LAPORAN PENDAHULUAN CYSTOSCOPY
A. Definisi
Sistoskopi adalah teknik pemeriksaan berisiko rendah yang menentukan kondisi dari uretra dan kandung kemih. Tindakan ini menggunakan sistoskop, yaitu tabung lentur atau kaku dengan kamera dan sumber cahaya, yang bergerak melalui uretra dan masuk ke kandung kemih. Cahaya alat ini menerangi bagian dalam organ sementara kamera mengirimkan gambar pada waktu bersamaan ke layar. Tindakan pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter oleh dokter ahli urologi.
Baik kandung kemih maupun uretra merupakan bagian dari sistem saluran kemih. Dalam anatomi manusia, ginjal menyaring limbah dan bahan-bahan yang ditemukan pada aliran darah, kemudian mengeluarkannya dari tubuh melalui urin. Di sisi lain, urin berpindah melalui ureter, yaitu semacam pipa yang panjangnya sekitar 12 inci. Ureter terdiri dari dinding tebal yang berkontraksi, sehingga urin dapat bergerak ke kandung kemih.
Kandung kemih merupakan kantung yang terdiri dari otot dan katup. Organ ini memliki tugas untuk menyimpan urin sebelum dikeluarkan melalui uretra dan keluar melalui penis atau vagina. Organ ini dapat menyimpan sebanyak 600 ml urin; ketika penuh, terjadi kontraksi otot kemudian urin keluar dari katup.
Kedua organ tubuh ini dapat mengalami masalah kesehatan seperti penyumbatan dan peradangan yang dapat diperiksa dengan baik oleh pemeriksaan sistoskopi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan tindakan lain seperti biopsi, di mana dokter mendapatkan sampel jaringan untuk memastikan atau mengatasi penyakitnya.
B. Tujuan
Sistoskopi dilakukan oleh urolog yang biasanya b iasanya digunakan untuk memeriksa, mendiagnosa, memonitor dan mengobati kondisi yang mempengaruhi kandung kemih dan uretra. Alasan umum dokter do kter merekomendasikan cystoscopy meliputi :
Untuk tujuan investasi penyebab dan gejala pada kandung kemih : o
Penggunaan sistoskopi untuk tujuan ini untuk mengetahui penyebab dari tanda atau gejala-gejala klinis yang menunjukkan ada sesuatu yang bermasalah dengan kandung kemih.
o
Gejala- gejala klinis tersebut sebagai contoh:
Adanya darah dalam urin (hematuria)
Ketidakmampuan untuk mengontrol buang air kecil (inkontinensia)
Adanya nyeri panggul yang persisten
Rasa sakit atau sensasi terbakar saat buang air ke cil (disuria)
Memiliki dorongan tiba-tiba untuk buang air kecil namun tidak bisa buang air kecil atau hanya bisa buang air kecil sebentarsebentar ('stop-start')
Merasa kandung kemih tidak sepenuhnya kosong setelah buang air
Keseringan mengalami infeksi saluran kemih
Kandung kemih terlalu aktif dan buang air kecil sakit.
Untuk tujuan Investigasi kondisi dan diagnosis o
Penggunaan sitoskopi ini bertujuan untuk memantau kondisi pada sistim kemih yang dialami dan juga dapat untuk mendiagnosis berbagai permasalahan yang ada pada kandung kemih maup un uretra.
o
Sitoskopi digunakan dalam mendiagnosis adanya tumor atau kanker pada kandung kemih, batu kandung kemih, peradangan k andung kemih (sistitis), ataupun untuk mendiagnosis adanya pembesaran prostat (benign prostatic hyperplasia) yang mengakibatkan sumbatan pada uretra.
o
Selain untuk mendiagnosis Sitoskopi juga di gunakan untuk memantau kondisi yang dialami yang berhubungan dengan gangguan pada saluran kemih dan uretra seperti :
Infeksi saluran kemih yang sering berulang
Untuk memantau pembesaran prostat
Untuk memantau uretra menyempit atau tersumbat (striktur uretra)
masalah dengan ureter (saluran yang menghubungkan ginjal ke kandung kemih)
Untuk memantau adanya polip (pertumbuhan non-kanker)
Untuk memantau batu dalam kandung kemih
Untuk tujuan dalam melakukan prosedur medis o
Sistoskopi dapat digunakan untuk menunjang berbagai prosedur medis yang berhubungan dengan kandung kemih dan uretra, hal ini karena cystoscope yang merupakan alat untuk melakukan sitoskopi adalah merupakan suatu tabung berongga sehingga dapat dimungkinkan untuk menyisipkan beberapa instrument alat medis.
