LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM TEKNIK LINGKUNGAN II PERCOBAAN KOAGULASI - FLOKULASI
Disusun oleh Kevin Sapoetra
103138792932002
Loecky Harvianto
103132565464622
Stefanny Trifena
103136838229644
Pembimbing Praktikum: Dr. Chris Salim Riana Ayu Kusumadewi, S.T., M.T.
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS CLEAN ENERGY AND CLIMATE CHANGE UNIVERSITAS SURYA TANGERANG, BANTEN 2015
PRAKTIKUM 09 PERCOBAAN KOAGULASI - FLOKULASI
Hari/ tanggal praktikum
: Senin, 28 Oktober 2015
Tempat
: Studio Teknik Lingkungan Surya University Serpong
I.
Tujuan Percobaan
1. Memahami proses koagulasi dan flokulasi 2. Menentukan dosis optimum koaguan yang diperlukan dalam pengolahan air II.
Teori Dasar
Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat – zat tersuspensi dalam bentuk lumpur kasar, lumpur halus dan koloid. Permukaan koloid bermuatan listrik sehingga koloid sulit untuk bersatu membentuk partikel ukuran yang lebih besar, akibatnya partikel stabil dan sulit untuk mengendap. Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah peristiwa pembentkan ata pengumpulan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan. Flokulasi adalah peristiwa pengumpulan partikel partikel kecil hasil koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap. Tawas dan kapur merupakan zat koagulan dan flokulan yang telah banyak digunakan dalam proses koagulasi (Putra, 2009). Senyawa koagulan adalah senyawa yang mempunyai kemampuan mendestabilisasi koloid (menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid) sehingga koloid dapat bergabung satu sama lain membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap. Banyak jenis koagulan yang dapat digunakan untuk pengolahan air, seperti senyawa aluminium (Al2(SO4)3),
1
senyawa besi (FeCl3, FeSO4), PAC (Poly Aluminium Chloride), TOPAC, dan lain sebagainya. Salah satu jenis koagulan yang paling banyak digunakan adalah koagulan tawas (aluminium sulfat). Al2(SO4)3 + 6H2O
2Al(OH)3 + 3H2SO4
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara lain sebagai berikut (Manurung, 2012) : 1. Suhu Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, di mana proses koagulasi dinyatakan dapat berjalan baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8-10. Jika ABO tidak dalam kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam ABO tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal. 2. Bentuk koagulan Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektif jika koagulan diberikan pada keadaan cair dibandingkan dalam bentuk padat. 3. Tingkat kekeruhan Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi. 4. Kecepatan pengadukan Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi (koloid) dalam ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan lambat, pengikatan akan berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali. Koagulasi merupakan proses pengumpulan melalui reaksi kimia. Reaksi koaguasi dapat berjalan dengan membuthkan zaat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Koagulan yang banyak digunakan adalah tawas, kapur, dan kaporit. Dari hasil reaksi koagullan itu, tergantng jenis dan konsentrasi ion2
ion terlarut dalam air olahan serta konsentrasi yang diharapkan sesuai dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi da lam air limbah maka dilakukan pengadukan dengan slow mixing / static mixing maupun rapid mixing (Kusnaedi, 2010). Tujuan percobaan koagulasi adalah untuk menentukan dosis koagulan yang optimum yang diperlukan dalam pengolahan air. Prinsip dasar percobaan koagulasi-flokulasi adalah sejumlah volume air ditambah koagulan dengan variasi dosis, kemudian dilakukan pengocokan cepat (rapid mixing ) selama 1 menit dengan tujuan untuk mencampurkan koagulan ke dalam air, sehingga terjadi netralisasi muatan koloid oleh koagulan (proses koagulasi). Selanjutnya dilakukan pengocokan lambat ( slow mixing ) agar partikel – partikel tersebut bergabung satu sama lain membentuk flok yang lebih besar (proses flokulasi). Pengadukan lambat ini bertujuan untuk menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pengadukan lambat akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik menarik antar pertikel menjadi lebih besar dan dominan dianding gaya tolaknya, yang mengjasilkan konyak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Ketika pertumbuhan flok sudah cukup maksimal massa dan ukurannya flok-flok ini akan mengendap ke dasar resevoir sehingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air jernih pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang menyerupao lumpur pada dasar reservoir (Karamah, 2014) Jar-test telah digunakan selama puluhan tahun oleh pabrik pengolahan air untuk mengembangkan informasi tentang dosis kimia yang harus digunakan untuk menemukan koagulasi yang efektif dan tersedimentasi. Cara ini beradaptasi, dimodifikasi dan dikembangkan serta divariasikan untuk beradaptasi
3
dengan kondisi spesifik yang dihadapi oleh pabrik mereka. Bagian dasar dari peralatan ini ialah multi place stirer . Jenis stirrer yang termasuk dayng persegi panjang dipasang pada poros panjang dan didorong dari atas tabung dnegan mekanisme roda gigi, dan dayung persegi panjang dipasang berdiri dalam tabung uji dan yang kedua diputar oleh magnet yang terletak di mekanisme driver dimana tabung diletakan (Logsdon, 2002). III.
