LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA ALELOPATI
“
”
Disusun Oleh: NAMA
: Pandu Indira Nugraha
NIM
: 115040101111119
KELAS
:A
ASISTEN
: Elvira Ambarasti Rahmiana Rahajeng Arinda
HARI
: Rabu, Jam 11.00 WIB
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Semua jenis tanaman memiliki kebutuhan yang hampir sama, keadaan tersebut yang
mendasari
terjadinya
suatu
persaingan
kompetisi
yang
merupakan bentuk persaingan antar makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhannya akan sinar matahari, air, unsure-unsur hara untuk pertumbuhannya. Persaingan sendiri akan menghasilkan pemenang, pemenang itu pun yang dapat meneruskan kelangsungan hidupnya
dimana
sering
terjadi
pada tumbuhan yang
mana
bersaing
untuk
memperebutkan sumber daya yang terbatas . Definisi kompetisi sebagai interaksi antara dua atau banyak individu apabila (1) suplai sumber yang diperlukan terbatas, dalam hubungannya dengan permintaan organisme atau (2) kualitas sumber bervariasi dan permintaan terhadap sumber yang berkualitas tinggi lebih banyak.organisme mungkin bersaing jika masing-masing berusaha untuk mencapai sumber yang paling baik di sepanjang gradien kualitas atau apabila dua individu mencoba menempati tempat yang sama secara simultan. Sumber yang dipersaingkan oleh individu adalah untuk hidup dan bereproduksi, contohnya makanan, oksigen, dan cahaya. Tumbuhan
dalam
bersaing
dengan
tumbuhan
lainnya
mempunyai bentuk
pertahanan yang bermacam-macam, misalnya duri, berbau serta mengeluarkan alelopat yang dapat
menghambat
tumbuhan
disekitarnya.
Kondisi
dimana
tumbuhan
mengeluarkan alelopat dapat dikatakan sebagai peristiwa alelopati yang merupakan peristiwa adanya pengaruh dari zat kimia (alelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tumbuhan lain. Sehingga pertumbuhan tumbuhan lain menjadi kalah. Kekalahan tersebut karena menyerap zat kimiawi yang beracun berupa produk sekunder dari tanaman pertama. Zat kimiawi yang bersifat racun itu dapat berupa gas atau zat cair dan dapat kelau dari akar, batang maupun daun. Hambatanpertumbuhan akibat adanya alelopat dalam peristiwa alelopati misalnya pertumbuhan hambatan pada pembelahan sel, pangambilan mineral,respirasi, penutupan stomata, sintesis protein, dan lain-lainnya. Zat-zat tersebut keluar dari bagian atas tanah berupa gas, atau eksudat yang turun kembali ke tanah dan eksudat dari akar. Jenis yang dikeluarkan pada umumnya berasal dari golongan fenolat, terpenoid, dan alkaloid. 1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh adanya peristiwa alelopati yang didapat dari gulma teki terhadap perkecambahan kedelai.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alelopati
Peristiwa alelopati ialah peristiwa adanya pengaruh jelek dari zat kimia (allelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan petumbuhan tumbuhan lain jenis yang tumbuh disekitarnya. (Moenandir, 1993) Alelopati adalah hubungan atau interaksi antarorganisme, yang mana keberadaan satu organisme dapat menghambat pertumbuhan atau perkembangan organisme lainya melalui pelepasan toksin atau racun. (Diah, 2012) Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut ( juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. (Syifa, 2009) Alelopati meliputi interaksi biokimiawi secara timbal balik, yaitu yang bersifat penghambatan
maupun
perangsangan
antara
semua
jenis
tumbuhan
termasuk
mikroorganisme. (Molisch, 1937) Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui sen yawa kimia. (Rohman, 2001) 2.2 Mekanisme Pengeluaran Alelopati
Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara yaitu dengan menurunkan kecepatan penyerapan ion-ion oleh tumbuhan. Beberapa allelopati menghambat pembelahan
sel-sel
akar
tumbuhan
dan
pertumbuhan
tanaman
yaitu
dengan
mempengaruhipembesaran sel tanaman. Beberapa senyawa allelopati memberikan
pengaruh menghambat respirasi akar dan menghambat sintesis protein dan dapat menurunkan daya permeabilitas membrane pada sel tumbuhan. Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi allelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, batang, akar rizoma, umbi, bunga, buah dan biji. Senyawa-senyawa allelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan pembusukan organ tumbuhan. (Erlina, 2012) Selain itu dapat dijelaskan bahwa terbentuknya allelopati terdapt beberapa proses yaitu : a. Penguapan Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar. b. Eksudat akar Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat. c. Pencucian Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini. d. Pembusukan organ tumbuhan Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya. (Maysatria, 2011) 2.3 Tumbuhan yang Mengeluarkan Alelopat
Tumbuahan yang mengeluarkan alelopat antara lain :
1. Alang-alang ( Imperata cyndrica) yang masih hidup mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ di bawah tanah, jika sudah mati baik organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah dapat melepaskan senyawa alelopati. 2. Teki (Cyperus rotundus) yang masih hidup mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ di bawah tanah, jika sudah mati baik organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah dapat melepaskan senyawa alelopati. (Heddy, dkk., 1986) 3. Akasia ( Acacia mangium). ekstrak alelopati dari daun, kulit batang dan akar dari akasia berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kacang hijau dan benih jagung.
