LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN
MODUL IV SEDIMENTASI TIPE 2
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
Andrew Alexander Lamba
(1006680663)
Mikaela Antoinette
(1006680865)
Ratu Aliah Sanada
(1006773912)
Riris Kusumaningsih
(1006660964) (1006660964)
Tanggal Praktikum
: 18 Oktober 2012
Asisten
: Ingen Augdiga Sidauruk
Tanggal disetujui
:
Paraf
:
Nilai
:
LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN DAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012
Page 1
1. Maksud dan Tujuan Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami proses pemisahan zat padat - cair dari flokulen tersuspensi yang terdapat dalam proses pengolahan air minum dan air limbah. Sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui karakteristik pengendapan / sedimentasi dari sampel air yang di representasikan dalam grafik penghilangan padatan tersuspensi ( suspended suspended solids removal ) terhadap waktu detensi (detention time) time) dan beban permukaan (overflow ( overflow rate). rate).
2. Ruang Lingkup
Batch
settling
test
umumnya
digunakan
untuk
mengevaluasi
karakteristik
pengendapan dari da ri flokulen tersuspensi yang terdapat di badan air maupun dalam proses pengolahan air.
3. Landasan Teori
3.1 Pengertian Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan padatan padatan dari cairan menggunakan menggunakan pengendapan pengendapan secara gravitasi dimana aliran pada kondisi yang relatif tenang akan membuat padatan mengendap akibat gaya gravitasi. Jika prasedimentasi ditujukan untuk mengendapkan partikel diskrit (pasir, kerikil kecil dll), maka sedimentasi ditujukan untuk menyisihkan suspended solid (partikel tersuspensi) dan sebagian kecil dissolved solid (partikel terlarut). Namun demikian, sebelum disisihkan, partikel-partikel ini diproses sehingga partikel yang ukurannya kecil dan sukar mengendap menjadi bergabung satu dengan lainnya lewat proses flokulasi. Proses flokulasi menghasilkan partikel gabungan yang cukup berat untuk mengendap di bak sedimentasi. Suspensi padat ini, atau partikel, penting untuk dibuang dari air untuk beberapa alasan. Beberapa alasan diantaranya meliputi : alasan keamanan dan estetika, penyebaran penyakit, dan terakhir karena adanya bahan beracun yang ada sebagai partikel atau dapat diserap oleh partikel. par tikel. Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan.
Page 2
1. Maksud dan Tujuan Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami proses pemisahan zat padat - cair dari flokulen tersuspensi yang terdapat dalam proses pengolahan air minum dan air limbah. Sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui karakteristik pengendapan / sedimentasi dari sampel air yang di representasikan dalam grafik penghilangan padatan tersuspensi ( suspended suspended solids removal ) terhadap waktu detensi (detention time) time) dan beban permukaan (overflow ( overflow rate). rate).
2. Ruang Lingkup
Batch
settling
test
umumnya
digunakan
untuk
mengevaluasi
karakteristik
pengendapan dari da ri flokulen tersuspensi yang terdapat di badan air maupun dalam proses pengolahan air.
3. Landasan Teori
3.1 Pengertian Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan padatan padatan dari cairan menggunakan menggunakan pengendapan pengendapan secara gravitasi dimana aliran pada kondisi yang relatif tenang akan membuat padatan mengendap akibat gaya gravitasi. Jika prasedimentasi ditujukan untuk mengendapkan partikel diskrit (pasir, kerikil kecil dll), maka sedimentasi ditujukan untuk menyisihkan suspended solid (partikel tersuspensi) dan sebagian kecil dissolved solid (partikel terlarut). Namun demikian, sebelum disisihkan, partikel-partikel ini diproses sehingga partikel yang ukurannya kecil dan sukar mengendap menjadi bergabung satu dengan lainnya lewat proses flokulasi. Proses flokulasi menghasilkan partikel gabungan yang cukup berat untuk mengendap di bak sedimentasi. Suspensi padat ini, atau partikel, penting untuk dibuang dari air untuk beberapa alasan. Beberapa alasan diantaranya meliputi : alasan keamanan dan estetika, penyebaran penyakit, dan terakhir karena adanya bahan beracun yang ada sebagai partikel atau dapat diserap oleh partikel. par tikel. Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan.
Page 2
Pada pengolahan air minum atau air bersih adalah: 1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan pengolahan dengan filter pasir cepat 2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir cepat 3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur 4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk : 1. Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau), biasanya adalah grit chamber 2. Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama, yaitu prasedimentasi. 3. Penyisihan flok/lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir 4. Penyisihan humus pada clarifier setelah trickling filter Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah adalah s ama, demikian juga untuk metoda dan peralatannya. Namun demikian, prasedimentasi jarang j arang digunakan pada pengolahan air limbah, karena parameter dominan limbah adalah limbah organik, bukan padatan tersuspensi seperti pada air baku pengolahan air bersih. Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk penyisihan lumpur setelah koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian partikel di udara.
3.2 Bak sedimentasi
Gambar 3.2.1 Bak Sedimentasi Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya
Page 3
berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. (Reynold and Richards, 1996) Bak sedimentasi ideal tersusun oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, zona lumpur, dan zona outlet.
Gambar 3.2.2 Mekanisme pengendapan partikel
Ditinjau dari jenis partikel yang diendapkan, bak sedimentasi dibedakan menjadi untuk prasedimentasi dan untuk sedimentasi. 1. Prasedimentasi Prasedimentasi (disebut juga plain sedimentation atau sedimentasi I) dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air. Prasedimentasi hanya diperlukan apabila dalam air baku terdapat partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur dalam jumlah yang besar. Pengendapan dilakukan dalam bak berukuran besar (biasanya membutuhkan waktu detensi selama 2 hingga 4 jam) dalam
Page 4
aliran yang laminer, untuk memberikan kesempatan lumpur mengendap tanpa terganggu oleh aliran. Pengendapan berlangsung secara gravitasi tanpa penambahan bahan kimia sebelumnya.
