LAPORAN PENDAHULUAN
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) (RSUD dr. Saiful Anwar, Malang)
HIDAYATURRAHMAN 16.6410.029
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan stase Kebutuhan Medikal Bedah (KMB) dengan masalah Acute
Decompensated Heart Failure (ADHF) dan Rehabilitasi di Ruang 5A/Intermediate Ward RSUD dr. Saiful Anwar, Malang yang telah di susun oleh: Nama
: Hidayaturrahman, Hidayaturrahman, S.Kep
NIM
: 16.6410.029
Ruang
: 5A/IW
Sebagai syarat pemenuhan tugas program studi profesi ners, yang telah di teliti dan di sahkan pada: Hari
:
Tanggal
: Malang, 10 Mei 2017 Mahasiswa
(Hidayaturrahman,S.Kep)
Mengetahui Pembimbing Akademik
(
Pembimbing Ruangan
……………………… ……………………..
)
(
……………………………………………
Kepala Ruang
(
…………………………………………….
)
)
Laporan Pendahuluan Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen (Kasuari, 2002). Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi. Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Gagal jantung adalah Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
2. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan : 1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial) Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun. 2) Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload) Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
3) Beban
volum
berlebihan-pembebanan
diastolic
(diastolic
overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali. 4) Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand
overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh. 5) Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun. 6) Kelainan Otot Jantung Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. 7) Aterosklerosis Koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. 8) Hipertensi Sistemik / Pulmonal Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. 9) Peradangan dan Penyakit Miokardium Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
10) Penyakit jantung Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV. 11) Faktor sistemik Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan) b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari disertai batuk e. Berdebar-debar f.
Lekas lelah
g. Batuk-batuk h. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas. i.
Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
4. Patofisiologi
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik (misal : demam, tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung akan gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung ini mempunyai akibat yang luas yaitu: a) Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital
-
Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya menimbulkan kerusakan ventrikel yang luas.
-
Pada otak akan terjadi hipoksemia otak.
-
Pada ginjal terjadi penurunan haluaran urine. Semua hal tersebut akan menimbulkan syok kardiogenik yang merupakan stadium akhir dari gagal jantung kongestif dengan manifestasi klinis berupa tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urine serta kulit yang dingin dan lembab.
b) Menghambat sirkulasi dan transport oksigen ke jaringan sehingga menurunkan pembuangan sisa metabolisme sehingga terjadi penimbunan asam laktat. Pasien akan menjadi mudah lelah. c) Tekanan arteri dan vena meningkat Hal ini merupakan tanda dominan ADHF. Tekanan ini mengakibatkan peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke alveoli dan terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas di alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat tubuh memerlukan energy yang tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien mudah lelah. Dengan keadaan yang mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama sehingga berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu penderita meningkatkan aktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus dan dapat terbawa ke ginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan emboli paru. Emboli sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark ginjal. Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Pada pasien odema paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
d) Hipoksia jaringan Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urine
berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler. e) Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang mengakibatkan beberapa efek yaitu: -
Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi abdomen yang menyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik, terjadi mual dan anoreksia.
-
Pembesaran vena di hepar, menyebabkan nyeri tekan dan hepatomegali sehingga tekanan pembuluh portal meningkat, terjadi asites yang juga merangsang gerakan balik peristaltik.
-
Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di daerah ekstrimitas bawah.
5. Pathway
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, penyakit otot degenerative, inflamasi
Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis) Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung
Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat
Menurunnya kontraktilitas
Palpitasi dan takikardi
Menurunnya isi sekuncup
Menurunnya kekuatan kontraksi otot jantung
Kegagalan jantung berkompensasi
Penurunan curah jantung Gagal ventrikel kiri Gagal ventrikel kanan Kongesti paru Kongesti visera & jaringan perifer Pembesaran vena di hepar Pembesaran & sasis vena abdomen
Penurunan sirkulai O2 ke jaringan & meningkatnya energy yang digunakan untuk bernafas
Cairan darah perifer tidak terangkut
Hepatomegali
Kelebihan volume cairan
Distensi abdomen Acites
Mudah lelah & letih
Cairan terdorong ke dalam paru Penimbunan cairan dalam alveoli
Edema pada bronkus Batuk
Intoleransi aktifitas
Edema paru Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dispneu & ortopneu Kerusakan pertukaran gas
6. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. 2) Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. 3) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya. 4) Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat. 5) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular. 6) Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
6. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. 2) Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. 3) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya. 4) Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat. 5) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular. 6) Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding. 7) Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran : 1) Untuk menurunkan kerja jantung 2) Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard 3) Untuk menurunkan retensi garam dan air. a) Tirah Baring Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis berbaring.
