LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL LARUTAN CUCI MATA
Di susun oleh : Sigit Setianggawan Benny Rianto Putri Kristiana Sari Galau M.E.B.P.M.
16123698A 17113108A 17113112A 17113120A
Dosen pengampu : Dra. Lina Susanti, M.Si.
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2014
LARUTAN CUCI MATA
A. Tujuan Mengetahui dan menguasai pembuatan larutan mata meliputi tetes mata dan cuci mata secara steril. B. Dasar Teori Sterilisasi adalah suatu proses dimana kegiatan ini bertujuan untuk membebaskan alat ataupun bahan dari berbagai macam mikroorganisme. Suatu bahan bisa dikatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak baik dalam bentuk vegetatip walaupun bentuk nonvegetatip (spora). Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba. 1. Guttae Ophtalmicae Guttae Ophthalmicae atau tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir di sekitar kelopak mata dan bola mata. Tetesmata berair umumnya dibuat menggunakan cairan pembawa berair yang mengandung zat pengawet terutama fenilraksa (II) nitrat atau fenilraksa (II) asetat 0,002 % b/v, benzalkonium klorida 0.01 % b/v atau klorheksidina asetat 0,01 % b/v, yang pemilihannya didasarkan atas ketercampuran zat pengawet terhadap obat yang terkandung di dalamnya selama tetes mata itu dimungkinkan untuk digunakan. Benzalkonium klorida tidak cocok digunakan sebagai zat pengawet untuk tetes mata yang mengandung anestetikun lokal. Tetes mata berupa larutan harus jernih, bebas zarah asing, serat dan benang. Kecuali dinyatakan lain, tetes mata dibuat dengan cara berikut: 1. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup wadah dan sterilkan dengan Cara sterilisasi A yang tertera pada injectiones. 2. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan didterilkan dengan Cara sterilisasi C yang tertera pada Injectiones, masukkan ke dalam wadah secara aseptik dan tutup rapat. 3. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup wadah dan sterilkan dengan Cara sterilisasi B yang tertera pada injectiones. Semua alat yang digunakkan untuk pembuatan tetes mata, begitu juga wadahnya, harus bersih betul sebelum digunakan, jika perlu disterilkan. Kejernihan harus memenuhi syarat kejernihan yang tertera pada Injectiones. Sterilitas harus memenuhi Uji Sterilitas yang tertera pada Uji keamanan hayati. Penyimpanan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume 10 ml, dilengkapi dengan penetes. Penandaan pada etiket juga harus tertera “Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka”.
2. Collyria Kolirium adalah sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas zarah asing, isotonis, digunakan untuk membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat dapar dan zat pengawet. Kolirium dibuat dengan melarutkan obat dalam air, saring hingga jernih, masukkan dalam wadah, tutup dan sterilkan dengan Cara sterilisasi A, B atau C, pindahkan ke dalam wadah steril secara aseptic. Alat dan wadah yang digunakan dalam pembuatan kolirium harus bersih dan steril. Kejernihan dan Sterilitas. Memenuhi syarat yang tertera pada Injectiones, pada Farmakope Indonesia. Penyimpanan. Dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap. Catatan: 1. Pada etiket harus juga tertera: a. Masa penggunaan setelah botol dibuka tutupnya b. “Obat cucimata” 2. Kolirium yang tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan paling lama 24 jam setelah botol dibuka tutupnya. 3.Kolirium yang mengandung zat pengawet dapat digunakan paling lama 7 hari setelan botol dibuka tutupnya Cara Sterilisasi Sediaan disterilkan dengan cara berikut: 1. Pemanasan dalam otoklaf Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah yang tidak lebih dari 100 ml. Sterilisasi dilakukan denganuap air jenuh pada suhu 115° sampai 116° selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 115° sampai 116° selama 30 menit. 2. Pemanasan dengan bakterisida Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam larutan klorkresol P 0,2 % b/v dalam aqua bidest atau larutan bakterisida yang cocok untuk air untuk tetes mata. Isikan ke dalam wadah, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 98° sampai 100° selama 30 menit. Jika volume wadah lebih dari 30 ml, waktu sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 98° sampai 100° selama 30 menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakkan secara intravenus lebih dari 15 ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara ini. Injeksi digunakan secara intrateka, intrasisterna, atau peridura tidak boleh dibuat dengan cara ini. 3. Penyaringan Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut Teknik aseptic. 4. Pemanasan kering Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap atau penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai 150°. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut Teknik aseptic.
