Referat
Ensefalitis pada Anak
Pembimbing : dr. Dewi Iriani, Sp.A Disusun Oleh : Laurence Chandrawan 112014047
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak Periode 14 Desember 2015 s.d. 20 Februari 2016 Rumah Sakit Umum Daerah Koja 2016
BAB I PENDAHULUAN Ensefalitis merupakan proses inflamasi inflamasi pada parenkim otak yang menyebabkan disfungsi serebral, baik bersifat difus atau terlokalisir. Ensefalitis umumnya merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan ensefalitis pasca infeksi, penyakit kronik degeneratif, atau infeksi virus yang berjalan lambat. Meskipun secara primer mengenai parenkim otak, namun selaput meninges biasanya dapat terkena juga (meningoensefalitis).1,2 Infeksi virus merupakan penyebab utama ensefalitis akut, meskipun bakteri, fungi, dan sistem autoimun juga dapat menyebabkan ensefalitis. Virus herpes simpleks (HSV), arbovirus, dan enterovirus merupakan penyebab tersering ensefalitis. Laporan kasus dari seluruh dunia melaporkan insidensi ensefalitis akut bervariasi dari 3,5-7,4/100.000 orang, dan mencapai 16/100.000 pada anak-anak.1-3 Onset ensefalitis akibat virus biasanya akut, dan biasanya didahului dengan gejala prodromal “flu-like” yang tidak spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan abdominal selama beberapa hari. Keluhan ini akan diikuti oleh gejala yang lebih khas seperti letargi yang progresif, perubahan perilaku, dan defisit neurologis.1,4 Terkecuali ensefalitis HSV, VZV, CMV, dan HIV, ensefalitis virus tidak memiliki terapi spesifik. Terapi yang dilakukan bersifat suportif dan seringkali diperlukan perawatan di unit intensif, tatalaksana kejang, deteksi berbagai kelainan elektrolit, dan bila diperlukan tindakan pengontrolan ketat fungsi pernapasan, tindakan penurunan tekanan intrakranial, dan pemeliharaan tekanan perfusi serebral.1
Referat - Ensefalitis | 1
BAB II PEMBAHASAN Definisi Ensefalitis merupakan proses inflamasi inflamasi pada parenkim otak yang menyebabkan disfungsi serebral, baik bersifat difus atau terlokalisir. Ensefalitis umumnya merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan ensefalitis pasca infeksi, penyakit kronik degeneratif, atau infeksi virus yang berjalan lambat. Meskipun secara primer mengenai parenkim otak, namun selaput meninges biasanya dapat terkena juga (meningoensefalitis).1,2 Secara teori, ensefalitis merupakan diagnosis patologis yang hanya bisa dibuat bila sudah ada konfirmasi jaringan (otopsi atau biopsi otak). Tentu saja pengertian ini tidak dapat diterapkan secara praktis. Oleh karena itu, kebanyakkan pasien dapat didiagnosis dengan ensefalitis jika didapatkan manifestasi klinis yang sesuai dan tanda-tanda inflamasi otak, seperti sel-sel inflamatori pada cairan serebrospinal (CSS) atau perubahan pada gambaran otak yang menandakan adanya inflamasi.3 Etiologi Infeksi virus merupakan penyebab utama ensefalitis akut, meskipun bakteri, fungi, dan sistem autoimun juga dapat menyebabkan ensefalitis. Virus herpes simpleks (HSV), arbovirus, dan enterovirus merupakan penyebab tersering ensefalitis. Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) merupakan penyebab penting ensefalitis berat, dan sporadik pada anak-anak dan dewasa, yang biasanya terjadi secara terlokalisir. Virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) merupakan penyebab ensefalitis berat yang terjadi secara difus pada neonatus, yang biasanya mengalami kontak dengan virus dari ibunya melalui jalan lahir.1-4 Arbovirus merupakan agen arthropod-borne, yang
sering
menyebabkan