b) Oksigen Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. c) Diet Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema. d) Revaskularisasi koroner e) Transplantasi jantung f) Kardoimioplasti
8. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah. 2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata 3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
B. REHABILITASI 1. Definisi
Rehabilitasi kardiovaskular adalah suatu upaya membantu penderita penyakit jantung dan pembuluh darah untuk mengembalikan status kesehatan fisik, medis, psikologis, sosial, emosional, seksual, vokasional, dan ekonomi ke kondisi yang optimal. Program rehabilitasi ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat komprehensif, antara lain edukasi dan konseling, pengontrolan faktor risiko, dan program latihan fisik. Tindakan pencegahan (prevensi) penyakit kardiovaskular meliputi: tindakan pencegahan primer yang ditujukan bagi individu normal agar tidak terkena penyakit kardiovaskular,
dan
tindakan
pencegahan
sekunder
bagi
pasien
penyakit
kardiovaskular agar tidak terjadi kekambuhan maupun komplikasi yang lebih berat. Tindakan intervensi dilakukan terhadap faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular melalui perubahan gaya hidup atau lingkungan yang mempengaruhinya, hingga pemberian obat-obatan. Dengan penggunaan mobil ambulan,tim resusitasi jantung-paru,dan ICCU, penderita infark miokard sekarang mempunyai kesempatan hidup lebih baik dibanding beberapa tahun yang lampau. Akan tetapi ternyata kesempatan hidup (survival) saja bukanlah merupakan jawaban yang cukup.Yang penting adalah bagaimana penderita-penderita penyakit jantung dapat kembali menjadi orang-orang yang produktif di lingkungannya. Diperlukan pendekatan baru sebagai metode tambahan yang dapat memperbaiki perawatan penderita “coronary prone”, penderita pasca infark miokard, dan penderita pasca bedah pintas koroner.Program pengobatan tambahan ini dikenal dengan “ Cardiac Rehabilitation”. Hal ini tentu sangat sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang menyatakan bahwa upaya kesehatan harus mencakup aspek-aspek promotif, preventif dan kuratif, dan rehabilitatif.
2. Konsep dini
Dewasa ini telah dikenal rehabilitasi dini (early rehabilitation programme) yang memang masih relatif baru di dunia kedokteran khususnya di Indonesia. Nama-
nama seperti Wenger, Blocker, Peterson, Hofman dan Pool barangkali belum begitu dikenal di negara kita. Padahal inilah tokoh besar di bidang rehabilitasi dini ini dimana rehabilitasi pasca serangan jantung haruslah dilaksanakan sedini mungkin (as early as possible) dan selama mungkin (as long as possible) melalui kegiatan rehabilitasi yang terpadu yang melibatkan berbagai penyaki jantung Ilmu Keperawatan. Ilmu Fisioteraphi, Ilmu Psikologi, Ilmu Gizi, Ilmu Sosial dan sebagainya. Pendekatan inilah yang dikenal dengan istilah pendekatan secara tim rehabilitasi.
3. Dasar Pemikiran
Konsep pendekatan secara tim yang terdiri dari para pakar berbagai cabang disiplin ilmu yang telah dikemukakan di atas, adalah bersumber dari pendapat Peterson (1993) ahli rehabilitasi jantung terkemuka di Amerika Serikat, bahwa selain (otot jantung dll) setiap penderita serangan jantung juga mengalami 5 jenis gangguan lainnya, Yaitu: Adanya kemunduran fisiologi (Phisi ology deconditioning), merupakan suatu kemunduran kemampuan fisiologis dan fisik penderita pasca bedah jantung (bedah pasca koroner) akibat tirah baring yang selama penderita di rumah s akit. Timbulnya gangguan-gangguan psikologi. Tidak jarang penderita pasca serang jantung dan pasca bedah jantung mengalami trauma psikologis karena dihinggapi perasaan khawatir terhadap kelanjutan penyakitnya, serta adanya perasaan ketakutan yang irasional pada diri penderita. Ganguan nutrisi seringkali pada penderita kelainan jantung terdapat juga berbagai ragam persoalan gizi seperti faktor kegemukan, kencing manis, kadar kolestrol darah meningkat dsb, yang memerlukan pengaturan gizi secara tepat dan benar. Efek obat-obatan, obat-obatan yang didapat penderita, sering kali juga memberi efek samping yang justru merugikan seperti munculnya keluhan-keluhan pusing, penurunan denyut nadi dapat juga timbul gejala samping berupa turunya potensi/libido penderita. Kelainan lainnya, pada beberapa pendertia sering juga menemui adanya berbagai bentuk gangguan lain seperti misalnya penyakit-penyakit di luar jantung antara lain adanya kelainan organ tubuh lainnya yang dapat mempersulit kondisi kesehatan penderita.