o
Seorang ahli urologi (spesialis dalam mengobati kondisi kandung kemih) dapat melakukan sejumlah prosedur medis menggunakan alatalat operasi yang diturunkan saluran samping dari cystoscope tersebut. Ini termasuk :
Untuk mendapatkan sampel urin dari masing-masing ureter yang digunakan untuk memeriksa adanya infeksi atau tumor
Untuk mengambil contoh jaringan (biopsi) untuk pengujian pada kasus kanker kandung kemih yang dicurigai
Untuk memasukkan stent (tabung kecil) ke dalam ureter yang menyempit untuk membantu aliran urin
Untuk menyuntikkan pewarna ke dalam ureter ke arah ginjal yang akan disorot pada sinar-X dan akan membantu mengidentifikasi masalah, seperti penyumbatan atau batu ginjal
Untuk mengobati penyakit kandung kemih atau kondisi. Misalnya, penghapusan tau pengeluaran batu dari kandung kemih atau ureter
C. Indikasi
Pemeriksaan sistoskopi dapat dianjurkan untuk pasien yang menunjukan tanda dan gejala masalah saluran kemih, yang meliputi:
Perubahan intensitas buang air kecil (semakin sering atau jarang buang air) Nyeri saat buang air kecil
Tingginya kadar protein atau terdapat kristal pada sampel urin.
Hematuria (darah dalam urin)
Infeksi saluran kemih
Sering terjadi infeksi pada saluran kemih
Nyeri di daerah panggul
Kandung kemih terasa penuh bahkan setelah buang air kecil
Demam
Penurunan berat badan
Kondisi ini dapat mengindikasikan adanya kemungkinan penyumbatan dalam ureter atau kandung kemih akibat batu ginjal, polip, atau tumor, yang dapat bersifat ganas atau jinak. Di sisi lain, rasa sakit mungkin disebabkan oleh peradangan yang diakibatkan oleh bakteri, iritasi dinding ureter, atau penyakit lainnya.
Pemeriksaan
ini
juga
digunakan
untuk
memeriksa
hyperplasia
(pembesaran) prostat atau kanker prostat.
Tindakan ini juga dapat dilakukan sebagai bagian dari operasi. Sarung tambahan dapat dimasukkan di mana alat bedah mikro dapat digunakan.
Pemeriksaan ini dapat berlangsung beberapa menit hingga satu jam. Jika sitoskop kaku yang digunakan, pasien diberikan bius total. Jika sitoskop lentur yang digunakan, hanya dibutuhkan bius lokal, yang berarti pasien bisa pulang setelah pemeriksaan. Bagaimanapun, mungkin terdapat perasaan tidak nyaman, yang dapat dikurangi dengan minum air atau mandi air hangat, yang tergantung pada perintah dokter.
D. Penatalaksaan/Jenis Tidakan a. Tahap persiapan
a. Sebelum melakukan sitoskopi, maka sebaiknya dilakukan beberapa persiapan, salah satunya adalah pasien atau orang yang akan mengalami sitoskopi hendaknya di berikan antibiotik baik sebelum maupun sesudah sitoskopi untuk mencegah infeksi. b. Beritahu dokter jika sedang mengkonsumsi obat-obatan pengencer darah apapun, termasuk warfarin (Coumadin), aspirin , dan ibuprofen. c. Pasien diminta untuk buang air kecil sebelum sitoskopi dan menyarankan agar otot panggul santai dan rileks agar prosedur berjalan dengan lancar d. Jenis anestesi yang digunakan selama prosedur tergantung pada status kesehatan dan riwayat kesehatan anda. Jika dokter Anda memilih untuk melakukan
sistoskopi
di
bawah
anestesi
umum,
prosedur
akan
berlangsung di rumah sakit atau pusat bedah. Untuk prosedur yang dilakukan hanya dengan bius lokal, ada persyaratan puasa diperlukan. b. Tahap pengerjaannya
a. Ada dua jenis cystoscopes digunakan untuk melakukan prosedur, jenis kaku dan jenis fleksibel. Kedua jenis tersebut digunakan untuk tujuan yang sama dan hanya berbeda dalam metode mereka dari penyisipan. Jenis kaku mengharuskan pasien mengambil posisi litotomi, yang berarti bahwa
pasien berbaring di punggung nya dengan lutut dan terpisah. Para cystoscope fleksibel tidak memerlukan posisi litotomi. b. Tindakan dimulai dengan membersihkan daerah sekitar perineum agar steril. c. Setelah dilakukan anasthesi, baik umum maupun lokal (tergantung keperluan), selanjunya Cystoscope yang merupakan alat untuk sitoskop dilumasi dengan gel khusus agar tidak melukai uretra dan kandung kemih, ketika Cystoscope dimasukan. d. cystoscope fleksibel atau kaku yang telah dilumasi dengan gel tadi kemudian dimasukan melalui uretra ke dalam kandung kemih di mana sampel
urin
diambil.