Prinsip Percobaan
Koagulasi adalah proses penambahan zat kimia (koagulan) yang memilliki kemampuan untuk menjadikan partikel koloid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk flok (gabungan partikel-partikel kecil). Flokulasi adalah proses pembentukan dan penggabungan flok dari partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah mengendap. Proses koagulasi dan flokulasi pada skala laboratorium dilakukan dengan peralatan jar tes. Beberapa senyawa koagulan yang biasa digunakan adalah tawas, senyawa besi, PAC (poli alumunium klorida) dan lain-lain (Wagiman, 2014). Pengadukan campuran dibagi menjadi dua berdasarkan kecepatan pengadukannya, yaitu pengadukan cepat dengan kkecepatan 150 rpm dan pengadukan lambat dengan kecepatan 50-100 rpm. Pengadukan cepat dilakukan selama 5 menit yang dihitung sejak penambahan koagulan. Pengadukan cepat ini bertujuan untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel koloid dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan satu sama lain. Sedangkan pengadukan lambat dilakukan dengan waktu pengadukan yang divariasikan mulai dari 10 menit tepat setelah pengadukan cepat selesai. Pengadukan lambat ini bertujuan untuk menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partike-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding gaya tolak menolakanya, yang menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang
4
lebih banyak dan sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel apdat terlarut terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar (Karamah, 2014) IV.
Alat dan Bahan Timbangan
Gelas ukur
Analitik
100ml
Gelas Kimia
Kertas Saring
Deionized Water
Turbidimeter
Tawas
Pipet tetes
1000ml
Gelas ukur 1000ml
5
Sampel air
Jar Test
pH meter
Tabel 1. Alat dan Bahan V.
Cara Kerja
a) Pembuatan larutan tawas No.
Cara Kerja
Keterangan
Ditimbang 5 gr alumunium sulfat 1.
Dilarutkan dengan 500 ml aquades 2.
Tabel 2. Pembuatan larutan tawas
6
b) Percobaan koagulasi-flokulasi Cara Kerja
Keterangan
No.
Dimasukan air sampel kedalam 4 1.
gelas kimia 1000 ml
Disimpan masing masing kedalam 2.
jar-test
Ditambahkan larutan tawas secara 3.
bertahap mulai dari 1ml, 2ml, 3ml, 4ml
7
Dikocok dengan kecepatan 100 4.
rpm selama 1 menit
Dikocong dengan kecepatan 60 5.
rpm selama 10 menit
Amati bentuk flok, dan waktu 6.
untuk kecepatan mengendapnya langsung
setelah
pengocokan
lambat selesai. Disaring dengan kertas saring 7.
Diperiksa 8.
kekeruhan
menggunakan (dimasukan
dengan
turbidimeter kedalam
tabung
sample). Dicatat hasil yang tertera di layar.
8
Diperiksa 9.
pH
dengan
menggunakan pH meter. Dilihat sampai setlah penurunan tidak jauh terhitung, lalu dicatat hasil yang tertera di layar. Tabel 3. Percobaan koagulasi-flokulasi
VI.
