LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
ANESTESI DAN PEMBEDAHAN
NAMA : DEALSI RANTEALLO NIM : L211 15 007 KELOMPOK : III (TIGA) HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : RABU/ 22 MARET M ARET 2017 ASISTEN : 1. DIAN LESTARI 2. MUSFIRAH
LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN AIR PROGRAM STUDI MANAJEMEN M ANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Rumanta dalam dalam Astuti & Suciati., (2017) menjelaskan bahwa fisiologi
adalah suatu bidang ilmu yang secara khusus mempelajari aktivitas-aktivitas fungsional
yang
terjadi
di
dalam
tubuh
makhluk
hidup
dalam
rangka
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Fisiologi hewan memiliki tujuan yaitu memahami konsep-konsep keterkaitan fungsi organ-organ yang menunjang metabolisme tubuh hewan. Salah satu bagian dari fisiologi yaitu anestesi. Anestesi ikan merupakan merupakan suatu tindakan yang membuat kondisi tubuh ikan kehilangan kemampuan untuk merasa karena aktifitas respirasi dan metabolisme rendah, sehingga ikan akan mengalami perubahan secara fisiologis dari keadaan sadar
menjadi
pembedahan karena dalam
pingsan. pembedahan
Anestesi sangat
erat
kaitannya
dibutuhkan
dengan anestesi
untuk mengurangi rasa nyeri (Sufianto dalam Abid dalam Abid dkk., 2014). Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh, dan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, pada bagian tubuh yang akan ditangani, lalu dilakukan tindakan perbaikan dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Apriansyah dkk., 2014) Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum anestesi dan pembedahan agar kita dapat mempelajari ikan bukan hanya dari morfologi tapi juga dari segi anatominya anatominya dan dapat digunakan untuk pengembangan pengembangan ilmu dibidang perikanan. B. Tujuan dan Kegunaan Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik karakter istik
seks primer dan karakteristik seks sekunder pada ikan melalui pembedahan. Kegunaan praktikum ini adalah dapat mengetahui cara membedah ikan yang baik dan dapat mengaplikasikannya ke bidang perikanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Mas Karper (Cy prinus carpio)
Gambar 1. Ikan Mas Karper (Cyprinus carpio) (Azizah dkk., 2013) 1.
Klasifikasi Klasifikasi ikan mas karper menurut Susanto dalam Wihartyas (2015)
adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum
: Chordata
Class
: Actinopgerygii
Ordo
: Cypriniformes
Family
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Species
: Cyprinus carpio
2.
Morfologi Morfologi dari ikan mas karper adalah bentuk tubuh ikan mas karper
agak memanjang dan memipih tegak. Mulut ikan mas karper terletak di bagian tengah ujung kepala ( terminal ) dan dapat disembulkan ( protaktil ). Di bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang terbentuk atas tiga baris gigi geraham. Secara umum hampir seluruh tubuh ikan mas karper ditutupi sisik
kecuali
pada
beberapa varietas yang hanya memiliki sedikit sisik.
Sisik ikan mas karper berukuran
besar dan
digolongkan
kedalam
sisik tipe sikloid (lingkaran) (Wihartyas, 2015). Sirip punggungnya (dorsal ) memanjang, pada bagian belakang berjari keras dan di bagian akhir, yakni sirip ketiga dan keempat, bergerigi. sirip
Letak
sirip punggung berseberangan dengan
permukaan
perut (ventral ). Sirip dubur (anal ) mempunyai ciri seperti sirip
punggung, yakni berjari keras dan
bagian akhirnya bergerigi.
Garis
rusuk (linea lateralis) pada ikan mas karper tergolong lengkap, berada di pertengahan tubuh,
melintang dari tutup insang sampai ke
ujung belakang pangkal ekor (Ciptanto, 2010). 3.
