Skenario 3 Apakah Aku Korban Malapraktek? Dokter Miki adalah seorang dokter yang baru menyelesaikan program internship dan internship dan belum memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktek (SIP).Dokter Miki diminta oleh temannya seorang dokter umum untuk menggantikan jadwal prakteknya di sebuah klinik. Seorang pasien lakilaki, 25 tahun t ahun datang ke klinik tersebut t ersebut untuk berobat, pasien mengeluh demam selama 3 hari disertai sakit kepala dan batuk. Saat anamnesis Dokter Miki telah melakukan anamnesis lengkap dan menanyakan apakah pasien pernah mempunyai riwayat alergi obat.Pasien pernah memiliki riwayat alergi obat tertentu tapi pasien lupa nama obatnya. Kemudian Dokter Miki meresepkan obat racikan kapsul. 1 jam seteah pasien minum obat tersebut, pasien merasa gatal pada seluruh tubuh disertai bengkak pada kelopak mata dan sesak napas. Pasien kemudian berencana menggugat menggugat Dokter Miki karena pasien menganggap Dokter Miki telah melakukan malapraktek.
1
Langkah 1 Klarifikasi Kata Sulit 1. Febris
: (demam) (demam) suhu tubuh di atas normal.
2. Skelra iterik
: Warna dari mukosa mata yang kunig.
3. Hepatomegali
: Pembesaran organ hati
4. Ragio hipokardium hipokardium kanan
: Salah satu dari 9 ragio sebelah sebelah kanan atas
5. Leukopeni
: Rendahnya leukosit di bawah normal
6. Hiperbilirubiena
: Kadar bilirubin di atas normal
7. Imunisasi
: Program pencegahan pencegahan penyakit menular yang diterapkan dengan pemberian vaksin.
2
Langkah 2 Rumusan Masalah 1. Mengapa mata mahasiswa berwarna kuning? 2. Mengapa mahasiswa mengalami mual, muntah, dan diare? 3. Mengapa mahasiswa febris selama 10 hari namun tidak sampai menggigil? 4. Apakah penyakit mahasiswa menular? 5. Apa hubungan penyakit mahasiswa dengan imunisasi? 6. Apakah penyakit mahasiswa berhubungan dengan kebiasaannya? 7. Adakah kemungkinan mahasiswa tertular? 8. Penyebab dari hepatomegali? 9. Apa penyebab dari nyeri tekan t ekan region hipokardium kanan? 10. Mengapa dokter curiga bahwa mahasiswa terkena infeksi? 11. Apa makna dari Anti-HAV positif? 12. Apa makna dari leukopenia positif? 13. Apa makna dari hasil laboratorium hiperbilirubiena? hiperbilirubiena? 14. Penyebab meningkatnya enzim hepar?
3
Langkah 3 Menjawab Rumusan Masalah
1. Penyebab mata mahasiswa kuning
Adanya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, dimana kandungan elastin sklera mengikat bilirubin
Albumin mengalami mengalami gangguan sehingga tidak bias berikatan dengan USB
Kelainan fisisologi (kanker, infeksi, dsb)
Pada skelera banyak terdapat pembelahan darah
2. Penyebab mahasiswa mual, muntah, dan diare
Hepatomegali → hepar membesar → menekan saluran pencernaan → muntah
Produksi hepar terganggu sehingga mempengaruhi pencernaan
Makanan kurang kurang higienis → sanitasi warung warung buruk
3. Penyebab febris sejak 10 hari namun tidak sampai menggigil
Hipotalamus Hipotalamus set poin meningkat → menghasilkan panas → jika panas dikonfirmasi dan jika tidak dikonfrimasi → tidak menggigil
Pathogen dilawan leukosit → menimbulkan demam
Tergantung jenis demam
4. Menular, karena dia memiliki teman yang meempunyai sakit yang sama 5. Hubungan imunisasi dengan penyakit mahasiswa
Imunisasi →pencegahan penyakit menular
Karena tidak imunisasi → tidak ada yang meresistensi patogen yang masuk
Imunisasi dimasukkan patogen yang dilemahkan, sehingga tubuh mempunyai respon imun yang lebih cepat
6. Hubungan kebiasaan mahasiswa dengan penyakitnya
Warung makan kurang higienis
Penyakit dapat ditularkan lewat apa saja Ex : makanan kontaminasi
4
Tidak imunisasi
7. Ada kemungkinan tertular hepatitis A (bisa ditularkan apa saja) 8. Penyebab hepatomegial
Penyakit hati alkoholik
Penumpukan lemak, protein, dan lain-lain pada hepar
Ada infeksi bakteri / pantogen
Kanker hati
Hepatitis A, B, C, D, dan E
Malaria, anemia, thalasemia
9. Penyebab nyeri tekan region hipokardium kanan
Nyeri saat tekan
Disfungsi hati (menetralisir racun)
Disfungsi hati (racun menumpuk)
10. Penyebab dokter curiga bahwa mahasiswa terkena infeksi
Amnanesis
: ditemukan kebiasaan makan, belum pernah diimunisasi,
Gejala
: mual, mata kuning, dan muntah
Pemeriksaan klinis
: sklera iterik, hepatomegaly dan nyeri tekan
11. makna dari Anti-HAV positif
Terdapat virus HAV dalam tubuh
Indikasi penyakit hepatitis A
Terkena infeksi → ada igM dan igG
12. makna dari leukopenia positif
kadar leukosit menurun karena ada perlawanan dengan faktor pantogen
infeksi virus
kadar normal 5.000 – 10.000, mengalami kelainan jika dibawah 3.500
13. makna dari hasil laboratorium hiperbilirubiena
kadar bilirubin meningkat karena disfungsi kerja hati
indikasi slera ikterik
eritrosit mati lebih awal
14. Penyebab meningkatnya enzim hepar
5
Infeksi patogen → laju infeksi meningkat
Efek konsumsi obat
Langkah 4 Peta Masalah
6
Langkah 5 Tujuan Pembelajaran 1. Mengetahui klasifikasi virus 2. Mengetahui morfologi virus 3. Mengetahui patogenesis virus 4. Mengetahui siklus hidup virus 5. Mengetahui patofisiologis virus 6. Mengetahui respon imun terhadap virus 7. Mengetahui faktor resiko penularan virus 8. Mengetahui cara penularan virus
7
Langkah 6 Self Directed Learning
8
Langkah 7 Pembahasan LO dan Peta Konsep
1. KLASIFIKASI VIRUS 1.1 Dasar Klasifikasi
Sifat berikut telah digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi virus. Jumlah informasi yang tersedia pada setiap kategori tidak sama untuk semua virus. Cara virus digolongkan berubah secara cepat. Sekuens genom sekarang sering dilakukan dini dalam identifikasi virus, dan perbandingan dengan data dasar menyingkirkan kebutuhan untuk mendapatkan data yang lebih klasik (densitas ringan virion, dil.). Data sekuens genomik adalah kriteria taksonomik yang berkembang (misal, ordo gen) dan dapat memberikan dasar bagi identifikasi famili virus baru. A. Morfologi virion, termasuk ukuran, bentuk, jenis simetris, ada atau tidak adanya peplomer, dan ada atau tidak adanya membran. B. Sifat genom virus, termasuk jenis asam nukleat (DNA atau RNA), ukuran genom dalam kilobasa (kb) atau pasangan kilobasa (kbp), rantainya (tunggal atau ganda), apakah linear atau sirkular, sensasi (positif,negatif, ambisense), segmen (angka, ukuran), urutan nukleotida, kandungan G + C, dan adanya gambaran khusus (unsur ulangan, isomerisasi, 5'terminal cap, 5' protein terkait secara kovalen terminal, 3'traktus poli(A) terminal). C. Sifat fisikokimia virion, meliputi massa molekular, densitas ringan, stabilitas pH, stabilitas termal, dan kerentanan terhadap agen-agen fisik dan kimia, terutama eter dan detergen. D. Sifat protein virus, adalah jumlah, ukuran, dan aktivitas fungsional protein-protein struktural dan nonstruktural, sekuens asam amino, modifikasi (glikosilasi, fosforilasi, miristilasi), dan aktivitas fungsional khusus (aktivitas transkriptase, reverse transcriptase, neuraminidase, aktivitas fusi). E. Susunan dan replikasi genom, adalah ordo gen, jumlah dan posisi pola pembacaan terbuka, strategi replikasi (pola transkripsi, translasi), dan tempat selular (akumulasi protein, asembli virion, pelepasan virion). F. Sifat airtigenik. G. Sifat biologi, termasuk kisaran pejamu alami, cara transmisi, hubungan vektor, patogenisitas, tropisme jaringan, dan patologi 1.2 Tinjauan mengenai virus yang mengandung DNA 1.2.1 PARVOVIRUS
Virus-virus yang sangat kecil dengan ukuran partikel sekitar 18-26 nm. Partikel tersebut mempunyai simetri kubik, dengan 32 kapsomer, tetapi tidak mempunyai selubung. Genomnya merupakan DNA beruntai tunggal, linear, dan berukuran 5,6 kb. Replikasi hanya terjadi di dalam
9
sel-sel yang aktif membelah; pembentukkan kapsid terjadi di dalam nukles sel-sei yang terinfeksi. Banyak parvovirus yang bereplikasi secara otonom, tetapi virus satelit yang berkaitan dengan adenovirus bersifat cacat, memerlukan adanya adenovirus atau herpesvirus sebagai "pembantu". Parvovirus manusia B 19 bereplikasi dalam sel-sel eritroid imatur dan menyebabkan beberapa akibat yang merugikan, termasuk krisis aplastik, penyakit kelima, dan kematian janin. 1.2.2 POLIOMAVIRUS