Hasil dan Pembahasan
Parameter
pH
pH
Turbiditas
Waktu
Bentuk
awal
air
(NTU)
mengendap
flok
7.01
6.60
31.85
-
Partikel
Tanpa Tawas
halus 7.16
6.83
16.83
01.27
Tawas 1ml
halus 7.8
Tawas 2ml
Partikel
7.03
14.04
02.01
Partikel halus
9
7.51
6.9
15.68
04.16
Tawas 3ml
Partikel halus
7.88
6.97
15.54
Tawas 4ml
02.54
Partikel halus
Tabel 4. Hasil Percobaan
Didapatkan data hasil dari praktikum bahwa, dari segala perlakuan yang dilakukan berupa penambahan tawas dengan dosis yang berbeda, diperoleh dosis optimum pada saat ditambahkan 2ml larutan tawas. Hal ini dapat disimpulkan karena proses penurunan turbiditas yang paling rendah berada di spesies dengan penambahan tawas 2ml (dari 31.85 NTU menjadi 14.04 NTU). Partikel yang dihasilkan kurang lebih sama secara kasat mata, berbentuk partikel kecil halus yang mengendap dan melayang. Waktu pengendapan diambil pada saat partikel mulai mengendap sampai dengan pengendapan yang terjadi tidak lagi terlihat banyak perbedaan. Pengamatan yang dilakukan terlapau singkat karena partikel yang mengendap masih sangat halus dan terlihat belum cukup besar uuntuk mengendap. Hal ini dapat dikarenakan faktor pH tidak diperhitungkan dalam praktikum kali ini. Dengan pH sampel pada kisaran 7 dan karena penambahan tawas maka pH menjadi cenderung menuju kondisi asam, akan tetapi pada saat dosis optimal, pH yang terukur menunjukan pH 7, tidak terlalu jauh dengan pH awal. Ada kemungkinan bahwa pengendapan optimum dapat terjadi lebih optimal jika derajat keasamannya dapat diatur pada pH 7 ataupun lebih basa untuk menemukan penyebab penurunan yang lebih akurat. Banyak faktor yang perlu diperhitungkan dalam proses koagulasi dan flokulasi yang tidak dijadikan variasi pada praktikum kali ini. Pertama bahan limbah / sample air yang digunakan tidak diteliti terlebih dahulu kandungan umum yang terkandung di dalam sampel air yang digunakan. Dari ciri fisik yang dapat diamati secara langsung, air sampel dari kelompok kami air tidak keruh, dan berbau seperti deterjen. Hal ini disebabkan karena spot pengambilan sampel berada di selokan perumahan medang di pagi hari, yang mana merupakan waktu
10
puncak penggunaan air untuk mandi. Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi. Pengaturan pH optimum juga tidak dilakukan, karena pH cukup memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam reaksi yang terjadi antar koagulan dan zat partikuat untuk terjadinya reaksi. proses koagulasi dinyatakan dapat berjalan baik jika pH air baku limbah berkisar 8-10. Jika limbah tidak dalam kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam limbah tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal. Kecepatan putaran yang diberikan hanya satu untuk setiap masing-masing tahap (rapid and slow mixing ). Sehingga tidak dapat diketahui, apakah pengadukan yang dilakukan telah optimal atau belum, karena jika pengadukan terlalu lambat, pengikatan akan berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali. VII.
Kesimpulan
1. Metode untuk melakukan koagulasi dan flokulasi ini adalah dengan metode jar test yang terdiri dari 3 tahapan besar yaitu titrasi untuk penetralan pH, penambahan koagulan, pengadukan cepat dan lambat, dan pengukuran TSS secara spektrofotometri. Koagulasi berlangsung setelah penambahan koagulan berupa tawas dilakukan dan disertai dengan pengadukan cepat dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit. Flokukasi berlangsung setelah dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit dan akhirnya mengendap di dasar gelas setelah didiamkan. 2. Dosis koagulan yang optimum untuk sampel limbah cair tahu ini adalah 20 ml dengan nilai TSS sebesar 14.04 NTU berkurang sebanyak lebih dari 16 NTU dari sample yang belum diberi penambahan tawas dan dilakakukan jar-test
11
VIII. Daftar Pustaka
Karamah, Eva Fathul, dan Andrie Oktafauzan Lubis. 2007. “Perlakuan Koagulasi Dalam
Proses
Pengolahan
Air
Dengan
Membran:
Pengaruh
Waktu
Pengadukan Pelan Koagulan Alumunium Sulfat Terhadap Kinerja Membran”. Program
Studi
Teknik
Kimia
Departemen
Teknik
Gas&Petrokimia.
Universitas Indonesia: Depok. Kusnaedi. 2010. “Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum”. Swadaya: Jakarta Logsdon, Gary S. 2002. “ Filter Maintenance and Operations Guidance Manual ”. American Water Works Association: Washington Putra, Sugili, dkk. 2009. “Optimasi Tawas Dan Kapur Untuk Koagulasi Air Keruh Dengan Penanda I-131”. Dalam Prosiding Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir ISSN 1978-0176: Yogyakarta. Manurung, Tambak, dkk. 2012. “Efektivitas Biji Kelor (Moringa oleifera) Pada Pengolahan Air Sumur Tercemar Limbah Domestik ”. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’s. Vol 8, No.1: 37-41.
12