Kebiasaan Makan Ikan mas karper termasuk dalam golongan ikan omnivora, yaitu ikan
pemakan berbagai jenis pakan dari tumbuhan manupun binatang renik. Makanan utamanya adalah binatang dan tumbuhan yang berada di dasar dan tepian perairan (Ciptanto, 2010). Menurut Susanto dalam Wihartyas (2015), cara makan ikan mas karper yakni dengan membuka mulutnya lebar-lebar dan kemudian menyedot makanannya seperti alat penghisap. Berdasarkan penelitian Lulu Sofiana dalam Wihartyas (2015) yang melakukan penelitian di lapangan menunjukkan bahwa ikan mas karper ( Cyprinus carpio) adalah ikan yang paling kuat atau paling banyak dalam memakan jentik nyamuk dibandingkan dengan ikan yang lain. Ikan mas karper (Cyprinus carpio) selama 2 x 24 jam dapat memakan jentik rata-rata sebanyak 73.6827 j entik nyamuk. 4.
Kebiasaan hidup Habitat ikan mas karper adalah perairan air tawar yang airnya tidak
terlalu dalam dengan aliran yang tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai
atau
danau.
Ikan mas
dipelihara pada lokasi dengan
karper
dapat
ketinggian
tumbuh
normal
bila
150 – 1000 m berada di
atas permukaan laut (dpl) (Ciptanto, 2010). Ikan
mas
karper
Meskipun tergolong ikan ditemukan
dapat air
hidup
tawar,
di perairan payau
baik ikan
pada mas
suhu 25 - 30° C. karper
terkadang
atau muara sungai yang bersalinitas
(kadar garam) 25 – 30%0 (Wihartyas, 2015). 5.
Siklus hidup Siklus
hidup ikan mas
dalam gonad (ovarium
karper
dimulai
dari perkembangan di
pada ikan betina yang menghasilkan telur dan
testis pada ikan jantan yang menghasilkan sperma). Sifat telur ikan mas
karper
adalah
menempel pada substrat. Embrio akan tumbuh di
dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Antara 2 - 3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan
mas
karper
bersifat
menempel
dan
bergerak
vertikal. Larva
berubah menjadi kebul (larva stadia akhir) dalam waktu 4 - 5 hari. Pada stadium kebul ini, ikan mas memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya. Setelah 2 - 3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1 - 3 cm dan bobotnya 0,1 - 0,5 gram. Antara
2
-
3
minggu
kemudian,
burayak
tumbuh
menjadi
putihan (benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3 - 5 cm dan bobotnya 0,5 - 2,5 gram. Putihan tersebut akan tumbuh terus. Gelondongan akan tumbuh terus menjadi induk. Setelah enam bulan dipelihara, bobot induk ikan jantan bisa mencapai 500 gram. Sementara itu, induk betinanya bisa mencapai bobot 1,5 kg setelah berumur 15 bulan. Ikan
mas tersebut mempunyai kebiasaan mengaduk aduk dasar perairan atau dasar kolam untuk mencari makanan (Susanto dalam Wihartyas, 2015). Pemijahan
ikan
mas
karper
dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu secara alami dan buatan. Induk ikan
mas
karper yang optimal
untuk dipijahkan berukuran antara 2 – 3 kg/ekor untuk
betina dan 1
kg/ekor untuk jantan (Nugroho & Anang, 2008). B. Karakteristik Seks Siklus reproduksi ikan mas karper dimulai dari dalam gonad, yakni ovarium pada betina dan testis pada jantan. Ovarium akan menghasilkan telur, dan dari testis dihasilkan spermatozoa. Pemijahan ikan mas karper dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada musim. Secara alami pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar (Suseno dalam Japet, 2011). Seperti ikan-ikan lainnya, cara berkembang biak Ikan Mas adalah bertelur. Sang Betina akan bertelur pada perairan dangkal dekat tumbuhan air yang tembus sinar matahari, telur-telurnya menempel pada dedaunan. Pada kondisi yang ideal dan bersuhu hangat, telur-telur tersebut akan menetas dalam 5 hingga 8 hari (Azizah dkk., 2013). C. Sterilisasi Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama penggunaan alat-alat operasi adalah jenis, jumlah, kebersihan atau sterilitas, tata letak dan kondisi alat. Alat-alat operasi yang dipergunakan harus dipertahankan sterilitasnya sampai pelaksanaan operasi selesai dan segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Proses sterilisasi tersebut dapat dilakukan dengan uap panas, larutan kimia, pemanasan kering atau metode gas. Sterilisasi merupakan proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan (Adji dkk., 2007).