4. Pinus ( Pinus merkussi) Serasah daun pinus yang terdapat pada tanah mengeluarkan zat alelopati yang menghambat pertumbuhan herba. Ekstrak daun pinus menunjukkan bahwa senyawa alelopati yang terdapat dalam ekstrak daun pinus dapat menghambat perkecambahan benih bayam duri. 5. Jagung (Zea mays ) Ekstrak akar jagung dapat digunakan untuk menghambat gulma melalui peningkatan aktivitas enzim katalase dan peroksidase. Sisa tanaman jagung mengandung lima jenis senyawa asam fenolat penyebab alelopati yaitu asam verulat, as p-koumarat, asam siringat, asam vanilat, dan asam hidroksibenzoat potensial untuk menekan gulma. (Djazuli, 2011) 2.4 Alelopat sebagai Bioherbisida
Senyawa alelopati dari tumbuhan atau mikroorganisme yang berpengaruh sebagai herbisida sangat memberikan insentif bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan. Mengisolasi senyawa ailantona dari kulit akar pohon Ailanthus altissima yang berpengaruh sebagai herbisida pra- dan pasca-tumbuh. Beberapa senyawa alami yang telah diuji sebagai herbisida adalah sinmetilin, toksin yang dikeluarkan Alternaria alternata f.sp. lycopersici (toksin AAL: suatu metabolit dari patogen penyebab kanker batang tomat), dan mesotriona. Efikasi formulasi cairan dari ekstrak umbi teki telah dilakukan terhadap pertumbuhan kecambah gulma Mimosa invisa dan Melochia corchorifolia. Herbisida dari senyawa alelopati yang sudah dikomersialkan antara lain
organofosforus (bialafos dan fosfontrisin yang diperoleh dari isolat bakteri), triketon (leptospermona yang diperoleh dari tumbuhan Leptospermum scoparium) dan sinmetilin. (Junaedi, dkk, 2006) Beberapa jenis senyawa alelopati yang cukup potensial antara lain berasal dari ekstrak tumbuhan alang-alang (Imperata cylindrica), akasia (Acacia mangium), jagung (Zea mays) dan pinus (Pinus merkussi). Penggunaan senyawa alelopati dari keempat tumbuhan cukup prospektif karena relatif mudah didapat, murah dan dengan jumlah biomas yang cukup memadai. (Djazuli, 2011)
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat Cawan petri
: untuk tempat benih kedelai dan umbi rumput teki
Kamera
: untuk dokumentasi
3.1.2 Bahan Gulma teki
: objek pengamatan
Benih kedelai
: objek pengamatan
Air
: sebagai zat pelarut
Kertas merang
: sebagai alas biji kedelai
3.2 Alur Kerja
Tumbuk daun dan umbi teki kemudian dikasih air untuk diambil ekstraknya
Basahi kertas merang dengan air
Letakkan kertas merang dalam cawan petri
Letakkan benih kedelai (5 biji) diatas kertas merang
Siram dengan ekstrak teki sesuai dengan perlakuan
Amati selama satu minggu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan
Perlakuan K 0 (benih kedelai 5 + 4 ml air (kontrol)) Pengamatan ke-
1 (Kamis)
2 (Senin)
3 (Rabu)
Jumlah biji yang mengalami perkecambahan
Keterangan
0
biji kedelai belum mengalami perkecambahan.
