LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN “PENGUKURAN POTENSIAL OSMOTIK DAN POTENSIAL AIR JARINGAN TUMBUHAN”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fisiologi Tumbuhan Yang Dibina oleh Ir. Nugrahaningsih, M.P.
Oleh Kelompok 1: Offering H
1. Ajhar
(170342600068)
2. Aulia Abdini
(160342606276)
3. Dymas Ambarwati
(160342606289)
4. Lita Neldya Putri
(160342606223)
5. Sinta Dewi M.K
(160342606214)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI SEPTEMBER 2017
A. Tujuan
Membedakan proses terjadinya potensial osmotik dan potensial air jaringan tumbuhan
Mengamati terjadinya peristiwa plasmolysis
B. Dasar Teori Komponen potensial tumbuhan terutama terdiri dari atas potensial osmosis (solute) dan potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel,air murni cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel mengakibatkan air meninggalkan sel. Untuk mengatur potensial osmosis , potensial turgor nol . potensial turgor sama dengan nol jika sel mengalami plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa keluarnya cairan sel karena adanya tekanan osmosa,bilamana sel tersebut berada dalam larutan yang hipertonis dalam keadaan “inspien plasmolysa”, tekanan osmosis cairan sel sama dengan tekanan osmosis larutan dimana sel tersebut direndam. Inspien plasmolisis dapat dikenali apabila dalam suatu larutan dijumpai sekumpulan sel yang 50% berplasmolisis. Dalam hal ini digunakan nilai rata-rata karena potensial osmosis sel-sel tersebut tidak sama. Pada waktu terjadi plasmolisis inspien , sel berada dalam keadaan tanpa tekanan. Potensial osmosis larutan eksternal memiliki nilai sama dengan potensial osmosis ciran sel.dalam keadaan seperti ini larutan eksternal dikatakan isotonic terhadap cairan sel.
Gambar perbedaan konsentrasi yang menyebabkan perubahan pada dinding sel. Nilai potensial air di dalam sel dan nilainya di sekitar sel akan mempengaruhi difusi air dari dan ke dalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menetukan nilai potensial airnya, yaitu matriks sel, larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan (Wilkins, 1992).
Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara differensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah. Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis. Makin besar terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya. Menurut Kimball (1983) bahwa proses osmosis akan berhenti jika kecepatan desakan keluar air seimbang dengan masuknya air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi. Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar maka ada kemungkinan bahwa volum sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Membran protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara, maka dibawah mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel tidak akan mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah (Salisbury, 1995). Adanya potensial osmosis cairan sel air murni cenderung untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam sel mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan potensial osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial turgor sama dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992).
C. Alat dan bahan Alat:
Mikroskop cahaya
Silet
Pengebor gabus
Mikro pipet
Mistar
Bahan:
6 gelas Aqua
6 botol vial
Larutan sukrosa
Kristal methylen blue
Aquades
Daun Rhoeo diskolor
Umbi kentang (Solanum tuberosum)
Ubi jalar (Ipomea batatas)
D. Metode Penelitian Mengukur potensial osmotik dengan cara plasmolisis 1. Daun Rhoeo diskolor Disediakan 6 botol vial Diisi dengan larutan sukrosa pada masing-masing gelas dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, 10% sebanyak 5 ml Dibuat beberapa sayatan epidermis bawah dari daun Rhoeo diskolor Diamati sel epidermisnya (paling sedikit mengandung 25 sel epidermis) di bawah mikroskop dengan meletakkan sayatan pada kaca benda Diberi setetes aquades lalu ditutup dengan kaca penutup Setelah diamati, dimasukkan 2-3 sayatan epidermis ke dalam botol vial yang berisi larutan sukrosa Dibiarkan selama 30 menit
Setelah itu, diperiksa di bawah mikroskop dengan meletakkan sayatan pada kaca benda dengan setetes aquades dan ditutup oleh kaca penutup Diperhatikan pada konsentrasi berapa sebagian dari sel epidermis (±50%) yang berplasmolisis Hasil