Efektivitas cairan aseptik antiseptik antara chlorhexidine alkohol dan povidone iodine masih kontroversi. Tujuan utama aseptik dan antiseptik adalah menghilangkan bakteri transien, bakteri patogen dan mengurangi flora normal kulit untuk mengurangi risiko infeksi (Barzah dkk., 2016). D. Anestesi Anestesi pada ikan biasa dilakukan dalam bidang pembenihan saat pemijahan
buatan
ikan.
Anestesi
diperlukan
untuk
menurunkan
tingkat
metabolisme tubuh ikan sehingga penyuntikan hormon pada induk ikan dapat berlangsung baik sebab perlawanan ikan tidak ada sehingga kemungkinan ikan luka dapat dikurangi dan juga mengurangi tingkat
stress ikan. Anestesi
diperlukan dalam beberapa proses budidaya, diantaranya dalam proses pemijahan buatan dan proses transportasi (Albani dkk ., 2008). Meningkatkan nilai kelangsungan hidup saat transportasi dapat dilakukan salah satunya dengan anestesi. Anestesi ikan dapat dilakukan dengan cara memberikan bahan pembius kepada benih ikan, salah satunya menggunakan ekstrak akar tuba (Derris elliptica) (Amirulloh dkk., 2014). Jenis-jenis anestesi itu sendiri adalah sebagai berikut. 1.
Anestesi Umum Anestesi dibutuhkan pada hampir semua tindakan pembedahan,
dan sebagian besar dengan
anestesi
umum.
berpengaruh secara intraseluler dan perlu mendapat hal
interaksi
obat
diisopropylphenol )
anestesi
merupakan
dengan obat
trombosit.
Anestesi
umum
perhatian dalam Propofol
(2,6
anestesi yang digunakan pada
anestesi umum selain ketamin (Tabahhati dkk., 2011) Anestesia umum seringkali dihubungkan dengan kejadian depresi neonatus
yang
kerap
memerlukan
tindakan
resusitasi.
Keuntungan
anestesia umum adalah prosedur kerja lebih cepat sehingga sering dilakukan pada kasus-kasus dengan kecepatan waktu menjadi faktor utama, penurunan insidensi hipotensi dan juga ketidakstabilan kardiovaskular, jalan napas, serta ventilasi tetap terjaga dan terkontrol (Flora dkk., 2014). 2.
Anestesi Regional Teknik anestesi regional untuk operasi besar dapat mengurangi
pelepasan kortisol , memiliki
adrenalin
pengaruh kecil
teknik anestesi
regional
(epinefrin)
dan
pada
respon
saja
yang
hormon
lain,
namun
sitokin. Tampaknya hanya dapat
menurunkan
respon
stres jangka panjang (Yudhowibowo dkk.,2011). Anestesi pemakaiannya, diantaranya
regional
semakin
mengingat
relatif
lebih
berbagai murah,
berkembang keuntungan
pengaruh
dan
yang
sistemik
menghasilkan analgesi yang kuat dan kemampuan
meluas
ditawarkan,
yang
mencegah
minimal, respon
stress secara lebih sempurna. Namun demikian bukan berarti anestesi lokal tidak bahaya (Samodro dkk., 2011). 3.
Anestesi Lokal Operasi besar berhubungan dengan disfungsi sistem kekebalan
tubuh bawaan.
Anestesi
lokal
pasca operasi melalui cara
dapat memblokir
mengurangi
respon inflamasi
transmisi saraf pada lokasi
kerusakan jaringan dan mengurangi inflamasi neurogenik. Anestesi lokal lebih banyak diterapkan (Coderre dkk , dalam Yudhowibowo dkk, 2011). Mekanisme
kerja
obat
impuls saraf (blokade konduksi )
anestesi dengan
lokal
mencegah
menghambat
transmisi
pengiriman
ion
natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membran saraf. Kegagalan
permeabilitas
gerbang
ion
natrium
untuk
meningkatkan
perlambatan kecepatan depolarisasi tidak
tercapai
sehingga
seperti ambang batas potensial
potensial
aksi
tidak
disebarkan. Obat
anestesi lokal tidak mengubah potensial istirahat transmembran atau ambang batas potensial (Samodro dkk., 2011) E.