Kecepatan pengendapan dapat dihitung dengan rumus S toke’s sebagai berikut:
….(3.2.1)
Atau
….(3.2.2)
dengan: Vs = kecepatan pengendapan, m/det Sg = Specific gravity ρs= ρ
densitas massa partikel, kg/m3
= densitas massa liquid, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/detik2 v = viskositas kinematik, m2/detik μ
= viskositas absolut, N.detik/m2
Bak sedimentasi ideal. Sebuah aliran horizontal dalam bak sedimentasi menunjukkan karakteristik, yang secara umum digunakan untuk melukiskan cara pengendapan partikel diskrit : a. aliran melalui bak terdistribusi merata melintasi sisi melintang bak b. partikel terdispersi merata dalam air c. pengendapan partikel yang dominan terjadi adalah type I Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona (lihat Gambar 3.2.3), yaitu: a. zona inlet : Dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata melintasi bagian melintang bak; aliran meninggalkan zona inlet mengalir secara horisontal dan langsung menuju bagian outlet b. zona pengendapan : Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel diskret tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan. c. zona lumpur : Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan tetap disana d. zona outlet : Dalam zona ini, air yang partikelnya telah ter endapkan terkumpul pada
Page 5
bagian melintang bak dan siap melngalir keluar bak.
Gambar 3.2.3 Pola Pengendapan partikel diskrit
2. Sedimentasi Sedimentasi dimaksudkan untuk menyisihkan partikel/suspended solid dalam air dengan cara mengendapkannya secara gravitasi. Jenis partikel yang diendapkan adalah partikel flokulen, yaitu partikel yang dihasilkan dari proses koagulasi-flokulasi. Ciri partikel flokulen adalah partikel yang selalu mengalami perubahan ukuran dan bentuk selama proses pengendapan berlangsung. Mekanisme sedimentasi adalah sebagai berikut: a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi. b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar. c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam bak harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold ( NRe) dan bilangan Froud ( NFr ). d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall / perforated baffle untuk meratakan aliran ke bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima air dari outlet bak flokulator. e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok yang telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir ) dengan tinggi air di atas weir yang cukup tipis (1,5 cm).
Page 6
Bentuk bak sedimentasi : a. Segi empat (rectangular). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah
Gambar 3.2.4 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan memanjang b. lingkaran (circular ) - center feed . Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1.
Gambar 3.2.5 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – center feed : (a) denah, (b) potongan melintang c. lingkaran (circular ) - periferal feed . Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran, sementara partikel mengendap ke bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed , walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
Gambar 3.2.6 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed : (a) denah, (b) potongan melintang
Page 7
Bagian-bagian dari bak sedimentasi : a. Zona Inlet atau struktur influen (tempat air masuk ke dalam bak) : Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular. Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi. Disain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak sedimentasi tergantung pada kualitas flok. b. Zona pengendapan: tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan. c. Ruang lumpur: tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak. Kadang dilengkapi dengan sludge collector / scrapper . d. Zona Outlet atau struktur efluen (tempat di mana air akan meninggalkan bak, biasanya berbentuk pelimpah (weir )) : Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi. Selain bagian-bagian utama di atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler . Settler dipasang pada zona pengendapan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan.
(a)
(b)
Gambar 3.2.7 (a) Bagian-bagian bak sedimentasi
Page 8
(b) Settle pada bak sedimentasi
3.3 Tangki Sedimentasi Tangki sedimentasi mampu : -
mengendapkan TSS 60 %, mereduksi BOD 40 % pd l imbah domestik
-
limbah industri tergantung pada jenis / sifat limbahnya.
Jenis tangki sedimentasi (sedimentation tank) : A.Berdasarkan bagian yang diutamakan :
clarifier, apabila yang diutamakan cairannya
thickener, apabila yang diutamakan padatannya.
B. Berdasarkan bentuknya : - bulat - persegi panjang C. Berdasarkan bahannya : - beton : untuk kapasitas besar - baja : untuk kapasitas kecil. Perbandingan kelebihan dan kekurangan tangki sedimentasi bulat terhadap persegi panjang : Kelebihan : -
lebih praktis
-
menghemat bahan
-
menghemat ruang.
Kekurangan : - zona pengendapan efektif lebih kecil (bulat : 60- 80 % , panjang : 85-90%) - sering terjadi short circuiting
air
limbah keluar tangki lebih cepat daripada waktu
detensi yang seharusnya
Dirancang sedemikian sehingga lumpur yang mengendap terdorong : -
tangki bulat : dasar merendah ke tengah (dasar hopper)
-
tangki empat persegi panjang : pada sisi masukan dilengkapi scraper yang mendorong lumpur masuk ke hopper.
-
Sering dilengkapi skimmer, mendorong padatan mengambang.
-
Gambar berikut adalah skema tangki sedimentasi berbentuk bulat dan persegi panjang.
Page 9
Gambar 3.3 Tangki sedimentasi pada pengolahan primer (Downing, 198)
3.4 Proses Sedimentasi
1. Cara Batch Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch paling mudah dilakukan pengamatan penurunan ketinggian. Mekanisme sedimentasi batch pada suati silinder/tabung bisa dilihat pada gambar berikut:
Page 10
Gambar 3.4.1 Mekanisme Sedimentasi Batch Keterangan : A : cairan bening B : zona konsentrasi seragam C : zona ukuran butir tidak seragam D : zona partikel padat terendapkan Gambar diatas menunjukkan slurry (bagian dengan konsentrasi partikel terbesar) awal yang memiliki konsentrasi seragam dengan partikel padatan yang seragam di dalam tabung (zona B). Partikel mulai mengndap dan diasumsikan mencapai kecepatan maksimum. Dengan cepat zona D terbentuk yang terdiri dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena tekanan dari zona D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran partikel yang berrbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah dengan konsentrasi seragam dan distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang merupakan cairan bening. Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah. Zona A dan zona D bertambah, sedangkan zona B berkurang. Akhirnya zona B dan zona C, dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut critical settling point , yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan endapan (F oust,1980).