Virus-virus bersifat resistan terhadap eter, tahan terhadap panas, tidak berselubung, dan kecil (40 nm) yang mempunyai simetri kubik, dengan 72 kapsomer. Genomnya berupa DNA beruntai ganda, sirkular, dan berukuran 5 kbp. Agen-agen tersebut mempunyai siklus pertumbuhan yang lambat, merangsang sintesis DNA sel, dan bereplikasi dalam nukieus. Poliomavirus manusia yang dikenal adalah virus JC, agen penyebab leukoensefalopati multifokal progresif, dan virus BK, penyebab nefropati pada resipien transplan. SV40 j uga menginfeksi manusia dan ditemukan dari tumor manusia. Kebanyakan spesies hewan memiliki satu atau lebih poliomavirus. Spesies tersebut menimbulkan infeksi laten dan kronik dalam pejamu alaminya, dan semuanya dapat menimbulkan tumor pada beberapa spesies hewan. Dahulu, polyomavirus merupakan bagian famili Papovaviridae sebelum terpecah menjadi dua famili. 1.2.3 PAPILOMAVIRUS
Dahulu juga merupakan anggota famili Papovaviridae. Pada banyak hal serupa dengan poliomavirus, tetapi dengan genom yang lebih besar (6,8-8,4 kbp) dan ukuran partikel (55 nm). Terdapat banyak genotipe papillomavirus manusia, yang dikenal juga sebagai virus "kondiloma' (kutil); jenis-jenis tertentu merupakan agen penyebab kanker genital pada manusia. Papilomavirus sangat spesifik jaringan dan pejamu. Banyak spesies hewan membawa papilomavirus. 1.2.4 ADENOVIRUS
Virus-virus yang tidak memiliki selubung, berukuran sedang (70-90 n m), memperlihatkan simetri kubik, dengan 252 kapsomer. Serat-serat keluar dari kapsomer verteks. Genomnya merupakan DNA beruntai ganda, linear dengan ukuran 26-45 kbp. Replikasi terjadi dalam nukleus. Pola pembelahan kompleks menghasilkanmRNA. Sekurang-kurangnya 47 jenis menginfeksimanusia, terutama di membran mukosa, dan beberapajenis dapat menetap dalam jaringan limfoid. Beberapaadenovirus menyebabkan penyakit pernapasan akut,konjungtivitis, dan gastroenteritis. Beberapa adenovirusmanusia dapat menimbulkan tumor pada hamster yang baru lahir. Ada banyak serotipe yang menginfeksi hewan. 1.2.5 HEPADNAVIRUS
Virus kecil (40-48 nm) yang mengandung molekul DNAberuntai ganda sirkular yang berukuran 3,2 kbp. Partikel DNA virus mengandung untai tunggal besar. Virion yang membawa polimerase DNA mampu membuat molekultersebut sepenuhnya beruntai ganda. Replikasi terdiri dariperbaikan gap beruntai tunggal dalam DNA, transkripsi RNA, dan transkripsi RNA terbalik untuk membuat DNA genomik. Virus terdiri dari inti nukleokapsid ikosahedral 27 nm dalam
10
selubung yang hampir menempel yang mengandung lipid dan antigen permukaan virus. Protein permukaan secara khas dihasilkan berlebih selama replikasi virus, yang terjadi di dalam hati, dan dilepaskan ke dalam ailran darah. Hepadnavirus menyebabkan hepatitis akut dan kronik; infeksi persisten berisiko tinggi menimbulkan kanker hati. Tiga jenis virus diketahui menginfeksi mamalia (manusia, woodcltuchs, dan tupai tanah) dan lainnya yang menginfeksi bebek. 1.2.6 HERPESVIRUS
Famili virus yang besar dengan diameter 150-200 nm. Nukleokapsid berdiameter 100 nm, dengan simetri kubik dan 162 kapsomer, dikelilingi oleh selubung yang mengandung lipid. Genomnya merupakan DNA beruntai ganda, linear, dengan ukuran 125 kbp sampai lebih dari 240 kbp. Adanya sekuens pengulangan internal dan terminal menghasilkan beberapa bentuk isomerik pada DNA genomik. Virion mengandung lebih dari 30 protein. Infeksi laten dapat berlangsung sepanjang hidup pejamu, biasanya dalam sel gangiia atau limfoblastoid. Herpesvirus manusia antara lain herpes simpleks jenis 1 dan 2 (lesi orai dan genital), virus varisela-zoster (cacar air dan herpeszoster), sitomegalovirus, virus Epstein-Barr (mononucleosis infeksiosa dan menyebabkan neoplasma pada manusia), herpesvirus manusia 6 dan 7 (limfotropik T), dan herpesvirus manusia 8 (menyebabkan sarkoma Kaposi). Herpesvirus lain terdapat pada banyak hewan. 1.2.7 POXVIRUS
Virus besar berbentuk ovoid atau batu bata yang mempunyai panjang 220-450 nm x lebar 140-260 nm x tebal 140-250 nm. Struktur partikel kompleks, dengan selubung yang mengandung lipid. Genomnya merupakan DNA beruntai ganda, tertutup secara kovalen, linear, dengan ukuran 130-375 kbp. Partikel poxvirus mengandung sekitar 100 protein, termasuk beberapa yang dengan aktivitas enzimatik, seperti polimerase RNA yang bergantung DNA (Dll,4 -dependent RNA polymerase).Replikasi seluruhnya terjadi dalam sitoplasma sel. Semua poxvirus cenderung menimbulkan lesi kuilit. Beberapabersifat patogenik terhadap manusia (cacar, vaksinia, moluskum kontagiosum); beberapa yang patogeniklainnya bagi hewan dapat menginfeksi manusia (cacar sapi, cacar monyet). 1.3 Tinjauan mengenai virus yang Mengandung RNA 1.3.1 PICORNAVIRUS
Virus-virus bersifat resistan eter, berukuran kecii (28-30nm) yang mempunyai simetri kubik. Genom RNA-nyamerupakan untai tunggal dan positive-sense (yaitu, dapat berperan sebagai mRNA), dan berukuran 7,2-8,4 kb. Kelompok tersebut yang menginfeksi manusia adalah enterovirus (virus-virus polio, coxsachie, dan echouirus serta virus-virus yang tidak tergolongkan), rinovirus (lebihdari 100 serotipe yang menyebabkan selesma), danhepatovirus (hepatitis A). Rinovirus labil dalam asam danmempunyai densitas tinggi; enterovirus stabil dalam asamdan mempunyai densitas yang lebih rendah. Picornavirusmenginfeksi hewan dengan manifestasi penyakit kaki danmulut pada sapi dan ensefalomiokarditis pada hewanpengerat.
11
1.3.2 ASTROVIRUS
Ukurannya sama seperti picornavirus (28-30 nm), tetapi partikel memperlihatkan skema berbentuk bintang yang jelas pada permukaannya. Genomnya merupakan RNA beruntai tunggal, positiue+ense, linear, ukuran 7,2-7,9 kb. Agen-agen tersebut dapat menyebabkan gastroenteritis pada manusia dan hewan. 1.3.3 CALICIVIRUS
Sama seperti picornavirus tetapi sedikit lebih besar (27- 40 nrn). Partikel tampak mempunyai cekungan berbentuk mangkuk pada permukaannya. Genomnya merupakan RNA beruntai tunggal, positiue-sense, berukuran 7,4-7,7 kb; virion tidak mempunyai selubung. Patogen manusia yang penting adalah virus Norwalk, penyebab gastroenteritis akut epidemik. Agen-agen lain menginfeksi kucing dan singa laut serta primata. 1.3.4 REOVIRUS
Virus-virus bersifat resistan terhadap eter, tidak berselubung, berukuran sedang (60-80 nm) yang mempunyai simetri ikosahedral. Partikel mempunyai dua atau tiga selubung protein dengan saluran yang membentang dari permukaan ke inti; duri pendek membentang dari permukaan virion. Genomnya merupakan RNA bersegmen, beruntai ganda, linear dengan total ukuran 1.6-27 kbp. Setiap segmen RNA mempunyai ukuran berkisar dari 680 sampai 3900 bp. Replikasi terjadi dalam sitoplasma; penyusunan kembali segmen genom terjadi dengan mudah. Reovirus manusia mencakup rotavirus, yang mernpunyai gambaran berbentuk seperti roda dan menyebabkan gastroenteritis. Reovirus yang serupa secara antigen menginfeksi banyak hewan. Genus Cohiuirus melipuri virtss Colorado tich feuer pada manusia. 1.3.5 ARBOVIRUS
Pengelompokkan ekologi (bukan famili virus) virus yang mempunyai sifat fisis dan kimiawi yang beragam. Semua virus tersebut (terdapat lebih dari 350) mempunyai siklus yang kompleks yang melibatkan artropoda sebagai vector yang membawa virus ke pejamu vertebrata melalui gigitan. Replikasi virus tampaknya tidak membahayakan artropoda yang terinfeksi. Arbovirus menginfeksi manusia, mamalia, burung, dan ular serta menggunakan nyamuk serta sengkenit sebagai vektor. Patogen manusia adalah virus dengue, virus demam kuning, virus ensefalitis, dan lain-lain. Arbovirus termasuk dalam beberapa famili virus,termasuk togavirus, flavivirus, bunyavirus, rabdovirus, arenavirus, dan r eovirus. 1.3.6 TOGAVIRUS
Banyak arbovirus yang merupakan patogen manusia utama, disebut alfavirus-serta virus rubella masukdalam kelompok ini. Virus-virus tersebut mempunyaiselubung yang mengandung lipid dan bersifat sensitif erer,serta genomnya merupakan RNA positive-sense, beruntai tunggal, dengan ukuran.9,7-11,8 kb. Virion mempunyai selubung dan berukuran 50-70 nm. Pematangan partikel virus melalui budding dari membran sel pejamu. Contohnya adalah virus ensefalitis kuda timur. Virus rubela tidak mempunyai vektor artropoda.