meningoensefalitis pada musim panas. Nyamuk dan kutu merupakan vektor tersering, yang menyebarkan penyakit ke manusia dan vertebrata lainnya, seperti kuda, setelah menggigit burung atau binatang kecil lainnya yang terinfeksi. Enterovirus merupakan virus RNA kecil, dengan lebih dari 80 serotipe yang teridentifikasi. Tingkat keparahan penyakit yang disebabkan dapat bervariasi, dari yang ringan, dapat sembuh sendiri sampai ensefalitis berat, yang dapat menyebabkan kematian atau sekuele signifikan lainnya.4 HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan salah satu penyebab penting ensefalitis subakut pada anak dan remaja, yang dapat bermanifestasi sebagai demam akut, meskipun lebih sering muncul secara perlahan. Penyebab lain dari ensefalitis adalah virus varicella zooster (VZV), Cytomegalovirus (CMV) virus Eipstein-Barr (EBV), virus campak, virus mumps, dan virus rubella. VZV dapat menyebabkan infeksi sistem saraf pusat (SSP) yang bermanifestasi tersering sebagai ataksia serebelum, dan terberat sebagai ensefalitis akut. Referat - Ensefalitis | 2
Infeksi CMV pada SSP dapat merupakan infeksi kongenital atau penyakit yang didapat pada host yang mengalami imunokompromis. Infeksi CMV tidak menyebabkan meningoensefalitis pada bayi dan anak-anak normal. Virus mumps merupakan patogen yang sering ditemukan pada daerah dimana vaksin mumps tidak banyak digunakan. Meningoensefalitis yang disebabkan oleh mumps biasanya ringan, namun ketulian dapat terjadi sebagai akibat kerusakan pada saraf kranial ke-8. Japanese encephalitis virus (JEV) merupakan penyebab ensefalitis virus terbanyak di Asia. Ensefalitis akibat JEV merupakan penyakit musiman, yang sering terjadi pada daerah hangat di bulan Juni sampai September.1-4 Bakteri yang sering berhubungan dengan ensefalitis di Eropa adalah M. tuberculosis, Listeria monocytogenes, dan Mycoplasma pneumoniae, serta spesies Borrelia dan Rickettsia. Parasit dan fungi jarang menjadi penyebab ensefalitis, dan biasanya mengenai pasien imunokompromis. Balamuthia mandrillaris dan Baylisascaris procyonis diidentifikasi sebagai parasit penyebab ensefalitis. Cryptococcus neoformans dan Coccidioides immitis merupakan fungi penyebab ensefalitis utama. Sebuah surveilans mengenai meningitis dan ensefalitis di Eropa melaporkan C. neoformans sebagai fungi penyebab utama dan spesies Acanthamoeba, Toxoplasma gondii, dan spesies Naegleria sebagai parasit penyebab utama. Penyebab non-infeksius pada ensefalitis adalah proses demielinisasi pada ensefalomielitis disseminata akut (acute disseminated encephalomyelitis, ADEM). ADEM adalah berkembangnya berbagai manifestasi klinis neurologis secara tiba-tiba yang berkaitan dengan proses inflamasi, penyakit demielinisasi otak, dan sumsum tulang belakang. ADEM umumnya terjadi setelah seorang anak terjangkit infeksi virus seperti campak dan cacar air, atau vaksinasi, dan memiliki manifestasi klinis menyerupai multiple sclerosis.1,2 Tabel 1. Virus Penyebab Ensefalitis1 Acute Adenovirus Arbovirus Amerika Utara Eastern equine encephalitis Western equine encephalitis St. Louis encephalitis California encephalitis West Nile encephalitis Colorado tick fever Diluar kawasan Amerika Utara Venezuelan equine encephalitis Japanese encephalitis Tick-borne encephalitis Murray Valley encephalitis Enterovirus Herpesvirus
Frekuensi* Jarang
Jarang
Referat - Ensefalitis | 3
Virus herpes simpleks Virus Eipstein-Barr Cytomegalovirus (kongenital) Virus Varicella-Zooster Human herpesvirus-6 Human herpesvirus-7 Virus influenza Virus koriomeningitis limfositik Virus campak (alami ataupun vaksin) Virus mumps (alami ataupun vaksin) Virus rabies Virus rubella *Frekuensi kejadian ensefalitis sebagai komponen infeksi
Sering Jarang Sangat jarang Jarang Jarang Sangat jarang Jarang Jarang Jarang Sering Sering Jarang