2. Cara Semi-Batch Pada proses sedimentasi ini, hanya ada cairan keluar saja atau cairan masuk saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau cairan bening yang keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :
Page 11
Gambar 3.4.2 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch Keterangan : A : cairan bening B : zona konsentrasi seragam C : zona ukuran butir tidak seragam D : zona partikel padat terendapkan
3. Cara Kontinyu Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan cairan bening yang dikeluarkan secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan. Mekanisme sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.4.3 Mekanisme Sedimentasi Kontinyu
Keterangan : A : cairan bening B : zona konsentrasi seragam
Page 12
C : zona ukuran butir tidak seragam D : zona partikel padat terendapkan Kecepatan sedimentasi didefinisikan sebagai laju pengurangan atau penurunan ketinggian daerah batas antara slurry (endapan) dan supernatant (cairan bening) pada suhu seragam untuk mencegah pergeseran fluida karena konveksi (Brown, 1950). Pada keadaan awal, konsentrasi slurry seragam di seluruh bagian tabung. Kecepatan sedimentasi konstan, periode ini disebut free settling, dimana padatan bergerak turun hanya karena gravitasi. Kecepatan yang konstan ini disebabkan oleh konsentrasi di lapisan batas yang relatif masih kecil, sehingga pengaruh gaya tarik-menarik antar partikel, gaya gesek, dan gaya tumbukan antar partikel dapat diabaikan. Partikel yang berukuran besar akan turun lebih cepat, menyebabkan tekanan ke atas oleh cairan bertambah, sehingga mengurangi kecepatan turunnya padatan yang lebih besar. Hal ini membuat kecepatan penurunan semua partikel (baik yang kecil maupun yang besar) relatif sama atau konstan. Semakin banyak partikel yang mengendap, konsentrasi menjadi tidak seragam dengan bagian bawah slurry menjadi lebih pekat. Konsentrasi pada bagian atas bertambah, gerak partikel semakin sukar dan kecepatan turunnya partikel berkurang. Kondisi ini disebut hindered settling. Perbedaan antara kondisi free settling dan hindered settling dapat diamati pada grafik hubungan antara Z L dan ɵL. Dimana saat free settling grafik hubungan masih berupa garis lurus, sedangkan grafik mulai melengkung saat konsisi hindered settling.
3.5 Tipe Sedimentasi
Gambar 3.5.1 Klasifikasi Tipe Sedimentasi
Page 13
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi. Kriteria ini secara langsung mempengaruhi desain dan konstruksi dari sedimentasi. Masing-masing terjadi baik di pengolahan air maupun limbah cair Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe, yaitu:
Sedimentasi tipe I (Prasedimentasi): pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap
secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel.
Sedimentasi tipe II (Sedimentasi): pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi
antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
Sedimentasi tipe III (sedimentasi setelah proses pengolahan biologis seperti activated
sludge atau oxidation ditch): pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap
Sedimentasi tipe IV (pengendapan lumpur pada proses pengolahan lumpur di sludge
digester atau sludge drying bed): terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel
Kedalaman
Gambar 3.5.2 Empat tipe sedimentasi 1) Tipe 1 (pengendapan diskrit) Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Pengendapan discrete membutuhkan konsentrasi padatan tersuspensi paling rendah dan analisisnya paling sederhana. Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena
Page 14
adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan. Gaya impelling dinyatakan dalam persamaan : F1 = (ρs – ρ) g V Dimana : F1 = gaya impelling ρs = densitas massa partikel ρ = densitas massa liquid V = volume partikel g = percepatan gravitasi Gaya drag
Keterangan : Tidak ada perubahan bentuk, ukuran partikel, dan penggabungan partikel padatan selama proses pengendapan
Gambar 3.5.3 Sedimentasi Tipe I
2) Tipe 2 (pengendapan flokulen) Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Hal ini terjadi dimana konsentrasi partikel cukup tinggi sehingga terjadi tumpukan. Kenaikan massa partikel rata-rata ini menyebabkan partikel jatuh lebih cepat. Pengendapan flokulasi digunakan pada clarifier utama dan zona bagian atas dari clarifier kedua. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah.
Page 15
Keterangan : Ukuran partikel berubah menjadi besar/aglomerasi semakin menuju dasar (mengendap)
Gambar 3.5.4 Sedimentasi Tipe II 3) Tipe 3 (Pengendapan zona atau disebut hindered ) Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Pada hindered , atau zona pengendapan, konsentrasi partikel sedang sehingga partikel terganggu dengan pengendapan partikel lainnya dan akhirnya jatuh bersama. Pengendapan hindered utamanya digunakan pada clarifier kedua. 4) Tipe 4 (Pengendapan Kompresi) Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 3.4.2). Tujuan pemampatan
pada
final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur
biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif. Pengendapan kompresi memilki konsentrasi partikel tersuspensi paling tinggi dan terjadi pada daerah
yang lebih
rendah
pada clarifier.
Pengendapan partikel
dengan
memampatkan massa partikel-partikel bagian bawah. Kompresi terjadi tidak hanya pada zona lebih rendah dari clarifier kedua tapi juga pada tangki pengentalan lumpur (sludge thickening tanks).
