan kebiasaan merokok terhadap leukoplakia adalah 0,140, jadi dari hasil perhitungan pada uji chi-square didapatkan bahwa nilai x2 hitung < x2 tabel yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur. Hasil perhitungan statistik pada uji chi-square nilai Asympt. Sig hubungan banyaknya jumlah rokok yang dikonsumsi dalam satu hari terhadap leukoplakia
adalah 0,750, x2 hitung sebesar 0.575, dan x2 tabel sebesar 5,991 sedangkan nilai Asympt. Sig hubungan antara lamanya mengonsumsi rokok terhadap leukoplakia adalah 0,631, x2 hitung sebesar 0,231, dan x2 tabel sebesar 3,841. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan antara banyaknya jumlah rokok yang dikonsumsi dalam satu hari dan lamanya mengonsumsi rokok terhadap terjadinya leukoplakia (x2 hitung < x2 tabel). 4.2
Pembahasan Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah subjek penelitian adalah 146 dengan
subjek yang merokok sebanyak 101 dan yang tidak merokok sebanyak 45. Dari 101 perokok, didapatkan sebanyak 9 subjek yang ditemukan leukoplakia pada rongga mulutnya sedangkan subjek yang tidak merokok yang terkena leukoplakia sebanyak 1 subjek. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi dari 146 orang yang diperiksa adalah 10. Berdasarkan hasil uji chi-square mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan leukoplakia didapatkan nilai x2 hitung < x2 tabel. Hal ini menunjukkan secara statistik H0 diterima atau H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur. Hal ini sesuai dengan pendapat Fisher dalam Rocio18 yang menyatakan tidak ditemukan hasil yang signifikan antara oral leukoplakia dengan merokok. Adrian dan Constant17 juga menyebutkan bahwa hubungan langsung antara merokok dengan leukoplakia belum terbukti, tetapi hubungan leukoplakia dengan mengunyah
tembakau telah terbukti. Selain itu, leukoplakia tidak hanya disebabkan oleh kebiasaan merokok, tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhinya, seperti alkohol, candidiasis, reaksi elektrogalvanik, iritan mekanis dan kemis, virus herpes simpleks, penyakit sifilis tertier, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, anemia siderofenik, defisiensi nutrisi lainnya, dan xerostomia.32,33 Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan di Desa Karang Jadi, tidak ditemukan hasil yang signifikan antara kebiasaan merokok, banyaknya rokok yang dikonsumsi dalam satu hari, dan lama mengonsumsi rokok terhadap leukoplakia. Hal ini berbeda dengan penelitian Marija dan Nada12 di Yugoslavia yang mendapatkan hasil yang signifikan antara kebiasaan merokok, banyaknya rokok yang dikonsumsi dalam satu hari, dan lama mengonsumsi rokok terhadap leukoplakia. Perbedaan ini dapat terjadi karena kandungan zat karsinogen seperti polonium dalam rokok yang ada di Yugoslavia dan Indonesia tidak sama. Hasil penelitian Syarbaini 41 yang meneliti kandungan polonium dalam rokok di beberapa negara menunjukkan bahwa kandungan polonium pada rokok di Yugoslavia lebih besar daripada di Indonesia, yakni 14,80-22,20 mBq per gram di Yugoslavia dan 8,88 mBq per gram di Indonesia. Hasil yang tidak signifikan antara kebiasaan merokok dengan leukoplakia pada masyarakat Desa Karang Jadi juga dapat terjadi karena subjek pada penelitian ini sebagian besar berusia kurang dari 50 tahun. Menurut Martin8, kejadian leukoplakia meningkat seiring usia dan biasanya terjadi pada orang dewasa yang berusia lebih dari lima puluh tahun.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakuakan di Desa Karang Jadi Kecamatan
Belitang III Kabupaten OKU Timur, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Hubungan kebiasaan merokok mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk terkena leukoplakia daripada yang tidak merokok di Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur (P >0,05).