Pembedahan Pembedahan atau operasi selalu dihubungkan dengan penggunaan
pisau, gunting dan ini yang selalu membayangi penderita apakah nantinya tidak sakit. Yang sering ditanyakan apakah pembiusan cukup selama operasi, karena bayangan penderita operasi belum selesai bius sudah habis. Tindakan pembedahan sering menghasilkan sesuatu yang sangat menakjubkan tetapi semuanya tidak lepas dari anestesi (Soenarjo, 2004). Oswari dalam Adji dkk (2007) mengatakan bahwa perkembangan ilmu bedah dimulai sejak abad XIX di Eropa. Pada waktu itu belum diketahui adanya mikroorganisme (kuman, virus, riketsia, spora, jamur dan sebagainya) yang dapat menyebabkan infeksi, sehingga pada setiap penanganan operasi menjadi kurang aseptik dan sering menimbulkan infeksi. Operasi
adalah
tindakan
pembedahan untuk meringankan dan menyembuhkan gejala penyakit, trauma dan kelainan kongenital dengan menggunakan alat-alat operasi. F.
Pasca Bedah Menurut Tahe dalam Mulyani dkk (2014), pemuasaan merupakan salah
satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi konsumsi pakan maupun akumulasi amonia. Sedangkan menurut Rachmawati dkk dalam Mulyani dkk (2014),
pemuasaan
secara
periodik
mampu
meningkatkan
kecepatan
pertumbuhan ikan setara bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa pemuasaan.
Smeltzer dalam Zakaria (2015), menambahkan bahwa hal-hal yang mempengaruhi penyembuhan luka dan perbaikan sel yaitu penanganan jaringan (penanganan
yang
kasar
menyebabkan
cedera
dan
memperlambat
penyembuhan), faktor lokal edema, penurunan suplai oksigen, personal hygiene (kebersihan diri dapat memperlambat penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman), hiperaktivitas menghambat perapatan tepi luka mengganggu penyembuhan yang diinginkan.
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Praktikum Anestesi dan Pembedahan ini dilaksanakan pada hari rabu, 22 Maret 2017 pukul 15.30 – 17.30 WITA, di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 dibawah ini : Tabel 1. Alat yang digunakan beserta fungsinya No
Alat
Jumlah
Fungsi
2 buah 2 buah 2 buah 2 buah
Sebagai wadah ikan Untuk meletakkan ikan saat dibedah Untuk menyayat daging ikan Untuk memotong benang cat gut
2 buah
6. 7. 8. 9. 10.
Baskom Papan bedah Pisau bedah Gunting runcing Gunting runcing tumpul Pinset gerigi Pinset daging Aquarium Lap kasar Stopwatch
11. 12.
Aerator Needle holder
2 buah 2 buah
13. 14.
Termometer Botol BOD
1 buah 6 buah
Untuk menggunting daging ikan yang sudah dipolakan Untuk mencabut sisik Untuk menjepit daging ikan saat di jahit Sebagai wadah ikan setelah dibius Untuk mengalasi ikan Untuk menghitung waktu saat percobaan Untuk menyuplai oksigen pada ikan Untuk menjepit benang saat penjahitan luka Untuk mengukur suhu air saat anestesi Untuk wadah sterilisasi alat bedah
1. 2. 3. 4. 5.
2 buah 2 buah 1 buah 2 buah 4 buah
Tabel 2. Bahan yang digunakan beserta fungsinya NO Bahan Jumlah Fungsi 1. Ikan Mas Karper 2 ekor Sebagai sampel yang akan dibedah (Cyprinus carpio) 2. Tissue 1 buah Sebagai pensterilkan alat 3. Es batu 10 buah sebagai pembius ikan 4. Air tawar 2 buah Sebagai media untuk ikan 5. Alkohol 70% secukupnya Untuk mensterilkan alat 6. Alkohol 4 % secukupnya Untuk mensterilkan kapas 7. Benang cat gut 2 buah Untuk menjahit luka pada ikan
8.
Kapas
2 buah
9.
Aquades
1 botol
Untuk membersihkan darah ikan dengan alkohol 4% Untuk titrasi
C. Prosedur Kerja Adapun prosedur kerja dari praktikum ini, yaitu : 1.
Menyiapkan semua peralatan dan bahan yang akan digunakan.
2.