Page 16
Gambar 3.5.5 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan laboratorium secara batch menggunakan column settling test . Pengamatan dilakukan terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi lumpur dengan waktu.
Gambar 3.5.6 Grafik hasil percobaan sedimentasi tipe III dan IV 3.6 Sedimentasi pada Pengolahan Air Minum Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan bangunan prasedimentasi dan sedimentasi II.
a. Prasedimentasi Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap (diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan
bahwa
pengendapan partikel berlangsung secara individu
masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
Page 17
(masing-
b. Sedimentasi II Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi yang relatif mudah mengendap (karena telah menggabung menjadi partikel berukuran besar). Tetapi partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak
sedimentasi
karena teori ini mengemukakan bahwa
II
pengendapan
adalah teori sedimentasi tipe II partikel
berlangsung
akibat
adanya interaksi antar partikel. 3.7 Sedimentasi pada Pengolahan Air Limbah Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah: a. Grit chamber Grit chamber merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel kasar/grit bersifat diskret yang relatif sangat
mudah
mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit chamber adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan
partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel. b. Prasedimentasi Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi- flokulasi
atau
biologis.
presipitasi),
namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi). c. Final clarifier Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian darii bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis (disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena sebagian besar
tersusun
oleh
bahan-bahan
organik volatil.
Teori
sedimentasi
yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe III
Page 18
dan IV karena pengendapan biomassa
dalam
jangka
waktu
yang
lama
akan
menyebabkan terjadinya pemampatan (kompresi).
3.8 Fokus Praktikum (Sedimentasi Tipe 2) Modul bab ini fokus pada Sedimentasi Tipe 2. Pengendapan tipe ini adalah tipe pengendapan partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok gabungan partikel tersuspensi dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa koagulan mendestabilisasikan partikel-partikel tersebut, sehingga akhirnya mereka bergabung menjadi satu membentuk partikel flok dan akhirnya menjadi berat, sehingga dapat mengendap di bak sedimentasi. Partikel flokulan selama proses flokulasi dan pengendapan ukuran partikelnya bertambah dan mengendap lebih cepat. 3.9 Karakteristik Pengendapan Bacth Settling test yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi karakteristik dari pengendapan flokulan tersuspensi. Kolom ini biasanya berdiameter antara 5 inch hingga 8 inch untuk meminimalisir efek dari dinding Kolom, dan tingginya harus sebanding atau sama dengan kedalaman bak yang direncanakan. Pintu masuk (port) dari sampling diletakkan pada interval ketinggian Kolom dengan jarak tertentu. Parameter kunci dalam analisis pengendapan partikel adalah kecepatan pengendapan yang dirumuskan berdasarkan Hukum ketiga Newton tentang aksi dan reaksi :
……….(1) Diasumsikan partikel berbentuk bola, maka kecepatan pengendapan (vs):
………(2) Kemudian berdasarkan hukum Stokes untuk aliran laminar (Re < 1), subtitusikan nilai Cd ke persamaan diatas, diperoleh
Page 19
……(3) Partikel akan dapat mengendap jika kecepatan pengendapan (vs) lebih besar dari beban permukaan yang disebut surface loading atau overflow rate (OR). Karena waktu detensi dari pengendapan partikel sama dengan waktu yang dibutuhkan aliran air yang mengalir dari inlet bak sedimentasi menuju outlet maka overflow rate data dinyatakan dengan : OR = H/t = Q / A ………………(4)
dimana : H : Kedalaman bak sedimentasi (m) t : Waktu detensi (hari) Q : Debit (m3/hari) A : Luas permukaan bak (m2)
Jika OR > vs, maka waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap (mencapai zona lumpur di dasar bak sedimentasi) lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan partikel air untuk mencapai outlet bak. Sehingga hanya sebagian partikel yang akan mengendap. Menurut Droste (1997) karena diasumsikan semua partikel terdistribusi sempurna di kedalaman inlet bak sedimentasi, maka hanya partikel yang memasuki zona pengendapan pada kedalaman H’ yang akan mengendap, dimana H’
Page 20
Gambar 3.8 Kolom Pengendapan dan Kurva Pengendapan
Pada sedimentasi tipe 2, OR tidak bisa ditentukan secara analitis melainkan harus menggunakan Batch settling tests. Pada Batch settling test , sampel harus dicampur merata di dalam kolom dengan kondisi temperature yang konstan. Lalu sampel diambil melalui beberapa titik pada kolom dan diukur tingkat penyisihan partikelnya ( percent removal atau R). Tingkat penyisihan diplot dengan kurva terhadap kedalaman (H) dan waktu detensi (t). Kemudian OR dihitung pada berbagai variasi waktu detensi atau waktu pengendapan dimana kurva R memotong sumbu x. Berdasarkan persamaan (5) FR dapat dihitung berdasarkan kedalaman antara dua kurva iso-concentration yang berbanding lurus dengan kecepatan pengendapan. Kemudian menurut Droste (1997), total removal untuk setiap iso-concentration curves dapat dihitung dengan persamaan berikut: R = FR0+ ΣFRi = FR0 + Σ
∆FRi ………………(7)
dimana : R : Total removal (%) FR 0 : Fraksi yang tersisihkan sepenuhnya (%) FRi : Fraksi yang terisihkan sebagian (%) di : Kedalaman rata-rata yang dicapai fraksi partikel pada waktu t D : Kedalaman efektif unit sedimentasi
Page 21
4
Alat dan Bahan a.
Alat Batch settling test (kolom transparan yang dilengkapi dengan lubang – lubang pengambilan sampel) dengan ketinggian minimal 2 meter.
