LAPORAN TUTORIAL MODUL 2 NYERI EXTERMITAS “HERNIASI NUKLEUS PULPOSUS” BLOK MUSCULOSKELETAL
Disusun Oleh Nama
: Dewi Sartika Muliadi
Stambuk
: 11-777-038
Kelompok
: V (Lima)
Pembimbing
: dr. Jenny Sampe, Sp.S dr. dr. Machyono
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2012
3
BAB I PENDAHULUAN
1. Skenario
seorang laki-laki berumur 39 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada bokong yang menjalar ke bagian posterolateral paha, tungkai bawah dan tumit. Hal ini dirasakan sejak 5 hari yang lalu setelah penderita mengangkat barang berat di kantor. Nyeri ini bertambah berat bila penderita duduk dan berkurang bila penderita berdiri atau berjalan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan sensoris pada sisi lateral tungkai bawah dan kaki serta 3 jari lateral kaki kanan. Reflex Achilles juga menurun.
2. Kata Ku Kunci
1. Laki-laki umur 39 tahun 2. Nyeri bokong yang menjalar ke posterolateral 3. Reflex achilles menurun 4. Nyeri sejak lima hari lalu 5. Nyeri setelah setelah mengangkat barang yang berat 6. Penurunan Penurunan sensoris sensoris pada pada sisi latera laterall tungkai bawah bawah dan 3 jari jari kaki lateral
kanan
7. Nyeri bertambah berat saat duduk dan berkurang saat berdiri
3. Pertan tanyaan
1. Jelaskan Jelaskan anatomi anatomi dari Os.Vert Os.Vertebral ebralis,me is,medula dula spinalis spinalis dan dan topografi topografi saraf saraf ekstremitas inferior ! 2. Mengapah Mengapah nyeri bertambah bertambah berat berat saat duduk dan dan berkurang berkurang saat berjalan berjalan atau berdiri ? 4
3. Mengapah refleks achilles menurun ? 4. Mengapah terjadi nyeri pada bokong dan menjalar ke bagian posterolateral paha,tungkai bawah dan tumit ? 5. Jenis-jenis pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan ? 6. Bagaimana hubungan aktivitas penderita dengan gejala-gejala pada skenario ? 7. Bagaimana fisiologi nyeri ? 8. Apa saja DD dari skenario ?
5
MINDMAP
Defenisi
Mekanisme
NYERI
Non medikamentosa
Durasi penatalaksaaan
klasifikasi Asal nyeri
medikamentosa
Spondilo listesis
Spondi losis
DD
Defenisi
Pemfis
Diagnosis
Epidemiologi
Penun jang
Patofisiologi
Etiologi
Penatalak sanaan
Klasifikasi
Anamne sis
Konser vatif
HNP
Non medika mentosa Medika mentosa
6
BAB II PEMBAHASAN
1.1.
Definisi
Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) adalah protrusi nukleus pulposus bersama dengan beberapa bagian annulus ke dalam kanalis vertebralis akibat degenerasi annulus fibrosus diskus intervertebralis. Akibat herniasi tersebut saraf spinal menjadi tertekan menyebabkan nyeri yang menjalar sepanjang dermatom saraf yang terkena.
1.2.
Faktor Resiko
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis, merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor psikososial. Pada laki-laki resiko nyeri pinggang meningkat sampai usia 50 tahun kemudian menurun, tetapi pada wanita tetap terus meningkat. Peningkatan insiden pada wanita berusia lebih dari 50 tahun kemungkinan berkaitan dengan osteoporosis.
1.3.
Insidens
Nyeri pinggang bawah paling banyak dijumpai pada golongan usia 40 tahun dengan jumlah penderita wanita dan laki-laki sama banyaknya. Secara keseluruhan, nyeri pinggang bawah merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49 %). Pada negara maju prevalensi orang terkena nyeri pinggang bawah adalah sekitar 70-80 %. Nyeri pinggang bawah merupakan penyebab terbanyak mengapa seseorang menjadi tidak dapat bekerja. Herniasi Nukleus Pulposus paling sering terjadi pada pria dewasa dengan insidens puncak pada dekade ke-4 dan ke-5. Kelainan ini lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan mengangkat.