Epidemiologi Laporan kasus dari seluruh dunia melaporkan insidensi ensefalitis akut bervariasi dari 3,5-7,4/100.000 orang, dan mencapai 16/100.000 pada anak-anak. Ensefalitis arbovirus dan enterovirus memiliki karakteristik timbul sebagai kelompok kejadian atau sebagai epidemi pada pertengahan musim panas sampai awal musim gugur, walaupun beberapa kasus ensefalitis enterovirus dapat terjadi secara sporadik sepanjang tahun. Herpesvirus dan agen infeksius lainnya juga dapat menyebabkan terjadinya kasus ensefalitis sporadis sepanjang tahun.1,3 Insidens terjadinya ensefalitis arbovirus cenderung terbatas pada wilayah geografis tertentu. Hal ini merefleksikan reservoir dan vektor nyamuk. Virus ensefalitis St. Louis tersebar di Amerika Serikat pada burung-burung, virus ensefalitis California yang timbul di bagian barat Amerika Serikat dibawa oleh hewan pengerat serta disebarkan oleh nyamuk. Virus ensefalitis Eastern Equine tersebar pada burung-burung, terbatas di wilayah pantai timur Amerika Serikat. Virus ensefalitis Western Equine terdapat pada burung-burung di daerah barat dan barat tengah Amerika Serikat.1 Infeksi virus West Nile tersebar di seluruh dunia dan menyebabkan wabah ensefalitis musim panas di area Amerika Utara. Vektor utama virus West Nile adalah nyamuk Culex pipiens, tetapi virus tersebut dapat diisolasi pada berbagai varian nyamuk Culex dan Aedes. Berbagai burung juga dapat berperan sebagai reservoir virus West Nile.1 Ensefalitis VZV jarang terjadi, dengan insidensi 1 di antara 2000 orang yang terkena ensefalitis. Virus measles menyebabkan 2 bentuk ensefalitis, yaitu post infectious encephalomyelitis (PIE), yang terjadi pada 1 dari 1000 orang yang terkena ensefalitis dan subacute scleroting panencephalitis (SSPE), yang terjadi pada 1 dari 100.000 pasien yang terkena ensefalitis. JEV, yang terjadi di Jepang, Asia Tenggara, Cina, dan India merupakan virus penyebab ensefalitis tersering diluar Amerika Serikat.2
Referat - Ensefalitis | 4
Patofisiologi Cara masuk virus spesifik tergantung virusnya. Banyak virus yang ditransmisikan antar manusia, meskipun pada banyak kasus ensefalitis HSV dipikirkan sebagai reaktivasi virus yang dorman di ganglion trigeminus. Nyamuk dan kutu menyebarkan arbovirus, dan virus rabies ditransmisikan melalui gigitan binatang yang terinfeksi atau terekspos terhadap sekresi binatang tersebut.2,3 Secara umum, virus bereplikasi di luar SSP dan masuk ke SSP baik melalui penyebaran secara hematogen (pada arbovirus dan enterovirus) atau dengan berjalan sepanjang jalur saraf (seperti virus rabies, HSV, dan VZV). Patofisiologi pada infeksi virus lambat, seperti pada SSPE yang disebabkan oleh virus measles masih belum dimengerti sepenuhnya.2,3 Ketika sudah melalui sawar darah-otak, virus masuk ke neuron sel. Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung atau destruksi jaringan neuron oleh virus yang aktif bermultiplikasi atau oleh reaksi host terhadap antigen virus. Jaringan otak yang terkena biasanya dikarakterisasikan dengan adanya kongesti meningeal dan infiltrasi sel mononuclear, timbunan sel plasma dan limfosit di perivaskular, nekrosis beberapa jaringan perivaskular dengan mielin yang terputus, serta gangguan neuronal pada berbagai tingkat, mencakup neuronofagia, dan proliferasi epitel atau nekrosis.2,4 Patogenesis ensefalitis virus seringkali merupakan campuran sitopatologi virus langsung dengan respons inflamasi parainfeksius atau postinfeksius atau respons yang dimediasi sistem imun. Pada kebanyakkan virus, parenkim otak dan sel neuronal terinfeksi secara primer, namun pada beberapa virus, pembuluh darah dapat terserang, menyebabkan adanya komponen vaskulitis. Proses demielinisasi yang menyertai infeksi juga dapat terjadi.3 Lokasi regional yang berhubungan dengan beberapa