LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI AGENS HAYATI
Nama
: Ajie Setiawan Sobirin
NIM
: 135040200111072 135040200111072
Kelompok
: Senin, 10.30 Lab Umum
Asisten
: Moh Saifudin Afandi
JURUSAN HAMA DAN DAN PENYAKIT PENYAKIT TUMBUHAN TUMBUHAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
I. PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang
Kerusakan tanaman akibat OPT merupakan salah satu penyebab menurunnya hasil produk pertanian salah satu s atu OPT yang menyebabkan kerusakan adalah hama. Masalah hama sudah menjadi rutinitas yang dihadapi oleh petani dalam budidaya tanaman. Berbagai teknologi pengendalian hama telah diaplikasikan tetapi persoalan hama belum juga terselesaikan. Salah satu teknologi yang digunakan yaitu penggunaan pestisida. Namun, pengendalian hama menggunakan insektisida berbahan kimia, meskipun efektif tetapi juga memiliki dampak negatif seperti timbulnya resistensi, resurgensi, dan dampak negatif lainnya terhadap lingkungan serta terhadap organism bukan sasaran (Arifin 2011). Akibat dampak negative yang ditimbulkan, maka dibutuhkan cara yang lebih ramah lingkungan salah satunya dengan pemanfaatan agens hayati. Agens hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk untuk mengendalikan organisme pengganggu pengganggu tumbuhan (OPT). Lebih jauh, jika diperhatikan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995 tentang pengertian agens hayati maka maknanya menjadi lebih sempurna lagi, yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organism pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya (Menteri Pertanian RI 1995). Melihat tingginya tingkat biodiverditas yang ada di Indonesia, pemanfaatan agens hayati memiliki prospek yang besar dalam membantu kegiatan pertaian menjadi lebih efisien. Untuk itu, melalui perbanyakan perbanyakan agens agens hayati diharapkan mampu menjadikan menjadikan kegiatan pertanian menjadi lebih aman bagi pengelola maupun konsumen dari produk pertanian tanpa harus menurunkan hasil produksi ataupun menimbulkan residu bagi lingkungan. 1.1 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum teknologi produksi agen hayati adalah:
Untuk mengetahui jamur dan bakteri yang diperoleh dari metode trapping dan diluti on plate
Untuk mengetahui hasil perhitungan kerapatan konidia dari jamur yang dibiakkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Teknik Isolasi Jamur dan Bakteri
The process of isolation and identification of fungi and production processes used various chemicals that pure degree (pro-analysis) unless otherwise stated. Specifications of the chemicals used at each stage described the isolation and analysis. Fungal isolation using PDA medium (Potato Dextrose Agar). Fungi are more resistant to acidic pH compared with bacteria or actinomycetes, so that in this way there has been a selection against microbes that are isolated (Saryono, et al, 2002) Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobianya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal. Isolasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode cawan tuang dan metode cawan gores. Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentudari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobianya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal. Ada berbagai cara untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni yaitu, cara pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan (Mutiara, T, dkk, 2006). Isolasi bakteri dikarakterisasi dengan menumbuhkan pada medium dan dilakukan pengamatan meliputi: pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar miring yaitu bentuk pertumbuhan pada bekas goresan, pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar tegak yaitu bentuk pertumbuhan pada bekas tusukan dan pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar lempeng yaitu bentuk, tepian, elevasi, permukaan warna, diameter koloni dan konfigurasi. Berdasarkan hasil identifikasi secara mikrobiologis maupun fisiologis melalui uji biokimia ditemukan tujuh isolat bakteri yang termasuk kedalam bakteri patogen maupun non patogen (Rahmaningsih, dkk. 2012).