2.
Tidak ada hubungan terjadinya leukoplakia dengan jumlah dan lama mengonsumsi rokok pada masyarakat Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur.
3.
Angka kejadian leukoplakia di Desa Karang Jadi Kecamatan Belitang III Kabupaten OKU Timur adalah 10 dari 146 subjek yang diteliti.
5.2
Saran Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah perlu dilakukan penelitian
mengenai hubungan antara kebiasaan merokok terhadap terjadinya leukoplakia pada perokok berat.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
11.
12. 13.
Revianti, Syamsulina. Pengaruh radikal bebas pada asap rokok terhadap timbulnya kelainan di rongga mulut. Dental Jurnal Kedokteran Gigi FKG-UHT. 2007; 1 (2): 85-89. Leosari, Yanti., Sri Hadianti., dan Dewi Agustina. Screening of oral premalignant lesions in smokers using toluidine blue. Dental Journal. 2009; 42 (2): 90-93. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar (riskesdas) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. Johnson, N. W., C.A. Bain., dan Co-authors of the EU-Working Group on Tobacco and Oral Helth. Tobacco and oral disease. British Dental Journal. 2000; 189 (4): 200-206. Reibel, Jesper. Tobacco and oral diseases. Med Princ Pract. 2003; 12 (1): 2132. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2002. World Health Organization. The world oral health report 2003. Geneva, Switzerland: WHO; 2003. Greenberg, Martin S., dan Michael Glick. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th ed. Spanyol: Bc Decker; 2003. Neville, Brad W., dan Terry A Day. Oral cancer and precancerous lesions. Ca A Cancer Journal for Clinicians. 2002; 52 (4): 195-215. Sikdar, Nilabja., Ranjan Rashmi Paul., dan Bidyut Roy. Glutathione stransferase M3 (A/A) as a risk factor for oral cancer and leukoplakia among Indian tobacco smokers. Int J Cancer. 2004; 109: 95-101. Shiu, MN., THH Chang., dan LJ Hahn. Risk factor for leukoplakia and malignant transformation to oral carcinoma: a leukoplakia cohort in Taiwan. British Journal of Cancer. 2000; 82 (11): 1871-1874. Bratic, Bokar Marija., dan Nava Vickovic. Cigarette smoking as a risk factor associated with oral leukoplakia. Archive of Oncology. 2002; 10(2): 67-70. Hashibe, Mia., Rengaswamy Sankaeanarayanan., Gigi Thomas., Binu Kuruvilla., Babu Mathew., Thara Somanathan., Donald Maxwell Parkin., Dan Zuo-Feng Zhang. Alcohol dringking, body mass index and the risk of oral leukoplakia in an Indian population. Int J Cancer. 2000; 88: 129-134.
14.
15.
16. 17. 18.
19. 20.
21. 22. 23. 24.
25. 26.
27.
28.
