LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
OLEH: ADRIANUS LANGGING 2016611029
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2017
A. DEFINISI Combutsio (Luka bakar) adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas (thermal), kimia, elektrik dan radiasi (Suriadi, 2010). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003). Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004) Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007). Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008) Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)/
B. ETIOLOGI Menurut Smeltzer (2002), luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik. Berikut ini adalah beberapa penyebab luka bakar, antara lain : 1.
Panas (misal api, air panas, uap panas)
2.
Radias
3.
Listrik
4.
Petir
5.
Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)
6.
Ledakan kompor, udara panas
7.
Ledakan ban, bom
8.
Sinar matahari
9.
Suhu yang sangat rendah (frost bite)
C. KLASIFIKASI 1. Kedalaman Luka Bakar Menurut Brunner & Suddarth (2002), luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut sebagai luka bakar superficial partialthickness, deep partial-thickness, dan full-thickness. Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu, -dua dan -tiga. a. Pada luka bakar derajat-satu, epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bias terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami lepuh/bullae. b. Luka bakar derajat-dua meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak
merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler; folikel rambut masih utuh. c. Luka bakar derajat-tiga meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus, jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur. Setiap daerah yang terbakar memiliki tiga zona cedera: a. Daerah sebelah dalam dikenal sebagai zona koagulasi dimana terjadi kematian selular. b. Daerah tengah disebut zona stasis tempat terjadinya gangguan suplai darah, inflamasi dan cedera jaringan. c. Daerah sebelah luar merupakan zona hiperemia. Zona ini merupakan luka bakar derajat-satu yang harus sudah sembuh dalam waktu satu minggu dan lebih khas untuk cedera terbakar atau tersengat arus listrik ketimbang cedera akibat cairan yang panas. 2.
Luas Permukaan Tubuh Yang Terbakar
Brunner & Suddarth (2002) mengestimasi luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan dengan menggunakan Rumus Sembilan (Rule of Nine). Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan Sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas. Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu : a.
Kepala dan leher
b. Lengan masing-masing 9%
: 9% : 18%
c.
Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai maisng-masing 18%
: 36%
e.
: 1%
Genetalia/perineum
Total
: 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
3.
Berat ringannya luka bakar
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu: 1.
Luka bakar mayor a) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak. b) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%. c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan perineum. d) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka. e) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
2.
Luka bakar moderat a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak b) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%. c) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan perineum.
3.
Luka bakar minor
Luka bakar minor saperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah : a) Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10% pada anak-anak. b)
Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
c) Tidak terdapat luka bakar pada wajah, tangan dan kaki. d) Luka tidak sirkumfer. e) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik dan fraktur. D. FASE LUKA BAKAR Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu: 1. Fase akut Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik. 2. Fase sub akut Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energy.
3. Fase lanjut Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.
E. PATOFISIOLOGI Menurut Corwin, Elizabeth J (2009), Berat ringannya luka bakar tergantung pada faktor, agent, lamanya terpapar, area yang terkena, kedalamannya, bersamaan dengan trauma, usia dan kondisi penyakit sebelumnya. Derajat luka bakar terbagi menjadi tiga bagian; derajat satu ( superficial ) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari. Derajat dua ( partial ) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk ( fascia, otot, tendon dan tulang). Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri. Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan. Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi. Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak. Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler. Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada anak/orang dewasa dan perpindahan cairan setelah injury thermal.
F. PATH WAY Baham kimia
termis
biologis
Pada wa ah
radiasi
Listrik/petir
psikologis
Luka bakar
Diruang
Kerusakan
tertutup
kulit
Masalah keperawatan Gangguan konsep diri Kurang pengetahuan anxietas
Kerusakan mukosa
Keracunan gas CO
Penguapan meningkat
Oedema laring CO mengikat Hb
Peningkatan
kapiler
nafas Hb tidak mampu mengikat O2
Resiko tinggi terhadap infeksi
pembuluh darah
Obstruksi jalan
Gagal nafas
Masalah keperawatan
Gangguan rasa nyaman
Gangguan aktivitas
Kerusakan integritas
Ekstravasi cairan (H2O2, elektrolit, protin)
Masalah keperawatan jalan nafas tidak
Hipoksia otak Tekanan onkotik menurun
Tekanan cairan intravaskuler menurun Masalah Keperawatan:
Hipovolemia dan hemokonsentrasi
Kekurangan volume cairan Gangguan perfusi jaringan
G. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis menurut ( Suriadi, 2010) : Kedalaman Dan Penyebab Luka Bakar
Bagian Kulit Yang Terkena
Gejala
Penampilan Luka
Perjalanan Kesembuhan
Derajat Satu (Superfisial ): Epidermis
Kesemutan,
hiperestesia Memerah, menjadi putih ketika
tersengat matahari, terkena
(supersensivitas),
rasa
api dengan intensitas rendah
mereda jika didinginkan
Derajat
Dua
Thickness):
mendidih,
(Partial-
tersiram terbakar
Epidermis
dan Nyeri,
air bagian dermis
hiperestesia,
nyeri
minimal
atau
tanpa minggu, terjadi pengelupasan kulit
edema
sensitif Melepuh, dasar luka berbintik- Kesembuhan dalam waktu 2-3 minggu,
terhadap udara yang dingin
oleh
bintik merah, epidermis retak, pembentukan
edema Tiga
(Full-
parut
dan
depigmentasi,
permukaan luka basah, terdapat infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat-
nyala api Derajat
ditekan
Kesembuhan lengkap dalam waktu satu
Epidermis,
Tidak
terasa
nyeri,
tiga
syok, Kering, luka bakar berwarna
Pembentukan
Thickness): terbakar nyala
keseluruhan dermis hematuria (adanya darah dalam putih seperti bahan kulit atau pencangkokan,
api, terkena cairan mendidih
dan kadang-kadang urin) dan kemungkinan pula gosong,
kulit
dalam waktu yang lama, jaringan subkutan
hemolisis (destruksi sel darah bagian lemak
tersengat arus listrik
merah), kemungkinan terdapat terdapat edema
retak
dengan hilangnya
eskar,
diperlukan
pembentukan
kontur
serta
parut
fungsi
dan kulit,
yang tampak, hilangnya jari tangan atau ekstrenitas dapat terjadi
luka masuk dan keluar (pada luka bakar listrik)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. 2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi. 3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. 4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. 2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi. 3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. 4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis. 5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan. 6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium. 7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress. 8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan. 9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan. 10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia. 12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
I. KOMPLIKASI 1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal 2. Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. 3. Adult Respiratory Distress Syndrome Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. 4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling. 5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi. 6. Gagal ginjal akut Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
J. PENATALAKSANAAN Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenan ya harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu. 1) Airway Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam. 2) Breathing Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. 3) Circulation Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya. 4)
Obat – obatan: a.
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b.
Analgetik
: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR 1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan . 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
DAFTAR PUSTAKA
1. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. 2. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River 3. Mc Closkey, C.J., et all . 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River 4. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 . Jakarta: Prima Medika 5. Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC 6. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 7. Crowin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 8. Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. 9. Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC 10. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies
11. Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius 12. Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik . Jakarta: EGC.