LAPORAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN MDS (Sindrom mielodiplastik) BAB I TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sindrom mielodiplastik (MDS; myelodyplastic syndrome) merupakan kelompok kelainan sel tunas klonal yang ditandai oleh hematopoiesis yang tidak efektif dan peningkatan resiko transformasi menjadi AML(Acute AML(Acute Myeloid Leukimia). Leukimia). Sebagian atau seluruh sumsum tulang digantikan oleh progeni klonal sebuah sel tunas multipoten yang mutan tetapi masih mempertahankan kemampuannya untuk berdiferensiasi menjadi sel darah darah merah, granulosit dan trombosit kendati dengan cara yang tidak efektif dan menyimpang. Biasanya sumsum tulang tersebut tampak hiperseluler atau normoseluler tetapi darah tepinyamemperlihatkan pansitopenia. Sindrom myelodiplastik (myelodyplastic syndrome) adalah syndrome) adalah kelainan darah langka dan berpotensi fatal yang terjadi karena produksi abnormal sel-sel darah di sumsum tulang. Sel darah yang dihasilkan menjadi mati dan abnormal begitu mereka memasuki aliran darah, sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normal dan penting seperti mengangkut oksigen melalui tubuh (eritrosit) dan melawan infeksi (leukosit). Pada tahap awal pemyakit, hanya ada sedikit gejala. Seiring waktu, perdarahan yang tidak biasa, bintik-bintik kulit merah dan anemia dapat terjadi. Individu dengan sindrom myelodiplastik cenderung memiliki infeksi berulang (kamuskesehatan.com). B. Etiologi MDS timbul dalam dua keadaan yang berbeda: 1. MDS idiopatik atau primer terutama terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan sindrom ini sering berkembang secara perlahan. 2. MDS yang berkaitan dengan terapi merupakan komplikasi terapi dengan obat yang bersifat mielosupresif atau radioterapi dan biasanya sindrom ini baru muncul dalam waktu 2 hingga 8 tahun sesudah terapi. Semua bentuk MDS dapat bertransformasi menjadi AML; transformasi terjadi paling cepat dan dengan frekuensi paling tinggi pada pasien MDS yang terkait terpai. Perubahan morfologi yang khas terlihat dalam sumsum tulang dan darah tepi; analisis sitogenik dapat
membantu menegakkan diagnosis. Meskipun patogenesisnya sebagian besar masih belum diketahui, namun MDS secara khas muncul dengan latar belakang kerusakan sel tunas. Baik MDS primer maupun MDS yang terkait terapi memiliki korelasi dengan kelainan kroosom klonal yang sama, termasuk monosomi 5 dan monosomi 7, delesi 5q dan 7q, trisomi 8 dan delesi 20q. C. Klasifikasi Penggolongan MDS menurut kriteria FAB adalah: 1. Refractory Anemia (RA) Anemia (RA) 2. Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS) (RARS) 3. Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB) (RAEB) 4. RAEB in Transformation to Leukemia (RAEBt) Leukemia (RAEBt) 5. Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML). Leukemia (CMML). Jenis MDS
Darah
Sumsum
tepi
tulang
Harapan hidup ratarata (bulan)
Anemia
Blas
refrakter
<1%
RA
Blas
Blas <5%
<1%
Sideroblas
dengan
cincin
Blas <5%
sideroblas
cincin
(RARS)
>15%
50
50
eritroblas total
RA
dengan
kelebihan
Blas
Blas
<5%
20%
Blas
Blas
511
blas (RAEB) RAEB
20-
5
dalam
>5%
30%
atau
transformasi
terdapat
(RAEB-t)
batang Auer
Leukimia
Seperti
Seperti
mielomonosi
salah
salah satu
tik
satu
diatas
kronik
(CMML)
diatas d engan monosit
dengan
11
promonosi t
>1 x109/L
Klasifikasi menurut WHO (2008) didasarkan pada penemuan genetik meskipun asal sel dari darah tepi, aspirasi sumsum dan biopsi sumsum Old system Anemia refrakter (RA)
New system Sitopenia refrakter dengan displasia unilineage
(anemia
refrakter,
neutropenia dan trombositopenia) Anemia refrakter dengan cincin
Anemia
sideroblas (RARS)
sideroblas (RARS) Anemia
refrakter
refrakter
dengan
cincin
dengan
cincin
sideroblas-trombositosis (RARS-t) yang penting
dalam
gangguan
mielodisplastik atau mieloproliferatif dan biasanya memiliki mutasi JAK2 Sitopenia refrakter dengan displasia multilineage
(RCMD)
termasuk
sitopenia refrakter dengan displasia multilineage
dan
cincin
sideroblas
(RCMD-RS). RCMD termasuk pasien perubahan patologi yang tidak terbatas pada displasia eritroblas (seperti adanya prekursor
leukosit
dan
trombosit
megakariosit) Anemia refrakter dengan
Anemia refrakter dengan kelebihan blas
kelebihan blas (RAEB)
I dan II. RAEB dibagi menjadi RAEB I(blas 5-9%) dan RAEB II(blas 1019%) yang memiliki prognosis lebih buruk daripada RAEB I. Batang Auer dapat terlihat di RAEB II yang sulit dibedakan dengan AML
Anemia refrakter dengan
Kategori ini dieliminasi karena pasien
kelebihan blas transformasi
ini dianggap menderita leukimia akut.