virus disebabkan oleh reseptor membran sel neuron yang ditemukan pada lokasi spesifik pada otak. Sebagai contohnya, predileksi HSV pada lobus lobus temporal pars medial dan pars inferior, namun terkadang dapat juga mengenai lobus frontal atau parietal sebagai akibat dari proses demielinisasi.2-4 Berbeda dengan virus yang langsung mengenai substansia grisea, ADEM dan PIE, yang biasanya disebabkan oleh infeksi measles, dan berhubungan dengan infeksi EBV dan CMV, merupakan proses yang dimediasi sistem imun yang menyebabkan demielinisasi multifokal di sekeliling vena pada substansia alba.2 Manifestasi Klinis Onset ensefalitis akibat virus biasanya akut, dan biasanya didahului dengan gejala prodromal “flu-like” yang tidak spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan abdominal selama beberapa hari. Keluhan ini akan diikuti oleh gejala yang lebih khas seperti letargi yang progresif, perubahan perilaku, dan defisit neurologis. Referat - Ensefalitis | 5
Manifestasi klinis yang biasanya terlihat pada anak yang lebih tua adalah sakit kepala dan hiperestesia, dan pada bayi biasanya iritabilitas dan letargi. Sakit kepala biasanya sering pada daerah frontal atau pada seluruh kepala. Pada adolesen seringkali mengeluhkan adanya nyeri retrobulbar. Demam, mual dan muntah, fotofobia, dan nyeri pada leher, punggung, dan kaki biasa terjadi. Seiring dengan meningkatnya suhu tubuh, dapat ditemukan gangguan kesadaran, yang dapat berlanjut sampai stupor, disertai dengan gerakan tidak terkendali dan kejang.1-4 Ensefalitis WNV mengakibatkan penyakit dengan spektrum klinis yang lebar, dari asimptomatis sampai menimbulkan kematian. WNV dan enterovirus non-polio dapat menyebabkan cedera pada kornu anterior dan paralisis flaksida. Gejala klinis yang khas pada ensefalitis WNV adalah manifestasi ekstraneurologis seperti demam, ruam, artralgia, limfadenopati, keluhan gastrointestinal, dan konjungtivitis.3,4 Pemeriksaan Fisik Secara umum, penemuan penting pada pemeriksaan fisik anak dengan ensefalitis mencakup tanda-tanda meningism (fontanella yang menonjol pada bayi dan kekakuan leher atau tanda Kernig positif pada anak yang lebih tua). Namun, tanda-tanda ini tidak spesifik terhadap ensefalitis. Penting juga untuk secara cepat menilai tingkat koma dan melihat tandatanda neurologis abnormal yang memberikan petunjuk adanya peningkatan tekanan intrakranial, yang mencakup skor koma rendah, peningkatan tekanan darah, bradikardia, respons pupil abnormal, fleksi abnormal, atau ekstensi terhadap stimulus nyeri, pola napas yang terganggu dan papilloedema.3 Anak dengan ensefalitis juga dapat mengalami kejang ringan, yang penting untuk segera dikenali. Gagal mengontrol kejang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, peningkatan aktivitas metabolisme, asidosis, dan vasodilatasi. Tanda-tanda kejang yang disebabkan oleh ensefalitis mencakup deviasi mata tonik, nistagmus, atau pergerakan klonik wajah atau anggota gerak atau adanya gangguan paroksismal denyut jantung atau tanda-tanda vital lainnya.3 Secara jarang, anak dengan ensefalitis dapat mengalami gangguan pergerakan, yang mencakup chorea atau diskinesia lainnya. Untuk anak-anak ini, penting dipikirkan virus penyebab yang memiliki predileksi untuk menginfeksi basal ganglia, seperti arbovirus (JEV atau WNV).3 Pemeriksaan Penunjang Meskipun bakteri, fungi, dan kelainan autoimun dapat menyebabkan ensefalitis, kebanyakkan kasus disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan adanya limfositosis pada ensefalitis akibat virus. Diagnosis ensefalitis virus ditunjang oleh Referat - Ensefalitis | 6