12
1.3.7 FLAVIVIRUS
Virus berselubung, berdiameter 40-60 nm, mengandung RNA positive-sense beruntai tunggal. Ukuran genom bervariasi dari 9,5kb (hepatitis C) sampai 10,7 kb (flavivirus) sampai I2,5 kb (pestivirus). Virion matang berkumpul dalam sisterna retikulum endoplasma. Kelompok arbovirus ini adalah virus demam kuning dan virus dengue. Kebanyakan anggotanya ditularkan melalui artropoda pengisap-darah. Virus hepatitis C tidak mempunyai vektor yang dikenal. 1.3.8 ARENAVIRUS
Virus berselubung, pleomorfik yang mempunyai ukuran berkisar dari 50 sampai 300 nm. Genomnya merupakan RNA yang bersegmen, sirkular, untai-tunggal yang bersifat negative-sense dan ambisense, total ukuran 10-14 kb. Replikasi terjadi dalam sitopiasma yang perakitannya melalui bulding pada membran plasma. Virion menyatu dengan ribosom sel pejamu selama pematangan, yang menyebabkan partikel mempunyai gambaran "seperti pasir". Kebanyakan anggota famili tersebut bersifat unik bagi daerah Amerika tropis (yaitu, kompleks Tacaribe). Semua arenavirus yang patogen terhadap manusia menyebabkan infelsi kronik pada hewan pengerat. Satu contohnya adalah virus demam Lassa di Afrika. Virustersebut memerlukan keadaan isolasi maksimum dalam laboratorium. 1.3.9 CORONAVIRUS
Partikel berselubung dengan ukuran 80 sampai 220 nm yang mengandung genom tak bersegmen RNA untaitunggal, positiue-sense, berukuran 20-30 kb; nukleokapsid mempunyai diameter 10-20 nm, dan berbentuk heliks. Coronavirus menyerupai orthomyxovirus tetapi mempunyai tonjolan permukaan berbentuk daun bunga yang tersusun di pinggir, seperti korona matahari. Nukleokapsid coronavirus berkembang dalam sitoplasma dan matang melalui proses budding ke dalam vesikel sitoplasma. Virus-virus tersebut mempunyai rentang pejamu yang sempit. Kebanyakan coronavirus manusia menyebabkan penyakit saluran pernapasan atas akut yang ringan flu tetapi coronavirus baru yang diidentifikasi pada tahun 2003 menyebabkan sindrom respirasi akut yang berat (SARS). Torovirus, yang menyebabkan gastroenteritis, membentuk genus yang berbeda. Coronavirus hewan menyebabkan infeksi persisten dan meliputi virus hepatitis tikus serta virus bronchitis infeksius. Burung. 1.3.10 RETROVIRUS
Virus sferis berselubung (diameter 80-100 nm) yang memiliki genom yang mengandung salinan duplikat RNA untai-tunggal, positiue-sense, linear dengan polaritas yang sama seperti mRNA virus. Masing-masing RNA monomer berukuran 7-11 kb. Partikel mengandung nukleokapsid heliks dalam kapsid ikosahedral. Replikasi bersifat unik virion mengandung enzim reverse transcriptase yang menghasilkan salinan DNA pada genom RNA. DNA tersebut menjadi bentuk sirkular dan berintegrasi menjadi DNA kromosom pejamu. Kemudian virus bereplikasi dari salinan DNA "provirus" yang terintegrasi. Perakitan virion terjadi melalui proses budding pada membran plasma. Pejamu tetap terinfeksi secara kronis. Retrovirus tersebar luas; juga
13
terdapat provirusendogen yang disebabkan oleh infeksi terdahulu pada sel-sel germinal yang ditransmisikan sebagai gen-gen yangdiwariskan pada sebagian besar spesies. Termasuk dalam kelompok tersebut adalah virus leukemia dan sarcoma pada hewan dan manusia, virus busa pada primata,
dan
lentivirus
(virus
imunodefisiensi
manusia;
visna
pada
domba).
Retrovirusmenyebabkan sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS) dan memungkinkan identifikasi onkogen selular. 1.3.11 ORTHOMYXOVIRUS
Virus berselubung 80-120 nm dengan ukuran sedangmempunyai simetri heliks. Partikel berbentuk bundar ataufilamentosa, dengan tonjolan permukaan yang mengandung aktivitas neuraminidase atau hemaglutinin. Genomnya merup akan RNA untai - tunggal, negative - sense, bersegmen, linear, dengan total ukuran 10-13,6 kb. Setiap segmen berkisar dari 900 sampai 2350 nukleotida. Heliks nukleoprotein interna berukuran 9-15 nm. Selama replikasi, nukleokapsid dirakit dalam nukleus, sedangkan hemaglutinin dan neuraminidase berkumpul di dalam sitoplasma. Pematangan virus melalui budding pada membran sel. Semua orthomyxovirus adalah virus influenza yang menginfeksi manusia atau hewan. Sifat bersegmen genom virus menyebabkan penyusunan kembali genetik dengan cepat saat dua virus influenza menginfeksi sel yang sama, kemungkinan yang membantu berkembangnya angka variasi alami yang tinggi pada virus influenza. Transmisi dari spesies iain dianggap menjelaskan timbulnya strain pandemi manusia baru pada virus influenza A. 1.3.12 BUNYAVIRUS
Partikel berselubung 80-i20 nm, berbentuk sferis atau pleomorfik. Genom tersusun atas RNA ambisense atau negative-sense, untai-tunggai, sirkular, bersegmen rangkap tiga, dengan ukuran keseluruhan 11-21 kb. Partikel virion mengandung tiga nukleokapsid simetrik heliks, sirkular, berdiameter sekitar 2,5 nm dan panjang 200-3000 nm. Replikasi terjadi dalam sitoplasma, dan selubung diperoleh meialui budding ke dalam Golgi. Kebanyakan virus tersebut ditransmisikan ke vertebrata melalui artropoda (arbovirus). Hantavirus ditransmisikan tidak melalui artropoda tetapi melalui hewan pengerat yang terinfeksi persisten, melalui aerosol ekskreta yang terkontamiasi. Virus tersebut menyebabkan demam berdarah dan nefropati serta sindrom pulmonal berat. 1.3.13 M. BORNAVIRUS
Virus berbentuk sferis (80-125 nm) dan berselubung. Genomnya merupakan RNA negative-sense, tidak bersegmen, untai-tunggai, linear, dan berukuran 8,5-10,5 kb. Virus ini bersifat unik di antara virus-virus RNA negative-sense, tidak bersegmen, replikasi dan transkripsi genom virus terjadi dalam nukleus. Virus penyakit borna bersifat neurotropik pada hewan; postulat hubungan penyakit ini dengan gangguan neuropsikiatri manusia tidak terbukti.
14
1.3.14 RABDOVIRUS
Virus berselubung yang menyerupai peluru, berbentuk pipih pada satu ujung dan bulat pada ujung lain, berukuran sekitar 75 X 180 nm. Selubung mempunyai duri berukuran 10 nm. Genomnya merupakan RNA negatiuesense, tidak bersegmen, untai-tunggal, linear, dengan ukuran 13-16 kb. Partikeinya dibentuk melalui budding dari membran sel. Kisaran pejamu virus luas. Virus rabies merupakan anggota dari kelompok ini. 1.3.15 PARAMYXOVIRUS
Serupa dengan orthomlxovirus tetapi lebih besar (150-300 nm). Partikelnya bersifat pleomorf. Nukleokapsid interna berukuran 13-18 nm, dan berat molekul RNA yang negativesense, tidak bersegmen, untai-tunggal, dan linear adalah 16-20 kb. Nukleokapsid maupun hemaglutinin terbentuk dalam sitoplasma. Virus yang menginfeksi manusia adalah parotitis, campak, parainfluenza, dan virus sinsitial pernapasan. Kisaran pejamu virus ini sempit. Kebalikan dengan virus influenza, paramlxovirus secara genetis stabil. 1.3.16 FILOVIRUS
Virus pleomorfik berselubung yang dapat tampak sangat panjang dan seperti benang. Khas mempunyai lebar 80 nm dan panjang sekitar 1000 nm. Selubung mengandung peplomer besar. Genomnya merupakan RNA untaitunggal, negatiue-sense, linear, mempunyai ukuran 19,1kb. Virus Marburg dan Eboia menyebabkan demam berdarah berat di Afrika. Penanganan virus ini memerlukan kondisi isolasi maksimum (Keamanan hayati Tingkat 4). 1.3.17 VIRUS_VIRUS LAIN
Informasi tidak cukup untuk membuat klasifikasi. Kelompok virus ini adalah adalah virus hepatitis E, beberapa virus gastroenteritis, dan agen-agen yang menyebabkan beberapa penyakit virus "lambat" atau tidak konvensional, termasuk gangguan neurologi degeneratif seperti penyakit kuru atau Creutzfeldt-Jakob atau scrapie pada domba. 1.3.18 VIROID
Berbagai agen infeksius kecil yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Viroid adalah agen-agen yang tidak sesuai dengan definisi virus klasik. Virus ini adalah molekul asam nukleat (BM 70.000-120.000) tanpa selubung protein. Viroid tanaman merupakan molekul RNA untaitunggal berbentuk sirkular tertutup secara kovalen yang terdiri dari sekitar 360 nukleotida dan dengan struktur seperti batang berpasangan basa tinggi. Viroid bereplikasi dengan mekanisme baru secara keseluruhan. RNA viroid tidak menyandikan produk protein apa pun; mekanisme penyakit tanaman yang berat yang disebabkan oleh viroid tidak diketahui. Sampai saat ini, viroid terdetelai hanya pada tanaman; tidak satu pun terdapat pada hewan atau ,manusia. 1.3.19. PRRON
Partikel infeksius hanya terdiri nukleat yang dapat dideteksi dari protein tanpa asam Sangat resistan terhadap inaktivasi oleh panas, formaldehid, dan sinar ultraviolet yang menginaktifkan virus. Protein prion disandikan oleh gen selular tunggal. Penyakit prion, disebut
15
"ensefalopati spongiformis yang dapat disebarkan," termasuk snapie pada domba, penyakit sapi gila, dan penyakit kuru serta Creutzfeldt-Jakob pada manusia. Prion tidak tampak seperti virus.