(RAEB-T)
Sindrom 5q- dapat terlihat pada wanita tua dengan jumlah platelet normal atau tinggi dan delesi
lengan panjang
kromosom 5 yang terisolasi pada sel sumsum
tulang
yang
ditambahkan
dalam klasifikasi Leukimia mielomonositik kronik
CMML dihapuskan dari klasifikasi dan ditambahkan dalam kategori sindrom overlap
mielodisplastik-
mieloproliferatif Sindrom 5qMielodisplasia unclassifiable ( pada kasus displasia megakariosit dengan
fibrosis dll) Sitopenia refrakter pada anak-anak
D. Patofisiologi MDS disebabkan paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene yang merupakan faktor resikonya. MDS sekunder terjadi pada toksisitas lama akibat pengobatan kanker biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetik alkylating agent seperti bisulfan, nitrosourea atau procarbazine (dengan masa laten 5-7 tahun) atau DNA topoisomerase inhibitor (2 tahun). Baik anemia aplastik yang didapat yang diikuti dengan pengobatan imunosupresif maupun anemia Fanconi’s dapat berubah me njadi MDS. MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang yang multipoten tetapi defek spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi dari sel prekursor darah tidak seimbang dan ada peningkatan aktivitas apoptosis sel di sumsum tulang. Ekspansi klonal dari sel abnormal mengakibatkan sel yang telah kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi. Jika keseluruhan persentasi dari blas sumsum berkembang melebii batas (20-30%) maka ia akan bertransformasi menjadi AML. Pasien MDS akan menderita sitopenia pada umumnya seperti anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien akan menderita kelebihan besi. Komplikasi yang berbahaya bagi mereka adalah pendarahan karena kurangnya trombosit atau infeksi karena kurangnya leukosit. Beberapa penlitian menyebutkan bahwa hilangnya fungsi mitokondria mengakibatkan akumulasi dari mutasi DNA pada sel sitem hematopoietik dan meningkatkan insiden MDS pada pasien yang lebih tua. Dan adanya akumulasi dari besi mitokondria yang berupa cincin sideroblas merupakan bukti dari disfungsi mitokondria pada MDS. E. Manifestasi klinik MDS sering ditemukan pada pasien usia lanjut antara umur 60-75 tahun, dan pada sebagian kasus pada umur < 50 tahun; laki-laki sedikit lebih sering daripada perempuan. Keluhan dan gejala secara umum: 1. Cepat lelah, lesu yang disebabkan anemia. 2. Perdarahan dan mudah memar karena trombositopenia 3. Infeksi atau demam yang dikaitkan dengan leukopenia/neutropeni.
4. Pada sebagian kecil dan sangat jarang dari pasien terjadi splenomegali atau hepatomegali. Pada beberapa pasien, anemia yang tergantung transfusi mendominasi perjalanan penyakit sedangkan pada pasien lainnya infeksi rekuren atau memar dan pendarahan spontan merupakan masalah klinis utama. Neutrofil, monosit, dan trombosit seringkali terganggu secara fungsional sehingga dapat terjadi infeksi spontan pada beberapa kasus atau memar/pendarahan yang tidak sebanding dengan beratnya sitopenia. Limpa biasanya tidak membesar kecuali pada CMML pada keadaan ini juga dapat terjadi hipertrofi gusi dan limfadenopati. F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Penurunan kadar Hb, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. 2. Hasil pemeriksaan yang paling khas adalah kelainan diferensiasi (displasia) yang mengenai ketiga garis-turunan sel darah (eritroid, mieloid dan megakariosit). a. Garis turunan eritroid:
Sideroblas bercincin, eritroblas dengan mitokondria yang penuh zat besi dan terlihat sebagai granul perinuklear pada pewarnaan Prussian blue.