Teknik Aseptik Proses aseptik adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakkan dalam pembuatan tetes mata yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir, karena ketidakmantapan zatnya. Teknik ini tidak mudah diselenggarakan dan tidak ada kepastian behwa hasil akhir sesungguhnya steril. Sterilitas hasl akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu telah memenuhi syarat Uji sterilitas yang tertera pada uji keamanan hayati. Teknik aseptic menjadi hal yang penting sekali diperhatikan pada waktu melakukan sterilisasi mengginakan Cara sterilisasi C dan D sewaktu memindahkan atau memasukan bahan steril ke dalam wadah akhir steril. Dalam hal tertentu, untuk meyakinkan terjadinya cemaran atau tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan cairan steril ke dalam wadah steril menggunakan cara ini, perlu diuji dengan cara sebagai berikut: - Ke dalam salah satu wadah masukkan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. - Tutup wadah dan eramkan pada suhu 32° selama 7 hari - Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yang terjadi pada waktu memasukkan atau memindahkan cairan ke dalam wadah akhir C. Alat dan Bahan 1. Alat - Timbangan - Encase - Gelas ukur - Beker glass - Batang pengaduk - Kapas - Botol kaca 100ml - Erlenmeyer - Formalin - Kapas & tissu - Kertas saring steril - Corong - Pipet - Otoklaf 2. Bahan - ZnSO 4 - Asam Borat - Aquades steril - NaCl
D. Formula dan Skema Kerja 1. Formula R/ ZnSO4 Asam Borat Aquadest ad. m.f collyr. Isotonis
0,1 0,5 100 ml
Perhitungan NaCl untuk membuat isotonis :
Bahan - ZnSO4 - Asam Borat - NaCl
Ptb 0,086 0,288 0,576
C (g/100ml) 0,1 0,5 0,637
Penimbangan bahan +10 % Bahan - ZnSO4 - Asam Borat - NaCl - Aquades
Perhitungan 0,1 x (110/100) 0,5 x (110/100) 0,637 x (110/100) q.s.
Jumlah (gram) 0,11 0,55 0,7 q.s.
2. Skema kerja Sterilisasi alat
Timbang bahan dilarutkan aquades steril Erlenmeyer diencerkan aquades steril Ad 110 ml disaring kertas saring steril
0,5 ml filtrat pertama
Filtrat kedua dimasukkan ad. tanda batas 100 ml Botol kaca steril disterilisasi
Warna, bau, partikel asing homogenitas,
Otoklaf 121 C 15 menit dievaluasi
E. Hasil dan Pembahasan Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan menguasai pembuatan larutan mata yaitu cuci mata secara steril. Bahan yang digunakan sebagai larutan cuci mata adalah ZnSO4 dan asam borat. Pelarut yang digunakan adalah aquades steril karena ZnSO4 bersifat sangat mudah larut dalam air sedang asam borat bersifat mudah larut dalam air. ZnSO4 berfungsi sebagai adstringen sedang asam borat berkhasiat sebagai antibakteri dan fungistatik sehingga dapat mengatasi mata bengkak, berair dan mata merah. Metode pembuatan larutan cuci mata pada praktikum ini menggunakan teknik aseptis ditambah sterilisasi akhir. Umumnya teknik aseptis tidak disertai sterilisasi akhir karena metode ini lebih cocok digunakan untuk bahan-bahan yang tidak tahan pemanasan sehingga tidak boleh disterilisasi akhir. Teknik aseptis pada praktikum ini dipakai untuk mengurangi adanya kontaminasi mikroba meskipun dilakukan sterilisasi akhir tetap diperlukan usaha mengurangi adanya kontaminasi pada proses pembuatan sediaan steril. Penimbangan bahan ditambah 10% untuk mengantisipasi kekurangan bahan karena proses pembuatan. Syarat