Pengaduk magnetik atau alat pengaduk lainnya
Pengukur waktu ( stop watch)
Pompa Alat – alat lain yang dibutuhkan untuk pengukuran TSS (lihat Modul Praktikum Laboratorium Lingkungan)
Alat – alat lain yang dibutuhkan praktikum jartest (lihat Modul Praktikum Laboratorium Lingkungan)
Jerigen atau tanki besar dengan volume ± 62 liter atau beberapa jerigen dengan volume 5 liter
Tangga setinggi 1,5 meter atau lebih
b. Bahan
Sampel air ± 62 liter (sampai kolom sedimentasi hampir penuh terisi air) Koagulan Bahan - bahan lain yang dibutuhkan untuk pengukuran TSS (lihat Modul Praktikum Laboratorium Lingkungan)
Bahan-bahan lain yang dibutuhkan praktikum jartest (lihat Modul Praktikum Laboratorium Lingkungan)
5. Prosedur Percobaan
Mengisi beberapa buah jerigen dengan sampel air yang akan diuji
Tambahkan koagulan dengan dosis optimum (70 ppm) ke dalam masing-masing jerigen (sesuai dengan volume), kemudian homogenkan Page 22
Masukkan sampel air ke dalam batch settling test melalui bagian atas, hingga volume mencapai 60 lt
Masingmasing sampel pada beaker glass tersebut kemudian diuji TSS nya Masing-masing beaker glass ditandai dengan label, waktu pengambilan serta titik kran keberapa
Sampel disaring dengan menggunakan saringan fiber glass vakum
Ambil saringan yang digunakan dengan hati-hati dan letakkan di dalam cawan
Pada interval waktu 10, 30, 45, 60, 75, 90 menit, sampel di ambil sebanyak 100 ml dari setiap kran dengan beaker glass
Masukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC dalam waktu 1 jam
Masukkan ke desikator untuk didinginkan selama 30 menit
Timbang cawan dan residu yang tertinggal (nilai TSS)
Page 23
6. Pengolahan Data
6.1 Data Pengamatan Tabel 6.1 Data Pengamatan Waktu
10
20
30
45
60
75
90
No cawan
No keran
Berat awal (gr)
Berat akhir (gr)
25
1
66.7220
66.7230
28
2
60.8014
60.8036
76
3
74.7152
74.7179
21
4
64.6505
64.6562
32
5
64.2744
64.2762
22
1
56.0070
56.0085
19
2
63.6944
63.6970
3
3
67.7228
67.7248
30
4
54.8038
54.8084
23
5
67.3892
67.3916
12 a
1
64.1149
64.1170
12
2
62.3331
62.3390
26
3
52.5308
52.5312
4
4
67.4701
67.4764
10
5
60.7454
64.7228
11 a
1
65.6452
65.6518
33
2
68.2605
68.2680
2
3
57.3589
57.3636
17
4
70.6228
70.6235
31
5
62.4525
64.8812
15
1
66.1944
66.2016
11
2
54.7461
54.7466
15 a
3
60.5673
60.5730
5
4
65.6300
65.6374
24
5
63.8610
63.8660
1b
1
62.4525
62.4602
14
2
54.4480
54.4492
13
3
55.8422
55.8434
18
4
67.8560
67.8573
20
5
59.5156
59.5770
29
1
62.8062
62.8088
27
2
68.2466
68.2480
16
3
63.6300
63.6322
6
4
53.2882
53.2900
8
5
60.9296
60.9302
Page 24
6.2 Pengolahan Data
6.2.1 Konsentrasi TSS TSS awal = 22 mg/l TSS akhir =
Tabel 6.2.1 Konsentrasi TSS Waktu
10
20
30
45
60
75
90
No cawan
No keran
Berat awal (gr)
Berat akhir (gr)
TSS
25
1
66.7220
66.7230
10
28
2
60.8014
60.8036
22
76
3
74.7152
74.7179
27
21
4
64.6505
64.6562
57
32
5
64.2744
64.2762
18
22
1
56.0070
56.0085
15
19
2
63.6944
63.6970
26
3
3
67.7228
67.7248
20
30
4
54.8038
54.8084
46
23
5
67.3892
67.3916
24
12 a
1
64.1149
64.1170
21
12
2
62.3331
62.3390
59
26
3
52.5308
52.5312
4
4
4
67.4701
67.4764
63
10
5
60.7454
64.7228
39774
11 a
1
65.6452
65.6518
66
33
2
68.2605
68.2680
75
2
3
57.3589
57.3636
47
17
4
70.6228
70.6235
7
31
5
62.4525
64.8812
24287
15
1
66.1944
66.2016
72
11
2
54.7461
54.7466
5
15 a
3
60.5673
60.5730
57
5
4
65.6300
65.6374
74
24
5
63.8610
63.8660
50
1b
1
62.4525
62.4602
77
14
2
54.4480
54.4492
12
13
3
55.8422
55.8434
12
18
4
67.8560
67.8573
13
20
5
59.5156
59.5770
614
29
1
62.8062
62.8088
26
27
2
68.2466
68.2480
14
16
3
63.6300
63.6322
22
6
4
53.2882
53.2900
18
Page 25
8
5
60.9296
60.9302
6.2.2 Konsentrasi TSS pada setiap kedalaman (mg/L)
Tabel 6.2.2 Konsentrasi TSS pada setiap kedalaman Konsentrasi TSS pada Setiap Kedalaman
Waktu (Menit)
20 cm
60 cm
100cm
140 cm
180 cm
10
10
22
13.2
9.4
18
20
15
5
20
2.14
1.875
30
21
7
4
3
2.63
45
11.25
3.75
7.2
7
3
60
15
5
8
10.4
4
75
18
12
12
13
14
90
22
14
22
18
6
6.2.3 Penyisihan TSS (%)
Tabel 6.2.3 Penyisihan TSS (%) Penyisihan TSS (%)
Waktu (Menit)
20 cm
60 cm
100cm
140 cm
180 cm
10
55
0
40
57
18
20
32
77
9
90
91
30
5
68
82
86
88
45
49
83
67
68
86
60
32
77
64
53
82
75
18
45
45
41
36
90
0
36
0
18
73
6.2.4 Grafik Penyisihan TSS terhadap waktu
Grafik 6.2.4 Penyisihan TSS terhadap waktu
Page 26
6
Grafik Penyisihan TSS vs Waktu 120 100 ) % ( S S T n a h i s i y n e P
80 Penyisihan TSS (%) 20 cm Penyisihan TSS (%) 60 cm
60
Penyisihan TSS (%) 100cm 40
Penyisihan TSS (%) 140 cm Penyisihan TSS (%) 180 cm
20 0 0
20
40
60
80
100
Waktu (menit)
6.2.5 Plot Nilai penyisihan TSS yang didapat dari data percobaan ( Kertas Milimeter Blok)
6.2.6 Contoh grafik yang seharusnya
Page 27
7. Analisa 7.1 Analisa Praktikum