2. Morfologi Virus
Gambar 1: Morfologi Virus Binatang Morfologi dan komponen virus Virus merupakan mikroorganisme terkecil yang pernah dikenal. Umumnya tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, kecuali poxvirus. Ukuran virus bervariasi mulai dari poxvirus yang kira-kira 300 x 25a x 100 nm sampai parvovirus yang kira-kira berdiameter 20 nm. Karena itu, mudah dimengerti iika morfologi virus baru diketahui setelah dikembangkan mikroskop elektron dan metode difraksi sinar X. Inti virion merupakan asam nukleat yang seringkali bergabung dengan protein sehingga disebut nukleoprotein. Di luar nukleoprotein terdapat lapisan protein lain sebagai pembungkus yang dikenal sebagai bapsid. Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikat satu sama lain dengan ikatan nonkovalen. Kapsid melindungi asam nukleat dari pengaruh ekstraseluler, mempermudah proses penempelan dan mungkin pula proses penembusan ke dalam sel. Polipeptida yang menyusun kapsid dapat sama, dapat pula tidak. Agar dapat melindungi asam nukleat, molekutr polipeptida harus tersusun simetris, dan sampai saat ini hanya dua jenis simetri yang dikenal, yaitu simetri heliks dan simetri ikosahedral. Bentuk simetri ikosahedral adalah bentuk tata ruang yang dibatasi oleh 20 segitiga sama sisi. Bentuk ini mempunyai aksis rotasi berganda. Karena keteraturannya, jumlah kapsomer yang ada pada virion dapat dihitung dengan rumus tertentu. Pada picornavirus terdapat 60 kapsomer, adenovirus252 kapsomer,
16
herpesvirus 162 kapsomer, papovavirus 72 kapsomer. Reovirus menduduki kelas tersendiri karena ia mempunyai dua lapis kapsid, yang keduanya tersusun menurut simetri ikosahedral.
Pada
simetri
heliks,
asam
nukleus yang memanjang dikelilingi oleh molekul-molekul protein yang tersusun seperti spiral, sehingga hanya mempunyai satu aksis rotasi. Contoh
Gambar 2 :Morfologi dan Struktur Berbagai Virus Simetri demikian ditemui pada myxovirus dan rhabdovirus. Hanya lima kelompok virus yang terdapat dalam keadaan telanjang, yaitu picornavirus, reovirus, adenovirus, papovavirus dan parvovims. Sedangkan pada virus-virus lainnya, di luar dari kapsid terdapat selubung luar (envelope) yang terdiri dari protein dan lipid, dimana spike glikoprotein (peplomer) menempel. Untuk dapat menganalisis komponen kimia virus, diperlukan virus murni. Untuk pemurnian dipakai bahan-bahan yang mengandung virus dalam jumlah yang besar, misalnya bahan seluler yang berasal dari jaringan atau biakan sel terinfeksi atau bahan ekstraseluler seperti plasma, cairan alantois, medium biakan sel/jaringan. Pemurnian virus ikosahedral tak berselubung umumnya tidak mengalami kesulitan yang berarti. Sebaliknya banyak virus berselubung tidak mudah dimurnikan, karena jumlah selubung pervirion bervariasi sehingga virion-virion bersifat heterogen baik dalam ukuran maupun dalam densitasnya. Asam nukleat virus binatang ternyata sangat heterogen. Beberapa di antaranya merupakan DNA sedang yang lainnya RNA, sebagian rantai tunggal sebagian lagi rantai ganda, sebagian mempunyai polaritas positif sebagian lagi negatif. Pengertian tentang asam nukleat virus mempunyai arti penting untuk dapat memahami proses perkembangbiakan virus, sifat biologik dan sebagainya. Misalnya saja ukuran asam nukleat dihubungkan dengan jumlah informasi genetik yang dibawanya; segmentasi asam nukleat pada virus influenza dihubungkan dengan terjadtnya rekombinasi genetika yang menimbulkan terjadinya antigenik
17
shift, derajat homolog basa asam nukleat dihubungkan dengan taksonomi virus. Asam nukleat picornaviridae dan arbovirus mampu langsung bergabung dengan ribosom sel hospes atau berpolaritas positif, sehingga informasi genetik yang diperlukan untuk pembentukan progeni dapat langsung ditranslasikan darinya. Kejadian tersebut terakhir tak dapat teramati jika asam nukleat berpolaritas negatif atau anti fiessage, seperti pada myxovirus dan rhabdovirus. Bagian terbesar dari struktur virus adalah protein. Protein merupakan komponen tunggal kapsid, bagian terbesar dari selubung dan dapat merupakan bagian proteininti (core protein) pada beberapa virus ikosahedral. Protein tersebut di atas disebut juga sebagai protein struktural, karena mempunyai fungsi membentuk rangka virion. Selubung virus sering mengandung glikoprotein. IJnsur karbohidratnya terdiri dari monosakarida yang dihubungkan dengan rantai polipeptida oleh ikatan glikosida. Protein dari beberapa virus yang termasuk dalam golongan arbovirus, myxovirus, picornavirus, reovirus, adenovirus dan papovavirus mempunyai sifat dapat menggumpalkan sel darah merah berbagai spesies binatang. Protein tersebut dikenal dengan haemaglutinin. Selain itu beberapa virus juga mengandung enzim, yang dapat dikategorikan ke dalam tiga golongan: 1. Neuraminidsa yang menghidrolisis galaktosa asetil neuraminat. Enzim ini terdapat pada orthomyxovirus yaitu pada salah satu tonjolan glikoproteinnya. Enzim ini berfungsi membantu proses penetrasi ke dalam sel. 2. Beberapa jenis virion mengandung RNA polimerasa. Jika genom virus merupakan genom yang langsung dapat bertindak sebagai mRNA, maka ekspresi genom dapat terjadi secara langsung. Hal demikian ditemukan pada picornavirus dan arbovirus. Tetapi jika genom virus berupa DNA atau RNA dengan polaritas negatif, maka sebelum genom tersebut diekspresikan dalam bentuk prorein, terlebih dahulu harus ditranskripsikan menjadi RNA dengan polaritas positif. Dalam haI yang disebut terakhir, terdapat dua jenis sumber enzim polimerasa. Pertama virus menggunakan polimerasa yang terdapat di dalam sel hospes, seperti pada herpesvirus, adenovirus, papovavirus. Kedua, virion mengandung polimerasa sendiri seperti pada poxvirus, myxovirus, rhabdovirus. Retrovirus mempunyai enzim transkriptasa terballk (reoerse transcriptase) yang berfungsi membentuk DNA dari cetakan RNA. 3. Beberapa virion juga mengandung enzim yang bekerja pada asam nukleat. Adenovirus, poxvirus dan retrovirus misalnya mengandung enzim nukleasa Virus yang berselubung mengandung lipid netral, fosfolipid dan glikolipid pada selubungnya.Komposisi dari campuran ini tergantung pada jenis sel yang diinfeksinya, medium dimana sel tumbuh, dan jenis virus yang menginfeksi.
18
3. Pathogenesis virus
Untuk menimbulkan penyakit, virus harus masuk ke dalam pejamu, melakukan kontak dengan sel yang rentan, bereplikasi, dan menimbulkan cedera Sel. Pemahaman patogenesis virus pada tingkat molekular diperlukan untuk merancang strategi antivirus yang efektif dan spesifik. Banyak pengetahuan kita mengenai pathogenesis virus didasarkan atas hewan peraga, karena cara tersebut sudah dapat dimanipulasi dan dipelajari. 3.1 Langkah Patogenesis Virus
Langkah spesifik yang terlibat pada patogenesis virus adalah sebagai berikut: masuknya virus ke dalam pejamu,replikasi virus primer, penyebaran virus, cedera sel,respons imun pejamu, pembersihan virus atau terjadinyainfeksi virus yang persisten, dan pelepasan virus. i.
MasuknyaVirus dan Replikasi Primer
Agar terjadi infeksi pada pejamu, pertama-tama virus harus menempel dan memasuki sel pada salah satu permukaan tubuh-kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran urogenital, atau konjungtiva.Kebanyakan virus memasuki pejamu melalui mukosa saluran pernapasan atau pencernaan (Tabel 30-2).Pengecualian utama adalah virus yang dimasukkan langsung ke dalam aliran darah melalui jarum (hepatitis B, virus imunodefisiensi manusia [HIV]), melalui transfuse darah, atau vektor serangga (arbovirus).
19
Virus biasanya bereplikasi di tempat pertama masuk.Beberapa virus, seperti virus influenza (infeksi pernapasan) dan rotavirus (infeksipencernaan), menimbulkan penyakit di port d'entree dan tidak harus menyebar secara sistemik.Penyakit tersebut menyebar secara lokal pada permukaan epitel, tetapi tidak terdapat invasi jaringan di bawahnva atau penyebaran ke tempat yang jauh.