Maturasi megaloblastoid yang menyerupai gambaran yang terlihat pada defisiensi vitamin B12 atau folat.
Kelainan pembentukan tunas nukleus yang memproduksi nukleus salah bentuk dan sering dengan garis polipoid.
b. Garis turunan granulositik:
Sel-sel neutrofil dengan berkurangnya jumlah granul sekunder, granulasi toksik atau Dohle bodies (badan Dohle).
Sel-sel pseudo-Pelger-Huet (sel-sel neutrofil dengan dua lobus nukleus saja).
Mieloblas mungkin meningkat tetapi berdasarkan definisi terdiri kurang dari 20% keseluruhan selularitas sumsum tulang.
c. Garis turunan megakariositik: megakariositik dengan lobus nukleus yang tunggal atau nukleus multiple yang terpisah (megakariosit “pawn ball”). d. Darah perifer: darah perifer sering mengandung sel-sel pseudo-Pelger-Huet, trombosit raksasa, makrosit, poikilosit dan monositosis relatif atau absolut. Biasanya mieloblas membentuk kurang dari 10% leukosit perifer.
G. Penatalaksanaan medis Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien MDS, tetapi sebagian besar tidak efektif di dalam merubah perjalanan penyakitnya. Karena itu pengobatan pasien MDS tergantung dari usia, berat ringannya penyakit dan progresivitas penyakitnya. Pasien dengan klasifikasi RA dan RAEB pada umumnya bersifat indolent sehingga tidak perlu pengobatan spesifik, cuma suportif saja.
1. Cangkok Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplatation) Cangkok sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada MDS terutama dengan usia < 30 tahun, dan merupakan terapi kuratif, tetapi masih merupakan pilihan < 5% dari pasien. 2. Kemoterapi Pada fase awal dari MDS tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi, umumnya diberikan pada tipe RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C dosis rendah yang diberikan pada pasien MDS dapat memberikan response rate antara 50 – 75 % dan respons ini tetap bertahan 2 – 14 bulan setelah pengobatan. Dosis ARA-C yang direkomendasikan adalah 20 mg/m2/hari secara drip atau 10 mg/m2/hari secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari. 3. GM-CSF atau G-CSF Pada pasien MDS yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-CSF atau GCSF untuk merangsang diferensiasi darihematopoetic progenitor cells. GM-CSF diberikan dengan dosis 30 – 500 mcg/m2/hari atau G-CSF 50 – 1600 mcg/m2/hari (0,1 – 0,3 mcg/kgBB/hari/subkutan) selama 7 – 14 hari. Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan pasien MDS. Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-kadang dapat memberikan respon pada tipe RAEB walaupun sangat kecil. Danazol 600 mg/hari/oral dapat memberikan response rate 21 – 33 % setelah 3 minggu pengobatan. Tujuan pengobatan adalah mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup (Qol), meningkatkan survival, dan mengurangi transformasi menjadi AML.
a. Pada sindrom mielodisplastik resiko rendah Pasien yang memiliki jumlah sel blas kurang dari 5% dalam sumsum tulang didefinisikan sebagai penderita sindrom mielodisplastik resiko rendah. Sehingga ditangani dengan konservatif dengan transfusi eritrosit, trombosit, atau pemberian antibiotik sesuai keperluan. Upaya memperbaiki fungsi sumsum dengan faktor pertumbuhan
hemopoietik
sedang
dilakukan.
