LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK
Disusun oleh: Destini Puji Lestari 22020111130032
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014 1
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK A. PENGERTIAN
1. Definisi Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2005). CVA (Cerebro (Cerebro Vascular Accident ) atau sering disebut stroke adalah kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam yang menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, proses bepikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan lain (Muttaqin, 2008). Menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak. Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Muttaqin, 2008). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Muttaqin, 2008).
2. Klasifikasi Menurut Muttaqin (2008) perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
2
a. Perdarahan Intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum. b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabangcabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya). Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan
subarakhnoid
dapat
mengakibatkan
vasospasme
pembuluh darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
3
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi. 3. Faktor Resiko a. Hipertensi b. Hipotensi c. Obesitas d. Kolesterol darah tinggi e. Riwayat penyakit jantung f.
Riwayat penyakit diabetes mellitus
g. Merokok h. Stress
B. ETIOLOGI
Menurut Batticaca, penyebab stroke hemoragik yaitu: 1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak. 2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak 3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak. Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
4
Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2005), yaitu: a. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif) b. Ruptur kantung aneurisma c. Ruptur malformasi arteri dan vena d. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma) e. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia. f. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak. g. Septik embolisme, myotik aneurisma h. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena i. Amiloidosis arteri j. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
C. PATOFISIOLOGI
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007). +
+
Dengan menambah Na /K -ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan 2+
+
Na+ dan Ca di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K ekstrasel sehingga -
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan +
2+
glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na dan Ca (Silbernagl, 2007). Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
5
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2007). Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007). Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007): a. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). b. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal).
6
c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus). d. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis). e. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). f. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]). g. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan).
7
D. PATHWAY Hipertensi/ terjadi
aneurisma
Rupture arteri serebri
Ekstravasasi darah di
Vasospasme arteri
Menyebar ke hemisfer
Perdarahan serebri
TIK Hipertensi/ terjadi
Tekanan /perfusi serebral
Iskemia
Anoksia
aktifitas elektrolit
8
Nyeri
Aktifitas elektrolit
anoksia
+
Pompa Na dan Ka
Metabolisme anaerob Metabolit asam
+
+
Na dan H2O masuk ke
Acidosis lokal
Edema intrasel
+
Pompa Na gagal
Edema Ekstrasel
Nekrosis jaringan dan
Perfusi jaringan serebral
9
Kematian progresif sel otak (defisit fungsi
Kematian progresif sel otak (defisit fungsi
Lesi Korteks
Lesi di Kapsul
Lesi batang otak
Lesi di Med. Spinalis
Lesi upper & lower motor
Kerusakan
Gangguan bicara/penglihatan,
neuron Nekrosis jaringan dan Gangguan eliminasi urin Kesulitan mengunyah & menelan, refleks batuk Defisit perawatan diri
Gangguan komunikasi verbal
Resiko gangguan nutrisi
Hamabtan mobilitas fisik
ketidakefektifan
bersihan
jalan
napas
Tirah baring lama
Kerusakan integritas kulit
E. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti: 1. Pengaruh terhadap status mental: a. Tidak sadar : 30% - 40% b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar 2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan: a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%) b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%) c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%) 3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala: a. Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%) b. Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena. 4. Daerah arteri serebri posterior
10
a. Nyeri spontan pada kepala b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%) 5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan: a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil) Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa: a. Stroke hemisfer kanan 1)
Hemiparese sebelah kiri tubuh
2)
Penilaian buruk
3)
Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
F.
1)
Mengalami hemiparese kanan
2)
Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
3)
Kelainan bidang pandang sebelah kanan
4)
Disfagia global
5)
Afasia
6)
Mudah frustasi
KOMPLIKASI
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Nasissi, 2010).
11
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Nasisi, 2010).
G. PENATALAKSANAAN
1.
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsesus: a. Konsesus amerika : 6 jam b. Konsesus eropa : 1,5 jam c. Konsesus asia : 12 jam Prinsip pengobatan pada therapeutik window :
2.
a. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik. b. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi. Terapi umum a. Menstabilkan tanda-tanda vital 1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena) 2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi. b. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung c. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam d. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
12
1) Penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam 2) Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki) 3.
Terapi khusus Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA. a) Pentoxifilin Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b) Neuroprotektan 1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen 2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak 3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan 4.
Pengobatan konservatif Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral
13
(asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri. 5.
Pembedahan Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Dewanto (2009) pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah : 1. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb. 2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark 3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak 4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu. 5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi. 6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya daerah lesi yang spesifik. 7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral. 8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
14
I.