2. Contoh Entomopatogen dan Patogen Antagonis
Dalam program PHT, agensia pengendalian hayati, seperti Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana, dan Bacillusthuringiensis menjadi komponen utama
pengendalian (Iman & Priyatno 2001). Pemanfaatan agensia hayati mempunyai beberapa kelebihan terutama selektivitasnya, meski harus diakui tidak seefektif insektisida berbahan aktif kimia. Agensia hayati yang sudah sangat umum digunakan untuk pengendalian hama serangga salah satunya adalah B. thuringiensis (Bt). Bakteri ini menghasilkan protein insektisidal deltaendotoksin yang sudah dikembangkan menjadi insektisida dan gen penyandi protein insektisidalnya dimanfaatkan dalam pengembangan tanaman transgenik (Iman & Priyatno 2001). Bakteri lain yang menghasilkan protein insektisidal di antaranya adalah Photorhabdus luminescens, Xenorhabdus nematophilus, Serratia entomophila and Serratia proteamaculans
(Binglin et al 2006). Entomopathogenic bacteria of the genus Serratia, except S. entomophila and S.proteamaculans, known as opportunistic pathogens or facultative. Results of previous studies showed stem brown planthopper mortality rates are high due to a bacterial infection of red. Brown planthopper mortality rate is high trunk when the insect is infected in a state experiencing strong pressure due to high environmental temperature, feed quality is low, the population is abundant, injury, or other factors (Mohan et al., 2011 ). Red Bacteria isolated from dead brown planthopper rod (isolates SM201102) has been identified by way of comparison sequences of 16S rRNA bacterial isolates red dengansekuen other bacterial 16S rDNA contained in the GeneBank database, through BlastN analysis showed that the red bacteria have the degree of similarity of 99% with Serratia sp. WBC endosymbiont (No. accession GU124498) and S. marcescens (No. accession HQ154570), and 98% with S. entomophila (Priyatno et al, 2011). Potential entomopathogenic widely used and readily available commercial products is Bacillus thuringiensis, or Bt, Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV), and entomopathogenic fungi for example Metarizhium anisopliae and Beauveria bassiana. Another example of another entomopathogenic bacteria that have been successfully developed as a biopesticide is a non-sporing entomopathogenic bacteria forming of the Serratia genus, namely S. entomophila and S. proteamaculans. Both of these
entomopathogenic bacteria has been used as an effective biopesticide for controlling grass grub (Costelytra zealandica) in New Zealand (Priyatno et al, 2011). Dilaporkan jamur H. citriformis terbukti efektif mengendalikan imago D. citridi Lumajang sebesar 30% (Dwiastuti 2005), di BPP Jatinom sebesar 82,9% dan di Macanan sebesar 52,2% (Subandiyah 2000), serta di Jombang sebesar 60-70% (Dwiastuti 2004). Selain itu menurut (Dwiastuti 2005) minimal ada 4 , H. citriformis, dan Paecilomyces farinosus.Beauveria bassiana telah dicoba patogenisitasnya oleh mahasiswa Universitas Brawijaya Malang (Komunikasi pribadi), M. anisopliae efektif mengendalikan nimfa D. citri (Raharjo 2000) dan P. farinosus dilaporkan juga mempunyai potensi mematikan (Subandiyah 2000). 3. Teknik Perbanyakan Jamur dan Bakteri dalam berbagai Media 3.1 Perbanyakan Bakteri
Ada beberapa cara yang digunakan untuk bakteri, fungi, dan khamir dengan metode
garis,
metode
tuang,
metode
sebar,
metode
penuangan,
serta
micromanipulator. Dua diantaranya yang paling sering banyak digunakan adalah teknik cawan tuang dan cawan gores. Kedua metode ini didasarkan pada prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian rupa sehingga individu species dapat dipisahkan (Plezar, 2006). Sedangkan untuk pengembangbiakan dalam cawan Petri ada beberapa metode, yaitu: 1.Metode Cawan gores(Streak Plate) Prinsip metode ini yaitu mendapatkan koloni yang benar-benar terpisah dari koloni yang lain, sehingga mempermudah proses isolasi. Cara ini dilakukan dengan membagi 3-4 cawan petri. Ose steril yang telah disiapkan diletakkan pada sumber isolat, kemudian menggoreskan ose tersebut pada cawam petri berisi media steril. Goresan dapat dilakukan 3-4 kali membentuk garis horisontal disatu cawan. Ose disterilkan lagi dengan api bunsen setelah kering ose tersebut digunakan untuk menggores goreskan sebelumnya pada sisi cawan kedua. Langkah ini dilanjutkan hingga keempat sisi cawan tergores. 2. Metode Cawan Sebar (Spred Palte) Teknik
spread
palte
(lempeng
sebar)
adalah
suatu
teknik
didalam
menumbuhkan mikroorganisme didalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri atau menghapuskanya diatas media agar yang telah memadat.