1.4.
Patofisiologi 7
Perubahan discus dan
ligamen intervertebral sebagai akibat dari proses
penuaan (degenerasi) dan mungkin tambahan adanya trauma minor mulai terjadi pada tahap pertama dari dekade ketiga. Deposisi kolagen dan elastin serta perubahan glikosaminoglikan menurunkan kandungan air nukleus pulposus, bersamaan dengan end plate kartilago yang kurang vaskular (Hassler). Discus yang mengalami pengurangan kandungan air menjadi tipis dan lebih rapuh. Perubahan serupa terjadi pada anulus discus, yang menjadi longgar seiring dengan perjalanan waktu, yang memungkinkan nukleus pulposus menonjol dan dengan adanya cedera dapat mengalami ekstrusi. Discus yang mengalami proses degeneratif biasanya mengandung kadar sulfation dan kondroitin yang rendah. Perubahan vaskularisasi terjadi pada discus yang mengalami proses degeneratif dimana anastomosis berkurang pada permukaan anterolateral. Ketika tekanan intradiscus meningkat, discus yang mengalami proses degeneratif akan mengalami herniasi pada tekanan yang lebih rendah dibandingkan discus normal. Discus yang mengalami degenerasi mengandung konsentrasi fibronectin yang lebih tinggi dari normal, yang biasanya meningkat sebagai respon terhadap trauma. Hal ini berarti ada peningkatan aktivitas proteolitik. Selain itu, discus yang mengalami herniasi juga menginduksi respon inflamasi, dimana dijumpai makrofag pada herniasi akut maupun kronis.
1.5.
Gejala Klinis
Gejala klinis HNP berupa : 1. Nyeri pada regio sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, dan kadang-kadang betis dan kaki 2. Kekakuan atau postur spinal yang tidak biasa 3. Kombinasi parestesia, kelemahan, dan gangguan refleks 8
Nyeri pada HNP bervariasi mulai nyeri ringan hingga nyeri seperti ditusuk pisau yang menjalar di sepanjang tungkai. Pada nyeri yang sangat berat biasanya penderita menolak untuk tidur, dan tidak dapat mentoleransi batuk, bersin, atau peregangan. Biasanya penderita merasa nyaman dengan posisi berbaring dengan tungkai fleksi pada lutut dan pinggang, serta bahu dinaikkan ke bantal. Tes Lasegue, dimana terjadi elongasi akar saraf dengan fleksi tungkai pada sendi pinggang dan ekstensi pada sendi lutut merupakan salah satu tes yang paling sering memicu nyeri. Tanda kompresi saraf spinal yang berat termasuk gangguan sensasi, hilangnya refleks tendon, dan kelemahan otot. Hipotonus pada bokong dan betis sering dijumpai pada pemeriksaan fisik, dan refleks tendon Achilles menurun. Parestesia sering dirasakan pada tungkai biasanya pada bagian kaki. Prostrusi discus sentral yang sangat besar dapat menekan kauda equina menimbulkan sindrom berupa nyeri pinggang bawah, sciatic pain, paraparesis tidak komplit, hilangnya refleks patella, serta retensi dan inkontinensia urin.
Gambar 2.1 Herniasi Diskus pada Kanal Spinal
9
1.6.
