BARU LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 2
Topik
: Penuangan Logam (Casting)
Kelompok
: C-12
Tgl. Praktikum : 27 November 2014 Pembimbing
: Sri Yogyarti, drg., M.S
Penyusun : No.
Nama
NIM
1.
Abdul Hafid Fauzi Barmen
021311133178
2.
Viona Yosefa
021311133179 021311133179
3.
Rizki Amelia
021311133180 021311133180
4.
M. Fadhli Putranto
021311133181 021311133181
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014
1.Alat dan bahan 1.1 Alat
a.Glass lab b.Kompor c.Oven ( preheating furnace > 1000o c) d.Alat tuang sentrifugal dan crucible casting e. Blow torch f. Penjepit bumbung tuang g.Pinset kecil h.Pisau model i. Pisau malam j. Jangka sorong k.Master die l. Sarung tangan anti panas m. Tutup dandang 1.2 Bahan
a.Logam campur Cu alloy
2. Cara kerja 2.1. Persiapan Alat
a. Kompor untuk burn out sudah siap dinyalakan b. Glass slab dalam keadaan bersih c. Pinset besar dan kecil disediakan d. Preheating furnace (oven sudah dinyalakan) e. Alat casting centrifugal sudah dalam keadaan siap dengan cara memutar sebanyak 3 putaran f. Crucible casting dimasukan ke dalam furnace 2.2. Bu rn out dan Pr eheating
a. Bumbung tuang yang berisi bahan tanam dilepas dari crucible former b. Buang malam dengan cara : bumbung tuang diletakan di atas kompor dengan posisi bagian datar dari bumbung tuang mengahadap keatas, sedangkan bagian cekung menghadap kebawah (api ) dengan sudut 45 ᴼ c. Bumbung tuang dibiarkan terbakar sampai malam habis
d. Setelah malam terbakar habis, bumbung tuang diambil dan diletakan terbalik dengan posisi bagian cekung diatas. Pastikan malam terbakar habis. Pengecekan dilakukan dengan cara segera menutupkan glass lab atau kaca pada bagian cekung bumbung tuang. Jika setelah diangkat kaca tidak buram, maka ini adalah tanda bahwa malam telah terbakar habis. Jika kaca terlihat buram yang disebabkan adanya uap air yang menempel pada kaca, maka pembakaran malam diulangi sampai malam benar-benar habis terbakar. e. Oven dinyalakan kemudian bumbung tuang yang malamnya telah terbakar habis dimasukan dalam oven. Pintu oven ditutup dan dibiarkan sampai mencapai suhu 750 ᴼC 2.3.1
Pengecoran ( casting )
a. Alat tuang centrifugal disiapkan dengan cara memutar lengan alat tuang centrifugal sebanyak 3x, lalu lengan alat tersebut ditahan dengan menaikan batang penahan. b. Cawan tuang (crucible casting) panas diletakan pada alat tuang centrifugal , kemudian logam yang akan dituang diletakan dalam cawan tuang c. Bumbung tuang dikeluarkan dari oven, bumbung tuang diletakan pada alat tuang centrifugal . d. Logam dipanaskan dengan api torch sampai cair, kemudian lengan pemutar ditarik sedikit, batang penahan akan turun kemudian lengan pemutar dilepas hingga berputar. e. Setelah logam masuk ke dalam bumbung tuang, putaran alat diperlambat dengan cara menekan porosnya sampai alat tuang berhenti berputar f. Bumbung tuang diambil, diletakan dan didiamkan sejenak hingga tidak ada bara api yang tersisa. g. Setelah dingin hasil tuangan dikeluarkan dari dalam bumbung tuang dan dibersihkan dari bahan tanam dibawah air mengalir. h. Hasil tuangan diambil dan diberi tanda sesuai dengan tanda waktu penanaman. Hasil tuangan dimasukkan pada alat cetak malam i.
Dikelompokan berdasarkan rasio bubuk dan air bahan tanam dan dipisah bila ada hasil tuangan yang mengalami kegagalan.