sediaan parenteral untuk mata adalah jernih, isohidris, steril, bebas partikel asing, dan isotonis. NaCl ditambahkan pada larutan cuci mata untuk mengatur isotonisitas sediaan supaya sama dengan mata sehingga tidak menimbulkan rasa sakit saat digunakan. Penambahan NaCl dihitung dengan rumus : B = jumlah penambaha NaCl c1 = konsentrasi ZnSO₄ c2 = konsentrasi asam borat c3 = konsentrasi NaCl b1 = Ptb ZnSO₄ b2 = Ptb asam borat b3 = konsentrasi NaCl Larutan cuci mata harus jernih supaya nampak jika ada pertikel asing yang dapat melukai mata. Isohidris artinya pH sediaan sama dengan mata atau berada pada range yang ditentukan dimana masih aman dan nyaman jika digunakan. Jangkauan pH isohidris adalah 6,8 – 7,4. Syarat paling penting adalah steril yaitu bebas mikroba hidup yang dapat menimbulkan infeksi. Sterilisasi akhir dengan otoklaf pada suhu 121 0 C selama 15 menit. Suhu sterilisasi 1210 C supaya spora mikroba benar-benar mati. Waktu 15 menit supaya sediaan tidak terdegradasi karena meskipun tahan terhadap pemanasan namun jika terlalu lama bisa rusak. Berdasarkan teori yang lebih baik pemanasan pada suhu tinggi secara waktu singkat daripada pemanasan suhu rendah dalam waktu yang lama untuk menjaga stabilitas sediaan. Evaluasi hasil pembuatan sediaan cuci mata pada praktikum ini adalah sebagai berikut : Pengamatan Setelah pembuatan Setelah 1 minggu Cair Cair Bentuk Bening agak keruh Bening ada endapan Warna Tidak berbau Tidak berbau Bau Cukup homogen Cukup homogen Homogenitas Ada Ada Partikel asing Berdasarkan hasil evaluasi sediaan cuci mata pada praktikum ini nampak kekeruhan setelah proses sterilisasi akhir. Kekeruhan ini kemungkinan besar berasal dari
aquades yang disterilkan dengan cara direbus. Sumber kekeruhan adalah zat kapur yang terdapat pada wadah/panci untuk merebus aquades terdapat kerak zat kapur. Sehingga setelah satu minggu didiamkan zat kapur mengendap dalam sediaan larutan cuci mata. Dengan demikian dapat disimpulkan sediaan larutan cuci mata hasil dari praktikum in kurang memenuhi syarat karena ditemukan partikel asing berupa zat kapur ynag berasal dari aquades. Praktikum ini masih kurang lemgkap karena tanpa disertai uji pH dan strilitas karena sesuai persyaratan sediaan cuci mata harus steril dan isohidris. Uji sterilitas bisa menggunakan uji mikroba dengan lempeng sedangkan uji isohidris bisa menggunakan pH stick.
Setelah pembuatan
Setelah satu minggu
F. Kesimpulan Praktikum pembuatan larutan cuci mata steril ini menunjukan hasil yang dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sediaan larutan cuci mata hasil praktikum ini kurang memenuhi syarat karena dari hasil evaluasi ditemukan pengotor dan terjadi endapan yang dapat membahayakan mata. 2. Agar sediaan bebas pirogen maka harus ditambahkan karbon yang telah diaktifkan sebanyak 0,1%. 3. Untuk pembuatan sediaan parenteral harus isotonis, isohidri, steril dan bebas pirogen. Sebaiknya dilakukan uji kualitas dari masing-masing persyaratan agar didapatkan sediaan yang memenuhi syarat dan juga untuk meningkatkan mutu dari sediaan yang dibuat. G. Daftar Pustaka Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, Ed ke 4. Penerbit UI. Jakarta. Lina. S, 2012. Petunjuk Praktikum Teknologi Formulasi Sediaan Steril . Surakarta: Universitas Setia Budi