Eriotropoietin
dosis
tinggi
dapat
meningkatkan konsentrasi Hb sehingga transfusi tidak perlu dilakukan. Siklosporin atau globulin antilimfosit (GAL) kadang membuat pasien lebih baik terutama pasien dengan sumsum hiposelular. Untuk jangka panjang penimbunan besi transfusi berulang harus diatasi dengan chelasi besi setelah mendapat transfusi 30-50unit. Pada pasien usia muda kadang transplantasi alogenik dapat memberikan kesembuhan permanen. Perlu diperhatikan pada pasien yang memerlukan banyak transfusi RBC adalah level serum ferritin yang dapat berakibat disfungsi organ dan harus dikontrol <1000 mcg/L. Dan ada 2 macam chelasi besi seperti deferoxamine IV dan deferasirox per oral. Pada kasus yang jarang, deferasirox dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati yang berakhir pada kematian. b. Pada sindrom mielodisplastik resiko tinggi Pada pasien yang memiliki jumlah sel blas lebih dari 5% dalam sumsum dapat diberi beberapa terapi: 1. Perawatan suportif umum sesuai diberikan untuk pasien usia tua dengan masalah medis mayor. Transfusi eritrosit dan trombosit, terapi antibiotik dan obat anti jamur diberikan sesuai kebutuhan. 2. Kemoterapi agen tunggal hidroksiurea, etopasid, merkaptopurin, azasitidin, atau sitosin arabinosida dosis rendah dapat diberikan dengan sedikit manfaat pada pasien CMML atau anemia refrakter dengan kelebihan sel blas (RAEB) atau RAEB dalam transformasi dengan jumlah leukosit dalam darah yang tin ggi. 3. Kemoterapi intensif seperti pada AML. Kombinasi fludarabin dengan sitosin arabinosida (ara-C) dosis tinggi dengan faktor pembentuk koloni granulosit (GCSF)(FLAG) dapat sangat bermanfaat untuk mencapai remisi pada MDS. Topetecan, ara-C, dan G-CSF(TAG) juga dapat membantu. Remisi lengkap lebih jarang dibandingkan pada AML de novo dan resiko pembeerian kemoterapi intensif
seperti untuk AML lebih besar karena dapat terjadi pansitopenia berkepajangan pada beberapa kasus tanpa regenerasi hemopoietik yang normal, diperkirakan karena tidak terdapat sel induk yang normal. 4. Transplantasi sel induk. Pada pasien berusia lebih muda (kurang dari 50-55 tahun) dengan saudara laki-laki atau perempuan yang HLA nya sesuai atau donor yang tidak berkerabat tetapi sesuai HLAnya. SCT memberikan prospek kesembuhan yang lengkap dan biasanya dilakukan pada MDS tanpa mencapai remisi lengkap dengan kemoterapi sebelumnya, walaupun pada kasus resiko tinggi dapat dicoba kemoterapi awal untuk mengurangi proporsi sel blas dan resiko kambuhnya MDS. SCT hanya dapat dilaksanakan paa sebagian kecil pasien karena umumnya pasien MDS berusia tua.
Tiga agen yang diterima oleh FDA sebagai pengobatan MDS :
a. 5-azacytidine: rata-rata bertahan hidup 21 bulan. b. Decitabine: Respons komplit dilaporkan setinggi 43% dan pada AML decitabine lebih efektif apabila dikombinasika dengan asam va lproat. c. Lenalidomide: efektif dalam mengurangi transfusi sel eritrosit pada pasien MDS dengan delesi kromosom 5q. H. Prognosis Kesintasan hidup rata-rata penderita bervariasi dari 9 hingga 29 bulan kendati sebagian pasien dapat hidup selama 5 tahun atau lebih. Faktor-faktor yang menandai hasil akhir yang buruk meliputi: 1. Perkembangan tumor sesudah terapi sitotoksik. Pasien MDS yang terkait terpai memiliki sitopenia yang lebih berat dan sering berkembang dengan cepat menjadi AML; pasien ini memiliki kesintasan hidup rata-rata hanya 4 hingga 8 bulan. 2. Peningkatan jumlah blas di dalam sumsum tulang atau darah. 3. Kelainan kromosom klonal yang multipel. 4. Trombositopenia yang berat.