pemeriksaan CSS yang biasanya menunjukkan pleositosis limfositik, sedikit peningkatan kadar protein CSS, dan kadar glukosa CSS yang normal. Adanya eosinofil pada CSS menunjukkan adanya infeksi cacing, toxoplasma, Rickettsiae rickettsiii, atau M. pneumoniae. Penurunan konsentrasi glukosa pada CSS menunjukkan bakteri, fungi, atau protozoa sebagai penyebab ensefalitis.1,3,4
Referat - Ensefalitis | 7
Tabel 2. Temuan CSS pada Berbagai Infeksi5
Pemeriksaan lain yang memiliki nilai potensial untuk mengevaluasi pasien yang diduga mengalami meningoensefalitis virus mencakup elektroensefalogram (EEG) dan pencitraan otak. EEG merupakan metode pemeriksaan definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang yang lambat dan difus, walaupun dapat juga ditemukan kelainan fokal. Pemeriksaan pencitraan otak dapat menunjukkan hasil normal, pembengkakkan parenkim otak secara difus, atau abnormalitas fokal lainnya. Adanya fokus lesi di lobus temporal pada EEG atau pencitraan, merupakan karakteristik infeksi HSV.1,4 Kultur darah dapat mendeteksi bakteri atau fungi. Penemuan klinis yang spesifik harus disertai sampling dari tempat lain, seperti nasofaring, urin, feses dan tenggorokan. Swab tenggorokan yang mengandung virus mengidentifikasikan virus respiratori, measles atau enterovirus (kultur, PCR atau immunofluorescence), sedangkan aspirat nasofaring dapat digunakan untuk mendeteksi virus respiratori (influenza A, parainfluenza, adenovirus) menggunakan PCR, deteksi antigen atau kultur. Chlamydophila pneumoniae dan M. pneumoniae dapat juga dideteksi menggunakan PCR swab tenggorokan. Pemeriksaan feses dapat mengidentifikasi infeksi enterovirus, virus mumps atau virus measles melalui PCR atau kultur. Jika terdapat vesikel, swab virus harus diambil dari vesikel untuk mendeteksi VZV atau HSV menggunakan immunofluorescence atau PCR. Biopsi kulit atau lesi lain juga dapat dipikirkan. Urin dapat dikultur untuk CMV, virus mumps atau virus measles.1-5 Pemeriksaan serologis dapat berguna untuk mengidentifikasi beberapa penyebab ensefalitis. Antibodi IgM serum dan CSS atau peningkatan konsentrasi IgG dapat mengidentifikasi infeksi HSV, VZV, CMV, EBV, adenovirus, virus influenza A dan B, parainfluenza, enterovirus, rotavirus, M. pneumoniae, dan arbovirus. Reaktivitas silang serologis di antara flavivirus (JEV, ensefalitis St.Louis, WNV) mempersulit diagnosis.1,4 Gold standard untuk menegakkan diagnosis ensefalitis adalah identifikasi agen infeksius pada jaringan otak (biopsi otak). Pemeriksaan ini jarang dilakukan, namun berguna untuk mengetahui kelainan pada pasien dengan kelainan neurologis fokal. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada ensefalopati berat yang tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis dan diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan. Biopsi otak dapat membantu untuk mengidentifikasi
Referat - Ensefalitis | 8
infeksi arbovirus dan enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non infeksius, terutama penyakit akibat vaskulopati di SSP dan keganasan.1,3
Gambar 1. Algoritma Investigasi Ensefalitis
Referat - Ensefalitis | 9
Gambar 2. Lanjutan Algoritma Investigasi Ensefalitis
Referat - Ensefalitis | 10
Penatalaksanaan Terkecuali ensefalitis HSV, VZV, CMV, dan HIV, ensefalitis virus tidak memiliki terapi spesifik. Terapi yang dilakukan bersifat suportif dan seringkali diperlukan perawatan di unit intensif, tatalaksana kejang, deteksi berbagai kelainan elektrolit, dan bila diperlukan tindakan pengontrolan ketat fungsi pernapasan, tindakan penurunan tekanan intrakranial, dan pemeliharaan tekanan perfusi serebral. Penyakit ringan hanya memerlukan terapi simptomatik. Sakit kepala dan hiperestesia diterapi dengan istirahat, analgesik non-aspirin, dan
pengurangan
cahaya,
bising,
dan
keramaian
pada
ruangan.