3. Hasil praktikum
Marginal
Bintil
Sayap
Porus
Distorsi
mm
-
Ya
Kasar
0,075 mm
-
-
Halus
-
-
Halus
-
Ya
Halus, ada retak dan celah
-
-
Halus, ada bagian permukaan yang tidak
space 4 1A . 1B
0,17
2A 0,065 mm A 2B 0,68 mm n a 3A 0,11 l i 3B s
mm
O,075 mm
terisi penuh
-
-
Halus, bagian yang tidak terisi penuh,
is hasil praktikum
Pada percobaan kali ini terdapat distorsi, bintil bintil pada permukaan, porus, dan marginal fit pada hasil casting. Pada hasil casting dari mould 1a dan 1b dengan w:p rasio bahan tanam tuang yang encer, terdapat beberapa kecacatan seperti bintil- bintil pada permukaan dan porus pada kedua hasil. Namun, berbeda dengan hasil distorsi dari 2 hasil casting tersebut, pada hasil casting 1a, terdapat permukaan yang kasar dan pada hasil 1b mendapatkan hasil permukaan yang lebih halus. Pada hasil casting mould yang dibuat oleh bahan tanam tuang dengan w:p rasio normal terdapat bintil bintilan kecil. Hasil yang didapat pada permukaan 2a dan 2b adalah halus namun pada permukaan 2b terdapat retak dan celah. Hasil percobaan 3a dan 3b dengan w:p rasio yang kental mendapatkan hasil yang kurang bagus. Kedua hasil percobaan terdapat bintil bintilan kecil dan besar. Namun, hasil percobaan 3a mempunyai permukaan yang halus tetapi pada suatu bagian permukaan terdapat perbedaan ketinggian. Pada hasil percobaan 3b memiliki permukaan yang halus tetapi terdapat bagian bagian yang pada permukaan dimana ketinggian tidak rata karena bagian yang tidak terisi penuh.
5. Pembahasan
Casting adalah suatu proses pembuatan logam campur dengan menggunakan penuangan logam cair oleh alat tuang sentrifugal ke dalam mould . Logam yang jadi haruslah memiliki keakuratan yang tinggi dengan die yang diinginkan. Proses casting digunakan untuk
membuat restorasi gigi seperti inlay, onlay, mahkota, jembatan, dan removable partial denture (Powers, 2008). Casting diawali satu jam setelah penanaman model. Pada saat itu mould telah siap untuk memasuki tahap burn out . Jika casting tidak dilakukan secara langsung akan lebih baik jika
bumbung tuang disimpan didalam humiditor dengan kelembapan 100%. Burn out
diawali dengan pelepasan crubicle former dari bumbung tuang. Burn out bertujuan untuk membuang malam, yang dilakukan diatas tungku atau oven. Pada praktikum kali ini burn out dilakukan diatas kompor dan diletakkan dengan posisi miring untuk memudahkan mengalirnya malam. Selama proses burn out, malam yang mencair akan terserap oleh bahan tanam dan sisa karbon akan terperangkap dalam bahan tanam. Pemanasan dengan suhu tinggi akan menyebabkan karbon berubah menjadi karbon monoksida, dan air. Air yang terperangkap akan mengurangi penyerapan malam, dan membantu proses pengaliran malam untuk keluar dari mould. Gas yang tercipta akan keluar melalui pori-pori bahan tanam yang dipanaskan untuk mengetahui apakah malam telah terbuang sempurna dari mould dapat diletakkan glass slab diatas corong tuang. Jika masih ada embun berarti malam belum terbuang sempurna dari bumbung tuang, kalau tidak berarti malam sudah terbuang sempurna dari bumbung tuang (Annusavice, 2003). Tahap berikutnya adalah pemanasan didalam oven atau furnace. Bumbung tuang ditaruh didalam furnace dengan temperatur kamar yang perlahan dinaikkan ke temperatur 7000C (pada praktikum ini dipakai suhu 750 0C). Dalam praktikum ini pemanasan yang dimulai dari 00 tidak dilakukan karena keterbatasan waktu sehingga suhu telah diatur 750 0C, lalu dibiarkan selama 15-30 menit sampai mencapai suhu 750 0, untuk memberikan waktu terjadinya thermal ekspansi yang berguna untuk mengkompensasi penyusutan logam yang relatif besar, dan menyamakan titik leleh logam cair (Annusavice, 2003). Proses pemanasan bumbuung tuang yang terlalu cepat dengan temperatur tinggi pada furnace dapat menyebabkan terjadinya cracking pada bumbung tuang. Hal ini disebabkan karena bagian luar dari bumbung tuang mengalami ekspansi lebih dibandingkan bagian tengah bumbung tuang, sehingga bumbung tuang mudah mengalami retak dari dalam. Pemanasan lebih dari 700 0C didalam furnace akan menyebabkan kerapuhan pada mould. Hal ini terjadi karena gypsum bonded akan terurai menghasilkan sulfur dioksida yang akan mengkontaminasi mould, menjadi kasar. Jika mould dibiarkan beberapa saat dalam furnace dapat menyebabkan kontaminasi dari sulfur saat proses casting serta mengakibatkan
permukaan yang kasar dari hasil casting karena disintegerasi dari bahan tanam tuang (Annusavice, 2003). Tahapan selanjutnya yaitu casting . Pada tahap ini digunakan dua alat yaitu alat tuang sentrifugal dan blow troch. Beberapa variasi dari alat tuang sentrifugal dapat ditemukan yaitu jenis pararel dengan mould, vertical dengan mould, ada yang menggunakan pegas seperti yang kami gunakan (spring driven) ada yang menggunakan induksi listrik. Keuntungan utama dari menggunakan alat tuang sentrifugal yaitu desainnya yang sederhana dan penggunaanya yang mudah dengan kemampuan untuk mengcasting mould yang besar dan kecil. Alat ini memiliki lengan, lengan tersebut diputar sebanyak tiga kali searah jarum jam. Banyaknya putaran lengan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis bumbung tuang yang akan di casting. Setelah diputar lengan ditahan dengan batang penahan yang berguna untuk mengakselerasi kecepatan rotasi awal dari crubicle dan casting ring yang akan mempercepat kecepatan liniear dari cairan logam tuang untuk masuk kedalam melalui mould, saat logam telah mencapai titik lelehnya yaitu 7000C, lengan centrifuge dilepaskan dan gerakan rotasi dimulai (Annusavice, 2003).