20
3.2 Penyebaran Virusdan Tropisme Sel
Banyak virus menyebabkan penyakit di tempat yang jauh dari tempat masuknya (misal, enrerovirus yang masukmelalui saluran pencernaan, tetapi dapat menyebabkan penyakit sistem saraf pusat).Setelah replikasi primer di tempat masuk, virus tersebut kemudian menyebar dalam pejamu (Gambar 30-2).Mekanisme penyebaran virus bervariasi, tetapi rute yang paling sering adalah melalui aliran darah atau limfatik.Adanya virus dalam darah disebut viremia.Virion dapat bebas di dalam plasma (mis, enterovirus, togavirus) atau berhubungan dengan jenis sel tertentu (mis, virus campak) (Tabel 30-3).Beberapa virus bahkan rnemperbanyak diri dalam sel-sel tersebut.Fase viremia terjadi singkat pada banyak infeksi virus. Pada beberapa keadaan, terjadi penyebaran neuronal; keadaan tersebut menerangkan bagaimana virus rabies mencapai otak untuk menyebabkan penyakit dan bagaimana virus herpes simpleks bergerak ke ganglion untuk memulai infeksi laten. Virus cenderung memperlihatkan spesifikasi sel dan organ.Tropisme sel dan jaringan seperti ini oleh virustertentu biasanya menunjukkan adanya reseptor permukaan sel yang spesifik untuk virus tersebut.Reseptormerupakan komponen permukaan sel yang berinteraksi secara spesifik dengan suatu daerah di permukaan virus(kapsid atau selubung) untuk memulaiinfeksi.Reseptoradalah konstituen sel yang berfungsi pada metabolismeselular normal tetapi juga memiliki afinitas untuk virus tertentu.Pada banyak kasus, sifat kimiawireseptor virus tidak diketahui. Faktor yang 21
mempengaruhi ekspresi gen virus merupakan determinan penting pada tropisme sel. Daerahenchancer yang menunjukkan beberapa spesifikasi jenis sel dapat mengatur transkripsi gen virus. Sebagai contoh,enchancer poliomavirus JC lebih aktif pada sel glia daripadajenis sel lain. Mekanisme lain yang menentukan tropisme jaringan melibatkan enzim proteolitik. Paramlxovirus tertentu tidak infeksius sampai selubung glikoprotein mengalami pemecahan proteolitik. Replikasi virus yang berulang tidak akan terjadi pada jaringan yang tidak mengekspresikan enzim pengaktif yang sesuai. Penyebaran oleh virus dapat ditentukan sebagian oleh gen virus spesifik. Studi terhadap reovirus memperlihatkanbahwa luasnya penyebaran dari saluran Pencernaan ditentukan oleh salah satu protein kapsid luar.
3.3 Cedera Seldan Penyakit Klinis
Destruksi sel yang terinfeksi virus pada jaringan target dan perubahan fisiologi yang terjadi pada pejamu akibat cedera jaringan sebagian menyebabkan timbulnya penyakit. Beberapa jaringan, seperti epitel usus, secaracepat dapat beregenerasi dan menahan kerusakan yang luas lebih baik daripada organ lain, misalnya otak.Beberapa efek fisiologi dapat disebabkan oleh gangguan nonletal terhadap fungsi khusus sel, seperti hilangnya produksi hormon.Penyakit klinis dari infeksi viral merupakan akibat rangkaian kejadian yang kompleks danbanyak faktor yang menentukan derajat penyakit tidak diketahui.Gejala umum yang disebabkan oleh banyakinfeksi virus, 22
seperti malaise dan anoreksia, dapat disebabkan oleh unsur respons pejamu seperti produksi sitokin.Penyakit klinis adalah indikator yang tidak sensitive pada infeksi virus; infeksi subklinis akibat virus sangatsering terjadi.
3.4 Penyembuhan dari Infeksi
Pejamu dapat meninggal atau sembuh dari infeksi virus.Mekanisme penyembuhan melibatkan imunitas selulardan humoral, interferon dan sitokin lain, serta kemungkinan faktor pertahanan pejamu yang lain.Kepentingan relatif masingmasing komponen berbeda dengan virus dan penyakit. Kepentingan
faktor
pejamu
dalam
memengaruhi
hasilinfeksi
virus
digambarkan melalui insiden vang terjadi pada tahun l940-an yaitu saat 45.000 anggota tentara disuntik vaksin virus demam kuning yang terkontaminasi virus hepatitis B. Meskipun para personel tampaknya menjadi subjek terhadap pajanan yang dapat dibandingkan, hepatitis klinis hanya terjadi pada 2% (914 kasus) dan hanya 4% yang mengalami penyakit serius. Pada infeksi akut, penyembuhan
23
disebabkan hilangnya virus.Namun, ada saatnya ketika pejamu tetap terinfeksi oleh virus.Infeksi jangka panjang tersebut diuraikan di bawah.
3.5 Pelepasan Virus
Tahap akhir patogenesis adalah pelepasan virus infeksius ke lingkungan.Tahap tersebut merupakan langkah penting untuk mempertahankan infeksi virus pada populasi pejamu.Pelepasan biasanya terjadi dari permukaan tubuh tempat masuknya virus (Gambar 30-2).Pelepasan terjadi pada stadium penyakit yang berbeda bergantung pada agen tertentu yang terlibat.Keadaan tersebut merupakan waktu seseorang yang terinfeksi bersifat infeksius.Pada beberapa infelsi virus, seperti rabies, infeksi yang terjadi di manusia berakhir dengan kematian, dan pelepasan virus tidak terjadi. 4. SIKLUS HIDUP VIRUS
Virus yang berbeda mengembangkan berbagai srrategi untuk berkembang pada sel-sel pejamu yang ditumpangi. Meskipun rinciannya bervariasi untuk mesingmasing kelompok, garis besar umum siklus replikasi sama. Siklus pertumbuhan virus . Untuk mudahnya perkembangbiakan virus dibagi atas beberapa tahap:
24
4.1 .PELEKATAN, PENETRASI, DAN PELEPASAN SELUBUNG
1.
Penempelan (Attachment) Langkah pertama pada infeksi virus adalah pelekatan, interaksi virion dengan tempat reseptor tertentu dipermukaan sel. Molekul reseptor berbeda untuk virus yang berbeda, tetapi umumnya merupakan glikoprotein.Pada beberapa kasus, virus mengikat sekuens protein (misal, picornavirus) dan pada kasus yang lain oligoprotein(misal, orthomiksovirus dan paramyxovirus). Pengikatan reseptor dianggap menunjukkan homologi konfigurasionalyang terjadi kebetulan antara struktur
permukaan
virion
dan
komponen
permukaan
sel.
Misalnya,
virusimunodefisiensi manusia berikatan dengan reseptor CD4 pada sel sistem imun, rinovirus mengikat ICAM-1, danvirus Epstein-Barr mengenali reseptor CD21 pada sel B. Ada
atau
tidak
adanya
reseptor
mempunyai
peran
penringyang
menentukan tropisme sel dan patogenesis virus. Tidak semua sel pada pejamu yang rentan akanmengekspresikan reseptor yang diperlukan; misalnya, poliovirus hanya mampu menempel pada sel di sistemsaraf pusat dan saluran cerna primata. Setiap sel yang rentan dapat mengandung sampai 100.000 tempatreieptor untuk virus tertentu.Langkah pelekatan dapat memulai perubahan struktural irreuersible dalam virion.Penempelan virion pada membran sel berlandaskan mekanisme elektrostatik dandipermudah oleh ion logam terutama Mg, serta terjadi setelah adanya tumbukan antara sel dan virion pada reseptor spesifik. Virus polio misalnya hanya akan menempel pada sel primata dan tidak pada sel binatang mengerat, karena sel primata mempunyaireseptor tersebut. Contoh lainnya yaitu kenyataan bahwa virus influenza tidak dapatmenempel pada sel yang telah diolah dengan enzim neuraminidasa. 2. Penyusupan (penetrasi) Segera setelah penempelan, virion atau asam nukleat virus menyusup ke sitoplasma sel. Langkah tersebut disebut penetrasi atau penelanan.Pada beberapa sistem, peristiwa tersebut dilakukan dengan endositosis diperantarai reseptor, dengan pengambilan partikel virus yang teringesti di dalam endosom.Juga terdapat contoh penetrasi langsung partikel virus yang melewati membran plasma. Pada kasus lain, terdapat fusi selubung virion dengan membran plasma sel. Sistem-sistem tersebut meliputi interaksi protein fusi virus dengan reseptor selular
25
kedua atau "koreseptor" (misal, reseptor kemokin untuk virus imunodefisiensi manusia) Pada bakteri ofaga hanya asam nukleat sala yang menyusup ke sitoplasma, sementara kapsidnya berada di luar. Pada virus telanjang lain penyusupan terjadi dengan cara fagositosis virion (viropexis), sedangkan penyusupan virus berselubung dapat pula terjadi dengan cara fusi selubung virus ke membran plasma diikuti dengan masuknya nukleokapsid ke sitoplasma. Berbeda dengan proses penempelan, proses penyusupan dipengaruhi oleh suhu dan zat penghambat fagositosis. 3. Pelepasan pembungkus luar (uncoating) Pelepasan selubung (uncoating) terjadi bersamaan dengan atau segera setelah penetrasi.Pelepasan selubungadalah pemisahan fisis asam nukleat virus dari
komponen
struktural
dapatberfungsi.Genom
luar
dapat
virion
dilepaskan
sehingga sebagai
asam
nukleat
asam
nukleat
virus bebas
(picornavirus) atau sebagai nukleokapsid (reovirus).Nukleokapsid biasanya mengandung polimerase.Pelepasan selubung mungkin memerlukan pH asam dalamendosom.Infektivitas
virus
parental
hilang
pada
tahap
pelepasan
selubung.Virus adalah satu-satunya ageninfeksius yang harus mengalami pelarutan agen penyebab infeksi dalam jalur replikatif.Padaenterovirus pelepasan asam nukleat infektifdi membran sel, sedangkan poxvirus terjadidi dalam sel dan reovirus mungkin tidak pernahmengalami proses uncodtinglengkap. 4. Replikasi asam nukleat dan sintesis komponen virus. Setelah proses pelepasan selubungluar, proses selanjutnya berbeda antara virus-virus DNA dan virus-virus RNA.Kebanyakan virus DNA berkembang biak didalam inti sel dan tergantung pada RNA polimerasasel, kecuali poxvirus yang berkembangbiak di dalam sitopiasma dan mempu nyai enzimtranskriptasa sendiri. 4.2 EKSPRESI GENOM VIRUS DANSINTESIS KOMPONEN VIRUS
Fase sintetik siklus replikatifvirus terjadi setelah pelepasanselubung genom virus.Bagian penting dalam replikasivirus adalah bahwa mRNA spesifik harus ditranskripsikandari asam nukleat virus untuk keberhasilan ekspresi danduplikasi informasi genetik. Se telah selesai, virus menggunakan komponen sel untuk mentranslasikanmRNA. Berbagai golongan virus menggunakan jalurberbeda untuk menyintesis mRNA yang bergantung padastruktur asam nukleat virus.Tabel meringkaskan berbagai 26
jalur transkripsi (tetapi bukan yang penting padareplikasi) asam nukleat berbagai golongan virus yangberbeda.Beberapa virus (misal, rabdovirus) membawaRNA polimerase untuk mensintesis mRNA.Virus RNAjenis ini disebut virus untai-negatif (negatiue-sense), karenagenom RNA untai tunggalnya komplementer terhadap mRNA, yang secara konvensional disebut untai positifQtositiue-sense).Virus untai negatif harus menggunakanRNA polimerase sendiri, karena sel eukariot kekuranganenzim yang marnpu mensintesis mRNA template RNA. Pada perjalanan replikasi virus, semua akromolekulkhusus virus disintesis. pada sekuens yang sangat teratur.Pada beberapa infeksi virus, terutama yang melibatkanvirus yang mengandung DNA untai ganda, protein virusdini disintesis segera setelah infeksi dan protein lanjutdibuat hanya pada infeksi lanjut, setelah sintesis DNAvirus.Gengen awal dapat atau tidak dapat dihentikanbila produk akhir dihasilkan. Sebaliknya,
sebagian besarinformasi genetik virus yang mengandung
RNAdiekspresikan pada waktu yang sama. Selain pengendaliansementara ini, pengendalian kuantitatif juga ada, karenatidak semua protein virus dibuat dalam jumlah yang sama.Protein spesifik virus dapat mengatur luasnya transkripsigenom atau translasi mRNA virus.Virus hewan kecil dan bakteriofag adalah contoh yangbaik untuk studi ekspresi gen. Pengurutan nukleotida totalpada banyak virus telah dilakukan. Keadaan tersebut menyebabkanditemukannya gen-gen yang tumpang tindih yang beberapa sekuens pada DNA-nya digunakan untuk sinresisdua polipeptida yang berbeda, masing-masing denganmenggunakan dua pola pembacaan berbeda atau duamolekul mRNA yang menggunakan pola pembacaan
yangsama
tetapi
titik
awalnya
berbeda.