Asetaminofen
direkomendasikan untuk demam. Agen opioid dan pengobatan untuk mengurangi nausea dapat
berguna,
namun
bila
memungkinkan,
penggunaan
pada
anak-anak
harus
diminimalisasikan karena dapat membuat tanda dan gejala menjadi samar. Pemberian cairan intravena dapat dibutuhkan karena intake oral yang buruk. Diuretik dapat diberikan pada pasien dengan hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial. Benzodiazepin dapat digunakan untuk mengobati kejang yang berhubungan dengan ensefalitis.1,2,4 Pemberian asiklovir intravena merupakan terapi pilihan untuk ensefalitis HSV dan VZV. Infeksi CMV diterapi dengan menggunakan gansiklovir. Infeksi HIV dapat diterapi dengan menggunakan kombinasi agen antiretroviral. Infeksi M. pneumoniae dapat diberikan doksisiklin, eritromisin, azitromisin, atau klaritromisin, walaupun manfaat klinis pengobatan ensefalitis mikoplasma masih tidak jelas.1,3,4 Pada kasus ADEM dan PIE diberikan kortikosteroid intravena dosis tinggi. Belum dapat dijelaskan apakah perbaikan klinis terjadi akibat pemberian kortikosteroid pada kasus ADEM ringan (yang dikenali melalui pemeriksaan MRI), lebih sedikitnya kasus ADEM berat yang disebabkan campak, atau pengaruh peningkatan perawatan suportif.1,3 Prognosis Tindakan suportif dan rehabilitatif sangat penting setelah pasien sembuh dari fase akut. Pada pasien yang bertahan hidup, gejala umumnya membaik beberapa hari sampai 2-3 minggu. Inkoordinasi motorik, gangguan konvulsi, ketulian total atau sebagian, dan gangguan perilaku dapat menyertai infeksi SSP. Gangguan penglihatan akibat korioretinopati dan ambliopia juga dapat terjadi. Sekuele ringan dari infeksi dapat terjadi pasca infeksi. Oleh karena itu, evaluasi neurodevelopmental dan audiologi harus menjadi follow up rutin pada anak yang sembuh dari meningoensefalitis virus.1,2,4 Kebanyakkan anak sembuh sempurna dari infeksi virus pada SSP, meskipun prognosis bergantung pada tingkat keparahan klinis, organisme penyebab spesifik, status imunitas pasien, gangguan neurologis sebelumnya, dan usia anak (usia <1 tahun memiliki prognosis yang lebih buruk). Jika gejala klinis berat dan terdapat keterlibatan parenkim Referat - Ensefalitis | 11
substansial, prognosis menjadi lebih buruk, dengan defisit potensial pada intelektual, motorik, psikiatrik, epileptik, visual, dan audiologi.2,4 Ensefalitis HSV yang tidak diobati memiliki tingkat mortilitas 50-75%, dan pasien yang dapat sembuh meskipun tidak diobati, atau terlambat diobati memiliki disabilitas motorik dan mental jangka panjang. Mortalitas pada ensefalitis HSV sekitar 20%, dan outcome berhubungan dengan disabilitas yang terdapat pada saat pertama kali diterapi dengan asiklovir. Sekitar 40% pasien yang sembuh memiliki gangguan belajar, gangguan memori, kelanan neuropsikiatrik, epilepsi, defisit kontrol motor halus dan disartria ringan sampai berat.2 Outcome pada ensefalitis arbovirus JE dan EEE katastropik, serupa dengan ensefalits HSV yang tidak diobati, dengan mortalitas tinggi dan morbiditas berat, mencakup retardasi mental, hemiplegia, dan kejang. Arbovirus lainnya menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih ringan. WEE berhubungan dengan