Diagnosis
A. Anamnesis Dalam membuat diagnosis HNP harus diperhatikan juga kemungkinan lain yang dapat menyebabkan keluhan nyeri pinggang (back pain). Terdapat beberapa tipe nyeri yang sering menjadi keluhan penderita nyeri pinggang yaitu : 1. Nyeri lokal yang disebabkan regangan struktur yang peka nyeri dan menekan atau mengiriritasi hujung saraf sensoris. Nyeri biasanya terlokalisasi di tempat yang terkena. 2. Nyeri yang menjalar ke pinggang mungkin berasal dari visera abdomen atau pelvis. Pada awalnya nyeri hanya dirasakan di abdomen atau pelvis kemudian diikuti dengan nyeri pinggang dan tidak dipengaruhi oleh postur tubuh. 3. Nyeri yang berasal dari tulang belakang biasanya terlokalisasi di pinggang atau dapat menjalar ke bokong atau kaki. Nyeri yang menjalar sesuai dengan lokasi dermatom. 4. Nyeri radikular tipikal dengan nyeri yang tajam dan menjalar dari tulang belakang ke daerah yang dipersarafi. Batuk, bersin atau kontraksi otot volunteer akan memperberat nyeri. 5. Nyeri yang berhubungan spasme otot biasanya berkaitan dengan kelainan tulung belakang. Spasme diikuti dengan postur yang abnormal , otot taut paraspinal dan nyeri tumpul. Nyeri yang disebabkan oleh HNP adalah nyeri yang terlokalisasi dan dapat menjalar sesuai dengan daerah yang dipersarafi .
B. Pemeriksaan fisik Pada palpasi pemeriksa harus memeriksa dari kepala sampai kaki untuk mengeliminasi penyebab yang lain. Pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan1
10
i. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya. ii. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris. iii. Pemeriksaan reflex : Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.
iv. Test Laseque
Tanda Laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler.
Test Laseque (+), makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya.
11
Adanya tanda Laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-S1 daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif pada 73,3% penderita. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Karena tanda Laseque tidak patognomonis untuk suatu HNP, maka bila tidak dijumpai pada seseorang yang umurnya kurang dari 30 tahun dengan sangat mungkin akan menyingkirkan diagnosis HNP.
v. Test Laseque Silang (Cross Laseque)
dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral timbul rasa sakit dan menunjukkan adanya HNP.
Gambar 2.2 Cara pemeriksaan test laseque
vi. Test Naffzigger
Dengan menekan pada kedua vena jugularis dan menyuruh pasien mengejan,tekanan
intracranial
dan
tekanan
intratekal
akan 12
meningkat. Provokasi ini menyebabkan iritasi terhadap radiks diperkuat sehingga timbul rasa sakit.
vii. Test Valsava Pasien diminta mengejan atau batuk dan dikatakan tes positif bila timbul nyeri.
1.7.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosa HNP adalah A. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal. B. Pemeriksaan Radiologis : i. Foto rontgen biasa ( plain photos) 2.3 Foto Polos PadaGambar foto polossering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan
ruangan
intervertebral
kadang-
kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu
skoliosis
akibat
spasme otot paravertebral. Seringkali X-ray merupakan penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri pinggang, dan biasanya dilakukan sebelum melakukan
tes
penunjang
lain
.Foto X-ray
dilakukan
pada
posisi
anteroposterior (AP ), lateral, dan bila perlu oblique kanan dan kiri. 13
ii. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan untuk pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan ekstemitas. Gambar CT-scan seperti gambaran X-ray 3 dimensi.2
iii. CT mielografi Mielografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis spinal. Myelografi merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang berwarna medium disuntikan ke kanalis spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambar X-ray. Mielogram digunakan untuk
diagnosa
pada
penyakit
yang
berhubungan
dengan
diskus
intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk abses spinal.
Gambar 2.4 Potongan Axial L 5 Pada CT Myelografi
14
iv. MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila:
vertebra dan level neurologis belum jelas
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak mempunyai efek radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang secara sebagian sesuai dengan yang dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan diskus intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya pada pinggang.
Menurut gradasinya, herniasi dari nukleus pulposus yang terjadi terbagi atas:
Protruded intervertebral disc, dimana nukleus terlihat menonjol ke suatu arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.
Prolapsed intervertebral disc, dimana nukleus berpindah tetapi masih tetap dalam lingkaran anulus fibrosus.
Ekstruded intervertebral disc, dimana nukleus keluar dari anulus fibrosus dan berada di bawah ligamen longitudinalis posterior.