Praktikum Sedimentasi Tipe 2 ini bemaksud untuk memahami proses pemisahan zat padat – cair dari flokulen tersuspensi yang terdapat dalam proses pengolahan air minum dan air limbah, sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui karakteristik pengendapan/sedimentasi dari sampel air yang di representasikan dalam grafik penghilangan padatan tersuspensi ( suspended solids removal ) terhadap waktu detensi (detention time) dan beban permukaan (overflow rate). Batch settling test umumnya digunakan untuk mengevaluasi karakteristik pengendapan dari flokulen tersuspensi yang terdapat di badan air maupun dalam proses pengolahan air karena sedimentasi batch paling mudah dilakukan pengamatan penurunan ketinggian skala laboratorium. Sampel yang digunakan pada praktikum ini diambil dari danau resapan UI yang terletak di seberang Restoran Mang Engking, dekat Asrama UI. Danau resapan UI adalah danau yang dibuat untuk difungsikan menjadi danau resapan di kawasan UI, dimana danau resapan ini berguna untuk meresapkan air hujan sehingga dapat mengurangi runoff (limpasan permukaan). Aliran yang melewati danau tersebut berasal dari danau Salam yang mempunyai kecepatan aliran cukup tinggi karena letak danau ini paling tinggi daripada danau-danau lainnya. Pada praktikum Sedimentasi Tipe 2 ini, sebagian tahap prosedur telah dikerjakan oleh para asisten yaitu dalam melakukan percobaan Jar Test untuk mendapatkan dosis optimum koagulan. Dari hasil percobaan tersebut, didapatlah nilai kekeruhan sebesar 8.64 NTU, dosis optimum koagulan sebesar 70 ppm dan konsentrasi awal TSS adalah 22 mg/L. Pada hari pelaksanaan praktikum, praktikan dibriefing terlebih dahulu oleh asisten. Praktikum ini dibagi menjadi beberapa shift. Pertama- tama, beberapa praktikan, diutamakan laki-laki melakukan persiapan praktikum, dimana praktikan mengambil air sampel dalam jerigen dengan volume 5 lt. Karena dosis optimum koagulan adalah 70 ppm dan volume satu jerigen adalah 5 lt, maka parktikan harus menimbang koagulan seberat 350 mg untuk setiap jerigennya. Diketahui bahwa koagulan yang dipakai adalah tawas, dimana tawas ini kurang efektif dalam menggumpalkan partikel koloid, pada pH yang tidak optimal dapat menyebabkan kebutuhan dosis yang berlebih, kinerja substansial menurun pada suhu yang lebih rendah, buruk dalam menarik padatan tersuspensi organic, dan akan bereaksi dengan baik tergantung pada pencampuran yang cepat. Sedangkan saat Page 28
praktikum, praktikan tidak cepat dalam melakukan pengocokan, sehingga tawas yang ditambahkan ke jerigen sedikit yang bereaksi dengan partikel koloid sehingga sedikit yang mengendap dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengendap. Lalu, praktikan memasukkan koagulan ke dalam jerigen. Kemudian mengocok jerigen tersebut agar air sampel dalam jerigen dapat tercampur semua (homogen). Namun, dengan cara seperti ini, kemungkinan besar sampel belum terhomogen dengan merata, dikarenakan praktikan kurang kuat atau kurang lama dalam mengocok jerigen. Setelah praktikan merasa cukup dalam menghomogenkan sampel, praktikan memasukkan sampel tersebut ke dalam kolom pengendapan setinggi 180 cm. Kolom pengendapan ini berbentuk silinder dengan luas permukaan lingkaran. Seperti yang kita ketahui bahwa silinder tidak mempunyai sudut siku-siku, sehingga partikel koloid tidak ada yang menempel pada siku-siku tersebut. Bandingkan jika kolom pengendapan yang berbentuk perse gi yang mempunyai 4 sudut siku-siku, dengan adanya sudut ini memungkinkan partikel berada atau menempel pada sudut tersebut. Jadi kolom berbentuk silinder dianggap paling efektif karena ia tidak mempunyai sudut sehingga partikel koloid tidak ada yang menempel pada siku-siku tersebut . Sampel yang dimasukkan ± 60 liter atau sampai kolom sedimentasi tersebut terisi penuh. Setelah itu, memompa sampel dan diamkan selama 10 menit. Setelah 10 menit, beberapa praktikan perwakilan dari setiap kelompok yang berjumlah 5 orang masuk ke dalam laboratorium untuk melakukan percobaan TSS. Pertama, masing-masing praktikan mengambil beaker glass yang telah ada label nomornya. Lalu, praktikan menuju tempat titik sampel masing-masing yang berjumlah lima titik, karena dalam kolom pengendapan terdapat 5 buah keran seti nggi 20 cm, 60 cm, 100 cm, 140 cm, dan 180 cm. Setelah praktikan siap pada posisi masing-masing, praktikan membuka keran sampel dengan hati-hati karena sambungan keran pipa tidak kuat. Pada saat pengambilan sampel, tangan kiri memegang keran pipa dan tangan kanan memegang beaker glass atau sebaliknya. Posisi tangan yang membuka katub keran pada saat pengambilan sampel juga harus memegang pipa dengan tujuan untuk menahan sambungan pipa pada saat jari membuka katub keran. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi gaya geser yang berlebihan yang dapat membuat sambungan antara pipa dan kolom menjadi rusak. Setelah praktikan mengambil sampel dari kolom pengendapan sebanyak 100 ml, praktikan melakukan percobaan TSS. Pertama, parktikan mengambil kertas filter yang terdapat dalam cawan yang telah disediakan. Kemudian, meletakkan kertas filter dengan
Page 29