Gambar 1 Alat tuang sentrifugal (Annusavice, 2003).
Alat kedua yang dipakai adalah blow torch, alat ini diletakan diluar kubikel alat tuang sentrifugal sehingga lebih mudah bagi operator untuk melihat proses pencairan logam. Apabila blow torch diletakkan diluar kubikel gas yang dihasilkan akibat kontak api dan logam akan membuat logam membara dan mengkilat. Panas yang dihasilkan dari blow torch terbagi menjadi tiga zona.
Zona pertama menghasilkan warna hijau yang disebut zona
combution. Zona kedua adalah zona reduksi, dan terakhir adalah zona oksidasi, yang dapat mengoksidasi logam (Annusavice, 2003).
Zona reduksi adalah zona yang dipakai untuk memanaskan logam. Zona ini menghasilkan warna biru, merupakan zona terpanas, tidak mengoksidasi, dan stabil. Jika zona ini mengalami kontak dengan logam perubahan yang terjadi dapat diamati secara klinis. Perubahan itu adalah permukaan logam akan terlihat lebih terang dan mengkilat, lalu logam yang awalnya runcing akan membulat, mengkerut, dan logam akan bergerak, perbahan ini menandakan bahwa logam telah mencair (Annusavice, 2003). Jika logam telah mencair, tombol penahan alat tuang sentrifugal diturunkan, blow torch diangkat, dan biarkan alat tuang sentrifugal berputar sampai berhenti berputar dengan sendirinya. Akan tetapi, pada praktikum ini setelah logam masuk kedalam bumbung tuang, alat tuang sentrifugal terlihat mulai melambat, putaran alat tuang sentrifugal di hentikan dengan cara menekan porosnya sampai alat tuang berhenti berputar. Setelah selesai tahap casting bumbung tuang diambil lalu diletakkan pada meja praktikum sebentar sampai warna merah bara hilang. Lalu hasil casting dimasukkan kedalam air yang disebut tahap quenching. Pada tahap ini didapatkan dua keuntungan yaitu logam berada dalam kondisi annealig selama proses finishing , dan saat bumbung tuang mengalami kontak dengan air akan menghasilkan bahan tanam yang lunak dan bergranular, sehingga hasil casting mudah untuk dibersihkan (Annusavice, 2003). Pada saat pembersihan akan sering ditemukan warna gelap pada hasil casting karena oksidasi. Hal ini dapat diatasi dengan proses pickling , yaitu pemanasan dan pencelupan hasil casting kedalam larutan asam seperti HCl 50%. Cara yang lebih baik untuk pickling adalah hasil casting disusun didalam suatu wadah lalu disiram dengan larutan asam (Annusavice, 2003). Dari hasil casting mengalami banyak kekurangan atau difek yang dapat terjadi, begitu pun pada praktikum ini banyak difek yang didapatkan. Berikut ini difek atau kecacatan yang umum terjadi pada hasil casting: 1.
Sayap Sayap terjadi karena pada saat bumbung tuang dipanaskan terlalu cepat dalam furnace
menyebabkan retak. Dengan demikian logam akan mengalir ke retakan tersebut membentuk sayap pada hasil casting didaerah yang mengalami keretakan (McCabe, 2008). Pada praktikum kali ini tidak didapatkan sayap pada semua hasil casting. 2.