Mungkin
ada
beberapa
ketidaknyamanan
selama cystoscope dimasukkan. e. Air steril atau salt water (saline) akan disuntikan melalui cystoscope untuk memperluas kandung kemih Anda. Hal ini bertujuan agar ahli urolog yang melakukan sitoskopi dapat melihat tampilan yang lebih jelas dari kandung kemih, dimana tampilan ini dapat dilihat pada sebuah monitor layar yang dihubungkan dengan kamera yang berada pada ujung Cystoscope f. Jika pada kandung kemih di temukan pertumbuhan abnormal dari jaringan, maka melalui
Cystoscope dapat dilakukan biopsi dengan
menggunakan istrumen tertentu yang d masukan melalui tabung berongga dari Cystoscope g. Selain itu Cystoscope yang merupakan tabung berongga memungkinkan urolog untuk melakukan prosedur transurethral seperti penghapusan batu, prostat atau kandung kemih tumor reseksi, dan kauterisasi(penggunaan muatan listrik kecil untuk menghentikan pendarahan) dengan memasukan beberapa instrumen lain melalui Cystoscope. h. Ketika cystoscopy telah selesai, cairan dikeringkan dari kandung kemih. Tergantung pada sifat dari prosedur yang dilakukan, kateter dapat dibiarkan di tempat untuk terus menerus menguras kandung kemih. i.
Setelah prosedur, Anda mungkin mengalami rasa panas ketika buang air kecil dan mungkin melihat sejumlah kecil darah dalam urin Anda. Hal ini normal dan bisa dialami sampai 24 jam setelah prosedur. Dokter menganjurkan Anda minum air dalam jumlah tertentu setiap beberapa jam setelah prosedur.
E. Pemeriksaan Penunjang : -
- Pemeriksaan Laboratorium
F. Gambar
G. Pathway
Hematuria Infeksi saluran kemih Perubahan frekuensi BAK Kandung kemih terasa penuh setelah BAK Nyeri saat BAK
CYSTOSCOPY
Pra Operasi
-
Post Operasi
Intra Operasi
Klien sering bertanya tentang operasinya Pembiusan
Prosedur Invasif
- Klien Gelisah dan Cemas
Kesadaran menurun
Perdarahan
Klien kurang informasi
Defisiensi Pengetahuan
Ansietas
Kelemahan otot pernapasan
Pembengkakan saluran kencing (uretra)
Retensi urin
Kekurangan volume
cairan
Nyeri
dari kebutuhan Suplai O2 ke otak Menurun
Hipoksia Napas cepat dan dangkal Pola Napas Tidak efektif
Gg.Eliminasi
Resiko Infeksi
H. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi 1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi 2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi Intra operasi 1. Pola napas tidak efektif 2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan aktif Post operasi 1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik 2. Gangguan eliminasi berhubungan dengan infeksi saluran kemih
I. Intervensi 1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi Intervensi
Rasional
1. Bina hubungan saling percaya antara perawat-pasien
1. hubungan saling percaya adalah dasar hubungan terpadu yang mendukung klien dalam mengatasi perasaan cemas. 2. perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya 3. mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh pasien 4. dukungan yang terus menerus mungkin membantu pasien mengurangi ansietas/ rasa takut ke tingkat yang dapat diatasi. 5. dapat mengurangi rasa cemas pasien akan penyakitnya.
2. Pahami rasa takut/ ansietas pasien.
3. Kaji tingkat ansietas yang dialami oleh pasien
4. Temani atau atur supaya ada seseorang bersama pasien sesuai indikasi.
5. Berikan penjelasan tentang penyakitnya.
pada
pasien
2. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi Intervensi
1.
Kaji tingkat pengetahuan pasien.
2.
Berikan informasi pada pasien tentang perjalanan penyakitnya.
3.
Berikan penjelasan pada pasien tentang setiap tindakan keperawatan yang diberikan
Rasional
1. Mengetahui tingkat pemahaman dan pengetahuan pasien tentang penyakitnya serta indikator dalam melakukan intervensi 2. Meningkatkan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan
3. Mengurangi tingkat kecemasan dan membantu meningkatkan kerjasama dalam mendukung program terapi yang diberikan
3. Pola Napas tidak efektif b.d keletihan otot pernapasan Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4.
4.