tingkat mortilitas dan morbiditas yang lebih rendah, meskipun dapat juga terjadi keterlambatan developmental, kelainan kejang, dan paralisis pada anak-anak.2 PIE yang disebabkan oleh measles berhubungan dengan tingkat mortalitas yang mencapai 40%, dengan tingkat sekuele neurologis yang tinggi pada pasien yang sembuh. SSPE biasanya fatal. Ensefalitis VZV memiliki tingkat mortalitas 15% pada pasien imunokompeten, dan 100% pada pasien imunokompromis. Mortalitas ensefalitis EBV sekitar 8%, dengan tingkat morbiditas berat pada sekitar 12% pasien sembuh. Ensefalitis rabies dan ADEM 100% fatal, meskipun ada sedikit pasien yang dapat sembuh pada literatur. Insidensi terjadinya relaps ADEM sekitar 14%, umumnya timbul dalam waktu 1 tahun dengan manifestasi klinis yang sama maupun dengan manifestasi klinis baru.1,2 Pencegahan Penggunaan vaksin virus yang efektif untuk polio, measles, mumps, rubella, dan varicella hampir mengeliminasi semua komplikasi SSP di Amerika Serikat. Ketersediaan program vaksin rabies, dan post-paparan mengurangi frekuensi terjadinya ensefalitis rabies. Kontrol ensefalitis akibat arbovirus kurang berhasil karena tidak adanya vaksin spesifik terhadap arbovirus. Pencegahan terbaik untuk ensefalitis arbovirus adalah dengan menghindari gigitan nyamuk atau kutu.1,4 Tidak ada tindakan spesifik untuk pencegahan ensefalitis HSV, kecuali tindakan operasi bedah caesar pada ibu dengan lesi genital aktif. Ensefalitis influenza dapat dicegah dengan pemberian vaksin influenza.1,4
Referat - Ensefalitis | 12
BAB III KESIMPULAN Ensefalitis merupakan proses inflamasi inflamasi pada parenkim otak yang menyebabkan disfungsi serebral, baik bersifat difus atau terlokalisir. Ensefalitis umumnya merupakan proses akut, tetapi dapat pula merupakan ensefalitis pasca infeksi, penyakit kronik degeneratif, atau infeksi virus yang berjalan lambat. Meskipun secara primer mengenai parenkim otak, namun selaput meninges biasanya dapat terkena juga (meningoensefalitis).1,2 Infeksi virus merupakan penyebab utama ensefalitis akut, meskipun infeksi bakteri, fungi atau sistem auto imun juga dapat menyebabkan ensefalitis. Dengan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai maka diagnosis ensefalitis dapat ditegakkan. Terapi terhadap ensefalitis tergantung dari agen etiologinya, meskipun kadang-kadang hanya dapat dilakukan tindakan suportif atau terapi simptomatik.
Referat - Ensefalitis | 13
Daftar Pustaka 1. Lewis DW. Ensefalitis. Dalam: Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE (ed). Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Ed 6. Singapura: Elsevier; 2014. h 746-8. 2. Howes
DS.
Encephalitis.
12
Oktober
2015.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/791896-overview#a1, 7 Januari 2016. 3. Thompson C, Kneen R, Riordan A, Kelly D. Pollard AJ. Encephalitis in children. Arch Dis Child. 2012; 97(2): 150-161. 4. Prober CG, Srinivas SN. Viral meningoencephalitis. In: Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF (ed). Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p 2946-8. 5. Infeksi sistem saraf pusat. Dalam: Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2006. h 362-3.
Referat - Ensefalitis | 14