posisi yang benar ke dalam pompa vakum yang telah disiapkan oleh asisten sebelumnya. Setelah pompa vakum terpasang dengan baik, praktikan menghidupkan alat pompa vakum, lalu memasukkan sampel tadi ke dalam pompa vakum. Pada saat memasukkan sampel, diusahakan untuk memasukkannya pada bagian tengan pompa vakum untuk meminimalisir adanya sampel yang menempel di dinding. Setelah itu, membilas beaker glass dengan air suling untuk memastikan tidak ada lagi sampel yang tertinggal di beaker glass, kemudian menuangkannya ke dinding pompa vakum untuk memastikan tidak ada sampel yang menempel di dinding vakum, lakukan sebanyak 3 kali bilas. Total suspended solid (TSS) didefinisikan sebagai residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Untuk mengukur berapa kandungannya, digunakan kertas filter yang masih berada di alat pompa vakum diambil dengan menggunakan pinset dan secara hatihati agar kertas tidak sobek. Kertas tersebut telah berisi partikel-partikel yang berasal dari sampel dan tak dapat lolos saringan karena partikel-partikel tersebut berukuran lebih dari 2 μm dan tertahan di kertas filter. Sampel yang tertahan di kertas filter ini digunakan dalam perhitungan total suspended solid. Setelah diambil, kertas filter ini dimasukkan ke dalam cawan. Catat nomor cawan beserta waktu pengambilan sampel. Setelah itu, cawan tadi diletakkan di atas meja dan ditutup dengan tissue, cawan ini belum bisa dimasukkan ke dalam oven karena masih menunggu percobaan lainnya hingga menit ke 90. Ulangi langkah-langkah diatas untuk percobaan TSS pada menit ke 20, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit. Setelah semua percobaan hingga menit ke-90 telah dilakukan, semua cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 1 jam. Pemanasan ini bertujuan untuk menghilangkan air sepenuhnya sehingga menyisakan padatan tersuspensi saja. Dengan suhu tersebut, maka air akan menguap seluruhnya sedangkan residu tersuspensinya akan tetap tersisa di dalam cawan. Setelah dikeluarkan dari dalam oven, semua cawan bersama filter dan residu dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan selama 20 menit. Kemudian tahapan terakhir adalah menimbang cawan bersama filter dan residu sehingga diperoleh nilai total suspended solid nya.
7.2 Analisa Hasil
Page 30
Dari hasil yang didapat pada percobaan Sedimentasi Tipe 2, menunjukkan bahwa adanya kesalahan sehingga data tersebut tidak dapat digunakan dalam pengolahan data. Kesalahan data ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, baik dari praktikan, proses praktikum, dan alat yang digunakan. Dari data yang salah ini, praktikan mencoba untuk mencari nilai-nilai yang seharusnya dengan cara melakukan interpolasi agar didapatlah nilai yang bersesuaian sehingga dapat dibuat grafik isoremoval. Namun, usaha praktikan ini tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Hasil dari interpolasi ini pun nilainya masih tidak bersesuaian, sehingga data ini memang tidak bisa untuk dibuat grafik isoremoval.
Page 31
Jika mengacu pada grafik yang benar, hasil dari percobaan ini akan mendapat sebuah grafik isoremoval, dimana dari grafik ini dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total TSS pada waktu tertentu. Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan nilai OR (Overflow Rate) dan Waktu detensi (td) bila diinginkan pengendapan tertentu. Overflow rate adalah kecepatan pengendapan, sedangkan waktu detensi adalah lamanya waktu pengendapan. Hasil yang diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium (secara batch). Pada dasarnya, percobaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan nilai parameter tertentu yang akan digunakan sebagai dasar disain bangunan sedimentasi (aliran kontinyu) setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi, faktor scale up yang digunakan umunya adalah 1.75 dan untuk overflow rate, faktor scale up yang digunakan pada umumnya adala 0.65 ( Reynold and Richards, 1996)
Page 32
Data yang didapat seharusnya menunjukkan bahwa semakin dalam kolom pengendapan maka semakin besar nilai TSS yang didapat karena partikel-partikel yang telah membentuk flok akan langsung mengendap ke bawah. Selain itu, berdasarkan tabel diatas, semakin dalam kolom pengendapan maka persen removalnya akan semakin kecil karena persen removal merupakan hasil perhitungan dari konsentrasi TSS awal, dikurangi konsentrasi TSS akhir, dibagi dengan konsentrasi TSS awal, dikali 100 %. Jika konsentrasi TSS akhir ini semakin tinggi, maka persen removalnya semakin rendah. Dan juga semakin lawa waktu, maka jumlah removal di setiap t itik kerannya akan semakin tinggi. 7.3 Analisa Kesalahan
Pada praktikum ini, terdapat kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dan dapat mempengaruhi keakuratan hasil praktikum, diantaranya : -
Praktikan kurang teliti saat menimbang koagulan sehingga menyebabkan berat koagulan bisa menjadi lebih sedikit atau lebih banyak daripada yang seharusnya. Ini akan berpengaruh pada kinerja koagulan yang bekerja pada dosis optimum.