Sistem
virus
(adenovirus)pertama kali menunjukan fenomena pengolahan mRNAyang disebut " splicin/'; pada proses tersebut sekuens mRNAyang menyandikan unruk protein t€rtentu dihasilkan dari sekuensi yang dipisahkan oleh sekuens tak bersandi padacetakan yang terlepas pada saat transkripsi. Variasi paling luas dalam strategi ekspresi genditemukan pada virus yang
mengandung
RNA.
Beberapa
virion
membawa
polimerase
(ortl.romiksovirus,reovirus); beberapa sistem menggunakan pesansubgenomik, kadang-kadang
dihasilkan
melalui
prosessplicing
(orthomyxovirus,
retrovirus); dan beberapa virusmenyintesis prekursor poliprotein besar yang 27
diprosesdan dipecah untuk menghasilkan produk gen akhir(picornavirus, retrovirus).Protease virus dari virusimunodefisiensi manusia adalah enzim yang dihambatoleh golongan obat yang disebut inhibitor protease.Tingkat keterlibatan enzim spesifik virus pada prosesini bervariasi dari satu golongan dengan
kelompok
lain.Virus
DNA
yang
bereplikasi
dalam
nukleus
umunnyamenggunakan polimerase RNA dan DNA sel pejamu dan enzimenzim pengolah. Virus yang lebih besar(herpesvirus, poxvirus) lebih tidak bergantung pada fungsiselular dibandingkan virus-virus yang lebih kecil. Keadaantersebut merupakan salah satu alasan mengapa virus yanglebih besar lebih rentan terhadap kemoterapi antiviruskarena lebih banyak proses yang spesifikvirus dapat menjadi target bagi kerja obat.Tempat intraselular yang merupakan tempat terjadinyaperistiwa replikasi virus yang berbeda-beda bervariasi dari satu kelompok dengan kelompok yang lain. Beberapa keadaan umum mungkin terjadi.Protein virusdisintesis dalam sitoplasma pada poliribosom yang terdiridari mRNA spesifik virus dan ribosom sel pejamu.Banyak protein virus mengalami biasanya
modifikasi direplikasi
(glikosilasi, didalam
asilasi,pemecahan,
nukleus.Genom
RNA
dll.).DNA virus
virus
umumnya
digandakandi dalam sitoplasma sel, meskipun terdapat beberapapengecualian. 4.4 MORFOGENESIS DAN PELEPASAN Genom virus yang baru saja disintesis dan polipeptidakapsid bergabung membentuk virus-virus progeni.Kapsidikosahedral dapat memadat pada keadaan ranpa asamnukleat, sedangkan nukleokapsid virus dengan simetriheliks tidak dapat terbentuk tanpa RNA virus.Tidak adamekanisme khusus untuk pelepasan virus-virus takberselubung; sel-sel yang terinfeksi akhirnya
mengalamilisis
dan
rnelepaskan
partikel
virus.Virus-virus
berselubung mengalami pematangan melalui proses buddizg Glikoprotein selubung spesifikvirus dimasukkan ke daiam membran sel; nukleokapsidvirus kemudian bertunas melalui membran pada tempatyang dimodifikasi ini sehingga mendapatkan selubung.Budding sering terjadi di membran plasma tetapi
dapatmengenai
membran
sel
lain.
Virus-virus
berselubung
tidakinfeksius sampai mendapatkan selubungnya.Oleh karenaitu, virion progeni yang infeksius secara khas tidakberkumpul di dalam sel yang terinfeksi.Maturasi virus kadang-kadang merupakan proses yangtidak efisien. 28
Jumlah komponen virus yang berlebih dapatmenumpuk dan terlibat dalam pembentukan badan inklusi di dalam sel. Sebagai akibat efek merusak yang beratpada replikasi virus, akhirnya terjadi efek sitopatik selulardan sel-sel mati.Namun, terdapat keadaan yang sel-selnya tidak rusak oleh virus dan terjadi infeksi persisten yanglama (lihat Bab 30).Mekanisme yang diinduksi virusdapat mengatur apoptosis, kejadian yang terprogramsecara genetis yang menyebabkan sel-sei mengaiamidestruksi sendiri.Beberapa infeksi virus mernperlarnbatapoptosis
dini,
yang
memberikan
banyak
waktu
untukmenghasilkan jumlah virus progeni yang dnggi. Selainitu, beberapa virus secara
aktif
menginduksi
apoptosispada
stadium
lanjut
yang
akan
mempermudah penyebaran. Pada tahap awal, biasanya hanya sebagian gen virus saja yang mengalami transkripsi, yaitu terutama gen yang berhubungan dengan pembentukan enzim dan protein awal. Transkripsi selanjutnya berhubungan dengan
pembentukanstruktur
pirus.Setelah
proses
transkripsi,
RNA
ditranslasikan menjadi protein pada poliribosom sitoplasma.Protein yang merupakan produk ini antara lain: 1. Polipeptida struktural virion 2. Enzimvirion 3. Enzim
yang
tidak
bersifat
struktural
danberhubungan
dengan
transkripsi atau sintesisDNA 4. Protein yang mengatur supresi transkripsiatau translasi oleh sel. 5. Protein yang mengatur supresi ekspresi genawal virus.
Jika konsentrasi enzim yang diperlukan telahmencukupi, DNA mulai mengadakan replikasiPolimerasa DNA sel mungkin berperan, tetapi untuk sebagian besar ditentukan oleh DNAvirus.Pada poxvirus dan iridovirus, replikasi DNAdan pembentukan protein terjadi pada tempatyang sama (sitoplasma).
Sebaliknya
pada
herpesvirus,adenovirus,
papovavirus
penyusunanvirion terjadi di inti sel, yaitu setelah proteinstruktural yang dibentuk di sitoplasma bergabungdengan DNA yang bereplikasi di inti sel.Virion yang telah lengkap bergerak menujumembran sel. Virus yang berselubung akanmendapatkan selubungnya di membran sel.Dua jenis hubungan virus DNA dan sel telahdiketahui. Pada kebanyakan virus, genom virusmengadakan replikasi secara terpisah dari DNAsel dan jika virus ini 29
bersifat
sitosidal,
makafungsi
sel
berhenti
dan
sel
akhirnya
mati.
Beberapavirus kurang mempengaruhi proses sintesissel, sehingga dalam keadaan ekstrem perkembangbiakansel dan virus terjadi bersama yangdisebut steady state infection. Pada yang disebut terakhir, genom virus dapat bergabung dengangenom sel. Pada keadaan ini ekspresi genomvirus dapat terjadi atau tidak (infeksi kriptik).Gen virus yang terekspresi ini mungkin menyebabkantransformasi sel. Perkembangbiakanvirus RNA berbeda dari virus DNA yaitu bahwagenomnya berupa RNA yang proses transkripsi,translasi dan replikasinya berbeda dengan DNA.Jumlah informasi genetik yang dibawanya lebihsedikit dan akhirnya proses
pematangannyahampir
seluruhnya
melalui
proses
budding
darimembran sitoplasma.