0
biji kedelai sudah mulai ada perubahan yaitu kulit biji kedelai mulai mengelupas, dibandingkan pada pengamatan 1.
5
Semua biji kedelai sudah mengalami perkecambahan, namun panjang tunasnya berbeda.
Dokumentasi
Perlakuan K 1 (benih kedelai 5 + ektrak daun dan umbi teki (5 ml)) Jumlah biji Pengamatan yang kemengalami perkecambahan
1 (Kamis)
2 (Senin)
3 (Rabu)
Keterangan
0
benih kedelai belum mengalami perkecambahan.
0
biji kedelai sudah mulai ada perubahan yaitu kulit biji kedelai mulai mengelupas, dibandingkan pada pengamatan 1.
4
biji kedelai sudah muncul tunas, namun ada 1 biji yang belum mengalami perkecambahan.
Dokumentasi
Perlakuan K 2 (benih kedelai 5 + ektrak daun dan umbi teki (10 ml)) Jumlah biji Pengamatan yang kemengalami perkecambahan
1 (Kamis)
2 (Senin)
3 (Rabu)
Keterangan
0
biji kedelai belum mengalami perkecambahan.
0
Biji kedelai belum ada perubahan dan masih sama seperti pada pengamatan 1.
5
Semua biji kedelai sudah mengalami perkecambahan, namun panjang tunasnya berbeda.
Dokumentasi
Perlakuan K 3 (benih kedelai 5 + ektrak daun dan umbi teki (15 ml)) Pengamatan ke-
1 (Kamis)
2 (Senin)
3 (Rabu)
Rata-rata presentase perkecambahan benih kedelai
Keterangan
0
biji kedelai belum mengalami perkecambahan.
0
Biji kedelai belum ada perubahan dan masih sama seperti pada pengamatan 1
1
Hanya 1 biji kedelai sudah muncul tunas, namun ada 4 biji yang belum mengalami perkecambahan.
Dokumentasi
4.2 Pembahasan
Dari data hasil praktikum alelopati yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa hasil presentase terhadap perkecambahan benih kedelai, pada setiap perlakuan diperoleh hasil yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan adanya perlakuan yang diberikan juga berbeda.
Pada pengamatan 1 yang dilakukan pada hari Kamis, dari semua perlakuan yaitu K 0, K 1, K 2 dan K 3 biji kedelai belum mengalami perkecambahan. Pada umumnya biji akan mulai berkecambah pada 2 dua hari setelah tanam dengan kondisi yang mendukung. Perkecambahan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksterna. Faktor internal meliputi hormon, kematangan embrio, dan faktor genetis. Faktor eksternal meliputi kelembaban, intersitas cahaya, suhu, nutrisi, kadar oksigen, dan kadar air (Yuni, 2012). Pada pengamatan 2 yang dlakukan pada hari Senin, pada perlakuan K 0 dan K 1 biji kedelai sudah mulai ada perubahan yaitu kulit biji kedelai mulai mengelupas, dibandingkan pada pengamatan 1. Mengelupasnya kulit pada biji kedelai merupakan proses awal perkecambahan. Untuk K 2 dan K 3 biji kedelai belum ada perubahan dan masih sama seperti pada pengamatan 1. Pada pengamatan 3 yang dilakukan pada hari Rabu, pada perlakuan K 0 semua biji kedelai sudah mengalami perkecambahan, namun panjang tunasnya berbeda. Pada perlakuan K 0 merupakan perlakuan kontrol yaitu hanya menggunakan air saja tanpa menggunakan ekstrak teki, sehingga kedelai tidak di pengaruhi oleh zat alelopat pada teki. Namun untuk perlakuan K 1, K 2 dan K 3 digunakan perlakuan dengan ditambahnya zat alelopat yang terdapat pada gulma teki, sehingga pada pengamatan 3 didapatkan bahwa ada beberapa biji kedelai yang tidak tumbuh serta pertumbuhan tunasnya juga berbeda-beda dimana hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya zat alelopat dari gulma. Hal ini sesuai dengan literatur Sukman dan Yakup (1995) yang menyatakan bahwa interaksi biokimia antara gulma dan pertanaman antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan sel-sel akar dan lain sebagainya. Selain itu Pada K 1 dengan perlakuan benih kedelai 5 + ektrak daun dan umbi teki (5 ml), ada 1 biji kedelai yang tidak berkecambah. Biji kedelai yang tidak berkecambah karena biji tersebut terhambat oleh zat alelopat yang ada pada teki. Pada K 2 dengan perlakuan benih kedelai 5 + ektrak daun dan umbi teki (10 ml), semua biji kedelai dapat berkecambah, namun panjang tunas berbeda-beda. Perbedaan panjang tunas pada ke 5 biji kedelai karena dipengaruhi oleh zat alelopat yang dikeluarkan teki. Pada K 3 dengan perlakuan benih kedelai 5 + ektrak daun dan umbi teki (15 ml), hanya 1 biji kedelai sudah muncul tunas dan ada 4 biji yang belum mengalami perkecambahan. Sehingga sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa perkecambahan pada biji kedelai antara