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian 1) Aktifitas / istirahat
Gejala
: letih, lemah, malas, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk
tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda
: tachicardia, tachipnea, dispnea jika istirahat atau bekerja, apatis, lesu,
kelemahan otot dan penurunan kekuatan, atakna, tubuh tidak tegak. 2) Sirkulasi
Gejala
Tanda
: riwayat kehilangan darah kronis, endokarditis, palpitasi : hipotensi postural, disritmia, abnormalitas EKG, bunyi jantung murmur,
Ekstremitas pucat, dingin, pucat dan membran mukosa ( konjunctiva, mulut, faring, bibir, dan dasar kuku ), pengisian kapiler lambat, rambut keras. 3) Eliminasi
Gejala
: riwayat pielonefritis, gagal ginjal, hematemesis, feses dengan darah
segar, melena, diare, konstipasi, penurunan haluaran urine.
Tanda
: distensi abdomen
4) Makanan dan cairan
Gejala
: penurunan masukan, nyeri menelan, mual, muntah, anoreksia, penurunan
berat badan
Tanda
: lidah merah, membran mukosa kering, pucat, tangan kulit kering,
stomatitis. 5) Higiene
Tanda & gejala : kurang bertenaga, penampilan tidak rapi
6) Neurosensori
Gejala
: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, insomnia, penurunan
penglihatan, keseimbangan buruk, parestesia tangan / kaki, sensasi dingin.
Tanda
: peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis, respon lambat
dan dangkal, hemoragik retina, epitaksis, perdarahan dari lubang – lubang koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar 7) Keamanan
Gejala
: riwayat pekerjaan terpajang terhadap bahan kimia, tidak toleran terhadap
dingin dan atau, panas penyembuhan luka buruk, sering infeksi
Tanda
: demam, keringat malam, limpadenopati, petekie, ekhimosis
8) Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : kecendrungan keluarga untuk anemia, penggunaan antikonvulsan, antibiotik, agen kemoterapi, aspirin, obat anti inflamasi
2. Diagnosa
1) Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang 2) Hypertermi berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan metabolism 3) Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, kelelahan otot pernafasan 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake yang berlebihan terhadap kebutuhan metabolisme tubuh 5) Intoleransi aktivitas b/d fatigue atau kelemahan fisik 6) Resiko infeksi b/d sistem imun menurun 7) Resiko Injury b/d kecenderungan perdarahan sekunder
3. Intervensi
No
1
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Perfusi jaringan
NOC :
NIC :
tidak efektif b/d
Circulation status
Intrakranial
penurunan
Tissue Prefusion : cerebral
Monitoring (Monitor tekanan
konsentrasi Hb dan
Kriteria Hasil :
intrakranial)
darah, suplai
oksigen berkurang
amendemonstrasikan sirkulasi
yang
status
rentang
yang
Tidak
ada
ortostatik
Tidak
ada
tanda
peningkatan
respon
pasien
Monitor
tekanan
ditandai dengan:
Monitor
jumlah
drainage
dengan
Restrain pasien jika perlu
Monitor suhu dan angka WBC
kemampuan
pemberian
Posisikan pasien pada posisi semifowler
informasi keputusan
Kolaborasi antibiotik
perhatian,
konsentrasi dan orientasi
Monitor intake dan output
jelas dan sesuai dengan
2) menunjukkan
dan
cairan
kemampuan kognitif yang
1) berkomunikasi
pasien
cairan serebrospinal
Mendemonstrasikan
membuat
Catat
aktivitas
tekanan
15 mmHg)
3) memproses
perfusi
respon neurology terhadap
tanda
intrakranial (tidak lebih dari
tekanan
intrakranial
hipertensi
Monitor
terhadap stimuli
diharapkan
Berikan informasi kepada
serebral
Tekanan systole dan diastole dalam
(ICP)
keluarga
ditandai
dengan :
Pressure
Minimalkan
stimuli
dari
dengan benar
lingkungan
4) menunjukkan sensori yang
fungsi Peripheral
motori utuh
:
cranial Management
gerakan
(Manajemen
tingkat sensasi perifer)
kesadaran mambaik, tidak ada
Sensation
gerakan
Monitor
adanya
daerah
tertentu yang hanya peka
involunter
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Monitor adanya paretese
Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kulit
jika
ada lsi atau laserasi
Gunakan
sarun
tangan
untuk proteksi
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi
pemberian
analgetik
Monitor
adanya
tromboplebitis
Diskusikan
menganai
penyebab perubahan sensasi
2
b/d Setelah
Hypertermi
dilakukan
tindakan Termoregulasi
proses infeksi
keperawatan selama….x 24 jam
Berhubungan
menujukan
dengan :
batas normal dengan kriteria:
penyakit/
Bebas dari kedinginan
trauma
Suhu tubuh stabil 36-37 C
aktivitas
pola)
perhatikan
menggigil/diaforsis
Pantau
suhu
lingkungan,
batasi/tambahkan
linen
Berikan
kompres
hangat
hindari penggunaan akohol
dehidrasi
Berikan
minum
sesuai
kebutuhan
kenaikan tubuh
dan
yang
DO/DS:
Pantau suhu klien (derajat
tempat tidur sesuai indikasi
berlebih
dalam
peningkatan metabolisme
temperature
suhu diatas
Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
Anjurkan
rentang normal
pakaian
serangan
keringat.