5. Patofisiologi virus 5.1 Mekanisme Terjadinya Cedera Akibat Virus
Virus dapat langsung merusak sel pejamu dengan memasukinya dan melakukan replikasi atas beban pejamu. Manifestasi infeksi virus terutama ditentukan oleh tropisme virus spesifisitas jaringan dan tipe sel (Kumar et al., 2015).
Determinan utama untuk tropisme jaringan ialah adanya reseptor virus pada sel pejamu. Virus mempunyai protein spesifik permukaan selnya yang mengikat protein sel pejamu tertentu. Banyak virus memakai reseptor sel normal pada pejamu untuk masuk ke dalam sel pejamu. Contoh, HIV glycoprotein gp120 mengikat CD4 pada
30
sel T dan pada reseptor kemokin CXCR4 (terutama pada sel T) dan CCR5 (terutama makrofag). Pada beberapa kasus, protease pejamu dibutuhkan untuk memungkinkan ikatan virus dengan sel pejamu; misalnya, protease pejamu melepaskan dan mengaktifkan hemaglutinin virus influenza (Kumar et al., 2015).
Kemampuan virus untuk bereplikasi di dalam beberapa sel tertentu dan bukan di sel yang lain bergantung pada adanya faktor transkripsi spesifik sel yang mengenali elemen enhancer dan promotor virus.
Contoh virus JC yang menyebabkan
leukoencephalopathy, akan melakukan replikasi spesifik untuk oligodendroglia di sistem saraf pusat, karena promotor dan enhancer sekuens DNA pengatur ekspresi gen aktif dalam sel glia tetapi tidak pada neuron atau sel endotel (Kumar et al., 2015).
Lingkungan fisis, misalnya zat kimia dan suhu, berkontribusi pada tropisme jaringan. Contoh, enterovirus melakukan replikasi di usus, karena dapat tahan terhadap inaktivasi oleh asam, empedu dan enzim pencernaan. Rhinovirus menginfeksi sel hanya pada saluran napas atau karena dapat melakukan replikasi optimal pada suhu rendah yang karakteristik dijumpai di tempat ini (Kumar et al., 2015). Sekali virus berada dalam sel pejamu, mereka akan dapat merusak atau
mematikan sel dengan sejumlah mekanisme:
Efek sitopatik langsung . Virus dapat membunuh sel dengan mencegah sintesa makromolekul penting dari pejamu, dengan menghasilkan enzim perusak dan protein toksik, atau menginduksi apoptosis. Contoh, virus polio mencegah sintesa protein pejamu dengan menginaktifkan protein penghubung utama/ cap-binding protein, yang penting bagi translasi RNA pesuruh/ messenger (mRNA) sel pejamu, tetapi tidak mengganggu translasi mRNA virus polio. HSV menghasilkan protein yang menahan sintesa DNA sel dan mRNA serta protein lain yang mendegradasi DNA pejamu. Beberapa virus dapat merangsang apoptosis dengan memproduksi protein yang bersifat proapoptotik (misalnya, protein HIV vpr). Replikasi virus juga akan memicu apoptosis sel pejamu melalui mekanisme sel sendiri, seperti menghambat retikulum endoplasmik selama pembentukan virus, yang akan mengaktifkan protease yang melakukan mediasi apoptosis (kaspase) (Kumar et al., 2015).
Respons imun anti virus. Protein virus pada permukaan sel pejamu dapat dikenal oleh sistem imun pejamu sehingga limfosit dapat menyerang sel yang terinfeksi virus. Sel limfosit T sitotoksik (CTLs) yang penting untuk mekanisme pertahanan terhadap infeksi virus, tetapi CTLs juga berperan pada merusak jaringan. Gagal hati
31
akut selama infeksi hepatitis B dapat dipercepat oleh CTL yang membantu merusak hepatosit yang telah terinfeksi (respons normal untuk menghilangkan infeksi) (Kumar et al., 2015).
Transformasi sel yang telah terinfeksi menjadi sel tumor jinak atau ganas. Virus onkogenik yang berbeda dapat menstimulasi pertumbuhan sel dan ketahanan sel melalui berbagai mekanisme, termasuk ekspresi onkogen yang disandi virus, strategi anti-apoptosis, dan mutagenesis insertional (insersi DNA virus ke dalam genom pejamu akan mengubah ekspresi gen pejamu) (Kumar et al., 2015).
6.Mengetahui Respon Imun Terhadap Virus
Infeksi virus Hepatitis secara langsung merangsang produces IFN oleh sel-sel terinfeksi;IFN
berfungsi menghambat replikasi virus .Sel NK melisiskan berbagai
jenis sel terinfeksi virus Hepatitis. Sel NK mampu melisiskan sel
yang terinfeksi
virus Hepatitis walaupun virus Hepatitis menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC I, karena sel NK cenderung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHC negatif. Untuk membatasi penyebaran virus Hepatitis dan mencegah reinfeksi, sistem imun harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi, dimana ia dapat menetralkan antigen virus Hepatitis dan melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus Hepatitis terutama efektifuntuk virus Hepatitis yang bebas atau virus Hepatitis dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus Hepatitis dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara menghambat virus Hepatitis pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus Hepatitis tidak dapat menembus membran sel, sehingga virus Hepatitis tidak dapat menembus membran sel; dengan demikian replikasi virus Hepatitis dapat dicegah. Antibodi dapat juga menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus Hepatitis sehingga mudah difagisitosis dan dihancurkan melalui proses yang sama seperti diuraikan sebelumnya. Antibodi dapat mencegah penyebaran virus Hepatitis yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur. Tetapi sering
kali antibodi tidak cukup mampu untuk
mengendalikan virus yang telah mengubah struktur antigennya dan yang melepaskan diri (budding of) melalui membran sel sebagai partikel yang infeksius, sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secaralangsung. Walaupun tidak cukup mampu menetralkan virus Hepatitis secara langsung, antibodi dapat berfungsi dalam reaksi ADCC. Disamping respons antibodi, respons imun selular merupakan respons yang
paling penting, terutama pada
infeksi virus yang non-sitopatik respon imun
seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC dan interaksi dengan MHC kelas I.
32
Peran IFN sebagai anti virus cukup besar, khususnya IFN- dan IFN- . Dampak antivirus dari IFN terjadi melalui :α β A. Peningkatan ekspresi MHC kelas I B.Aktivasi sel NK dan makrofag C. Menghambat replikasi virus.
Ada juga yang menyatakan bahwa IFN menghambat penetrasi virus ke dalam sel maupun budding virus dari sel yang terinfeksi. Seperti halnya pada infeksi dengan mikroorganisme lain, sel T-Sitotoksik selain bersifat protektif juga dapat merupakan penyebab kerusakan jaringan, misalnya yang terlihat pada infeksi dengan virus LCMV (lympocyte choriomeningitis virus) yang menginduksi inflamasi pada selaput susunan saran 7. Faktor resiko penularan virus
Hepatitis A merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di dunia. Hepatitis A terjadi secara sporadis di seluruh dunia, dengan kecenderungan pengulangan siklus epidemi. Di dunia prevalensi infeksi virus hepatitis A sekitar 1.4 juta jiwa setiap tahun (WHO) dengan prevalensi tertinggi pada negara berkembang. Epidemi yang terkait dengan makanan atau air yang terkontaminasi dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada tahun 1988 yang mempengaruhi sekitar 300 000 orang. Penyakit hepatitis A ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Secara global, virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-68,3% (Sanitoso, 2007). Pada tahun 2002-2003 terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) hepatitis dengan 80% penderita berasal dari kalangan mahasiswa. Dari data penderita hepatitis pada mahasiswa menunjukkan 56% mahasiswa tersebut terbiasa makan di warung atau pedagang kuliner kaki lima dengan hygiene sanitasi yang tidak baik (Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2003).Pada tahun 2010, prevalensi penyakit infeksi virus hepatitis A mencapai angka 9.3% dari total penduduk 237.6 juta jiwa. Di sumsel tahun 2007 dengan jumlah penduduk 7.019.964 jiwa, prevalensi hepatitis A adalah 0.2-1.9%.2. URGENSI PENYAKIT HEPATITIS AHingga saat ini hepatitis virus A, B dan C masih menjadi masalah kesehatan dunia yang serius karena berpotensi menimbulkan dampak morbiditas dan mortalitas. Hepatitis Virus A (HVA) merupakan self limiting disease tetapi dapat menimbulkan dampak epidemiologis dan klinis. Di Indonesia infeksi HVA banyak mengenai anak usia < 5 tahun dan biasanya tanpa gejala. Anak-anak ini merupakan sumber penularan bagi orang dewasa di sekitarnya dengan risiko morbiditas dan
33