Mensterilkan peralatan bedah dengan alkohol 70% .
3.
Mensterilkan kapas dengan alkohol 4%.
4.
Memasukkan ikan ke dalam baskom yang berisi es batu, hal ini berguna untuk membuat ikan pingsan dan ukur suhu setiap menitnya sampai ikannya pingsan.
5.
Menghitung waktu pingsan ikan. Ketika ikan hilang kesadaran atau pingsan ukur suhu, matikan stopwatch lalu nyalakan lagi untuk menghitung rentang waktu pingsan.
6.
Memindahkan ikan dari baskom ke atas papan bedah yang dialasi dengan lap kasar yang telah dibasahi dan nyalakan stopwatch untuk menghitung waktu pembedahan.
7.
Letakkan beberapa es batu pada bagian kepala, perut, dan ekor, gunanya untuk membuat ikan tetap tidak sadar.
8.
Mencabut beberapa sisik ikan di bagian bawah gurat sisi sampai sejajar ke dubur.
9.
Bedah ikan kurang lebih 3 cm pada bagian abdomen.
10. Melihat warna gonad untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina. 11. Menjahit bagian tubuh ikan yang telah dibedah dengan mengunakan jarum bedah dan benang cat gut. Matikan lama waktu pembedahan. 12. Memindahkan ikan dari atas papan bedah ke akuarium yang telah diberi aerasi dan mengukur waktu pulih sampai ikan bergerak kembali.
13. Matikan rentang waktu pingsang, jika ikan sudah sadar, kemudian melihat tingkah laku ikan setelah dibedah.
D. Pengukur Peubah 1.
Waktu Pingsan Waktu pingsan adalah waktu yang dihitung mulai dari ikan
menyentuh baskom yang berisi es batu sampai ikan tidak memberikan respon atau pingsan. 2.
Rentang Waktu Pingsan Rentang pingsang adalah waktu yang dihitung mulai dari ikan tidak
mendapat respon sampai ikan memberi respon atau sadar kembali. 3.
Waktu Pembedahan Waktu pembedahan adalah waktu yang dihitung mulai dari ikan
diletakkan di atas preparat sampai ikan selesai dijahit. 4.
Waktu Pulih Waktu pulih adalah lamanya waktu yang dihitung mulai ikan
diletakkan ke dalam akuarium sampai ikan kembali bergerak secara normal.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Hasil yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan dapat dilihat pada table 3 dan 4 berikut Tabel 3 Karakteristik Seks Primer dan Seks Sekunder Karakter Seks Ikan Betina Ikan Jantan Seks Primer Gonad berwarna kuning Gonad berwarna putih Seks Sekunder
Memiliki warna yang lebih gelap dan ukuran tubuh besar dan perut bulat Memiliki operculum yang kasar
Memiliki warna yang lebih cerah dan bentuk tubuh yang tampak langsing Memiliki operculum yang halus
Tabel 4. Pengukur Peubah No.
Jenis Perlakuan
1. 2. 3. 4.