perlakuan K 0, K 1, K 2 dan K 3 mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda. Untuk ekstrak gulma teki yang diberikan sebagai zat alelopat terhadap perkecambahan kedelai dengan dosis 15 ml, zat alelopat mampu menghambat perkecambahan hampir seluruh biji kedelai dimana hanya tumbuh satu kedelai saja, sedangkan pada dosis 10 ml semua biji kedelai dapat berkecambah semua dan pada dosis 5 ml hanya satu yang belum berkecambah. Hal ini sesuai dengan literatur Triharso (1995) yang mengemukakan bahwa perkembangan tumbuhan tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi .
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan dengan 4 perlakuan yang berbeda diperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada perlakuan K 0, K 1, dan K 2, biji kedelai dapat berkecambah dengan baik meskipun panjang tunas berbeda-beda. Pada perlakuan K 3 biji kedalai yang berkecambah hanya ada 1. Perkecambahan pada biji kedelai terhambat oleh zat alelopat yang ada pada teki. Zat alelopat dapat menghambat proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangan pada tumbuhan dan tanaman lain. Dari praktikum juga dapat diketahui bahwa semakin banyak ekstrak teki yang diberikan dapat menghambat perkecambahan biji kedelai. Dimana hal tersebut sesuai dengan literatur Triharso (1995) yang mengemukakan bahwa perkembangan tumbuhan tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi. 5.2 Kritik dan Saran
Untuk penjelasan mengenai materi yang diberikan oleh asisten sudah cukup jelas dan dapat diterapkan dengan mudah namun untuk kedepannya saat mendekte materi yang disampaikan jangan terlalu cepat selain itu kalau memang pada setiap praktikum ada laporan, formatnya jangan terlalu mendadak. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Diah, Lili. 2012. Alelopti/Antibiosis. (online). http://lilidiah.blogspot.com/2012/11/alelopatiantibiosis.html. Diakses pada tanggal 06 Desember 2013 Djazuli, Muhamad. 2011. Potensi Senyawa Alelopati sebagai Herbisida Nabati Alternatif pada Budidaya Lada Organik .Bogor : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.110 Erlina, Fenty. 2012. Laporan Alelopati. (online).http://httplaporanpraktikumekologi.blogspot. com/2012/04/laporan-ekologi-alelopati-fenti.html. Diakses tanggal 06 Desember 2013. Heddy, S.dkk.1986. Pengantar Ekologi.Jakarta: Rajawali. Junaedi, Ahmad, dkk. 2006. Perkembangan Terkini Kajian Alelopati.Bogor:IPB.13:1-6 Maysatria, Yamato. 2011. Alelopati. (online).http://muherda.blogspot.com/2011/02/alelopati. html. Diakses pada tanggal 06 Desember 2013 Moenandir, J., 1993. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Molisch H. 1937. Der Einfluss einer Pflanze auf die andere-Allelopathie. Jena: Fischer. Rohman, Fatchur. 2001. Ekologi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang. Sukman, Y dan Yakup. 1995. Gulma. PT.Raja Grafindo Persada. J akarta Syifa. 2009. Ada apa dengan Alelopati. (online) .http://doelsyifa.wordpress.com/2009/12/11/ ada-apa-dengan-alelopati/. Diakses tanggal 06 Desember 2013. Triharso, 1995. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. UGM-Press. Yogyakarta Yuni, Siti.2012. Penelitian terhada Glycine max.(online)http://dedesufi.blogspot.com/2012 /10/penelitian-terhadap-glycine-max.html. Diakses pada tanggal 06 Desember 2013.