PEMERIKSAAN PRIMER
Primary survey (pengakajian primer)dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) : 1. General Impressions a. Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum. b. Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera c. Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang) 2. Pengkajian Airway Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain : a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas? b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain: 1) Adanya snoring atau gurgling 2) Stridor atau suara napas tidak normal 3) Agitasi (hipoksia) 4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements 5) Sianosis c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi : 1) Muntahan 2) Perdarahan d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka. e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang. f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi : 1) Chin lift / jaw thrust 2) Lakukan suction (jika tersedia) 3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway 4) Lakukan intubasi 3. Pengkajian Breathing (Pernafasan) Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain: a. Look , listen dan feel ; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
15
4.
5.
1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tandatanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest , sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan. 2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks. 3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada. b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu. c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien. d. Penilaian kembali status mental pasien. e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi: 1) Pemberian terapi oksigen 2) Bag-Valve Masker 3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika diindikasikan 4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan. Pengkajian Circulation Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain: a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan. b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan. c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberia n penekanan secara langsung. d. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill ). e. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU : a. A - alert , yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
16
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal. 6. Expose, Examine dan Evaluate Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011). J.
PEMERIKSAAN SEKUNDER
1. Identitas Klien Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No. RM, pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll. 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan
obat-obat
antikoagulan,
aspirin
dan
kegemukan/obesitas. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung. d. Riwayat Psikososial Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss dan cemas. 3. Pemeriksaan Fisik a. Rambut dan hygiene kepala b. Mata:buta,kehilangan daya lihat c. Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
17
d. e.
Leher, Dada I: simetris ki-ka P: premitus P: sonor A: ronchi
f.
Abdomen I: perut acites P :hepart dan lien tidak teraba P :Thympani A :Bising usus (+)
g. Genito urinaria :dekontaminasi,anuria h. Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan. 4. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis a. Tingkat Kesadaran 1) Kualitatif Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk LETARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang bangun lalu tidur kembali
KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali 2) Kuantitatif Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon membuka mata ( E = Eye ) Spontan (4) o Dengan perintah (3) o o Dengan nyeri (2) o Tidak berespon (1) Respon Verbal ( V= Verbal ) o Berorientasi (5) o Bicara membingungkan (4) o Kata-kata tidak tepat (3)
18
o o
Suara tidak dapat dimengerti (2) Tidak ada respons (1)
Respon Motorik (M= Motorik ) o Dengan perintah (6) o Melokalisasi nyeri (5) o Menarik area yang nyeri (4) o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3) o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2) o Tidak berespon (1) b. Pemeriksaaan Nervus Cranialis i. Test nervus I (Olfactory) Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta
klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan. ii.
Test nervus II ( Optikus) Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.
iii.
Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens) Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar. Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok. Test nervus V (Trigeminus) Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
iv.
kelopak mata atas dan bawah.
19
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral. Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan
mata
klien
tertutup.
Perhatikan
apakah
klien
merasakan adanya sentuhan Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter. Test nervus VII (Facialis)
v.
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat. Otonom, lakrimasi dan salvias
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya. Test nervus VIII (Acustikus) Fungsi sensoris :
vi.
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus) N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah,
vii.
tapi
bagian
ini
sulit
di
test
demikian
pula
dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak. viii.
Test nervus XI (Accessorius) Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ?apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius. 20
ix.
Nervus XII (Hypoglosus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi) Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
c. Menilai Kekuatan Otot Kaji cara berjalan dan keseimbangan Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh – kaki Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5 0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total 1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi. 2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi 3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa 4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang 5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal d. Pemeriksaan reflek Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4 0 = tidak ada respon 1 = Berkurang (+) 2 = Normal (++) 3 = Lebih dari normal (+++) 4 = Hiperaktif (++++) 5. Rangsangan Meningeal Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan : a. Kaku kuduk Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
21
b. Tanda Brudzunsky I Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+) c. Tanda Brudzinsky II Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut. d. Tanda kerniq Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. e. Test lasegue Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus.
K. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral 2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase/hemiplagia 4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak 5. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan hemiparase/hemiplegi 6. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan hemiparase/hemiplegi 7. Defisit perawatan diri: makan berhubungan dengan hemiparase/hemiplegi 8. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan hemiparase/hemiplegi 9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama 10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
22
11. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi 12. Gangguan eliminasi urin (incontinensia urin) berhubungan dengan kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
23
L. INTERVENSI KEPERAWATAN NO 1.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN TUJUAN Diagnosa Keperawatan: Resiko ketidakefektifan jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan otak tercapai maksimal ditandai dengan: 1. Klien tidak gelisah 2. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. 3. GCS 456 4. Pupil isokor, reflek cahaya (+) 5. Tanda-tanda vital normal
Diagnosa Keperawatan : Hambatan mobilitas berhubungan hemiparese/hemiplagia.