Waktu Pingsan Rentang Waktu Pingsan Waktu Pembedahan Waktu Pulih
Tabel 5. Suhu Waktu (Menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu Ikan Betina Ikan Jantan 11 menit 58 detik 11 menit 58 detik 112 menit 35 detik 111 menit 57 detik 84 menit 30 detik 73 menit 30 detik 13 menit 54 detik 15 menit 22 detik
Suhu 28 0C 14 0C 8 0C 3 0C 2 0C 1 0C 1 0C 0 0C 0 0C
B. Pembahasan 1. Karakteristik Seks Pada saat pembedahan dapat dilihat gonad ikan berwarna putih berarti jantan dan gonad ikan yang berwarna putih berarti betina. Warna kuning diakibatkan karena sel-sel telur pada betina sedangkan warna putih diakibatkan oleh sel sperma pada jantan, pada ikan betina sesuai dengan
karakteristik seks sekundernya yang dapat dilihat tanpa pembedahan. Adapun ciri ikan betina yaitu memiliki warna yang lebih gelap dan ukuran tubuh besar dan perut bulat dan memiliki operculum yang kasar. Sedangkan, ciri ikan betina yaitu memiliki warna yang lebih cerah dan bentuk tubuh yang tampak langsing dan memiliki operculum yang halus. Menurut Sukendi (2008), secara umum dalam fungsi reproduksi, ikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jantan dan betina (biseksual). Perbedaan kedua jenis kelamin tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri seksual primer dan ciri-ciri seksual sekunder. Ciri-ciri seksual primer dapat diketahui dengan melakukan pembedahan dan melihat organ yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi, yaitu testis dan salurannya pada ikan jantan dan ovarium dengan salurannya pada ikan betina. Ciri-ciri seksual sekunder dapat diketahui dari bentuk luar (morfologi). Gonad semakin bertambah berat diimbangi dengan semakin bertambahnya ukuran ikan. Secara garis besar, perkembangan gonad ikan dibagi atas dua tahap perkembangan utama, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga ikan mencapai tingkat dewasa kelamin (sexually mature) dan tahap pematangan produk seksual (gamet). 2. Sterilisasi Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama penggunaan alat-alat operasi adalah jenis, jumlah, kebersihan atau sterilitas, tata letak dan kondisi alat. Alat-alat
operasi
yang
dipergunakan
harus dipertahankan
sterilitasnya sampai pelaksanaan operasi selesai dan segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Menurut Adji dkk (2007), proses sterilisasi tersebut dapat dilakukan dengan uap panas, larutan kimia, pemanasan
kering atau metode gas. Sterilisasi merupakan proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan. Pada praktikum ini menggunakan alkohol 70% untuk dilakukannya sterilisasi menjadi 4% pada saat pemakaian alat bedah. Menurut Rismana dalam Adji dkk (2007), penggunaan pada proses disinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah beresiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap. 3.
Anestesi Albani dkk (2008) mengatakan anestesi pada ikan biasa dilakukan
dalam bidang pembenihan saat pemijahan buatan ikan. Anestesi diperlukan untuk menurunkan tingkat metabolisme tubuh ikan sehingga
penyuntikan
hormon pada induk ikan dapat berlangsung baik sebab perlawanan tidak ada sehingga kemungkinan
ikan luka dapat dikurangi dan juga
mengurangi tingkat stress ikan. Anestesi diperlukan proses
budidaya,
diantaranya
ikan
dalam
dalam
beberapa
proses pemijahan buatan dan
proses transportasi. Waktu pingsang ikan mas karper dengan menggunakan es batu yaitu pada ikan betina 11 menit 58 detik dan pada ikan jantan 11 menit 58 detik. Sedangkan, rentang waktu pingsan pada ikan betina adalah 112 menit 35 detik dan 111 menit 57 detik. Anestesi yang digunakan dalam praktikum ini adalah anestesi umum yang menggunakan es dan juga alkohol untuk menghilangkan rasa sakit saat pembedahan. Berka dalam Sumahiradewi (2014) mengatakan ada
beberapa metode yang memungkinkan ikan dapat dikirim dengan keadaan hidup, salah satu cara transportasi untuk menekan angka mortalitas ikan adalah dengan cara pembiusan dengan menggunakan bahan anestesi. Bahan anestesi dapat berupa bahan alami dan bahan kimia sintetik. 4. Pembedahan Pembedahan atau operasi selalu dihubungkan dengan penggunaan pisau, gunting dan ini yang selalu membayangi penderita apakah nantinya tidak sakit. Yang sering ditanyakan apakah pembiusan cukup selama operasi, karena bayangan penderita operasi belum selesai bius sudah habis. Tindakan pembedahan sering menghasilkan sesuatu tetapi semuanya tidak lepas dari anestesi (Soenarjo, 2004). Waktu pembedahan ikan betina adalah sekitar 84 menit 30 detik dan jantan 73 menit 30 detik. Pembedahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pembedahan total, yang merupakan pembedahan dengan membuat ikan pingsan secara keseluruhan bagian tubuh. Dalam praktikum ini menggunakan teknik jahit terputus. Laparatomi adalah salah satu jenis operasi yang di lakukan pada daerah abdomen. Operasi
laparatomi
di lakukan apabila terjadi masalah kesehatan yang
berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Laparotomi merupakan
tindakan
bedah
untuk
membuka
ruang
abdomen,
penyayatan bisa dilakukan secara medianus tepat di linea alba atau paramedianus
dengan
sayatan
sejajar
linea alba. Laparotomi biasa
dilakukan untuk mengeluarkan cairan dari rongga abdomen pada aschites,
penyumbatan atau adanya corpus alinea dalam usus, ataupun tindakan bedah terkait reproduksi (Smeltzer dalam Zakaria, 2015). Dalam praktikum ini menggunakan catgut . Menurut penelitian yang dilakukan Ma’ruf dkk (2013) menunjukkan bahwa komposit PVAHA dengan
penguat catgut memiliki kekuatan mekanis yang cukup dan stabil sebagai bahan penyambung patah tulang. Selanjutnya ingin diketahui apakah komposit PVA-HA dengan penguat catgut memiliki biokompabilitas yang baik tanpa menimbulkan efek toksisitas dan hipersensitivitas pada hewan coba, sehingga dapat digunakan sebagai bahan penyambung patah tulang.