atau
menggunakan tipis
menyerap
konvulsi
Hindari selimut tebal
(kejang)
Kolaborasi
kulit kemerahan
antipiretik,
pertambahan
(aspirin),
RR
(Tylenol).
takikardi Kulit teraba
panas/ hangat
pemberian misalnya
ASA
Asetaminofen
3
Pola Nafas tidak
NOC:
efektif berhubungan
1. Respiratory
dengan :
o
energi/kelelahan
3. Vital sign Status
Perusakan/pelem
Setelah
dilakukan
Lakukan
tindakan
menunjukkan
Mendemonstrasikan
batuk
efektif dan suara nafas yang
Nyeri
bersih, tidak ada sianosis dan
o
Kecemasan
dyspneu
(mampu
o
Disfungsi
mengeluarkan
sputum,
Neuromuskuler
mampu bernafas dg mudah,
o
Obesitas
tidakada pursed lips)
o
Injuri
o
belakang
Menunjukkan yang
paten
jalan
nafas
(klien
tidak
rentang normal, tidak ada
Nafas pendek
suara nafas abnormal)
tekanan
darah, nadi, pernafasan)
suara
normal
Berikan
pelembab
udara
Atur intake untuk cairan
Monitor respirasi dan status
Bersihkan
mulut,
hidung
Pertahankan
jalan
nafas
Observasi
adanya
tanda
tanda hipoventilasi
(tekanan
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien
inspirasi/ekspirasi
per menit
adanya
yang paten
rentang
pertukaran udara
nafas,
dan secret trakea
Tanda Tanda vital dalam
Penurunan
Penurunan
suara
keseimbangan.
frekuensi pernafasan dalam
o
Auskultasi
O2
Dyspnea
DO:
dengan
mengoptimalkan
o
sekret
Kassa basah NaCl Lembab
o
Keluarkan
catat
merasa tercekik, irama nafas, DS:
dada
tambahan
sindrom
tulang
fisioterapi
batuk atau suction
dengan kriteria hasil: o
untuk
Pasang mayo bila perlu
otot keefektifan pola nafas, dibuktikan
Hipoventilasi
pasien
selama
………..pasien
Kelelahan
Posisikan
jika perlu
muskulo- keperawatan
pernafasan
o
memaksimalkan ventilasi
patency
skeletal
o
:
2. Respiratory status : Airway
Penurunan
ahan
o
status
Ventilation
Hiperventilasi o
NIC:
dan keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk
memperbaiki pola nafas.
Menggunakan otot
pernafasan
tambahan
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Orthopnea
Monitor pola nafas
Pernafasan pursed-lip Tahap
ekspirasi
berlangsung sangat lama Penurunan kapasitas vital
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt 4
Ketidakseimbanga
Setelah
n nutrisi kurang
keperawatan selama …x 24 jam
dari
klien menunjukan status nutrisi
kebutuhan
dilakukan
asuhan ManajemenNutrisi
tubuh berhubungan adekuat dengan kriteria hasil:
dengan Intake yang
a.
berlebihan terhadap
b. Nilai laboratorium terkait
kebutuhan
a.
Kaji
b.
BB stabil,
Kaji makanan yang disukai oleh klien.
c.
Kolaborasi team gizi untuk
normal,
penyediaan nutrisi terpilih
c.
Tingkat energy adekuat,
sesuai
DS :
d.
Masukan nutrisi adekuat
klien.
sedikit atau
adanya
d.
aktivitas tidak
Lipatan
e.
Yakinkan dikonsumsi cukup
kulit
wanita
klien
untuk asupan
diet
yang
mengandung serat
untuk
mencegah konstipasi.
tricep > 25 mm untuk
Anjurkan
kebutuhan
nutrisinya.