mortalitas yang lebih berat.Walau bukan penyebab kematian langsung, namun penyakit hepatitits menimbulkan masalah pada usia produktif, pada saat seharusnya mereka menjadi sumber daya pembangunan. Karena itu Indonesia mengusulkan resolusi Hepatitis Virus diangkat menjadi isu dunia, dan telah diterima.Tantangan yang serius ini perlu mendapat perhatian kita semua. Oleh karena itu perlu segera mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan lebih lengkap untuk dijadikan dasar perumusan kebijakan, guna menempatkan pengendalian penyakit hepatitis dalam daftar prioritas yang lebih tinggi. Di samping itu, para pakar dan praktisi kedokteran dan kesehatan yang berkecimpung di bidang hepatologi klinik, serta para pengelola pengendalian penyakit menular perlu bekerjasama bahu-membahu dalam merumuskan langkah-langkah untuk menangani masalah ini. Baik dari aspek diagnostik, pencegahan, pengobatan, maupun promosi kesehatan. Perhatian tidak hanya perlu diberikan di tingkat lokal dan nasional melainkan juga di tingkat regional dan global. (Dinas Kesehatan Indonesia 2007) Penyakit ini dapat membawa konsekuensi ekonomi dan sosial yang signifikan di masyarakat. Proses penyembuhan penyakit hepatitis A ini memerlukan waktu dalam hitungan minggu atau bulan bagi seseorang agar dapat kembali bekerja, sekolah, dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Dari segi ekonomi, dampaknya terhadap perusahaan makanan yaitu penurunan produktivitas lokal pada umumnya dan dapat menjadi masalah substansial.Penyakit hepatitis A ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Djoko Widodo, 2007) Hal ini disebabkan oleh kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat (Harrison, 2005).Menurut WHO (Deinhart F, dkk, 1982) prevalensi Hepatitis dibagi dalarn tiga kategori, yaitu sebagai berikut :· Tinggi: di negara-negara berkembang dengan sanitasi yang sangat buruk dan perilaku personal hygiene yang kurang baik, risiko infeksi lebih besar dari 90%. Sebagian besar (Deinhart F, dkk, 1982) Infeksi terjadi pada anak usia dini dan mereka yang terinfeksi tidak memiliki gejala nyata. Wabah jarang karena anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa umumnya kebal. Prevalensi penyakit di daerah seperti ini tergolong rendah dan jarang terjadi wabah.· Menengah: Di negara-negara berkembang, negara dengan ekonomi di daerah transisi di mana kondisi sanitasi sangat bervariasi. Ada daerah yang memiliki sistem sanitasi yang sudah memadai, namun juga ada yang masih kurang. Ironisnya, kondisi ekonomi yang terus membaik dan kesehatan dapat menyebabkan tingkat lebih tinggi dari penyakit, seperti infeksi terjadi pada kelompok usia lebih tua, dan wabah besar dapat terjadi (kejadian luar biasa).· Rendah: di negara maju dengan sanitasi yang baik dan kebersihan di tingkat infeksi rendah. Penyakit ini dapat terjadi pada remaja dan orang
34
dewasa di kelompok berisiko tinggi seperti pengguna narkoba suntik, pria gay, orang yang bepergian ke daerah risiko tinggi dan populasi terisolasi, misalnya ditutup komunitas agama.Dari berbagai hasil penelitian nampak jelas bahwa Indonesia termasuk Intermediate Prevalence, bahkan pada daerah tertentu termasuk dalam kategori High Prevalence (Suwignjo, 1985). Hal ini dikarenakan ada sebagian provinsi di Indonesia, khususnya di jawa, yang memiliki sistem sanitasi bervariasi, dan dengan kepadatan penduduk yang tinggi (memungkinkan untuk terjadinya wabah hepatitis A). Namun, di daerah lain, khususnya Indonesia
timur,
sistem
sanitasi
cenderung
kurang
baik,
sementara
kepadatan
penduduknya rendah (wabah kepatitis A jarang terjadi). (Suwignjo, 1985) 8. Cara penularan virus
Cara penularanan digunakan oleh virus bergantung pada sifat interaksi antara virus dengan pejamu, virus menular dengan cara-cara: 1. Penularan langsung dari orang ke orang melalui kontak. Cara utama penularan meliputi infeksi droplet atau aerosol (misal: influenza, campak, smallpox): melalui kontak sosial (contohnya: pappilomavirus, virus hepatitis B, herpes simpleks tipe 2, dan human immunodeficuency virus): melalui kontak tangan-mulut, tangan-mata, atau mulut-mulut (misalnya: virus herpes simpleks, rhinovirus, virus Epsteinbarr), atau melalui darah yang terkontaminasi (misalnya: virus hepatitis B, human immunodeficuency virus) 2. Penularan tidak langsungmelalui jalur fekal-oral (misalnya: enterovirus, rotavirus, hepatitis A infeksius) atau melalui muntahan (misalnya: virus Norwalk, rhinovirus) 3. Penularan dari hewan ke hewan, dengan manusia sebagai pejamu eksidental. Penularan dapat terjadi melalui gigitan (rabies) atau melalaui infeksi droplet atau aerosol dari daerah yang terkontaminasi hewan pengerat (contohnya: arenavirus, hantavirus) 4. Penularan melalui vektor antropoda (misalnya: arbivirus, sekarang terutama diklasifikasikan sebagai togavirus, flavivirus, dan bunyavirus)
Ada tiga pola penularan yang berbeda pada virus yang ditularkan antropoda:
35
1. Siklus manusia-antropoda: contohnya: demam kuning urban (urban yellow fever )
demam dengue.
Artropoda
Manusia
Manusia
Artropoda
2. Siklus vertebrata tingkat rendah-antropoda dengan infeksi tengensial pada manusia: contohnya : demam kuning hutan ( jingle yellow fever) esefalitis St. Louis.
Manusia yang terinfeksi merupakan pejamu.
Artropoda
Vertebrata
vertebrata
Tingkst rendah
tingkat rendah
artopoda
3. Siklus antropoda-antropoda yang terkadang menginfeksi manusia dan vertebrata derajat rendah: contoh: colorado tick fever, endsefalitis LaCrosse.
Artopoda
Manusia
Vertebra tingkat rendah
Artopoda
Pada siklus ini, virus dapat ditularkan dari artropoda dewasa ke keturunannya melalui telur (penularan transovarian). Dengan demikian, siklus tersebut dapat berlanjut dengan atau tanpa intervensi pejamu vertebrata yang mengalami veramia.
36
Pada vertebrata, invasi oleh kenyakatan virus menyebabkan reaksi hebat, dan biasanya berlangsung singkat. Hasilnya bersifat mutlak. Pejamu dapat kalah atau tetap hidup berkat pembentukan antibodi yang menetralkan virus. Tanpa mengindahkan hasil akhirnya, persinggahan virus asktif biasanya berlangsung singkat, meskipun infeksi persisten atau laten yang menetap selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dapat terjadi (hepatitis B, herpes simpleks, sitomegalovirus, retrovirus). Pada vektor artopoda virus, hubungan yang terjadi biasanya agak berbeda. Virus menyebabkan kesakitan yang ringan atau tidak menimbulkan penyakit sama sekali dan tetap aktif di dalam artopoda sepanjang siklus hidup alami artopoda tersebut. Dengan demikian, artropoda, berkebalikan dengan vertebrata, berperan sebagai pejamu tetap dan reservoar. 9. CARA PENCEGAHAN PENYAKIT
1. Pencegahan Primer ( Primary Prevention) Menurut epidemologi pencegahan primer merupakan pencegahan tingkat pertama untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus (Budiarto dan Dewi, 2003). Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat umum, misalnya pendidikan kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan. Sedangkan pencegahan khusus ditujukan pada orang-oarangyang mempunyai resiko dengan melakukan imunisasi, misalnya imunisasi terhadap hepatitis. Menurut Wislow, pencegahan primer ini dilakukan saat individu belum menderita sakit, meliputi ha-hal berikut:
A. Peningkatan Kesehatan ( Health Promotion) Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan. Contoh: penyediaan makanan sehat dan cukup (kuantitas maupun kualitas), perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan (penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah), pendidikan kesehatan kepada masyarakat (pendidikan untuk kalangan menengah ke atas di Negara berkembang terhadap resiko jantung koroner), olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu, kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial dan juga nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab (Budiarto dan Dewi, 2003). a.
Perlindungan Khusus (Specific Protection) Perlindungan khusus berupa upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan
penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi dan peningkatan ketrampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotika, penanggulangan stress. Contoh: memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah penyakit dengan adanya kegiatan Pekan Imunisasi Nasioanal (PIN), isolasi terhadap penderita penyakit
37
menular (golongan yang terkena flu burung ditempatkan di ruang isolasi), pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum maupun tempat kerja dengan menggunakan alat perlindungan diri, perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi, pengendalian sumber-sumber pencemaran (adanya kegiatan jumat bersih untuk membersihkan sungai atau selokan bersama-sama dan penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS (Budiarto dan Dewi, 2003). 2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) Tingkat pencegahan sekunder merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit. Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment ). Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun (Maryani, 2010). a.
Tujuan Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada fase awal patogenik
yang bertujuan untuk : 1) Mendeteksi dan melakukan interfensi segera guna menghentikan penyakit pada tahap in. 2) Mencegah penyebaran penyakit menurunkan intensitas penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular. 3) Untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat. Pembatasan cacat ( disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi diatasi, terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi. 3. Pencegahan Tersier (Tertiary Prevention) Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) adalah suatu upaya pencegahan yang dilakukan seseorang pasca sakit untuk membatasi kecatatan sehingga tidak menjadi tambah cacat. Sasarannya adalah kelompok pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuannya adalah agar mereka segera pulih kembali kesehatannya. Yang termasuk upaya pencegahan ketiga adalah rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan pemulihan pasien yang sakit atau luka ke derajat fungsional yang optimal pada semua jenis aktivitas. Pada keadaan ini kerusakan patologis sudah bersifat irreversible, dan tidak bisa diperbaiki lagi. Karena itu upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan, seperti: a.
Rehabilitasi fisik, misalnya rehabilitasi cacat tubuh dengan pemberian alat bantu/protese.
38
b. Rehabilitasi sosial, misalnya mendirikan tempat pendidikan untuk tuna netra, tuna rungu, anak cacat dan terbelakang. c.
Rehabilitasi kerja (vocational services), misalnya rehabilitasi masuk ke tempat kerja sebelumnya, mengaktifkan optimum organ yang cacat.
d. Rehabilitasi mental, misalnya mengembalikan kepercayaan diri orang yang terkena narkoba.
39
Peta Konsep
VIRUS
KLASIFIKASI
PATOGENESIS
GENOM
MORFOLOGI
DAUR HIDUP
TROPISME
PENYEBARAN
FAKTOR RISIKO
CIDERA SEL
RESPON IMUN
PENCEGAHAN
PENYEMBUHAN
PRIMER SEKUNDER TERSIER
DNA
RNA
BENTUK
SIMETRI KAPSUL
ATTACHMENT PENETRASI UNCOATING REPLIKASI
40
LOKAL
SISTEMIK