5. Pelaparan Pada praktikum ini dilakukan pelaparan/pemuasaan selama 3 hari pada ikan. Menurut Tahe dalam Mulyani (2014), pemuasaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi konsumsi pakan maupun akumulasi amonia. Sedangkan menurut Rachmawati et al ., dalam Mulyani
(2014),
pemuasaan
secara
periodik
mampu
meningkatkan
kecepatan pertumbuhan ikan setara bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa pemuasaan. Smeltzer dalam Zakaria (2015), menambahkan bahwa hal-hal yang mempengaruhi penyembuhan luka dan perbaikan sel yaitu penanganan jaringan (penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat penyembuhan), faktor lokal edema, penurunan suplai oksigen, personal hygiene (kebersihan diri dapat memperlambat penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman), hiperaktivitas menghambat diinginkan.
perapatan
tepi
luka
mengganggu
penyembuhan
yang
V. Penutup
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam praktikum Anestesi dan Pembedahan Ikan Mas Karper (Cyprinus carpio), maka dapat disimpulkan bahwa : 1.
Karakteristik seks primer yaitu gonad yakni gonad pada ikan mas karper betina berwarna kuning dan ikan mas karper jantan berwarna putih.
2.
Metode anestesi yang digunakan yaitu anestesi umum yang menyebabkan tubuh ikan tidak sakit apabila dibelah.
B.Saran Sebaiknya alat-alat lab dilengkapi atau alat-alat yang sudah rusak sebaiknya diganti dengan yang baru dan perlengkapan kebersihan harus ditambah.
DAFTAR PUSTAKA
Abid, M. S., E. D. Masithah dan Prayogo. 2014. Potensi Senyawa Infusum Daun Durian (Durio zibethinus) Terhadap Kelulushidupan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Transportasi Ikan Hidup Sistem Kering. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. VI (1), April 2014. Hal 93. [Diakses 26 Maret 2017]. Adji, D., Zuliyanti dan H. Larashanty. 2007. Perbandingan Efektivitas Sterilisasi Alkohol 70%, Inframerah, Otoklaf dan Ozon Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtilis. J. Sain Vet. Vol. XXV (1) Tahun 2007. Hal 18. [Diakses 2 April 2017]. Albani, R. I., R. Saleh dan W. A. Diamahesa. 2008. Teknik Anestesi Ikan Menggunakan Arus Listrik. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 2, 11. Amirulloh, A. S., E. Efendi dan M. Ali. 2014. Konsentrasi Efektif (EC50-1jam) Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica) Sebagai Bahan Anestesi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. [Diakses 26 Maret 2017]. Apriansyah, A., S. Romadoni dan D. Andrianovita. 2015. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Pre-Operasi dengan Derajat Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesaria di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2014. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Vol II (1), Januari 2015, ISSN No 2355 5459. Hal 2. [Diakses 15 Maret 2017]. Astuti, Y. & R. Suciati. 2017. Profil Kemampuan Mahasiswa Calon Guru Biologi Dalam Mengomunikasikan Hasil Praktikum Fisiologi Hewan. Jurnal Pendidikan Indonesia P-ISSN: 2303 - 288X E-ISSN: 2541- 7207 Vol. VI (1), April 2017. Hal 116. [Diakses 1 April 2017]. Azizah, A. N., F. Rahmawati dan I. F. Pangestu. 2013. Laporan Akhir Praktikum Fisiologi Hewan Air. Universitas Padjadjaran. Jatinagor. Hal 5. Barzah, A. M., E. Pradian dan T. Bisri. 2016. Perbandingan Antiseptik Chlorhexidine Alkohol dengan Povidone Iodine terhadap Penurunan Pertumbuhan Koloni Bakteri pada Kateter Epidural yang Dipasang di Kamar Operasi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif 2016; IV(1); 21 – 9. Hal 23. [Diakses 2 April 2017]. Ciptanto, S. 2010. Top 10 Ikan Air Tawar Panduan Lengkap Pembesaran Secara Organik di Kolam Air, Kolam Terpal, Karamba dan Jala Apung. Lily Publisher, Jakarta. Hal 87 – 88. Flora, L., I. S. Redjeki dan A. H. Wargahadibrata. 2014. Perbandingan Efek Anestesi Spinal dengan Anestesi Umum Terhadap Kejadian Hipotensi dan Nilai APGAR Bayi pada Seksio Sesarea. Jurnal Anestesi Perioperatif 2014; II (2): 105 – 16. Hal 106. [Diakses 2 April 2017].