Bintil
Pada praktikum kali ini ditemukan banyak bintil pada permukaan hasil casting . Bintil kecil tersebut didapatkan pada 5 logam casting pertama. Pada casting yang terakhir yaitu 3b didapatkan bintil yang berukuran lebih besar. Bintil merupakan efek yang timbul seperti bola-bola yang menempel pada permukaan casting. Hal ini menggambarkan porositas dalam bumbung tuang (McCabe, 2008). Bintil timbul dari gelembung udara yang melekat pada model malam selama penanaman. Bintil dapat dihilangkan pada proses finishing dan polishing akan tetapi bintil pada daerah margin atau bagian dalam akan menyebabkan ketidaksesuaian pada hasil akhir casting (Annusavice, 2003). 3.
Distorsi Distorsi pada praktikum ini terjadi diseluruh hasil casting . Pada hasil casting 3a dan
3b didapatakan permukaan yang halus namun tidak terisi penuh. Hal ini dapat terjadi karena berbagai hal. Hal yang paling sering menjadi penyebab distorsi adalah sprue. Sprue adalah pasak tuang dari malam yang berbentuk saluran yang menyalurkan logam yang telah dicairkan ke dalam mold.. Sprue seharusnya ditempelkan pada luas penampang area tertebal. Hal ini bertujuan agar logam cair akan mengalir dari bagian tebal ke tipis. Diameter sprue berhubungan dengan tekanan pada mesin casting juga kontrol terhadap tingkat flow dari logam cair ke mould . Semakin lebar diameter sprue, maka semakin tinggi tingkat flow logam cair, maka logam akan semakin cepat untuk masuk kedalam mould, untuk mencegah logam mendingin sebelum masuk kedalam mould. Selain sprue penyebab lain adalah jarak bagian mahkota model malam dari casting ring . Bagian mahkota model malam seharunya diletakkan 6 mm dari ujung casting ring sehinga udara dapat dialirkan keluar dari mould, agar logam dapat mengisi seluruh mould. Apabila tinggi model malam lebih dari 6 mm, maka dapat terjadi tekanan balik. Hal ini menyebabkan logam menjadi membulat disisi samping mahkota, sehingga hasil yang terbentuk tidak sempurna (McCabe, 2008). Apabila tinggi model malam kurang dari 6 mm, maka dapat terjadi tekanan yang sangat besar pada bagian atas bumbung tuang. Hal ini menyebabkan moud menjadi sangat keras dan mudah pecah (Anusavice. 2003). Mould yang keras karena tinggi model malam yang kurang dari 6 mm ini dapat dilihat dihasil praktikum pertama kami yaitu pada hasil casting 1a didapatkan kekerasan pada permukaannya.
4.
Marginal Space Marginal space yang paling besar perbedaannya pada praktikum ini didapatkan pada
casting 2b yang mengalami jarak 0,68 mm. Ketepatan akhir dari hasil casting tergantung pada ekspansi dan kontraksi yang terjadi selama proses casting. Perubahan dimensi yang paling sering terjadi adalah casting shrinkage. Casting shrinkage terjadi karena ekspansi yang tidak dapat dikompensasi akibat kurangnya pemanasan. Casting shrinkage dapat dikompensasi dengan setting ekspansi, thermasl ekspansi, dan inversi dari bumbung tuang (McCabe, 2008). 5.
Porositas Porositas pada praktikum ini terjadi pada dua hasil casting yaitu logam casing 1a dan
2b. Porositas permukaan casting dapat terjadi karena gas yang dihasilkan saat proses casting dimana udara terperangkap dalam logam saat logam masuk kedalam mould karena overheating (McCabe, 2008). 6.
Kurang pemanasan Kurangnya pemanasan dapat terjadi pada tahap burn out yang terlalu singkat atau
kurangnya pemanasan di dalam furnace. Hal ini dapat menyebabkan porositas pada casting karena gas-gas yang dihasilkan pada saat logam panas kontak dengan karbon sisa. Hal ini mengakibatkan sisa karbon menyelimuti permukaan casting yang tidak dapat dihilangkan, bahkan menggunakan proses pickling (Annusavice, 2003). Kesimpulan
Tahapan casting berupa burn-out, pemanasan furnace, casting , dan pembersihan hasil casting . Dengan demikian proses casting harus dilakukan dengan tepat agar tidak menyebabkan kecacatan atau difek. Kecacatan yang paling umum di alami adalah marginal space, sayap, bintil, porositas, dan distorsi.
Daftar Pustaka
1. Anusavice, Kenneth J. 2003. Philips Dental Material, USA:
W.B. Saunders
Company. pp. 300, 320, 326-340. 2. McCabe, JF dan Walls, Angus WG. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. Victoria : Blackwell, Inc. pp. 81-83.
3. Powers J.M. and Wataha J.C. 2008. Dental Materials Properties and Manipulation, 8th ed . St Louis. Mosby Elsevier.