Sequestrated intervertebral disc, dimana nukleus telah menembus ligamen longitudinalis posterior.
15
Gambar 2.5 Derajat Gradasi dari Herniasi Nukleus Pulposus
Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.2
16
Gambar 2.6 Gambaran Potongan Sagital pada MRI
17
Gambar 2.7 Potongan Axial pada MRI
Gambar 2.8 Sequestration Disc pada L 5-S1
18
Gambar 2.9 Potongan Axial & Potongan Sagital L 5, Herniasi Diskus menekan Thecal Sac
19
Gambar 2.10 Extruded Intervertebralis Disc pada L 5
v. Diskografi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suatu zat kontras ke dalam nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi. Dengan adanya MRI maka pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasif.
C. Pemeriksaan neurofisiologi i. Elektromiografi (EMG) : Dalam
bidang
neurologi,
maka
pemeriksaan
elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG adalah suatu pemeriksaan yang non-invasif Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :
Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks
20
Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer
Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks
EMG lebih sensitif dilakukan pada waktu minimal 10-14 hari setelah onset defisit neurologis, dan dapat menunjukkan tentang kelainan berupa radikulopati, fleksopati ataupun neuropati.
ii. Elektroneurografi (ENG) Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik (Nerve Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari refleks dengan masa laten panjang seperti F-wave dan Hreflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadangkadang bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga bila ada neuropati secara bersamaan.
D. Pungsi Lumbal (LP) : LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit meninggi sampai du a kali level normal.
1.8.
Diagnosis Banding
Hernia Nukleus Pulposus dapat didiagnosis banding dengan
Back strain Merupakan nyeri pinggang yang ringan dan dapat sembuh sendiri di mana ia berhubungan dengan aktifitas mengangkat benda berat, terjatuh atau deselerasi yang mendadak misalnya kecelakaan kenderaan. Biasanya nyeri terlokalisasi di pinggang dan tidak ada penjalaran ke bokong atau tungkai bawah.
Lumbar spinal stenosis berarti menyempitnya kanal spinalis di daerah lumbar. Pada kondisi yang parah, terjadi klaudikasi di mana nyeri diperberat dengan 21
aktivitas berjalan atau berdiri dan berkurang apabila duduk. Stenosis spinal adalah kelainan congenital yang
berhubungan dengan penyempitan kanal
spinalis yang terjadi pada segolongan penderita nyeri pinggang.
Osteoporosis adalah penyakit metabolic tulang yang ditandai oleh kepadatan dan kekuatan tulang yang semakin berkurang. Tulang pinggul dan tulang belakang yang poros bisa fraktur akibat tubuh gagal memhasilkan tulang baru atau mengabsropsi tulang terlalu banyak. Wanita empat kali lebih rentan mendapat osteoporosis benrbanding laki-laki. Wanita Kaukasia lebih beresiko berbanding wanita di Negara membangun.
Ankylosing spondilitis adalah penyakit aritis spinal yang biasanya menyerang bagian pinggang dan bokong. Penderita biasanya laki-laki, usia kurang 40 tahun. Ia berhubungan dengan nyeri pinggang pada pagi hari, nyeri di malam hari, nyeri tidak hilang dengan istirahat, meningkatnya LED dan antigen HLA-B27. Onset usia muda dan nyeri pinggang berkurang dengan latihan adalah karekteristik pada ankylosing spondilitis.