Amagasa, Teruo., Masashi Yamashiro., dan Hitoshi Ishikawa. Oral leukoplakia related to malignant transformation. Oral Science International. 2006; 3 (2): 4555. Li, Lin., Walter J Psoter., Carmen J Buxo., Augusto Elias., Lumarie Cuadrado., dan Douglas E Morse. Smoking and dringking in relation to oral potentially malignant disorders in puerto rico: a case-control study. BMC Cancer. 2011; 11: 1-8. Banoczy, Jolan., Zeno Gintner., dan Csaba Dombi. Tobaco use and oral leukoplakia. Journal of Dental Education. 2001; 65 (4): 322-327. Creanga, Adrian dan Constanta Romania. Tobacco role in the etiology of precancerous lesions. OHDMBSC. 2002; 2: 32-35. Vázquez- Álvarez, Rocío., Francisca Fernández-González., Pilar Gándara-Vila., Dolores Reboiras-López., Abel García-García., dan José-Manuel Gándara-Rey. Correlation between clinical and pathologic diagnosis in oral leukoplakia in 54 patients. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2010; 15 (6): 832-838. Tim Pustaka Phoenix. Kamus besar bahasa Indonesia. Edisi baru. Jakarta: Media Pustaka Phoenix; 2009. Sutomo, Indah Oktiana., Nindyo Pramono., dan R.A. Antari Innaka. Perlindungan hukum terhadap konsumen rokok di Indonesia. Sosiohumanika. 2003; 16A (3): 643-650. Susanna, Dewi., Budi Hartono., dan Hendra Fauzan. Terapi berhenti merokok (Studi kasus 3 perokok berat). Makara Kesehatan. 2003; 7 (2): 38-41. Karman, Randy., dan P. Tommy Y.S. Suyasa. Stres, perilaku merokok dan tipe kepribadian. Phronesis. 2004; 6 (11): 19-39. Hidayat, Dody., dan Imam Firdaus. Muatan lokal ensiklopedia IPTEK ensiklopedia sains untuk pelajar dan umum. Jakarta: Lentera Abadi; 2007. Handayani, Lina. Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek merokok: studi kasus pada karyawan universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Kesehatan Masyarakat. 2007; 1 (1): 7-12. Suksmerri. Dampak pencemaran logam timah hitam (Pb) terhadap kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2008; 2 (2): 200-202. Ölçücü, Ali dan Harun Ç. Determination of Iron, Copper, Cadmium and Zinc in Some Cigarette Brands in Turkey. International Journal of Science & Technology. 2007; 2(1): 29-32. Martin, Terry. 2012. Cadmium in Cigarettes. (http://quitsmoking.about.com/od/chemicalsinsmoke/p/cadmium.htm, diakses 20 Mei 2012). Kasim, Eddy. Merokok sebagai faktor risiko terjadinya penyakit periodontal. Jurnal Kedokteran Trisakti. 2001; 19 (1): 9-15.
29. 30.
31. 32. 33.
34. 35. 36.
37. 38. 39. 40.
41.
Ruslan, Gupran. Efek merokok terhadap rongga mulut. Cermin Dunia Kedokteran. 1996; 113: 41-43. Vellappally, Sajith., Zdenek Fiala., Jindra Smejkalova., Vimal Jacob., dan Rakesh Somanathan. Smoking relared systemic and oral diseases. Acta Medica. 2007; 50 (3): 161-166. Langlais, Robert P., dan Craig S. Miller. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim. Jakarta: Hipokrates; 1998. Birnbaum, Warren., dan Stephen M. Dunne. Diagnosis kelainan dalam mulut. Jakarta: EGC; 2009. Lynch, Malcolm A., Vernon J. Brightman., dan Martin S. Greenberg. Burket ilmu penyakit mulut diagnosa dan terapi. Edisi kedelapan. Jakarta: Binarupa Aksara; 1993. R. John, Pramod. Textbook of oral medicine. 2nd ed. New Delhi: Jaypee; 2005. Sudiono, Janti. Pemeriksaan patologi untuk diagnosis neoplasma mulut. Jalarta: EGC; 2008. Scully, Crispian., Oslei Paes de Almeida., Jose Bagan., Pedro Diz Dios., dan Adalberto Mosqueda Taylor. Oral medicine and pathology at a glance. Singapura: Wiley Blackwell; 2010. Badan Pusat Statistik Kependudukan. Statistik Kependudukan. Badan Pusat Statistik Kependudukan; 2011. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Sastroasmoro, Sudigdo., dan Sofyan Ismael. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995. Nurcahyani, Fajar Haninda., Nurfitri Bustamam., dan Rachmania Diandini. Hubungan antara kebiasaan merokok dan kejadian hipertensi di layanan kesehatan cuma-cuma Ciputat. Bina Widya. 2011; 22(4): 185-190. Syarbaini. Rokok mengandung unsur radioaktif. Buletin Alara. 2007; 9(1): 4752.