2. Mengukur Potensial Air Umbi Kentang (Solanum tuberosum) Umbi Kentang Disiapkan 6 gelas aqua yang bersih Dimasukkan 50 ml larutan sukrosa masing-masing dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Dibuat silinder umbi dengan menggunakan alat pengebir gabus Dibuat sama panjang yaitu 3 cm Dimasukkan ke dalam 6 gelas aqua yang berisi 50 ml larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Ditutup rapat gelas aqua tadi dengan plastik lalu diikat dengan karet untuk memperkecil terjadinya penguapan air dari permukaan silinder Dibiarkan selama 30 menit Setelah selesai, diukur panjang dan dimater dari umbi kentang Kemudian, dimasukkan kembali umbi kentang ke dalam 6 gelas aqua Ditutup kembali dengan plastik lalu diikat dengan karet Dibiarkan selama 30 menit Setelah selesai, dikeluarkan silinder-silinder umbi kentang dari gelas Diukur kembali panjang dan diameter dari ke-6 silinder umbi kentang dengan menggunakan mistar Hasil
3. Mengukur Potensial Air Umbi Jalar (Ipomea batatas)
Umbi Jalar Disiapkan 6 gelas aqua yang bersih Dimasukkan 50 ml larutan sukrosa masing-masing dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Dibuat silinder umbi jalar dengan menggunakan alat pengebir gabus Dibuat sama panjang yaitu 3 cm Dimasukkan ke dalam 6 gelas aqua yang berisi 50 ml larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Ditutup rapat gelas aqua tadi dengan plastik lalu diikat dengan karet untuk memperkecil terjadinya penguapan air dari permukaan silinder Dibiarkan selama 30 menit Setelah selesai, diukur panjang dan dimater dari umbi jalar Kemudian, dimasukkan kembali umbi kentang ke dalam 6 gelas aqua Ditutup kembali dengan plastik lalu diikat dengan karet Dibiarkan selama 30 menit Setelah selesai, dikeluarkan silinder-silinder umbi jalar dari gelas Diukur kembali panjang dan diameter dari ke-6 silinder umbi jalar odengan menggunakan mistar Hasil
4. Mengukur Potensial Air menggunakan Biru Metilen Biru Metilen Disiapkan gelas plastic berisi bekas larutan sukrosa rendaman umbi kentang dan jalar dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Ditetesi masing-masing 1 tetes larutan biru metilen Diamatai penyebaran tetesannya Dicatat hasil pada lembar pengamatan Hasil
E. Hasil Data Pengamatan 1) Mengukur potensial osmotic dengan cara plasmolysis (Rhoeo discolor) Hasil No
Konsentrasi
∑
LBP (φ)
d
Perbesaran
∑ Sel
SelLisis
Plasmolisis (Persen)
1
Konsentrasi 0%
5
12, 56
4
10 x 10
126
4%
2
Konsentrasi 2%
10
7, 065
3
10 x 10
153
7%
3
Konsentrasi 4%
15
12, 56
4
10 x 10
174
9%
4
Konsentrasi 6%
12
12, 56
4
10 x 10
126
10 %
5
Konsentrasi 8%
11
28, 26
6
10 x 10
98
11 %
6
Konsentrasi 10%
-
12, 56
4
10 x 10
161
0%
2) Mengukur potensial air dalam jaringan tumbuhan Solanum tuberosum Panjang awal = 30 mm
Diameter awal = 10, 1 mm
No
Konsentrasi
30 menit pertama
30 menit kedua
1
Konsentrasi 0%
P = 31, 2 mm
P = 30, 2 mm
d = 9, 4 mm
d = 10, 2mm
P = 29, 1 mm
P = 29, 1 mm
d = 9, 1 mm
d = 9, 1 mm
P = 30, 4 mm
P = 29, 5 mm
d = 9, 3 mm
d = 9, 1 mm
P = 30, 1 mm
P = 29, 3 mm
d = 9, 5 mm
d = 10, 1 mm
P = 22, 4 mm
P = 28, 1 mm
d = 9, 1 mm
d = 8, 2 mm
P = 23, 1 mm
P = 29, 1 mm
d = 9, 4 mm
d = 10, 4 mm
2
3
4
5
6
Konsentrasi 2%
Konsentrasi 4%
Konsentrasi 6%
Konsentrasi 8%
Konsentrasi 10%
Larutan Sukrosa sisa Solanum tuberosum + Cairan biru metilen No
Konsentrasi
Reaksi metilen blue
1
Konsentrasi 0%
Metilen blue tenggelam lalu mengapung kepermukaan
2
Konsentrasi 2%
Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan
3
Konsentrasi 4%
Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan
4
Konsentrasi 6%
Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan
5
Konsentrasi 8%
Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan
6
Konsentrasi 10%
Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan
3) Mengukur potensial air dalam jaringan tumbuhan Ipomea batatas 30 menit pertama ( Ipomea batatas) No
Konsentrasi
Panjang
Diameter
Awal(mm)
Akhir (mm)
Awal (mm)
Akhir (mm)
1
Konsentrasi 0%
30
30
13, 5
13, 5
2
Konsentrasi 2%
30
29, 4
13, 5
13
3
Konsentrasi 4%
30
29
13, 5
12, 3
4
Konsentrasi 6%
30
28, 3
13, 5
12
5
Konsentrasi 8%
30
28
13, 5
11, 9
6
Konsentrasi 10%
30
27, 9
13, 5
11, 2
30 menit kedua ( Ipomea batatas) No
Konsentrasi
Panjang
Diameter
Awal (mm)
Akhir (mm)
Awal (mm)
Akhir (m)
1