Penyakit
Back strain
Acute disc herniatio n
Osteoartit is atau stenosis spinal
Usia
Lokasi nyeri
Kualitas nyeri
20-40 tahun
Pinggang bawah,bokon g, posterior paha
Nyeri,spasme
30-50 tahun
Pinggang bawahtungkai bawah
Nyeri tajam,menyucuk,terb akar,kebas di kaki
>50 tahun
Pinggang bawah – tungkai bawah,bilater al
Nyeri menyucuk
Factor yang memperberat atau mengurangka n nyeri Diperberat dengan aktivitas Berkurang ketika berdiri, emberat ketika duduk atau membungkuk Memberat ketika berjalan terutama menaiki tangga, berkurang dengan duduk
Tanda
Tegang terlokalisir, pergerakan tulang belakang yang terhambat Positif SLR test,lemah dan refleks yang asimetris Berkurang ketika mengekstensi tulang belakang,refleks asimetris
22
Semu a umur
Pinggang,pos terior paha
Nyeri
Memberat dengan aktivitas
Ankylosin g spondiliti s
15-40 tahun
Sendi sakroiliaka, tulang lumbar
Nyeri
Kaku di pagi hari
Infeksi
Semu a umur
Tulang lumbar, sacrum
Nyeri tajam
Keganasa n
>50 tahun
Tulang yang terlibat
Nyeri tumpul, progresif lambat
Spondiloli sthesis
Bervariasi
Meningkat dengan batuk
Terjadi perubahan pd kurva spinal Berkurangnya pergerakan pinggang,tegan g di sendi sakroiliaka Demam,nyeri tekan, kelainan neurologis, berkurangnya pergerakan Tegang yang terlokalisir, demam, tanda neurologis
Tabel 2.1 Diagnosis Banding Low Back Pain
1.9.
Komplikasi
Jika nyeri pinggang hanya disebabkan oleh back strain atau kelainan yang tidak melibatkan saraf, biasanya tidak menimbulkan komplikasi. Jika disebabkan oleh penekanan pada serabut saraf dapat menimbulkan sindroma kauda ekuina di mana penderita mengeluhkan nyeri hebat walau dengan pemicu yang ringan, nyeri menjalar yang akut atau kronik, abnormaltas motorik atau sensorik dari tungkai bawah unilateral maupun bilateral dan disfungsi dari usus atau kandu ng kemih.
1.10.
Penatalaksanaan
Pasien harus diberi penerangan yang jelas tentang perjalanan penyakitnya, testes diagnostik yang dilakukan, cara-cara pencegahan, peran pembedahan sehingga pasien dapat menilai keadaan dirinya dan mengerti tindakan yang diambil oleh dokter dengan konsekuensi dari terapi yang dipilih. Secara garis besar tatalaksana HNP dapat dibagi menjadi 2 yaitu terapi konservatif dan terapi operatif. Pada umumnya para praktisi memulai dengan terapi konservatif dan bila nyeri tidak hilang setelah terapi maksimal baru direkomendasikan terapi operatif. 23
a. Terapi Konservatif
Sekitar 80-90% pasien dengan HNP akut akan mengalami perbaikan tanpa dioperasi. Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, menghilangkan nyeri dan melakukan restorasi fungsional. Yang termasuk dalam terapi konservatif, yaitu :
Tirah baring
Tirah baring di atas kasur yang keras dan rata maksimal dalam waktu 1-2 hari. Tidak dianjurkan tirah baring yang berkepanjangan meskipun hal ini dapat mengurangi rasa nyeri tetapi juga dapat menyebabkan sendi-sendi menjadi kaku dan otot menjadi lemah yang menyebabkan aktivitas menjadi terganggu sehingga fungsi fisik dan psikis penderita menjadi terganggu.
Obat antiinflamasi
Obat yang dapat diberikan seperti NSAID ataupun golongan steroid untuk mengurangi pembengkakan pada saraf akibat iritasi.
Obat analgesik
Obat ini diberikan untuk mengontrol rasa nyeri, analgesik diberikan hanya sebagai terapi simtomatis. Analgesik yang dapat diberikan berupa NSAID, analgetik golongan opioid serta analgetik adjuvant seperti trisiklik antidepresan, karbamazwpin, fenitoin, dan gabapentin. Bila disertai dengan spasme otot dapat diberikan muscle relaxant.