DO:
dengan
meningkatkan
ada
aktivitas
alergi
makanan.
metabolisme tubuh
Laporan
adanya
f.
Monitor jumlah nutrisi dan
dan > 15 mm
kandungan kalori.
untuk pria
g.
kebutuhan nutrisi.
BB 20 % di atas ideal
Monitor Nutrisi
untuk
tinggi
a.
dan
b.
ideal Makan
dengan
situasi
c.
:
d.
klien
terhadap
situasi
yang
Jadwalkan pengobatan dan
Monitor
adanya
mual
muntah.
diobservasi e.
adanya
Monitor adanya gangguan dalam
pola
input
makan (misal :
misalnya
memasangkan
bengkak, dsb. f.
makanan
makanan perdarahan,
Monitor intake nutrisi dan kalori.
dengan aktivitas g.
yang lain)
respon
dengan waktu klien makan.
Dilaporkan atau
disfungsi
Monitor
tindakan tidak bersamaan
sosial,
sepanjang hari)
BB
mengharuskan klien makan.
respon eksternal (misalnya
Monitor jika memungkinkan
kerangka tubuh
Berikan informasi tentang
Monitor
kadar
energi,
kelemahan dan kelelahan.
Konsentrasi intake makanan pada menjelang malam
5
Intoleransi aktivitas
NOC : b/d
fatigue
Definisi Ketidakcukupan
:
o
Energy conservation
o
Self Care : ADLs
NIC : Energy Management o
pembatasan
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi
Observasi
dalam
adanya klien
melakukan aktivitas
dalam
energu
secara
aktivitas fisik tanpa disertai
fisiologis maupun
peningkatan tekanan darah,
mengungkapkan
psikologis untuk
nadi dan RR
terhadap keterbatasan
meneruskan atau
sehari hari (ADLs) secara
aktifitas
yang
mandiri
diminta
atau
aktifitas
sehari
perasaan
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
o
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
o
Monitor pasien akan adanya
secara berlebihan o
Monitor
respon
melaporkan
kardivaskuler
secara
aktivitas
verbal o
Monitor
atau kelemahan.
lamanya
Respon abnormal
pasien
tekanan
terhadap
pola
tidur
dan
tidur/istirahat
Activity Therapy o
Kolaborasikan
terhadap aktifitas
Tenaga
Perubahan
Medik
EKG
dengan Rehabilitasi
yang
dalammerencanakan
menunjukkan
progran terapi yang tepat.
aritmia
atau
o
Bantu
klien
untuk
iskemia
mengidentifikasi aktivitas
Adanya dyspneu
yang mampu dilakukan
atau
untuk
Batasan
darah atau nadi
anal
kelelahan fisik dan emosi
dari
o
Dorong
hari.
adanya kelelahan
Mampu melakukan aktivitas
menyelesaikan
karakteristik :
o
o
Bantu
untuk
ketidaknyamanan
aktivitas
saat beraktivitas.
yangsesuai
Faktor
kemampuan
yang
factor
memilih konsisten dengan
psikologi dan social
fisik,
berhubungan :
Bantu
untuk
Tirah Baring atau
mengidentifikasi
imobilisasi
mendapatkan sumber yang
Kelemahan
diperlukan untuk aktivitas
menyeluruh
yang diinginkan
Ketidakseimbang
o
dan
Bantu untuk mendpatkan
an antara suplei
alat
oksigen
seperti kursi roda, krek
dengan
kebutuhan
o
o
bantuan
aktivitas
Bantu
untu
Gaya hidup yang
mengidentifikasi aktivitas
dipertahankan.
yang disukai o
Bantu
klien
untuk
membuat jadwal latihan diwaktu luang o
Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas o
Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas o
Bantu
pasien
untuk
mengembangkan motivasi diri dan penguatan o
Monitor
respon
fisik,
emoi, social dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Richard N. Mitchel. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Jakarta:EGC. NANDA. (2005). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-2006. Philadelphia: NANDA International. McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC). St. Loui: Mosby. http://kamuskesehatan.com/arti/sindrom-myelodisplastik/ Wicaksono, Emirza Nur. 6 April 2014. Myelodisplasia Sindrom (Myelodysplastic Syndrome. http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2014/04/06/myelodisplasiasindrom/