-
Pengurangan massa koagulan akibat dibiarkan beberapa lama di ruang terbuka sebelum dimasukkan ke dalam sampel air ataupun karena menempel pada kertas (wadah sementara koagulan sebelum dimasukkan), sehingga tidak benar-benar menggambarkan kemampuan mengikat pengotor pada dosis yang ditentukan
-
Saat memasukkan koagulan ke dalam jerigen, praktikan kurang berhati-hati dan kurang memperhatikan apakan seluruh koagulan mausk ke dalam jerigen. Bisa jadi,
Page 33
masih ada bubuk koagulan yang menempel di kertas, dan mungkin ada beberapa yang jatuh ke lantai. -
Saat dilakukan pengocokan sampel, praktikan kurang kuat dan kurang lama dalam mengocok sehingga sampel dengan koagulan kurang bereaksi dan sedikit membentuk flok-flok. Selain itu, akibat pengocokan yang kurang baik ini, sampel yang dimasukkan ke dalam kolom pengendapan tidak homogen, ada yang bereaksi dengan koagulan dan ada yang belum bereaksi.
-
Saat memasukkan sampel ke dalam kolam pengendapan, mungkin ada sampel yang tumpah karena kolom yang cukup tinggi meskipun telah dibantu dengan tangga, namun karena kondisi permukaan kolom yang sangat berdekatan dengan atap sehingga praktikan mengalami kesusahan dalam menuangkan sampel ke dalam kolom pengendapan.
-
Sampel yang telah dimasukkan tidak diaduk lagi dengan mixing pada kolam pengendapan sehingga akan berpengaruh terhadap TSS yang diukur karena flok-flok yang terbentuk tidak optimal akibat kurangnya koagulan dalam bereaksi dengan air sampel dan pengendapan yang terjadi tidak optimal.
-
Praktikan kurang berhati-hati saat membuka keran untuk mengambil sampel pada titik-titik kedalaman yang telah ditentukan, sehingga ada keran yang terbuka dengan mendadak dan mengakibatkan ada air yang tumpah. Kemungkinan air yang tumpah ini akan mempengaruhi jumlah padatan yang ada di titik itu dan titik-titik lainnya untuk waktu selanjutnya.
-
Praktikan kurang teliti dalam mengambil sampel sebanyak 100 ml untuk uji TSS dalam gelas beaker. Kurang atau lebih dari volume yang seharusnya akan berpengaruh dalam jumlah kandungan TSS karena semakin banyak volume air sampel maka semakin banyak pula kandungan padatan di dalamnya.
-
Saat melakukan percobaan TSS, praktikan tidak membilas sampel yang ada di beaker glass dan pompa vakum, sehingga memungkinan masih adanya air sampel yang menempel di dinding beaker glass dan pompa vakum.
-
Penggunaan alat pompa vakum yang berbeda, sehingga keefektifan alat pun menghasilkan nilai tss yang berbeda.
-
Cawan yang terlalu lama dibiarkan di udara terbuka (walaupun ditutupi dengan tissue) dan cawan yang ditempatkan tanpa alas, beratnya akan berubah karena cawan porselen ini rentan terhadap sentuhan dan debu.
Page 34
-
Praktikan kurang teliti dalam melakukan penimbangan terhadap berat TSS sehingga berat yang ditimbang kurang prestisi. Selain itu dalam pencatatan data yang didapat, praktikan tidak rapih dalam menuliskannya sehingga saat akan melakukan pengolahan data, praktikan mengalami kesulitan karena datanya sangat aneh dan kacau. Ini mungkin disebabkan ada beberapa praktikan yang salah menuliskan data.
-
Perbedaan kualitas sampel air sedimentasi akibat adanya perbedaan waktu praktikum ( pengujian TSS awal diukur sehari sebelum praktikum sedimentasi )
8. Kesimpulan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui karakteristik pengendapan / sedimentasi dari sampel air yang di representasikan dalam grafik penghilangan padatan tersuspensi ( suspended solids removal ) terhadap waktu detensi (detention time) dan beban permukaan (overflow rate) tidak tercapai.
Hasil praktikum yang didapat tidak sesuai dengan teori dan literature yang ada karena terdapat banyak faktor kesalahan saat praktikum sehingga data yang dihasilkan pun menjadi salah.
Proses praktikum sedimentasi tipe 2 ini, tidak berjalan dengan efektif. Terlihat dari pengkoordinasian antar praktikan yang kurang baik dalam melakukan prktikum sehingga dalam menuliskan hasil data percobaan ada yang berbeda jauh
9. Saran
Harus ada manajemen SDM yang jelas dalam praktikum ini, jadi dikoordinir siapa saja praktikan yang terlibat dan deskripsi tugasnya secara jelas. Sehingga jika terjadi kejanggalan dalam data, ada yang bisa mempertanggungjawabkan hasil tersebut, dan ia dapat menjelaskan atau membenarkannya.
Ditekankan kepada praktikan untuk lebih serius, lebih hati-hati, dan lebih teliti dalam melakukan proses praktikum dari awal persiapan hingga pencatatan hasil percobaan .
Tinggi kolom pengendapan lebih disesuaikan dengan kondisi laboratorium
Kolom pengendapan dilengkapi dengan mixing sehingga pencampuran sampel dalam kolom lebih efektif
Page 35