Konsentrasi 0%
30
30
13, 5
13, 5
2
Konsentrasi 2%
29, 4
29, 3
13
12, 9
3
Konsentrasi 4%
29
28, 1
12, 3
12
4
Konsentrasi 6%
28, 3
27, 9
12
11, 8
5
Konsentrasi 8%
28
27, 3
11, 9
11, 5
6
Konsentrasi 10%
27, 9
27, 1
11, 2
11, 1
Larutan Sukrosa sisa Ipomea batatas + Cairan biru metilen No
Konsentrasi
Kepekatan warna
Keterangan
1
Konsentrasi 0%
Larutannya sangat pekat
Melayang
2
Konsentrasi 2%
Larutannya biru muda
Menyebar
3
Konsentrasi 4%
Larutannya biru
Menyebar
4
Konsentrasi 6%
Larutannya biru muda, hamper menyerupai
Menyebar
larutan 2 % 5
Konsentrasi 8%
Larutannya berwarna biru
Melayang sedikit
6
Konsentrasi 10%
Larutannya paling muda diantara biru yang lain
Melayang
F. Analisis Data dan Pembahasan Nilai potensial air di dalam sel dan nilainya di sekitar sel akan mempengaruhi difusi air dari dan ke dalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menetukan nilai potensial airnya, yaitu matriks sel, larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan (Wilkins, 1992). Pada praktikum pengukuran tekanan osmosis cairan sel, bahan yang digunakan adalah sel epidermis daun
Rhoe discolor yang dikupas bagian lapisan epidermisnya dengan
direndam di 6 botol vial selama 30 menit memakai larutan sukrosa pada konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Pada percobaan pertama yang dipakai sebagai preparat adalah sayatan tipis epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukkan ke dalam larutan sukrosa 0% selama 30 menit. Dalam membuat preparat segar dari daun tersebut harus memperhatikan ketentuan dalam membuat preparat yang telah diajarkan sebelumnya di buku praktikum. Setelah preparat segar selesai dibuat, kemudian diamati di bawah mikroskop. Pada pengamatan ini telihat sel-sel yang berwarna ungu yang terbentuk karena adanya pigmen warna anthocian pada daun Rhoe discolor tersebut. Selain sel-sel yang berwarna ungu maupun yang berwarna putih, juga ditemukan stomata sel. Sel-sel yang berwarna ungu pada sel terlihat lebih jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau. Hal ini terjadi karena pada saat normal pigmen antosianin berada di vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada sitoplasma. Berdasarkan hasil percobaan pertama, sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 % selama 30 menit dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak 121 sel dan yang berplasmolisis 5 , hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Tjitrosomo (1987) bahwa sel yang isinya air murni tidak mengalami plasmolisis. Jika suatu sel dimasukan ke dalam air murni, maka struktur sel itu terdapat potensial air yang nilainya tinggi (=0), sedangkan di dalam sel terdapat nilai potensial air yang lebih rendah (negatif). Hal ini menyebabkan air akan bergerak dari luar sel masuk ke dalam sel sampai tercapai keadaan setimbang. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 4%. Pada percobaan kedua preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 2 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak
143 sel dan yang berplasmolisis sebanyak 10 sel. Larutan sukrosa 2% berperan sebagai larutan hipertonis terhadap sel pada percobaan ini. Pada percobaan kedua terdapat penambahan sebanyak 5 sel yang berplasmolisis. Hal ini terjadi dikarenakan penambahan konsentrasi larutan sukrosa sebesar 2%. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 7% Pada percobaan ketiga preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 4 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak 128 sel dan yang berplasmolisis sebanyak 15 sel. Pada percobaan ketiga terjadi penambahan sebanyak 5 sel yang berplasmolisis. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 9%. Pada percobaan keempat preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 6 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak 87 sel dan yang berplasmolisis sebanyak 12 sel. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 10%. Pada percobaan kelima preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 8 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak 87 sel dan yang berplasmolisis sebanyak 11 sel. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 11%. Pada percobaan keenam preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 10 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 tidak ada sel yang berplasmolisis. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 0%. Dari seluruh variable bebas yaitu berbagai konsentrasi larutan sukrosa (0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%), variable kontrol waktu, dan variable terikat adalah banyaknya sel yang terplasmolisis, maka diperoleh persen sel yang terplasmolisis ataupun yang tidak terplasmolisis. Selanjutnya dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan sel yang terplasmolisis sebagai berikut:
Berdasarkan grafik di atas, pada konsentrasi larutan pertama yaitu 0% sampai konsentrasi larutan kelima yaitu 8% mengalami peningkatan persentase jumlah sel yang terplasmolisis yaitu dari 4% hingga 11%. Namun, pada konsentrasi larutan keenam mengalami penurunan yang sangat drastis hingga mecapai 0%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari Tjitrosomo (1987) yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Apabila dibandingkan menurut literatur ternyata hasil percobaan yang dilakukan justru berbeda dengan literature, hanya percobaan 1-5 dengan larutan sukrosa 0% - 8% yang sesuai dengan literature karena peningkatan jumlah sel yang terplasmolisis meningkat sedangkan pada percobaan ke-6 tidak ada sel yang terplasmolisis. Hal ini terjadi, karena kesalahan penghitungan jumlah sel yang terplasmolisis karena sel-sel epidermis dari Rhoe discolor sangat banyak dan letaknya saling berdekatan satu sama lain. Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara differensial
dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah. Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis. Makin besar terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya. Menurut Kimball (1983) bahwa proses osmosis akan berhenti jika kecepatan desakan keluar air seimbang dengan masuknya air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi. Menurut Salisbury dan Ross (1992), larutan yang di dalamnya terdapat sekumpulan sel dimana 50% berplasmolisis dan 50% tidak berplasmolisis disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis ini terjadi apabila sel berada dalam keadaan tanpa tekanan.
Nilai potensial
osmosis sel dapat diketahui dengan menghitung nilai potensial osmosis larutan sukrosa yang isotonik terhadap cairan sel. Berdasarkan hasil praktikum, pada percobaan pertama dengan konsentrasi 0% hingga percobaan keenam dengan konsentrasi 10% tidak terjadi plasmolisis insipien dikarenakan hasil perhitungan potensial osmotik tidak mencapai 50%. Hal ini terjadi, karena ada beberapa kekurangan atau kesalahan dalam praktikum seperti kurang teliti dan tepat dalam perhitungan jumlah sel yang terplasmolisis dan yang tidak terplasmolisis serta bagian-bagian mikroskop yang rusak seperti pada perbesaran, lensa, penjepit. Selain itu perendaman yang melebihi batas waktu dari 30 menit. Komponen potensial air pada tumbuhan terdiri atas potennsial osmosis (solut) dan potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel, air murni cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel mengakibatkan air meninggalkan sel. Pengaturan potensial osmosis dapat dilakukan jika potensial turgornya sama dengan nol yang terjadi saat sel mengalami plasmolisis. Nilai potensial osmotik akan meningkat jika tekanan yang diberikan juga semakin besar. Suhu berpengaruh terhadap potensial osmotik yaitu semakin tinggi suhunya maka nilai potensial osmotiknya semakin turun (semakin negatif) dan konsentrasi partikel-partikel terlarut semakin tinggi maka nilai potensial osmotiknya semakin rendah (Meyer and Anderson, 1952). Adanya potensial osmosis cairan sel air murni cenderung untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam sel mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan potensial osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial turgor sama dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992).