Manajemen jalan napas Berikan Terapi O2 Pantau pernapasan Pantau TTV klien
1. Mengetahui kepatenan jalan napas klien secara umum 2. Mengetahui dan membantu pola napas dan kepatenan napas klien 3. Menjaga keadaan napas klien 4. Mengetahui TTV klien untuk melanjutkan intervensi
Kekurangan volume cairan dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan aktif Intervensi
1. pertahankan catatan intake dan output yang akurat 2. monitor status hydrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan 3. monitor vitl sign 4. kolaborasi pemberian cairan IV 5. monitor status nutrisi 6. Dorong masukan oral 7. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output 8. Kolaborasi degan dokter Hypovolemia management 9. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan 10. Monitor tingkat Hb dan Ht 11. Onitor tanda vital 12. Monitor Berat badan
Rasional
1. 2.
3.
4.
5. 6.
7. 8. 9. 10. 11.
12.
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan Hipotensi (termasuk postural),takhikardia,demam dapat menunjukanrespon terhadap dan /atau efek kehilangan cairan Hipotensi (termasuk postural),takhikardia,demam dapat menunjukanrespon terhadap dan /atau efek kehilangan cairan Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangaan/anemia. Mengetahui pemasukan nutrisi pada pasien Memenuhi status cairan dan nutrisi pasien dapat meningkatkan proses penyembuhan Tidak terjadi iritasi dan infeksi Meningkatkan proses penyembuhan Mengetahui pemasukan dan pengeluaran cairan pasien Mengetahui nilai Hb dan Ht agar dalam batas normal Hipotensi (termasuk postural),takhikardia,demam dapat menunjukan respon terhadap dan /atau efek kehilangan cairan Indikator cairan dan status nutrisi
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik Intervensi
Rasional
Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
1. 2. Jelaskan pada pasien tentang sebabsebab timbulnya nyeri. 2. 3. Ciptakan lingkungan yang tenang. 3. Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. 4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. 4. Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang di rasakan pasien.
Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. 5. Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. 6. Lakukan massase dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka. 6. Massase dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman. 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. 7. Obat – obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
6.
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih
intervensi 2. Kaji haluaran urin
Rasional 1. retensi urin dapat terjadi karena adanya spasme kandung kemih
3. Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran
2. berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretra dan
4. Dorong pasien untk berkemih bila terasa ada dorongan 5. Dorong pemasukan cairan sesuai toleransi
kehilangan tonus. 3. berkemih dengan dorongan mencegah retensi urin 4. mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk
6. Instruksikan pasien untuk latihan
aliran urin
perineal 5. membantu meningkatkan kontrol kandung kemih.
DAFTAR RUJUKAN
Brooker, Christine. 2001. K amus Saku K eperawatan Ed.31. EGC : Jakarta. Coburn M. Urologic operasi. In: Townsend CM Jr, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, eds. Sabiston Textbook of Surgery . Ed 19. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2012: chap 73. Coburn M. Urologic surgery. In: Townsend CM Jr., Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, eds. Sabiston Textbook of Surgery. 19th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2012:chap 73. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus K edokteran. EGC : Jakarta. Duffey B, Monga M. Principles of endoscopy. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2011:chap 8. Fraczyk, L., H. Godfrey, and R. Feneley. "Flexible Cystoscopy: Outpatients or Domiciliary?" British Journal of Community Nursing 7 (February 2002): 69 – 74. Health A to Z.How is bladder cancer diagnosed?.The Cancer Information Network.Available at http://www.cancerlinksusa.com/bladder/index.asp.Accessed June 9, 2000 Jabs, C. F., and H. P. Drutz. "The Role of Intraoperative Cystoscopy in Prolapse and Incontinence Surgery." American Journal of Obstetrics and Gynecology 185 (December 2001): 1368 – 1371 Kwon, C. H., R. Goldberg, S. Koduri, and P. K. Sand. "The Use of Intraoperative Cystoscopy in Major Vaginal and Urogynecologic Surgeries." American Journal of Obstetrics and Gynecology 187 (December 2002): 1471 – 1472. Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses K eperawatan, EGC, Jakarta. Payne, D. A., and R. C. Kockelbergh. "Improving the View at Flexible Cystoscopy." Annals of The Royal College of Surgeons of England 85 (March 2003): 132 – 138. Sant, Grannum R., and Philip M. Hanno. "Interstitial Cystitis: Current Issues and Controversies in Diagnosis." Urology 57, Supplement 6A (June 2001): 82 – 88. Satoh, E., N. Miyao, H. Tachiki, and Y. Fujisawa. "Prediction of Muscle Invasion of Bladder Cancer by Cystoscopy." European Urology 41 (February 2002): 178 – 181. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-B edah Brunner and Suddarth E d.8 Vol.3. EGC : Jakarta
Banjarmasin,
Mei 2017
Preseptor Akademik,
Preseptor Klinik,
(.........................................)
(.........................................)