Epidural steroid injection therapy
Epidural steroid injection therapy pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1952. Pertimbangan penggunaan steroid secara lokal ini adalah karena efek antiinflamasi sehingga dapat menghambat fungsi-fungsi 24
dari leukosit, termasuk didalamnya yaitu mencegah agregasi leukosit pada daerah yang mengalami inflamasi, degranulasi dari granulosit, sel mast dan makrofag dan menstabilisasi lysosomal dan membran sel. Selain itu steroid dapat menghambat aktivitas enzim phospolipase 2 (PLA2) sehingga menghambat kaskade pembentukan mediatormediator inflamasi akibat pelepasan asam arakhidonat dari membrane sel. Epidural steroid injection therapy merupakan alternatif dengan resiko yang lebih rendah bila dibandingkan dari intervensi bedah. namun Epidural steroid injection therapy tidak seefektif intervensi bedah.
Rehabilitasi Fisik
Apabila nyeri sudah mulai mereda, pasien sebaiknya memulai program olahraga bertahap untuk memperkuat otot pinggang dan abdomen. Pasien perlu membatasi tindakan mengangkat barang yang berat serta menggunakan mekanika tubuh secara benar, teknik-teknik yang benara antara lain adalah menjaga agar tulang belakang tetap tegak (hindari membungkuk), menekuk lutut, dan menjaga agar berat tetap dekat dengan tubuh untuk menggunakan otot-otot tungkai yang kuat dan menghindari pemakaian otot-otot pinggang. Bentuk
fisioterapi
yang
dilakukan
dapat
berupa
TENS
(transcutaneous electrical nerve stimulation), terapi termal (panas dan dingin), lumbar traction, pemakaian korset lumbar yang lunak dan penguat pinggang yang fleksibel. Meskipun semua hal ini tidak mengatasi herniasi diskus tetapi mampu mengurangi rasa nyeri tersebut.
25
b. Terapi Operatif
Tujuan dari terapi operatif adalah membuat diskus yang mengalami herniasi berhenti menekan dan mengiritasi saraf yang menyebabkan rasa nyeri dan kelemahan. Indikasi melakukan operasi adalah :
Kegagalan memberikan respon terhadap terapi konservatif selama 1 bulan
Terdapat Syndrome Cauda Equina, dimana herniasi diskus telah menekan Cauda Equina dengan gejala berupa inkotinensia urin dan inkotinensia alvi dan deficit neurologis pada kedua tungkai
Bila terdapat kompresi radiks saraf yang disertai dengan deficit motorik
terutama kelumpuhan
kuadriseps atau
tidak
terdapat
dorsofleksi kaki.
Terdapat iskialgia yang berat dan lebih dari 4-6minggu.
Prosedur bedah yang biasanya dilakukan adalah microdiscectomy dengan cara membuat insisi kecil dan dengan bantuan operating microscope dilakukan hemilaminotomy untuk mengekluarkan fragmen diskus yang menimpa saraf. Selain itu dapat juga dengan menggunakan teknik minimal invasive yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu central decompression dan directed fragmentectomy. Central decompression dapat dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan
Chymopapain
dengan menggunakan
laser
dan
dilakukan ablasi atau dengan cara mengaspirasi. Directed fragmentectomy hampir sama debgan open microdiscectomy, prosedur ini dilakukan dengan menggunakan sebuah arthroscope (sejenis teleskop yang dimasukkan ke sensi melalui insisi kecil) dan sebuah probe kedalam diskus intervetebralis menuju ke annulus posterior dan dilakukan fragmentectomy.
26
1.11.
Prognosis
Dengan Discectomy 85-90% pasien menunjukkan hasil yang bagus dan kembali pada fungsi yang normal.
BAB III PENUTUPAN
Dari skenario diatas dengan gejala-gejala yang ditunjukkan maka saya menyimpulkan bahwa diagnosis dari skenario ini adalah Herniasi Nukleus Pulposus.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997 2. Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000 3. Mardjono Mahar,Sidharta Priguna.Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat,Jakarta 2012 4. Apley Graham & Louis Solomon.Buku Ajar Ortopedi Dan Fraktur.Widya Medika,Jakarta 1995.
28