Pada praktikum pengukuran potensial air dalam jaringan tumbuhan, bahan yang digunakan adalah umbi kentang (Solanum tuberosum) dan umbi jalar (Ipomea batatas). Pada praktikum ini kami mengamati proses terjadinya potensial osmosis dan potensial air yang terjadi pada umbi kentang (Solanum tuberosum) dan umbi jalar (Ipomea batatas) pada konsentrasi yang berbeda-beda. Prinsip dari potensial osmotik jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan sel. Potensial air dalam jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan dengan ditandai keluar masuknya air dari dalam dan luar sel tumbuhan (Lukiati, 2010). Berbagai konsentrasi larutan gula yang digunakan adalah 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Kentang yang akan dimasukkan ke dalam konsentrasi gula yang berbeda akan dibuat seperti bentuk silinder dengan bantuan menggunakan alat pengebor gabus. Kami membuat 6 silinder kentang yang masing-masing panjang dan diameternya sama yaitu P = 30 mm dan d=10,1 mm. Kemudian disiapkan 6 aqua gelas yang masing-masing diberi 30 ml larutan gula dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan dimasukkan satu silinder kentang ke dalam gelas aqua yang memiliki konsentrasi gula yang berbeda. Setelah itu di diamkan 30 menit kemudian diamati perubahan panjang dan diameternya, kemudian di diamkan lagi selama 30 menit lagi dan di amatai lagi. Dari hasil percobaan yang kami lakukan, pada 30 menit pertama, perubahan dari panjang dan diameter pada masing-masing kentang dengan konsentrasi yang berbeda-beda adalah: 1. Konsentrasi 0% = p: 31,2 mm, d: 9,4 mm 2. Konsentrasi 2% = p: 29,1 mm, d: 9,1 mm 3. Konsentrasi 4% = p: 30,4 mm, d: 9,3 mm 4. Konsentrasi 6% = p: 30,1 mm, d: 9,5 mm 5. Konsentrasi 8% = p: 22,4 mm, d: 9,1 mm 6. Konsentrasi 10%= p: 23,1 mm, d: 9,4 mm Hasil pada 30 menit kedua adalah: 1) Konsentrasi 0% = p: 30,2 mm, d: 10,2 mm 2) Konsentrasi 2% = p: 29,1 mm, d: 9,1 mm 3) Konsentrasi 4% = p: 29,5 mm, d: 9,1 mm 4) Konsentrasi 6% = p: 29,3 mm, d: 10,1 mm 5) Konsentrasi 8% = p: 28,1 mm, d: 8,2 mm 6) Konsentrasi 10%= p: 29,1 mm, d: 10,4 mm
Peristiwa perubahan panjang dan diameter kentang pada masing-masing konsentrasi yang berbeda disebabkan oleh peristiwa osmosis. Untuk menghitung laju osmosis pada umbi kentang, dapat diamati berdasarkan banyaknya air yang berpindah ke umbi kentang selama 1 jam (30 menit pertama dan kedua). Menurut literatur osmosis adalah berdifusinya zat pelarut dari larutan yang konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui selaput semipermiabel (Loveless, 1991 : 136). Dari hasil yang diperoleh dapat kami simpulkan bahwa semakin bertambahnya konsentrasi gula maka panjang dan diameter kentang akan semakin menyusut. Hal ini dikarenakan air dalam kentang yang cenderung hipotonis akan keluar menuju konsentrasi yang hipertonis. Contohnya pada konsentrasi 0% air diluar cenderung masuk kedalam kentang karena konsentrasi di dalam kentang cenderung hipertonis sehingga menyebabkan panjang dan diameter kentang bertambah. Tetapi setiap bertambahnya konsentrasi, air dalam kentang cenderung keluar dalam cairan hipertonis yang menyebabkan berkurangnya panjang dan diameter kentang. Contohnya pada konsentrasi tertinggi yaitu 10%, pada 30 menit pertama panjang dan diameter kentang menjadi p: 23,1 mm, d: 9,4 mm. Hal ini telah terbukti sesuai literatur bahwa konsentrasi gula yang tinggi (hipertonis) membuat air di dalam kentang yang hipotonis cenderung keluar ke konsentrasi gula. Tetapi pada 30 menit kedua hasil yang ditunjukkan berbeda, hal ini dikarenakan kesalahan pada peneliti. Hasil yang ditunjukkan pada konsentrasi 10% pada 30 menit kedua adalah 10%= p: 29,1 mm, d: 10,4 mm. Hal ini tidak sesuai teori yang seharusnya dengan bertambahnya waktu dan bertambahnya konsentrasi maka air yang ada di dalam kentang akan keluar sehingga panjang dan diameter kentang akan menyusut. Dari hasil yang telah disebutkan bahwa perubahan panjang dan diameter pada kentang tidak stabil seiring dengan bertambahnya konsentrasi, hal ini dikarenakan kurangnya ketelitian peneliti dalam mengukur panjang dan diameter awal kentang, selain itu kentang setelah dibentuk silinder tidak langsung dimasukkan ke dalam larutan sehingga hal ini memungkinkan terjadinya penguapan air pada kentang sebelum dimasukkan ke dalam masing-masing larutan. Umbi adalah salah satu jenis tanaman yang mengalami peristiwa difusi dan osmosis, Umbi merupakan bagian tanaman yang terbentuk di dalam tanah (Rukmana, 1995:18). Kandungan utama kentang adalah air yaitu sebanyak 80% (Direktorat Gizi Depkes RI. 1981.) Osmosis adalah berdifusinya zat pelarut dari larutan yang konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui selaput semipermiabel (Loveless, 1991 : 136).