INTERVENSI
1.
Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya. 2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total 3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam 4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis) 5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan 6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung 7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter. 1. Ubah posisi klien tiap 2 jam fisik 2. Ajarkan klien untuk melakukan dengan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit.
RASIONAL 1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan. 2. Untuk mencegah perdarahan ulang. 3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi
pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat. 4. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral 5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang. 6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. 7. Memperbaiki sel yang masih viable dan mengobati perdarahan yang ada di otak. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan. 2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus 1.
24
3.
4.
Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawatan Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya dengan kriteria hasil: 1. Tidak terjadi kontraktur sendi. 2. Bertabahnya kekuatan otot. 3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Diagnosa Keperawaratan: Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak. Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan selam 3X24 jam, Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan kriteria hasil: 1. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi. 2. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat. Diagnosa Keperawatan:
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit 4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
1. Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat. 2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi. 3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”. 4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien. 5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi. 6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara. 1. Berikan penjelasan kepada klien
25
dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. 3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan. 4. Membantu mobilisai klien.
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien. 2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain. 3. Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi. 1.
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif. 5. Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi. 6. Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar. 4.
1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi
3.
4.
Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawatan Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya dengan kriteria hasil: 1. Tidak terjadi kontraktur sendi. 2. Bertabahnya kekuatan otot. 3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Diagnosa Keperawaratan: Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak. Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan selam 3X24 jam, Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan kriteria hasil: 1. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi. 2. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat. Diagnosa Keperawatan:
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit 4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
1. Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat. 2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi. 3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”. 4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien. 5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi. 6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara. 1. Berikan penjelasan kepada klien
dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. 3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan. 4. Membantu mobilisai klien.
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien. 2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain. 3. Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi. 1.
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif. 5. Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi. 6. Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar. 4.
1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi
25
5.
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi. Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam Jalan nafas tetap efektif ditandai dengan: 1. Klien tidak sesak nafas. 2. Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan. 3. Tidak retraksi otot bantu pernafasan. 4. Pernafasan teratur, RR 1620 x per menit. Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama. Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawaran selama 3X24 Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan kriteria hasil: 1. Klien mau berpartisipasi
dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas. 2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali 3. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari) 4. Observasi pola dan frekuensi nafas 5. Auskultasi suara nafas 6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien.
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin. 2. Rubah posisi tiap 2 jam 3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol 4. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
26
dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas. 2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan. 3. Air yang cukup dapat mengencerkan secret. 4. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas 5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas. 6. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah 2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah 3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol. 1.
4.
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5.
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi. Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam Jalan nafas tetap efektif ditandai dengan: 1. Klien tidak sesak nafas. 2. Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan. 3. Tidak retraksi otot bantu pernafasan. 4. Pernafasan teratur, RR 1620 x per menit. Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama. Tujuan: setelah melakukan tindakan keperawaran selama 3X24 Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan kriteria hasil: 1. Klien mau berpartisipasi
dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas. 2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali 3. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari) 4. Observasi pola dan frekuensi nafas 5. Auskultasi suara nafas 6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien.
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin. 2. Rubah posisi tiap 2 jam 3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol 4. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas. 2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan. 3. Air yang cukup dapat mengencerkan secret. 4. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas 5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas. 6. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah 2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah 3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol. 1.
4.
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5.
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6.
Mempertahankan keutuhan kulit.
26
terhadap pencegahan luka. 2. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka. 3. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
berubah posisi 5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi. 6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
27
terhadap pencegahan luka. 2. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka. 3. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
berubah posisi 5. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi. 6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
5.
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6.
Mempertahankan keutuhan kulit.
27
M. Kepustakaan
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC Dewanto, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf . Jakarta:EGC Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC Muttaqin, Arif. 2008. BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
M. Kepustakaan
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC Dewanto, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf . Jakarta:EGC Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC Muttaqin, Arif. 2008. BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview] Nurarif, Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa medis
& NANDA, NIC-
NOC . Yogyakarta:
MediAction Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott Silbernagl, S., Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa: Widyawati dkk.Jakarta:EGC
28