Japet, N. 2011. Karakteristik Semen Ikan Ekonomis Budidaya: Mas ( Cyprinus carpio), dan Patin (Pangasius hypophtalmus). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 5. Ma’ruf, M. T., W. Siswomihardjo, M. HNE Soesatyo dan A. E. Tontowi. 2013. Uji
Biokompatibilitas Komposit Polivinil Alkoholhidroksiapatit dengan Penguat Catgut Sebagai Bahan Penyambung Patah Tulang. Jurnal Teknosains. Vol III (1), 22 Desember 2013 Halaman 1-80. Hal 54. [Diakses pada 17 April 2017]. Mulyani, Y. S., Yulisman dan M. Fitriani. 2014. Pertumbuhan Dan Efisiensi Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipuasakan Secara Periodik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, II (1) :01-12 (2014) ISSN : 2303-2960. Hal 2. [Diakses 15 Maret 2017]. [Diakses 15 April 2017]. Nugroho, E. & A. H. Kristanto. 2008. Panduan Lengkap Ikan Konsumsi Air Tawar Populer. –cet.I-. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 60. Samodro, R., D. Sutiyono dan H. H. Satoto. 2011. Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal. Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol III (1) Tahun 2011. Hal 49, 53. [Diakses 21 Maret 2017]. Soenarjo. 2004. Peranan Anestesi dan Pengelolaan Rawat Intensif Dalam Hubungan Dengan Kualitas Hidup. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal 2. Sukendi.
2008. Peran Biologi Reproduksi Ikan dalam Pembenihan.Universitas Riau. Pekanbaru. Hal 4.
Bioteknologi
Sumahiradewi, L. G. 2014. Pengaruh Konsentrasi Minyak Cengkeh ( Eugenia aromatica) Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Nila ( Oreochromis sp) Pada Proses Transportasi. Media Bina Ilmiah Vol VIII (1), Februari 2014 ISSN No 1978 – 3787. Hal 42. [Diakses 12 April 2017]. Tabahhati, S., U. Budiono, dan M. S. Harahap. 2011. Perbedaan Pengaruh Pemberian Propofol dan Etomidat Terhadap Agregasi Trombosit. Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol III (1), Tahun 2011. Hal 3. [Diakses 21 April 2017]. Yudhowibowo, I. I., D. Sutiyono dan Y. W. Villyastuti. 2011. Pengaruh Anestesi Epidural Terhadap Supresi Imun Yang Diinduksi Stres Operasi Selama Pembedahan. Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol III (1) Tahun 2011. Hal 44 - 45. [Diakses 21 Maret 2017]. Wihartyas, V. F. 2015. Efektivitas Pemberian Ikan Mas (Cyprinus carpio) dalam Menurunkan Jumlah Jentik dan Persepsi Masyarakatnya (Studi Kasus di RW 06 Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang) [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Hal 32 - 35. Zakaria, N. K. C. 2015. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Channa Striata) Terhadap Penyembuhan Luka Pasca Operasi Bedah Laparatomi Kucing
(Felis domestica) [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar. Hal 12.