Osmosis adalah perpindahan ion atau molekul zat dari kerapatan rendah ke kerapatan tinggi melalui suatu membran (Syamsuri, 1999 : 23). Dinding sel hidup pada tumbuhtumbuhan selalu merembes dan kadang-kadang dikelilingi oleh larutan cair yang berhubungan dari satu sel ke sel lainnya, sehingga membentuk suatu jalinan pada seluruh tumbuh-tumbuhan. Selaput sitoplasma yaitu plasmolema (selaput plasma) di sebelah luar dan tonoplas (selaput vacuola) di sebelah dalam, kedua-duanya sangat permiabel terhadap air tetapi relatif tidak permiabel terhadap bahan terlarut. Sehingga untuk lebih mudahnya seluruh lapisan sitoplasma itu dapat dianggap sebagai membran sinambung dan bersifat semipermiabel. Dalam penelitian osmosis ini, umbi kentang bertindak sebagai selaput atau membran. Jelaslah kalau osmosis adalah proses perpindahan air dari larutan yang konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui membrane semipermeabel karena hanya air yang dapat melaluinya, sedangkan larutan gula tidak bisa melewati umbi, karena umbi bersifat semipermeabel terhadap larutan gula. Pada praktikum pengukuran potensial air dalam jaringan tumbuhan, bahan yang digunakan yaitu umbi jalar. Untuk mengukur potensial pada umbi jalar, digunakan larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi, yaitu 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 Molar. Umbi jalar terlebih dahulu dibuat silinder dengan menggunakan alat pengebor gabus dengan diameter 13,5 mm dan panjang 30 mm masing-masing sebanyak 6 buah. Selanjutnya simpan masing-masing 1 buah silinder umbi jalar dengan panjang 30 mm tersebut kedalam 6 buah gelas yang telah diisi dengan 50 ml larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi yang sebelumnya telah disiapkan. Ditunggu selama 30 menit pertama dan 30 menit kedua dan hasil yang didapat ialah: Pada gelas pertama dengan konsentrasi 0 % panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar tidak mengalami pebedaan pengurangan, sehingga panjangnya etap menjadi 30 mm dengan diameter 13,5 mm. Pada gelas kedua dengan konsentrasi 2% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 29,4 mm dengan diameter menjadi 13 mm. Pada gelas ketiga dengan konsentrasi 4% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama
hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 29 mm dengan diameter menjadi 12, 3mm. Pada gelas keempat dengan konsentrasi 6% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 28,3 mm dengan diameter menjadi 12 mm. Selanjutnya, pada gelas kelima dengan konsentrasi 8% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 28 mm dengan diameter menjadi 11, 9 mm. Terakhir, pada gelas keenam dengan konsentrasi 10% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 27,9 mm dengan diameter menjadi 11,2 mm. Selanjutnya, untuk pengamatan silinder umbi jalar 30 menit kedua didapatkan hasil yaitu: Pada gelas pertama dengan konsentrasi 0% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit kedua hasil yang didapat silinder umbi jalar tidak mengalami pebedaan pengurangan, sehingga panjangnya tetap menjadi 30 mm dengan diameter 13,5 mm. Pada gelas kedua dengan konsentrasi 2% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 29,4 mm dengan diameter awal adalah 13 mm setelah ditunggu selama 30 menit kedua hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 29,3 mm dengan diameter menjadi 12,9 mm. Pada gelas ketiga dengan konsentrasi 4% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 29 mm dengan diameter awal adalah 12,3 mm setelah ditunggu selama 30 menit kedua hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 28,1 mm dengan diameter menjadi 12 mm. Pada gelas keempat dengan konsentrasi 6% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 28,3 mm dengan diameter awal adalah 12 mm setelah ditunggu selama 30 menit kedua hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 27,9 mm dengan diameter menjadi 11,8 mm. Kemudian pada gelas kelima dengan konsentrasi 8% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 28 mm dengan diameter awal adalah 11,9 mm setelah ditunggu selama 30 menit
pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 27,3 mm dengan diameter menjadi 11,5 mm. Dan terakhir Pada gelas ketiga dengan konsentrasi 10% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 27,9 mm dengan diameter awal adalah 11,2 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 27,1 mm dengan diameter menjadi 11,1 mm. Potensial air merupakan alat diagnosis yang memungkinkan penentuan secara tepat keadaan status air dalam sel atau jaringan tumbuhan. Semakin rendah potensial dari suatu sel atau jaringan tumbuhan, maka semakin besar kemampuan tanaman untuk menyerap air dari dalam tanah. Sebaliknya, semakin tinggi potensial air, semakin besar kemampuan jaringan untuk memberikan air kepada sel yang mempunyai kandungan air lebih rendah (Basahona, 2011). Potensial air jaringan ditentukan dengan cara merendam potongan jaringan dalam suatu seri larutan sukrosa atau manmitol (non-elektrolit) yang diketahui konsentrasinya (Ismail, 2011). Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mengukur nilai potensial air pada jaringan umbi jalar (Ipoema batatas). Dengan proses yaitu dengan melakukan perendaman terhadap umbi jalar yang sudah terpotong-potong sesuai prosedur kerja dan dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi serta dalam aquades sebagai variabel kontrol. Setelah itu merendam umbi jalar kedalam larutan sukrosa selama masing-masing selama 30 menit. Berdasarkan hasil percobaan pertama, panjang dan diameter umbi jalar tidak mengalami perubahan dikarenakan persamaan konsenterasi baik yang berada didalam sel umbi maupun diluar sel yang berupa aquades sehingga bersifat isotonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury, menunjukan bahwa jaringan dan larutan sudah sejak awal berada dalam kesetimbangan. Tidak ada air yang masuk atau hilang. Potensial air jaringan sudah sama dengan potensial air dalam larutan. Pada tekanan atmosfer, saat P = 0, maka potensial air sama dengan potensial osmotik (Salisbury dan Ross, 1995). Sedangkan pada percobaan kedua, tiga, empat, lima dan enam panjang dan diameter umbi jalar mengalami perubahan panjang atau menyusut. Adanya perubahan panjang pada umbi jalar atau semakin berkurangnya panjang potongan silinder ubi jalar disebabkan karena potensial air potongan silinder ubi jalar lebih tinggi dibandingkan dengan potensial air larutan sukrosa, sehingga air yang berada dalam potongan silinder umbi jalar bergerak keluar, dan mengakibatkan terjadinya perubahan panjang potongan silinder umbi jalar. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa air bergerak dari potensial air (PA) tinggi ke potensial
air (PA) yang rendah. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin pekat larutan sukrosa maka semakin pendek potongan silinder ubi jalar. Pada praktikum kali ini kami mengunakan biru metilen sebagai indikator penetuan tekanan osmisi air. Pertama kami menggunakan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% yang telah diberikan perlakuan. Hasil dari rendaman kentang yaitu berupa larutan gula dengan konsentrasi tertentu kemudian di tetesi dengan setetes biru metilen didapatkan hasil sebagai berikut: Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 0%, saat akan ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut tercampur dengan larutan tersebut sehingga airnya menjadi biru, hal tersebut bisa terjadi karena air tersebut hipotonis dan larutan biru metilen adalah hipertonis sehingga keduanya bisa tercampur. Seperti halnya tekanan osmosis yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis. Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 2%, saat akan ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut mengapung dipermukaan air, tepatnya biru metilen tersebut tidak bisa bercampur dengan air sisa rendaman kentang tersebut secara sempurna. Hal tersebut di karenakan adanya tekanan osmosis yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis. Jadi saat larutan biru metilen tersebut hipertonis dan air tersebut juga hipertonis maka kedua larutan tersebut tidak dapat tercampur. Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 4%, saat akan ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut mengapung dipermukaan air, tepatnya biru metilen tersebut tidak bisa bercampur dengan air sisa rendaman kentang tersebut. Hal ini dikarenakan pada percobaan ini kami mengamati tekanan osmosis pada air dimana gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis, dan air tesebut adalah hipertonis begitu juga dengan biru metilen. Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 6% yang telah mengalami banyak perlakuan, kemudian ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut mengapung dipermukaan. Hal bisa sesuai literature yang saya baca yaitu ketika dalam kondisi yang samasama konsentrasinya tinggi kedua larutan tersebut tidak dapat bercampur menjadi satu dan dalam percobaan ini yang dilakukan diketahui bahwa semakin tinggi nilai molaritas larutan sukrosa maka sel akan semakin cepat terplasmolisis, sehingga larutan dtersebut hasil rendaman sel akan membuat larutan tersebut menjadi hipertonis.
Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 10% yang telah mengalami banyak perlakuan, kemudian ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut mengapung dipermukaan, bahkan tidak tercampur. Hal ini bisa terjadi karena larutan tersebut memiliki sifat yang sama yaitu hipertonis sehingga keduanya tidak memenuhi syarat dalam tekanan osmosis yang menyebabkan keduanya tidak berkesiambungan dan tidak tercampur. Selanjutnya, yang kedua hasil dari rendaman umbi jalar yaitu berupa larutan gula dengan konsentrasi tertentu kemudian di tetesi dengan setetes biru metilen didapatkan hasil sebagai berikut: Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 0% menghasilkan warna biru pekat yang melayang dipermukaan larutan, hal tersebut tidak sesuai dengan literature yang say abaca, yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis. Sedangkan pada larutan sukrosa itu termasuk hipotonis dan biru metilen itu hipertonis sehingga keduanya harus tercampur, akan tetapi hal tersebut tidak terjadi dikarenakan beberapa factor seperti saat meneteskan biru metilen komposisinya terlalu sedikit sehingga biru metilen tersebut tidak tercampur. Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 2% diperoleh larutan berwarna biru tua dan menyebar, hal tersebut bisa saja terjadi karena pada larutan sukrosa 2% apabila larutan sukrosa tersebut adalah hipotonis akan tetapi larutan sukrosa tersebut adalah hiprtonis sehingga seharusnya tidak tercampur. Hal tersebut bisa terjadi karena pada saat mencampu biru metilen tersebut kami langsung memindahkannya sehingga biru metilen tersebut langsung tercampur. Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 4% dihasilkan larutan berwarna biru dan menyebar. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis. Sedangkan pada larutan sukrosa itu termasuk hipertonis. Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 6% menghasilkan larutan berwarna biru muda yang hampir menyerupai warna biru (menyebar) larutan glukosa dengan kosentrasi 2% yang telah ditambahkan biru metilen. Hal tersebut tidak sesuai dengan literature yang kami baca bahwa tekanan osmosis yang terjadi apabila karutan berpindah dari yang hipetonis ke hipotonis melewati membran selektif permeable. Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 8%. Hasilnya yaitu larutan berwarna biru dan sedikit melanyang. Hal tersebut sesuai dengan teori yang kami baca yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis.
Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 10% menghasilkan larutan paling muda diantara biru yang lainnya dan melayang, hal ini tidak sesuai dengan prinsip tekanan osmosis yaitu gerakan air berpindah dari hipertonis ke hipotonis. Sedangkan kedua larutan tersebut sama-sama hipertonis sehingga keduanya tidak tercampur.
G. Kesimpulan 1. − Potensial osmotik jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan sel. − Potensial air dalam jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan dengan ditandai keluar masuknya air dari dalam dan luar sel tumbuhan. 2. ● Peristiwa plasmolisis adalah peristiwa lepasnya membrane sel dari dinding sel sebagai dampak dari hipertonisnya larutan dari luar sel, sehingga cairan yang berada di dalam sel keluar dari sel dan akibatnya tekanan turgor sel menjadi nol. ● Sel tumbuhan yang dimasukan dalam larutan glukosa akan mengalami plasmolisis, dan semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. ● Inciepient plasmolysis adalah suatu keadaan dimana setengah sel dari seluruh jumlah sel menunjukkan tanda-tanda plasmolisis. Pada praktikum kami tidak ada sel yang mengalami insipient plasmolysis. ● Osmosis adalah berdifusinya zat pelarut dari larutan yang konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui selaput semipermiabel. Konsep osmosis ini terjadi pada pengamatan umbi kentang. Dari hasil yang diperoleh dapat kami simpulkan bahwa semakin bertambahnya konsentrasi gula maka panjang dan diameter kentang akan semakin menyusut.
H. Daftar rujukan Anggraini, Mega. 2008. Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan II tekanan Osmosis, (Online),(https://www.academia.edu/23567163/LAPORAN_PRAKTIKUM_FISIOL OGI_TUMBUHAN_II_TEKANAN_OSMOSIS_Asisten_Iis_Istianah), diakses 9 September 2017. Basahona, Sumanto. 2011. Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Pengukuran Potensial Air Jaringan Tumbuhan, (Online), (http://basahona.blogspot.com/2010 /12 /laporanpraktikum-fisiologi-tumbuhan. html) diakses tanggal 9 September 2017. Direktorat Gizi Depkes RI. 1981. Rukmana. 1995. Bertanam Wortel. Jakarta : Kanisius. Ismail dan Abd Muis. 2011. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi Universitas Negeri Makassar, Makassar. Loveless, AR. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta : PT. Gramedia. Lukiati, Betty dan Dahlia. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. 2010. FMIPA. Malang: Universitas Negeri Malang. Salisbury, Frank B. dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB. Sintia, Mega. 2014. Tekanan Osmosis Cairan Sel dan potensial Air. (Online), (https://www.academia.edu/6912394/Laporan_Tekanan_Osmosis_dan_Potensial_air), diakses 9 September 2017. Syamsuri, I. 1999. Biologi 2000 Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
I. Lampiran Foto 1. Mengukur potensial osmotic dengan cara plasmolysis (Rhoeo discolor)
Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 0%
Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe
Perbesaran 10x10
Perbesaran 10x10
discolor dalam larutan sukrosa 2%
Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 4%
Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 6%
Perbesaran 10x10
Perbesaran 10x10
Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 8%
Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 10%
Perbesaran 10x10
Perbesaran 10x10
2. Larutan Sukrosa sisa Solanum tuberosum + Cairan biru metilen
Konsentrai 10%
Konsentrasi 6%
konsentrasi 8%
konsentrasi 2%
konsentrasi 4%
konsentrasi 0%
Hasil rendaman kentang Alat yang digunakan